Kelompok 9 - Motivasi Dan Kepemimpinan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MOTIVASI DAN KEPEMIMPINAN Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Manajemen Dosen Pengampu : Endah Meiria, SE, M.Si



Oleh :



Kelompok 9 Laila Qiftiyah



(11190850000039)



Maghfirah Malyana Nasir



(11190850000042)



Nur Afifah Khoiriyah



(11190850000046)



PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020



KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Motivasi dan Kepemimpinan” ini dengan baik dan dapat menyelesaikan tepat pada waktunya. Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit hambatan dan tantangan yang penulis hadapi. Akan tetapi, dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak hambatan dan tantangan tersebut dapat diatasi. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam berbagai bentuk. Tak lupa, penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pengantar Manajemen yaitu Ibu Endah Meiria, SE, M.Si yang telah membimbing dan mengarahkan kami dalam membuat makalah ini. Penulis menyadari akan berbagai kekurangan yang masih terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu, berbagai kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna serta bermanfaat bagi semua pihak dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan.



Jakarta, 5 Mei 2020



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ......................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Rumusan masalah ........................................................................................ 1 C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2 D. Manfaat Penulisan ....................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3 A. Motivasi ....................................................................................................... 3 1. Pengertian Motivasi .............................................................................. 3 2. Faktor-faktor yang Menimbulkan Motivasi ......................................... 5 3. Pendekatan dalam Motivasi .................................................................. 6 4. Peran Motivasi ...................................................................................... 7 5. Teori-teori Motivasi .............................................................................. 8 6. Kebutuhan, Keseimbangan, Pengharapan dan Penguatan Motivasi..... 12 B. Kepemimpinan ............................................................................................. 13 1. Pengertian Kepemimpinan ................................................................... 13 2. Karakteristik Pemimpin ........................................................................ 14 3. Fungsi-fungsi Kepemimpinan .............................................................. 15 4. Gaya Kepemimpinan ............................................................................ 16 5. Pendekatan mengenai Kepemimpinan ................................................. 17 6. Teori-teori Kepemimpinan ................................................................... 19 C. Perilalu Politis dalam Organisasi ................................................................ 22 1. Perilaku Politis yang Umum .................................................................. 23 2. Manajemen Perilaku Politis ................................................................... 25 D. Studi Kasus ................................................................................................. 26 E. Penerapan Materi Dalam Perbankan Syariah ............................................. 31



ii



BAB III PENUTUP ............................................................................................ 34 A. Kesimpulan .............................................................................................. 34 B. Saran ....................................................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan unsur penting di dalam sebuah perusahaan atau organisasi, sebab tanpa adanya kepemimpinan dari seorang pemimpin maka suatu perusahaan tersebut akan mengalami kemunduran. Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin atau sering disebut dengan gaya kepemimpinan. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang baik akan menciptakan motivasi yang tinggi di dalam diri setiap bawahan, sehingga dengan motivasi tersebut akan timbul semangat kerja yang dapat meningkatkan kinerja bawahan itu. Kepemimpinan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan motivasi, karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan dan kemampuan dalam menciptakan motivasi di dalam diri setiap bawahan, kolega maupun atasan pemimpin itu sendiri. Kurang adanya peranan kepemimpinan dalam menciptakan komunikasi yang harmonis serta memberikan pembinaan pegawai, akan menyebabkan tingkat kinerja pegawai rendah (Fani Apriliani, 2019).



B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari motivasi? 2. Faktor-faktor apa saja yang menimbulkan motivasi? 3. Bagaimana peran motivasi? 4. Apa yang di maksud dengan kebutuhan, keseimbangan, pengharapan dan penguatan dalam motivasi? 5. Apa pengertian dari kepemimpinan? 6. Pendekatan apa saja yang ada dalam kepemimpinan? 7. Apa yang dimaksud dengan perilaku politis dalam organisasi?



1



C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian dari motivasi. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menimbulkan motivasi. 3. Untuk mengetahui peran motivasi. 4. Untuk mengetahui kebutuhan, keseimbangan, pengharapan dan penguatan motivasi. 5. Untuk mengetahui pengertian dari kepemimpinan. 6. Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan yang ada dalam kepemimpinan. 7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perilaku politis dalam organisasi



D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi pembaca Memberikan pengetahuan dan sebagai bahan rujukan mengenai materi Motivasi dan Kepemimpinan. 2. Bagi penulis Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai materi Motivasi dan Kepemimpinan.



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi Menurut Kanfer (Jones dan George, 2007) motivasi (motivation) merupakan kekuatan psikologis yang akan menentukan arah dari perilaku seseorang dan tingkat ketegaran (level of persistence) pada saat orang itu dihadapkan pada berbagai rintangan. Definisi motivasi mengandung beberapa elemen konsep yang dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Arah dari perilaku seseorang. Menunjukkan berbagai kemungkinan pilihan perilaku yang bisa dipilih oleh seseorang. Sebagai contoh, seorang karyawan dapat memilih untuk berperilaku datang tepat waktu atau selalu datang terlambat ke kantor. Pilihan karyawan tersebut didasari oleh motivasi tertentu. b) Tingkat upaya. Menunjukkan sampai sejauh mana upaya seseorang untuk mencapai suatu hasil. Tingkat upaya juga akan menunjukkan ukuran intensitas dari dorongan (drive) yang dimiliki seseorang untuk mencapai suatu hasil tertentu. c) Tingkat ketegaran. Menunjukkan apakah seseorang pada saat menghadapi rintangan atau masalah tetap berusaha untuk mengatasi berbagai rintangan masalah tersebut ataukah menyerah. Ahli manajemen seperti Robbins dan Coulter (2004) memberikan definisi motivasi sebagai “kemauan yang ditunjukkan seorang individu untuk



mengeluarkan



upaya



terbaiknya



dalam



mencapai



tujuan



organisasi/perusahaan. Dimana kemauan tersebut turut dikondisikan (conditioned) oleh dapat atau tidak dapat dipenuhinya kebutuhan individu tersebut melalui usaha yang dia lakukan.



3



Definisi yang diberikan oleh Robbins dan Coulter, menunjukkan adanya tiga unsur utama yang membentuk motivasi seseorang yaitu sebagai berikut : a) Unsur upaya (effort). Yang akan menunjukkan ukuran intensitas dari dorongan/drive yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini orang yang termotivasi akan menunjukkan upaya yang lebih besar/kerja keras untuk mencapai sesuatu, dibandingkan orang yang tidak termotivasi b) Unsur tujuan organisasi/perusahaan (organizational goals). Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa kerja keras yang dilakukan seseorang karyawan harus selaras dengan tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Kerja keras yang tidak selaras dengan tujuan perusahaan malah dapat menimbulkan sesuatu yang bersifat kontra produktif bagi perusahaan. Sebagai contoh, buruh yang tidak puas terhadap kompensasi yang diterimanya selama ini dari perusahaan tempat mereka bekerja akan memiliki motivasi yang besar untuk melakukan berbagai gerakan yang mereka anggap dapat meningkatkan daya tawar mereka terhadap perusahaan. Bahkan bila perlu melakukan pemogokan. Pemogokan buruh sebagai wujud motivasi yang kuat malah dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus senantiasa mengarahkan motivasi karyawan untuk dapat mencapai tujuan perusahaan dengan menciptakan kondisi kerja yang membantu pencapaian tujuan perusahaan. Misalnya, melalui penggajian yang wajar dan adil. c) Unsur kebutuhan (needs). Menunjukkan keadaan internal seseorang (internal state) yang mengakibatkan orang tersebut tertarik kepada hasil-hasil tertentu. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa di dalam motivasi terdapat 2 hal. Pertama, perilaku yang mengarah kepada tujuan di mana perilaku tersebut diarahkan oleh keinginan untuk memutuskan kebutuhan dan kedua, derajat dari upaya untuk mencapai tujuan tersebut.



