Kepemimpinan Perempuan Dalam Perspektif Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM



Disusun Oleh : Kelompok 7 Dani Muhtadi



(153510765)



Muhammad Nur Subahan



(153510373)



Oki Yusuf Barokah



(153510404)



Windi Indah Sari



(153510615)



JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM RIAU PEKANBARU



2016/2017 KATA PENGANTAR



Dengan Memanjatkan puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, serta dukungan dari semua yang penulis cintai, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kepemimpinan Perempuan Dalam Perspektif Islam”. Adapun salah satu maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai tugas kami yaitu mata kuliah Ibadah dan Syariah. Keberhasilan penulis dalan menyelesaikan makalah ini tidaklah semata-mata karena kemampuan sendiri, melainkan banyak pihak yang membantu penulis menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Para teman atau sahabat yang telah memberikan dukungan kepada penulis serta gagasan atau motivasi bagi kami untuk menyelesaikan makalah ini dan semua pihak yang terlibat. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah, untuk itu penulis mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dalam hal menambah ilmu dan wawasan para pembacanya.



Pekanbaru, Mei 2017



Penulis



2



2



DAFTAR ISI Kata Pengantar ............................................................................................................................. i Daftar Isi ....................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................ 2 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Politik Dan Peranan Perempuan Dalam Islam .................................................. 3 2.2 Pandangan Ulama Kontemporer Tentang Kepemimpinan Perempuan Dalam Berpolitik . .4 2.3 Perbandingan Kepemimpinan Perempuan dan Laki-laki ....................................................7 2.4 Karakeristik Kepemimpinan Perempuan dan Laki-laki ......................................................10 2.5 Karakteristik/Gaya Kepemimpinan yang Membedakan Perempuan ..................................13 BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan ..............................................................................................................................16 3.2 Saran ....................................................................................................................................16 Daftar Pustaka ..............................................................................................................................17



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedudukan wanita dianggap sama dan sederajat dengan kaum lelaki begitulah yang dijelaskan dan dikenal dengan istilah emansipasi, dimana khususnya di Indonesia itu sendiri diteriakan oleh seorang sosok wanita pada zaman penjajahan Belanda yaitu tokoh R.A Kartini. Emansipasi menuntut bahwa adanya kesamaan hak dan kedudukan antara kaum wanita dan lakilaki di dalam segala bidang apapun salah satunya adalah hak sama untuk mendapatkan pendidikan dan kesamaan diberikan kesempatan untuk menduduki suatu kekuasaan dalam sebuah system ketatanegaraan. Sebelum R.A Kartini memperjuangkan hak wanita atau yang lebih dikenal dengan emansipasi wanita itu sendiri, Islam sendiri telah menerangkan bahwa kedudukan wanita dan laki-