4



Sebagai contoh, seorang wanita yang harus membesarkan dua orang anak sendirian akan memiliki motivasi kerja yang berbeda dengan seseorang bujangan yang belum memiliki tanggungan atau karyawan laki-laki yang sudah mendekati waktu pensiun dan tidak memiliki tanggungan lagi. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan mereka yang berbeda. Selain perbedaan kebutuhan, motivasi juga dipengaruhi oleh dapat tidaknya pemuas kebutuhan itu diperoleh melalui usaha yang dilakukan karyawan. Contohnya, tenaga penjualan akan termotivasi untuk mengejar bonus penjualan seandainya target yang dibuat perusahaan bersifat menantang. Tapi mereka tidak akan termotivasi untuk mencapai target penjualan seandainya terget yang ditetapkan tidak akan mungkin dapat dicapai, sekalipun para tenaga penjualan itu telah mengerahkan kemampuan terbaiknya. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa di dalam motivasi terdapat : pertama, perilaku yang mengarah kepada tujuan di mana perilaku tersebut diarahkan oleh keinginan untuk memuaskan kebutuhan. Dan kedua, derajat dari upaya untuk mencapai tujuan tertentu (Ismail Solihin, 2018). 2. Faktor-faktor yang Menimbulkan Motivasi Motivasi dapat berasal dari sumber-sumber yang bersifat intrinsik, ekstrinsik maupun keduanya. a) Perilaku yang dimotivasi secara intrinsik (intrinsically motivated behavior) merupakan perilaku yang sumber motivasinya berasal dari kepuasan melakukan pekerjaan itu sendiri (Jones dan George, 2007). Banyak manajer puncak yang termotivasi untuk mengerjakan pekerjaan yang besar dan sulit karena mereka memperoleh kepuasan melalui pencapaian kinerja tersebut. b) Perilaku yang dimotivasi secara ekstrinsik (extrinsically motivated behavior) merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang dengan



5



tujuan memperoleh imbalan material, imbalan sosial atau untuk menghindari hukuman. c) Seseorang yang termotivasi baik secara intrinsik maupun ekstrinsik contohnya yaitu, seorang manajer puncak yang memiliki motivasi untuk menyelesaikan tugas mengelola perusahaan korporasi besar sebaik mungkin berharap pada akhir tahun ia akan memperoleh bonus sebagai penghargaan atas prestasi yang telah ia lakukan. Pada dasarnya orang yang melakukan perilaku tertentu mengharapkan hasil dari perilaku yang dia lakukan. Hasil (outcome) mencakup apa pun yang diperoleh seseorang dari pekerjaannya atau perusahaan (George dan Jones, 2007). Beberapa hasil seperti rasa puas setelah menyelesaikan tugas yang menantang, rasa puas memiliki wewenang, rasa senang mengerjakan suatu pekerjaan, akan memotivasi perilaku orang secara intrinsik. Sedangkan imbalan gaji, bonus dan tunjangan memotivasi perilaku orang secara ekstrinsik (Ismail Solihin, 2018). 3. Pendekatan dalam Motivasi Terdapat



beberapa



pendekatan



dalam



memahami



motivasi.



Sebagaimana dikemukakan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995) paling tidak terdapat 3 pendekatan dalam dunia manajemen, yaitu adalah pendekataan tradisional atau traditional model of motivation theory, pendekatan relasi manusia atau human relation model, dan pendekatan sumber daya manusia atau human resources model. a) Pendekatan Tradisional Pendekatan ini memandang bahwa pada dasarnya manajer memiliki kinerja yang lebih baik dari pekerja, dan para pekerja hanya akan menunjukkan kinerja yang baik sekiranya diiming-imingi dengan kompensasi berupa uang. b) Pendekatan Relasi Manusia Pendekatan ini sering kali dikaitkan dengan Elton Mayo dan para pengikutnya. Mayo justru menemukan bahwa pekerjaan sama yang



6



terus menerus dilakukan akan menyebabkan kebosanan dan justu berimplikasi pada penurunan motivasi. Dan Mayo menganggap bahwa kontak sosial antar relasi antar manusia justru akan mebantu dan memelihari motivasi para pekerja. c) Pendekatan Sumber Daya Manusia Pendekatan ini mengkritisi simplifikasi atau penyederhanaan pandangan terhadap pekerja yang hanya didasarkan pada uang dan interaksi sosial (Lammar Tumpal, 2019). 4. Peran Motivasi Sebuah perusahaan mempekerjakan karyawan untuk memperoleh input yang penting. Input sendiri merupakan segala sesuatu yang dapat diberikan oleh sumber daya manusia perusahaan dan dibutuhkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan. Input tersebut mencakup misalnya, pengetahuan, keahlian, usaha, waktu, tenaga serta pengalaman yang dimiliki oleh karyawan dan mereka bersedia memberikannya kepada perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Proses memotivasi pada dasarnya adalah bagaimana perusahaan mendorong agar para karyawan mau memberikan input yang mereka miliki agar tujuan perusahaan tercapai. Untuk mendorong karyawan, perusahaan menghubungkan input yang diberikan dengan hasil yang diharapkan oleh para karyawan melalui kinerja yang mereka tunjukkan. Berikut ini menunjukkan hubungan antara input dan hasil yang diharapkan oleh karyawan (Ismail Solihin, 2018). Input



•Waktu •Usaha •Pendidikan •Pengalaman •Pengetahuan •Keahlian •Perilaku kerja



Kinerja



Hasil



•Memberikan kontribusi kepada efisiensi organisasi, efektivitas organisasi dan pencapaian tujuan-tujuan organisasi. 7



•Gaji •Tunjangan •Keamanan kerja •Liburan •Kepuasan kerja •Otonomi •Tanggung jawab •Kepuasan menyelesaikan suatu tugas.



5. Teori-teori Motivasi Untuk memahami hubungan antara input, kinerja dan hasil serta bagaimana perusahaan dapat memotivasi para karyawannya dengan memanipulasi hubungan antara input, kinerja dan hasil. Diperlukan berbagai teori mengenai motivasi yang dapat menjelaskan hubungan tersebut. Teori-teori tersebut mencakup : a) Teori ekspektansi (expectancy theory). Teori ini diformulasikan oleh Victor Vroom pada tahun 1960-an. Teori ini menunjukkan bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi pada saat seseorang meyakini bahwa tingkat upaya yang tinggi akan mengarah kepada pencapaian kinerja yang tinggi. Selanjutnya tingkat kinerja yang tinggi akan mengarah kepada pencapaian hasil yang diinginkan (Jones dan George, 2007). Dalam teori ekspektansi, terdapat tiga faktor yang akan menentukan motivasi seseorang, yakni : 1) Ekspektansi. Seseorang akan termotivasi untuk melakukan upaya terbaiknya apabila ia memiliki ekspektansi, yaitu persepsi yang dimiliki seseorang bahwa upaya yang dilakukannya tersebut akan menghasilkan kinerja yang tinggi. Tetapi apabila menurut persepsi mereka, apa pun yang mereka lakukan tidak akan menghasilkan kinerja yang tinggi, kemungkinan orang tersebut tidak akan mengeluarkan upaya terbaiknya. 2) Instrumentalitas (instrumentality) Menjelaskan persepsi yang dimiliki seseorang mengenai sejauh mana tingkat kinerja tertentu akan menghasilkan pencapaian hasil tertentu. 3) Valensi (valence) Kalaupun setiap anggota organisasi memiliki ekspektansi dan instrumentalitas yang tinggi, setiap anggota organisasi akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap outcome. Sebagai



8



contoh, untuk sebagian karyawan, peningkatan gaji dinilai sebagai hasil yang berharga (memiliki valensi yang tinggi). Sedangkan bagi sebagian manajer puncak, kepuasan yang diperoleh karena menyelesaikan pekerjaan yang menantang dinilai sebagai hasil yang berharga. b) Teori kebutuhan (need theory) Kebutuhan (needs) adalah sesuatu yang sangat diperlukan untuk bertahan hidup (survival) atau mempertahankan kesejahteraan (well being). Premis mendasar dari teori kebutuhan adalah bahwa seseorang akan termotivasi untuk memperoleh hasil yang akan memuaskan kebutuhannya. Teori kebutuhan menjelaskan bahwa untuk memotivasi seseorang agar bersedia memberikan input terbaik adalah dengan mengidentifikasi kebutuhan apa yang ingin dipuaskan melalui pekerjaan yang ia lakukan dan manajer perusahaan harus memastikan bahwa orang tersebut akan menerima hasil yang dapat memuaskan kebutuhannya pada saat ia menunjukkan kinerja yang tinggi dan membantu pencapaian tujuan perusahaan (Jones dan George, 2007). Salah satu teori kebutuhan adalah teori yang dikemukakan oleh Maslow. Menurut Maslow, kebutuhan manusia membentuk suatu hierarki di mana kebutuhan pada hierarki yang lebih bawah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum seseorang tergerak untuk memenuhi kebutuhan pada hierarki yang lebih tinggi. Menurut Abraham Maslow, kebutuhan yang dimiliki manusia dapat dikelompokkan ke dalam lima kelompok kebutuhan, yaitu : 1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs) Mencakup kebutuhan-kebutuhan dasar untuk bertahan hidup seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal dan sebagainya.



9



2) Kebutuhan akan rasa aman (safety needs) Merupakan kebutuhan untuk memperoleh rasa aman atau terlindungi dari berbagai bentuk bahaya, ancaman dan kekerasan baik kekerasan fisik maupun mental. 3) Kebutuhan sosial (social needs) Merupakan kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk diterima oleh lingkungannya. Termasuk ke dalam kelompok kebutuhan ini misalnya, kebutuhan mencintai dan dicintai (affection) dan kebutuhan untuk mengembangkan persahabatan (friendship). 4) Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) Merupakan



kebutuhan



yang



dimiliki



seseorang



untuk



memperoleh penghargaan dan pengakuan dari pihak lain. Termasuk dalam kategori ini misalnya, kebutuhan otonomi, status dan perhatian. 5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) Merupakan kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mewujudkan dirinya sendiri sesuai dengan apa yang diinginkan oleh diri sendiri dan bukan hanya mewujudkan diri seperti yng diinginkan orang lain (tuntutan orang tua, teman, tokoh panutan dan sebagainya). c) Teori ekuitas/keadilan (equity theory) Teori ekuitas merupakan teori motivasi yang memusatkan studinya kepada persepsi yang dimiliki seseoramg mengenai adil tidaknya hasil yang ia peroleh secara realtif dibandingkan dengan input yang mereka berikan pada pekerjaan. Teori ini diformulasikan oleh J. Stacey Adams pada tahun 1960-an (Jones dan George, 2007). Yang di maksud relatif dalam hal ini adalah perbandingan antara hasil : input yang diberikan oleh seseorang dibandingkan dengan hasil : input yang diberikan oleh pihak lain yang menjadi rujukan (referent). Dalam hal ini yang menjadi rujukan untuk perbandingan rasio hasil-input bisa berupa rekan kerja



10



yang memiliki jenjang jabatan yang sama, bisa juga rasio hasil-input dari pekerja dengan jabatan yang sama dan bekerja di perusahaan lain. Hal yang dapat disimpulkan dari teori ekuitas adalah bahwa orang akan termotivasi untuk secara terus menerus memberikan input bagi perusahaan apabila keadilan terjadi. Tetapi apabila perusahaan memperlakukan karyawan dengan tidak adil, terutama dalam kondisi ketidakadilan penggajian, karyawan cenderung tidak akan termotivasi. d) Teori penetapan tujuan (goal-setting theory) Teori ini dikembangkan oleh Ed Locke dan Gary Latham (Jones dan George, 2007). Menurut teori penetapan tujuan ini, yang ingin dicapai oleh masing-masing anggota organisasi merupakan penentu utama motivasi mereka dan berbagai kinerja yang mereka tunjukkan. Teori penetapan tujuan menjelaskan bahwa untuk menstimulasi motivasi dan kinerja yang tinggi, maka tujuan yang ditetapkan harus bersifat spesifik dan sulit untuk dicapai (difficult to achieve). Yang dimaksud dengan tujuan spesifik adalah tujuan yang jelas bahkan sebaiknya dinyatakan secara kuantitatif untuk memudahkan evaluasi. Tujuan yang sulit akan memaksa sumber daya manusia perusahaan untuk lebih banyak memberikan input bagi organisasi agar mereka dapat memperoleh hasil yang diinginkan. Hal ini akan menyebabkan kinerja sumber daya manusia perusahaan berada pada tingkatan yang tinggi, sehingga akan memungkinkan pencapaian tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. e) Teori pembelajaran (learning theory) Premis dasar dari teori pembelajaran adalah bahwa manajer dapat meningkatkan motivasi karyawan dan kinerjanya dengan cara menghubungkan hasil yang akan diterima karyawan dengan kinerja yang dihasilkan melalui perilaku yang diinginkan oleh organisasi dan menunjuang pencapaian tujuan perusahaan.



11



Pembelajaran (learning) dapat didefinisikan sebagai perubahan pengetahuan dan perilaku yang relatif permanen pada seseorang, yang diperoleh melalui praktik maupun pengalaman. Salah satu teori motivasi yang termasuk ke dalam kelompok teori pembelajaran adalah operant conditioning theory yang dikembangkan oleh B.F. Skinner. Menurut teori ini, seseorang akan belajar untuk melakukan perilaku tertentu yang akan membawa dirinya memperoleh konsekuensi yang diinginkan dan seseorang akan menghindari melakukan perilaku yang akan mendatangkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Dengan kata lain, seseorang akan termotivasi untuk menunjukkan kinerja yang tinggi dan mencapai tujuan perusahaan sepanjang kinerja yang tinggi dan pencapaian tujuan tersebut memungkinkan karyawan memperoleh hasil yang ia inginkan (Ismail Solihin, 2018). 6. Kebutuhan, Keseimbangan, Pengharapan dan Penguatan Motivasi Terdapat beberapa perspektif kontemporer dalam melihat bagaimana motivasi menjadi kekuatan pendorong bagi individu untuk berperilaku. Perspektif tersebut diantaranya sebagai berikut : a) Kebutuhan Perspektif kebutuhan terkait dengan proses pertama bagaimana motivasi menjadi perilaku yang lebih baik. Hal tersebut mengenai kebutuhan dan kesenjangan akan kebutuhan. b) Keseimbangan Perspektif ini diangkat



dari asumsi dasar bahwa termotivasi



tidaknya seseorang dalam organisasi lingkungan pekerjaan sangat bergantung kepada anggapan apakah dirinya mendapatkan perlakuan yang adil ataukah tidak dalam hal penghargaan yang diterimanya. c) Pengharapan Perspektif ini dapat dikatakan merupakan kelanjutan dari perspektif keseimbangan dan keadilan mengenai motivasi. Perspektif ini



12



memandang bahwa motivasi seseorang dalam berperilaku dan bekerja sangat tergantung pada berbagai pilihan penghargaan yang akan diperolehnya berdasarkan tingkatan perilaku dan pekerjaan yang akan dilakukannya. d) Penguatan Prinsip dasar dari perspektif penguatan mengenai motivasi berangkat dari pola pikir B.F Skinner, yang mangatakan bahwa tindakan akan sangat dipengaruhi oleh perlakuan yang diterima akibat perilaku yang dilakukan masa lalu (Lammar Tumpal, 2019).



B. Kepemimpinan 1. Pengertian Kepemimpinan Wahjosumidjo



menjelaskan



bahwa



kepemimpinan



merupakan



hubungan kekuatan dan kekuasaan. Kepemimpinan merupakan suatu bentuk hubungan sekelompok orang, hubungan antara yang memimpin dengan yang dipimpin, di mana hubungan tersebut mencerminkan seseorang atau sekelompok orang berperilaku karena akibat adanya kewibawaan/kekuasaan yang ada pada orang yang memimpin. Dalam hal ini orang yang memimpin lebih banyak mempengaruhi dari pada dipengaruhi Menurut Agustian, pemimpin yang dipercaya ialah pemimpin yang memiliki integritas tinggi dengan penuh keberanian serta berusaha tanpa mengenal putus asa untuk dapat mencapai apa yang seseorang cita-citakan. Cita cita yang dimilikinya itu mampu mendorong dirinya untuk tetap konsisten dengan langkahnya sehingga orang kemudian akan menilai dan memutuskan untuk mengikutinya atau tidak mengikutinya. Integritas akan membuat seseorang dipercaya, dan kepercayaan ini akan menciptakan pengikut. Integritas disini maksudnya ialah kesesuaian antara kata-kata dan perbuatan yang menghasilkan kepercayaan.



13



Siagian memaparkan bahwa kepemimpinan dalam konteks suatu organisasi adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa, sehingga melalui perilaku yang positif, ia memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi (Fachri Azhar, 2009). 2. Karakteristik Pemimpin Karakteristik pemimpin merupakan ciri-ciri atau sifat yang dimiliki oleh setiap pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya. Pemimpin harus memiliki keahlian dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan orang orang yang dipimpin. Keahlian ini terlihat dari sifat, watak dan perilaku yang tercermin dalam setiap tindakannya. Secara umum, seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa karakteristik seperti berikut : a) Tanggung jawab seimbang. Keseimbangan disini adalah antara tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang yang melaksanakan pekerjaan tersebut. b) Model peranan yang positif. Peranan disini adalah tanggung jawab, perilaku, atau prestasi yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu. c) Memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan ide-idenya secara ringkas dan jelas, serta dengan cara yang tepat. d) Memiliki pengaruh positif Pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap karyawannya dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal-hal yang positif. e) Mempunyai kemampuan untuk meyakinkan orang lain Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang



14



lain terhadap sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggung jawab total terhadap sudut pandang tersebut (Fachri Azhar, 2009). 3. Fungsi-fungsi Kepemimpinan Fungsi kepemimpinan menurut Rivai yaitu bahwa kepemimpinan berhubungan



langsung



dengan



situasi



sosial



dalam



kehidupan



kelompok/organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi. Fungsi kepemimpinan sendiri dikelompokkan dalam dua dimensi berikut : a) Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin. b) Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugastugas pokok kelompok/organisasi. Untuk



mencapai



tujuan organisasi, seorang pemimpin



harus



melaksanakan berbagai fungsi kepemimpinan. Menurut Frunzi dan Savini dalam Hidayat terdapat lima fungsi kepemimpinan yang merupakan karakteristik kepemimpinan, yaitu: a) Pengajaran, dengan memberikan pengarahan khusus, saran dan bimbingan kepada karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. b) Konseling, dengan mewawancarai para karyawan dan membantu mereka dalam menemukan jawabannya. c) Evaluasi, dalam melakukan pengawasan, peninjauan, penilaian terhadap karyawan sebagai timbal-balik terhadap kinerja karyawan. d) Delegasi, dengan memberikan tugas, tanggung jawab dan wewenang kepada karyawan yang dirasa kompeten.



15



e) Pemberian imbalan, dengan menyediakan pengakuan nyata maupun tidak nyata kepada karyawan yang sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik (Fachri Azhar, 2009). 4. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan adalah cara-cara khas yang digunakan atau dilaksanakan oleh seseorang dalam rangka menjalankan kepemimpinannya. Masing-masing pemimpin dapat memiliki gaya yang berbeda. Terdapat empat gaya kepemimpinan, yang dapat digunakan pemimpin di dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yaitu sebagai berikut : a) Gaya kepemimpinan direktif, yang dicirikan oleh: 1) Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan berkaitan dengan seluruh pekerjaan menjadi tanggung jawab pemimpin dan ia hanya memberikan perintah kepada bawahannya untuk melaksanakannya. 2) Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan menjalankan tugas. 3) Konsultatif Pemimpin melakukan pengawasan kerja yang ketat. 4) Pemimpin memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yang tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan. 5) Hubungan dengan bawahan rendah tidak memberikan motivasi kepada bawahannya untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal, karena pemimpin kurang percaya terhadap kemampuan bawahannya. b) Gaya kepemimpinan konsultatif, yang dicirikan oleh: 1) Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan oleh pemimpin setelah mendengarkan keluhan dari bawahan. 2) Pemimpin menentukan tujuan dan mengemukakan berbagai ketentuan yang bersifat umum setelah melalui proses diskusi dan konsultasi dengan para bawahan.



16



3) Penghargaan dan hukuman diberikan kepada bawahan dalam rangka memberikan motivasi kepada bawahan. 4) Hubungan dengan bawahan baik. c) Gaya kepemimpinan partisipatif, yang dicirikan oleh: 1) Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata lain apabila pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran dan pendapat dari bawahan. 2) Pemimpin memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan pekerjaan. 3) Hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam suasana yang penuh persahabatan dan saling mempercayai. 4) Motivasi yang diberikan kepada bawahan tidak hanya didasarkan atas



pertimbangan-pertimbangan



ekonomis,



melainkan



juga



didasarkan atas pentingnya peranan bawahan dalam melaksanakan tugastugas organisasi. d) Gaya kepemimpinan delegatif, yang dicirikan oleh: 1) Pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dengan bawahan. 2) Bawahan mempunyai hak untuk menentukan langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan dan hubungan dengan bawahan rendah (Fachri Azhar,2009). 5. Pendekatan mengenai Kepemimpinan Terdapat beberapa pendekatan mengenai kepemimpinan dalam suatu organisasi/perusahaan. Pendekatan yang dikatakan adalah pendekatan personal, pendekatan perilaku, dan pendekatan kontingensi. a) Pendekatan personal Pendekatan personal ini mencoba melihat pemimpin dari sisi personal atau karakteristik figur dari seorang pemimpin. Untuk memahaminya



17



maka pembahasan mengenai pendekatan personal ini dibagi menjadi dua yaitu yang pertama pemimpin dan bukan pemimpin, yang kedua pemimpin yang efektif dan pemimpin yang tidak efektif. 1) Pemimpin dan bukan pemimpin. Pandangan yang terdapat pada pembahasan ini adalah mendengar bahwa pemimpin harus cerdas, pintar, terbuka, dan perdaya diri yang tinggi. Pada kenyataannya, pernyataan ini masih menimbulkan pro dan kontra. Terlebih pada kenyataan bahwa banyak pemimpin yang tidak memiliki kriteria yang sebelumnya dikatakan, namun diakui sebagai pemimpin oleh masyarakat. 2) Pemimpin efektif dan tidak efektif. Pendekatan ini mencoba melihat bahwa karakteristik pemimpin bukan sekedar dari yang dilihat dari sisi fisik saja, tetapi juga dari kemampuannya untuk mencapai tujuan dari sebuah organisasi. Mereka yang mampu membawa anggotanya untuk bersama-sama mencapai tujuan dikatakan pemimpin yang efektif, sebaliknya pemimpin yang ridak dapat mempengaruhi anggotanya untuk mencapai tujuan bersama-sama dikatakan pimpinan yang tidak efektif. b) Pendekatan perilaku Pada dasarnya pendekatan ini mencoba lebih memfokuskan kepada perilaku dan tindakan apa yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin atau pemimpin yang efektif. Pada intinya Pendekatan perilaku lebih memfokuskan kepada beberapa tindakan yang dilakukan oleh pemimpin, seperti bagaimana mereka melakukan delegasi, bagaimana berkomunikasi kepada orang, serta bagaimana mereka memotivasi pegawai dan seterusnya. c) Pendekatan kontingensi Apa yang bisa disimpulkan dari pendekatan yang ada mengenai kepemimpinan di atas adalah bahwa gaya kepemimpinan sangat



18



ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya latar belakang personal, pendidikan personal, pengalama hingga lingkungan yang dihadapinya. Kenyataan ini membawa kepada kesimpulan bahwa pada dasarnya gaya kepemimpinan bersifat situasional (Ernie dan Kurniawan, 2005). 6. Teori-teori Kepemimpinan a) Teori orang-orang besar (great man theory) Menurut teori ini, seorang pemimpin besar terlahir sebagai pemimpin yang memiliki berbagai ciri-ciri individu yang sangat berbeda dengan kebanyakan manusia lainnya. Ciri-ciri individu tersebut mencakup



karisma,



intelegensia,



kebijaksanaan,



dan



dapat



menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk membuat berbagai keputusan yang memberi dampak besar bagi sejarah manusia. b) Teori ciri-ciri pemimpin (trait theory) Teori ini memfokuskan perhatiannya untuk mengidentifikasi berbagai karakteristik pemimpin yang menyebabkan seseorang dapat menjalankan kepemimpinan secara efektif. Trait theory sendiri merupakan perkembangan lebih lanjut dari the great man theory di mana menurut teori tersebut, para pemimpin memang terlahir untuk menjadi pemimpin dan para pemimpin itu bukan diciptakan (leader are born and not made). Tetapi sejalan dengan berjalannya waktu di tahun 1950-an, disimpulkan bahwa karakteristik dari para pemimpin tersebut tidak seluruhnya merupakan bawaan sejak lahir, melainkan diperoleh melalui hasil pembelajaran dan pengalaman. c) Teori perilaku (behavioral styles theory) Berdasarkan



penelitian,



disimpulkan



adanya



tiga



gaya



kepemimpinan yang terdiri dari gaya kepemimpinan otoriter (authoritarian leadership style), gaya kepemimpinan demokratis (democratic leadership style) dan gaya kepemimpinan laissez-faire (laissez faire leadership style). Hasil penelitian menunjukkan bahwa



19



pada umumnya karyawan lebih menyukai kepemimpinan demokratis, karena karyawan merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Blake dan Mouton mengidentifikasi adanya 5 gaya kepemimpinan sebagai betikut : 1) Gaya kepemimpinan 9,1 yakni gaya kepemimpinan yang mengutamakan perhatian terhadap produksi dan menomorduakan perhatian terhadap manusia. 2) Gaya kepemimpinan 1,9 yakni gaya kepemimpinan yang mengutamakan perhatian terhadap manusia dan menomorduakan perhatian terhadap produksi. 3) Gaya kepemimpinan 1,1 yakni gaya kepemimpinan yang memiliki perhatian yang sangat kecil baik terhadap manusia maupun produksi. 4) Gaya kepemimpinan 5,5 yakni gaya kepemimpinan yang memberikan perhatian secara moderat, baik terhadap manusia maupun produksi. 5) Gaya kepemimpinan 9,9 yakni gaya kepemimpinan yang memberikan perhatian yang besar, baik terhadap manusia maupun produksi. d) Teori situasional (situational theory) Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa efektivitas gaya kepemimpinan sangat bergantung kepada situasi yang melingkupinya. Oleh sebab itu, mereka memiliki suatu asumsi bahwa kepemimpinan yang berhasil akan terjadi apabila gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi. Menurut Hersey dan Blanchard, terdapat empat gaya kepemimpinan yaitu sebagai berikut : 1) Situasi kepemimpinan S1 (telling/directing) Situasi ini terjadi pada saat bawahan tidak mampu menjalankan tugas dan tidak mau atau takut mencoba sesuatu yang baru sehingga



20



atasan harus menjalankan peran mengarahkan yang sangat besar dan memerintahkan apa yang harus dilakukan para bawahan tanpa memberikan perhatian yang besar mengenai hubungan antara atasan dengan bawahan. Atasan juga akan mengembangkan struktur pekerjaan tentang bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dan bagaimana pengendalian dilakukan dengan ketat. 2) Situasi kepemimpinan S2 (selling/coaching) Situasi ini terjadi pada saat bawahan memiliki kompetensi yang kurang namun mereka memiliki keinginan untuk bekerja yang kuat dan mau mencoba hal-hal baru. Pada situasi ini pemimpin lebih berperan memberikan saran mengenai pelaksanaan berbagai pekerjaan daripada memrintah bawahan untuk mengerjakan pekerjaan secara detail. 3) Situasi kepemimpinan S3 (participating/supporting) Pada situasi ini, bawahan memiliki kompetensi yang tinggi tetapi mereka enggan atau memiliki perasaan tidak aman untuk melakukan pekerjaan tersebut. Dalam situasi seperti ini, pemimpin harus menunjukkan apa yang harus dikerjakan oleh para bawahan dan meminta para bawahan untuk bekerja sama melaksanakan pekerjaan yang telah menjadi kewajiban para bawahan karena para bawahan memiliki kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.



Dalam



situasi



ini,



pemimpin



juga



harus



memotivasi/mendorong karyawan dengan tujuan meningkatkan percaya diri mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugasnya. 4) Situasi kepemimpinan S4 (delegating/observing) Pada situasi ini karyawan memiliki kompetensi dan juga komitmen yang tinggi untuk menyelesaikan tugas sehingga pemimpin dapat melakukan pendelegasian pekerjaan kepada para bawahan. Akibatnya para pemimpin dalam situasi ini memiliki fokus terhadap pekerjaan dan hubungan kerja yang rendah dengan



21



bawahannya. Para bawahan dalam situasi ini memerlukan dukungan yang kecil dari para pemimpin karena mereka dapat mengerjakan pekerjaan secara mandiri. e) Teori kepemimpinan transaksi (transactional leadership theory) Menurut teori ini, seorang pemimpin akan dapat menjalankan kepemimpinannya dengan efektif apabila ia mampu mengembangkan struktur kerja yang jelas sehingga para manajer tersebut akan dapat merumuskan dengan tepa tapa saja yang dibutuhkan oleh para bawahan agar bisa melaksanakan pekerjaan dengan baik serta memberi imbalan yang sesuai dengan kriteria yang ditunjukkan. Demikian pula manajer dapat memberikan sanksi bagi para karyawan yang tidak dapat mencapai standar kinerja yang telah ditetapkan. f) Teori kepemimpinan transformasi (transformational lradership theory) Pemimpin transformasi memberikan inspirasi kepada sumber daya manusia yang lain dalam organisasi untuk mencapai sesuatu melebihi apa yang direncanakan oleh organisasi, Pemimpin transformasi juga merupakan pemimpin visioner yang mengajak sumber daya manusia organisasi bergerak menuju visi yang dimiliki pemimpin. Para pemimpin transformasi lebih mengandalkan karisma dan kewibawaan (referent power) dalam menjalankan kepemimpinannya (Ismail Solihin, 2018).



C. Perilaku Politis dalam Organisasi Perilaku politis dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk pencapaian tujuan tertentu, dengan menggunakan berbagai cara di antaranya penggunaan kekuasaan, serta sumber daya yang ada untuk memperoleh hasil tertentu yang diharapkan. Perilaku politis ini dapat dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahan, bawahan terhadap pemimpin, atau pemimpin dan bawahan terhadap bagian lain dalam organisasi. Dalam berbagai keadaan perilaku politis ini dapat dilakukan oleh siapa pun dalam organisasi



22



dalam rangka pencapaian tujuan individunya, perlingdungan dirinya dari orang lain, untuk pencapaian kepentingan pribadinya yang terkait dengan organisasi, atau kepentingan untuk memperoleh jabatan tertentu dalam organisasi. Politik organisasi telah dijelaskan dalam berbagai penjelasan. Tetapi pada hakekatnya semua berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam organisasi atau pada perilaku anggota– anggotanya yang bersifat mementingkan diri sendiri dan secara organisasi tidak bersanksi. Lebih lanjut Robbins mendefinisikan perilaku politik dalam organisasi sebagai kegiatan kegiatan yang tidak diminta sebagai bagian dari peran formal seseorang dalamorganisasi, tetapi yang mempengaruhi, atau mencoba mempengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian dalam organisasi. Sehingga dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa politik organisasi adalah sekumpulan perilaku teknis maupun non teknis di luar uraian tugas yang dilakukan oleh karyawan dalam pekerjaanya demi tujuan pribadi maupun tujuan kelompok karyawan tersebut (Stephen, 2003). 1. Perilaku Politis yang Umum Griffin (2000) menjelaskan bahwa terdapat paling tidak empat bentuk perilaku politis yang dapat ditemukan dalam organisasi. a) Kompensasi yang dijanjikan (inducement) Di mana seorang manajer atau anggota organisasi menwarkan kompensasi tertentu kepada orang lain atau manajer lain sekiranya orang yang ditawari tersebut memberikan dukungan terhadap apa yang akan diusulkannya, katakanlah kepada pimpinan di atasnya. b) Tindakan Persuasif (persuasion) Manajer atau seseorang memengaruhi emosi dan logika orang lain dalam hal sesuatu yang ingin diraihnya. Misalnya, sesorang yang tengah mengusulkan suatu program akan memberikan justifikasi yang logis kepada orang lain, sehingga orang lain tersebut dapat menerima usulannya tersebut.



23



c) Tuntutan atas kewajiban tertentu (creation of an obligation) Sesorang yang ditawari sebuah ide mungkin dapat menyetujui ide tersebut bukan karena dirinya setuju atau mengerti akan ide tersebut, akan tetapi dengan menyetujui ide tersebut seseorang yang menawari ide tersebut akan “secara sadar maupun tdak sadar” harus bertanggung jawab atas ide yang diusulkannya serta berutang budi pada seseorang yang menyetujuinya. Perasaan utang budi dan dan tanggung jawab dari seseorang yang menawari ide tersebut dapat dimanfaatkan oleh seseorang yang menyetujui ide tersebut pada kesempatan lain ketika dia dapat memanfaatkan situasi “utang budi” dan “beban tanggung jawab” tersebut. d) Menggunakan kekuasaan untuk mewujudkan sesuatu (coercion) Sesorang yang menginginkan tujuannya tercapai mungkin akan mengancam seseorang untuk mengikuti apa yang diinginkannya atau melalui ancaman kehilangan kompensasi sekiranya tidak mengikutinya. Selain keempat bentuk perilaku politis diatas, ada konsep yang dinamakan manajemen impresif atau impressive management, di mana seseorang berusaha untuk meraih sesuatu yang diinginkannya melalui upaya untuk meningkatkan citra orang lain terhadap dirinya. Pendekatan ini dilakukan dengan cara memengaruhi perspektif orang lain terhadap apa yang diusahakan oleh dirinya. Salah satu contoh yang dapat dilakukan adalah dengan penampilan yang meyakinkan, penggunaan bahasa yang impresif atau meyakinkan, penggunaan bahasa tubuh yang dapat mempengaruhi orang lai, dan sebagainya. Kadangkala penggunaan manajemen impresif ini mendorong kearah perilaku yang tidak etis, ketika seseorang akhirnya mengada-ada sesuatu yang sebenarnya tidak ada pada dirinya, sekedar untuk menaikkan citra dirinya dimata orang lain (Stephen, 2003)



24



2. Manajemen Perilaku Politis Apa yang harus dilakukan oleh para manajer ketika mereka dihdapkan pada perilaku politis yang dilakukan para anggotanya atau oleh sesama manajer. Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh manajer yaitu : a) Para manajer perlu menyadari bahwa sekalipun perilaku dan tindakannya tidak dimaksudkan untuk kepentingan politis, akan tetapi orang lain mungkin akan menafsirkannya sebagai perilaku politis. b) Para manajer perlu memberikan kepercayaan terhadap bawahan berupa pendelegasian wewenang, tanggung jawab, kesempatan, dan juga umpan balik. Hal tersebut akan meminimumkan kecenderungan bawahan dalam melakukan tindakan politis. Semakin pemimpin tidak memercayai bawahan, semakin bawahan akan berperilaku politis karena hubungan pimpinan bawahan tidak harmonis. c) Para manajer perlu menghindarkan diri dari penggunaan pendekatan kekuasaan dalam berbagai hal sekiranya tidak ingin diperlakukan secara politis oleh orang lain. d) Para manajer perlu mempersiapkan diri untuk menyetujui berbagai hal diusulkan oleh bawahan, sehingga bawahan tidak akan mempergunakan ketidaksetujuan manajer sebagai potensi konflik untuk berperilaku politis. e) Para manajer perlu menghindarkan diri dari melakukan kebijakan dan kegiatan yang bersifat rahasia atau tidak transparan, karena hal tersebut akan diikuti oleh bawahan sebagai potensi untuk berperilaku politis. Pada praktiknya, mengelola perilaku politis sangatlah tidak sederhana. Kemampuan para manajer untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai karakter orang dan bawahan sangat menentukan pula kemampuannya dalam mengelola dan mengendalikan perilaku politis para anggotanya. Kembali, faktor situasional juga akan menentukan gaya kepemimpinan seperti apa yang perlu dilakukan (Stephen, 2003).



25



D. Studi Kasus



Kepemimpinan dan Komunikasi di Masa Krisis Covid-19



Sumber : Kompas.com PENYEBARAN penyakit Covid-19 yang begitu cepat telah membuat seluruh negara bergerak sedemikian rupa untuk menangani masalah ini. Indonesia pun tak lepas dari masalah ini, penyebaran virus corona sudah sampai di Tanah Air. Berdasarkan berita Kompas.com, Presiden Joko Widodo mendadak melakukan jumpa pers, Senin (2/3/2020) siang. Wartawan diminta menuju teras Istana Merdeka oleh staf Biro Pers Sekretariat Presiden. Kemudian Presiden Jokowi pun datang, didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Sambil memegang sebuah catatan, di awal jumpa pers, Presiden Jokowi menjelaskan mengenai sejumlah upaya pemerintah



26



mengantisipasi penyebaran virus corona di Tanah Air. Salah satunya menjaga 135 pintu masuk negara, baik darat, laut, maupun udara. Di tengah-tengah jumpa pers, Jokowi menjelaskan bahwa ada warga negara Jepang berdomisili di Malaysia yang belum lama ini datang ke Indonesia, lalu kembali ke Malaysia dan dinyatakan positif corona. Jokowi menyebut WN Jepang itu kontak dengan seorang perempuan 31 tahun dan ibunya, 64 tahun. Kementerian Kesehatan pun langsung melakukan uji laboratorium terhadap spesimen keduanya. "Setelah dicek, dan tadi pagi saya mendapatkan laporan dari Pak Menkes bahwa ibu dan putrinya positif corona," kata Jokowi. Pengumuman Presiden Jokowi pastinya mengejutkan publik. Kabar pasien pertama Covid-19 merupakan situasi luar biasa yang diprediksi akan berdampak besar pada seluruh aspek kehidupan. Peran besar seorang pemimpin. Berkaca pada peristiwa yang terjadi, bagaimana seorang pemimpin mengomunikasikan situasi krisis kepada publik? Ketika situasi krisis diumumkan, pastilah akan berdampak pada melebarnya kepanikan. Di sinilah pentingnya seorang pemimpin dan komunikasi yang harus dibangun untuk menghadapi krisis yang menghantam. Marra (1997) menyatakan, "Banyak taktik public relations konvensional yang diterima, tidak berkontribusi untuk mengelola krisis dengan baik. Pola pikir krisis publik saat ini harus digantikan salah satunya adalah memungkinkan manajer berlatih public relations." Kepemimpinan adalah tentang mengatasi perubahan, menetapkan arah, menyelaraskan orang, memotivasi dan menginspirasi-menjaga orang untuk bergerak ke arah yang benar, meskipun hambatan utama untuk berubah sering muncul jika dikaitkan dengan kebutuhan manusia, nilai, dan emosi (Kotter, 1999). Untuk organisasi, kepemimpinan sering dianggap sebagai faktor paling kritis dalam menentukan keseluruhan keberhasilan atau kegagalan (Bass, 1999).. Krisis adalah tentang ketidakpastian dan ketakutan. Oleh karena itu kepemimpinan krisis adalah kemampuan manajer senior untuk memberikan visi dan arah selama waktu perubahan dan ketidakpastian. Kepemimpinan yang



27



efektif selama masa krisis seperti Wali Kota New York Rudy Giuliani memperkuat tekad organisasi untuk bertahan hidup dan menjadi lebih kuat: terguncang, tetapi tegas dan bertekad untuk membentuk masa depan daripada sekadar menyesuaikannya ("Profil dalam Kepemimpinan" 2001). Komunikasi efektif di masa krisis Elemen dasar komunikasi tidak boleh dipandang sebagai kegiatan yang direncanakan, disampaikan, dan kemudian selesai. Komunikasi adalah suatu proses untuk mencapai saling pengertian, di mana komunikator dan audiens membuat, membagikan, dan bertukar pemikiran, opini, serta informasi. Komunikasi efektif memerlukan pemahaman tentang komunikator, audiens, tujuan, pesan, dan cara yang paling efektif untuk mencapai hasil yang diinginkan. Juga merupakan aktivitas dua arah, yaitu mendengarkan audiens dan mengakui keprihatinannya. Komunikasi yang dilakukan dengan baik dan dilaksanakan dengan benar, terintegrasi ke dalam setiap tahap krisis dan tanggap darurat, dapat membantu mengurangi hal yang ditakutkan yaitu penderitaan dan kematian. Mampu berkomunikasi secara efektif adalah bagian yang penting dari pekerjaan setiap pemimpin. Tujuan komunikasi Selama krisis dan keadaan darurat, keprihatinan utama audiens adalah tentang kesehatan dan keselamatan fisik, akses terhadap makanan dan layanan penting, kemampuan untuk pergi bekerja dan memiliki cukup uang. Kekhawatiran publik harus selalu diatasi saat mengembangkan tujuan komunikasi dan pesan utama. Beberapa tujuan komunikasi selama krisis, misalnya, memastikan bahwa masyarakat memiliki cukup makanan, air, dan perawatan medis, mencegah kepanikan publik ketika ada kematian yang tinggi, membuat beberapa pesan penting berulang-ulang misalnya jaga jarak, sering mencuci tangan, orang yang sakit harus tinggal di rumah dan tidak pergi ke kantor atau sekolah.



Analisis Studi Kasus Wabah Covid-19 yang telah menyebar di hampir seluruh dunia tidak bisa dipungkiri menimbulkan berbagai masalah. Dalam mengatasi masalah tersebut



28



tentu melibatkan pemimpin pada setiap negara tersebut. Termasuk Indonesia, dalam hal ini Presiden Jokowi memiliki peran yang penting dalam mengatasi masalah tersebut. Namun, kepemimpinan seperi apakah yang harus dilakukan seorang pemimpin dimasa krisis seperti saat ini.



Ketika situasi krisis



diumumkan, pastilah akan berdampak pada melebarnya kepanikan. Di sinilah pentingnya seorang pemimpin dan komunikasi yang harus dibangun untuk menghadapi krisis yang menghantam. Kepemimpinan adalah tentang mengatasi perubahan, menetapkan arah, menyelaraskan orang, memotivasi dan menginspirasi-menjaga orang untuk bergerak ke arah yang benar, meskipun hambatan utama untuk berubah sering muncul jika dikaitkan dengan kebutuhan manusia, nilai, dan emosi. Dalam keadaan seperti ini pemimpin yang sangat baik memberikan visi dan arahan untuk organisasi, menciptakan ketertiban keluar dari kekacauan. Sebagai seorang pemimpin, sudah seharusnya memberikan penjelasan yang akurat dan bersikap untuk menenangkan. Berkomunikasi secara tepat, transparan, dan kredibel selama situasi krisis adalah keterampilan utama kepemimpinan. Perlu diingat bahwa berkomunikasi selama krisis dan keadaan darurat berbeda dengan berkomunikasi selama kondisi normal. Hal ini membuat komunikasi saat masa krisis merupakan bagian penting dari pendekatan kepemimpinan secara keseluruhan untuk mengatasi masalah khususnya pandemi Covid-19. Seorang pemimpin dalam masa pandemic ini dapat melakukan sikap kepemimpinan lewat komunikasi yang baik. yaitu dengan cara : 1. Bagikan informasi penting tentang masalah dan bahaya spesifik yang dihadapi audiens. 2. Memberikan kepastian dan mengatakan apa yang telah dilakukan. 3. Memberikan fakta konkret dan meyakinkan audiens bahwa pihak berwenang melakukan segala kemungkinan untuk mengumpulkan informasi yang dapat diandalkan dan diinformasikan segera setelah informasi terkumpul.



29



4. Pastikan mengkoordinasikan komunikasi lokal dengan otoritas nasional dan regional untuk memastikan informasi akurat, tidak memberikan pesan yang menyesatkan, membingungkan, atau usang. 5. Memberitahu dan memberikan panduan yang harus dilakukan audiens untuk menanggapi tantangan tertentu. 6. Menjawab pertanyaan tentang kekhawatiran audiens dengan jawaban konkret dan tindakan spesifik yang dapat dilakukan. 7. Berempatilah, menunjukkan bahwa peduli tentang situasi dan memahami apa yang sedang terjadi. Empati adalah kemampuan mengidentifikasi dan memahami perasaan atau kesulitan orang lain. Mengakui dan menanggapi (dalam kata-kata, gerakan, dan tindakan) emosi yang orang ungkapkan seperti kecemasan, ketakutan, kemarahan, dan ketidakberdayaan; 8. Menunjukkan simpati. Simpati adalah perasaan atau ungkapan kasihan atau dukacita karena rasa sakit / meninggal atau penderitaan orang lain; 9. Mengetahui terlebih dahulu bagaimana memfokuskan komunikasi tetap di jalurnya sesuai tujuan utama; 10. Mengetahui audiens tentang siapa mereka, apa yang paling mereka pedulikan dan mengapa, serta memiliki tujuan komunikasi yang jelas, akan membantu membentuk pesan kunci yang efektif. Jadi ketika berkomunikasi dengan publik selama krisis, harus selalu bertujuan untuk menjadi akurat, kredibel, bersedia dan mampu memperbaiki misinformasi dan menghilangkan rumor, konsisten, relevan, sering, siap untuk merespons, tepat waktu (berarti dijadwalkan secara teratur). Dalam krisis, harus mengembangkan dan menyampaikan pesan penting yang



membantu



terpenuhinya



tujuan



komunikasi.



Pesan



kunci



mengartikulasikan informasi yang paling penting dan menyampaikan apa yang mendesak untuk diketahui atau dilakukan pada waktu tertentu. Membantu publik bergerak maju melalui krisis. Dengan kata lain, komunikator harus tetap fokus pada pesan kunci dan menyatakan sejelas mungkin pada awal (misalnya



30



awal wawancara atau konferensi pers), tengah, dan akhir komunikasi. Kembali ke poinnya sesering mungkin.



E. Penerapan Materi dalam Perbankan Syariah a. Gaya kepemimpinan Setiap pemimpin sebagai individu untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif dan diridhai Allah SWT dengan kepribadiannya sebagai orang yang beriman harus menampilkan sikap dan perilaku sebagai berikut : 1. Mencintai Keberadaan dan Hanya Takut Kepada Allah SWT Pemimpin yang berpegang teguh pada Allah akan terus menerus berusaha menegakkan kebenaran berdasarkan tuntunan ajaran Islam, akan disegani, dihormati, dan dipatuhi.Pemimpin yang mencintai kebenaran hanya takut pada Allah SWT, sebagai sumber dan pemilik kebenaran yang Maha Sempurna. 2. Dapat dipercaya, Bersedia, dan Mampu Mempercayai Orang Lain Pemimpin yang dapat dipercaya, mampu mempercayai orang lain dan memiliki kepercayaan diri, merupakan pemimpin yang bertanggung jawab. Sikap percaya diri pada seorang pemimpin bukanlah kesombongan pada kemampuan dirinya, tetapi merupakan keyakinan bahwa dirinya memiliki kemampuan menjalankan kepemimpinan yang efektif dalam bidangnya. 3. Memiliki Kemampuan dalam Bidangnya dan Berpandangan Luas Disadari Kecerdasan (Intelegensi) yang Memadai Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki kemampuan memimpin namun pemimpin harus mengetahui seluk beluk bidang yang dikelola organisasinya. Dengan demikian pemimpin akan mampu memberikan bimbingan, petunjuk dan pengaruhan pada anggota organisasi yang memerlukannya. Kemampuan dibidangnya akan sangat diperlukan dalam melakukan pengawasan (kontrol) yang efektif.



31



Sehingga kemampuan memimpin akan sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas organisasinya. 4. Senang Bergaul, Ramah Tamah, Suka Menolong, dan Memberi Petunjuk serta Terbuka pada Kritik Orang Lain Pemimpin yang suka bergaul harus mempunyai sifat dan sikap rendah hati, sederhana/bersahaja dan emosionalitas yang stabil. Ketiga sifat dan sikap tersebut harus terlihat wajar dan alami dalam penampilan dan perilakunya. 5. Memiliki Semangat Untuk Maju, Semangat Pengabdian dan Kesetiakawanan, serta Kreatif dan Penuh Inisiatif Dalam kepribadian pemimpin yang beriman, pengabdian, dan kesetiakawanan sepenuhnya ditumpahkan pada cita-cita menegakkan ajaran Islam, yang berarti juga semata-mata ditujukan kepada Allah SWT dan RasulNya Muhammad saw. Pemimpin dalam organisasi yang mana pun (tidak saja yang bersifat keagamaan), selalu menyelaraskan cita-cita organisasinya atas ridhaNya. 6. Bertanggung Jawab dalam Mengambil Keputusan dan Konsekuen, Berdisiplin serta Bijaksana dalam Melaksanakannya Pemimpin yang konsekuen merupakan pemimpin yang disiplin, karena kemampuan menaati keputusan dan perintah berarti bersedia bekerja dalam jangka waktu yang seharusnya. Pemimpin merupakan seorang yang mampu menegakkan kedisiplinan kerja dan disiplin waktu baik secara perorangan (disiplin pribadi/kelompok organisasinya). Sifat dalam kepribadian seperti itu sangat penting bagi pemimpin yang beriman. 7. Aktif Memelihara Kesehatan Jasmani dan Rohani Pemimpin yang sehat jasmani rohani serta beriman dalam mengatasi rintangan, hambatan dan memecahkan masalah selalu mampu bekerja sama, yang memungkinkan memperoleh pertolongan terbaik dari



32



anggota organisasinya. Namun selalu disadarinya bahwa pertolongan itu sebenarnya datang dari Allah SWT (Sofiana Ulfah, 2018). b. Teknik Memotivasi 1) Berpikiran positif. Ketika mengkritik orang begitu terjadi ketidakberesan, tetapi kita lupa memberi dorongan positif agar mereka terus maju. Jangan mengkritik cara kerja orang lain kalua kita sendiri tidak mampu memberi contoh terlebih dahulu. 2) Menciptakan perubahan yang kuat. Adanya kemamuan yang kuat untuk mengubah situasi oleh diri sendiri. Mengubah perasaan tidak mampu menjadi mampu, tidak mau menjadi mau. 3) Membangun harga diri. Banyak kelebihan kita sendiri dan orang lain yang tidak kita hargai padahal penghargaan merupakan salah bentuk teknik memotivasi. Kata “Saya mengharapkan bantuan Anda” atau “Saya mengharapkan kehadiran Anda” merupakan bentuk penghargaan yang paling murah. Berilah mereka kesempatan untuk bertanggung jawab, berilah wewenang, serta kebebasan untuk berpendapat. 4) Memantapkan pelaksanaan. Ungkapkan dengan jelas, bagaimana cara kerja yang benar, tindakan yang dapat membatu, dan hargai dengan tulus. 5) Membangkitkan orang lemah menjadi kuat. Buktikan bahwa mereka sudah berhasil, dan nyatakan bahwa Anda membantu yang mereka butuhkan. Binalah keberanian, kerja keras, bersedia belajar dari orang lain. 6) Membasmi sikap suka menunda-nunda. Hilangkan sikap menunda nunda dengan alasan pekerjaan itu terlalu sulit dan segeralah untuk memulai (Sofiana Ulfah, 2018).



33



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Motivasi (motivation) merupakan kekuatan psikologis yang akan menentukan arah dari perilaku seseorang dan tingkat ketegaran (level of persistence) pada saat orang itu dihadapkan pada berbagai rintangan. Kepemimpinan merupakan suatu bentuk hubungan sekelompok orang, hubungan antara yang memimpin dengan yang dipimpin, di mana hubungan tersebut mencerminkan seseorang atau sekelompok orang berperilaku karena akibat adanya kewibawaan/kekuasaan yang ada pada orang yang memimpin. Disadari bahwa tingkat kepuasan individu manusia berbeda-beda, begitu pula dengan tingkat kebutuhan manusia juga berlainan. Hal itu perlu dipahami oleh seorang pemimpin di dalam memotivasi bawahannya. Disamping itu pula, seorang pemimpin perlu mengenali kekuatan motif diri sendiri sehingga dapat menjaga keseimbangan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seorang pemimpin harus memahami tentang motivasi. Pekerjaan seorang pemimpin yang paling penting antara lain adalah bagaimana dia bisa memotivasi orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pencapaian tujuan inilah yang menjadi patokan atau ukuran keberhasilan bagi seorang pemimpin



B. Saran Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi seluruh pembaca untuk terus dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam kegiatan usahanya. Demi penyempurnaan makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca.



34



DAFTAR PUSTAKA



Referensi Buku : Robbins, Stephen P. 2003. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Solihin, Ismail. 2018. Pengantar Manajemen. Jakarta: Erlangga.



Artikel, Jurnal dan Skripsi : Apriliani, Fani. 2019. Motivasi Dan Kepemimpinan. Jakarta: Esa Unggul. Azhar, Fachri. 2009. Jurnal Informasi Hubungan Gaya Kepemimpinan Dengan Motivasi Kerja Karyawan Dalam Organisasi Perusahaan. Bogor: Departemen Sains dan Komunikasi IPB. Tisnawati, Ernie dan Kurniawan Saefullah. 2005. Pengantar Manajemen, Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Tumpal, Lammar dkk. 2019. Tugas Makalah Tentang Motivasi Dan Kepemimpinan. Pekanbaru : Universitas Islam Riau. Ulfah, Sofiana. 2018. Analisis Gaya Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Motivasi Kerja Pegawai Di Bank BNI Syariah KC Yogyakarta. Purwokerto : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Purwokerto.



35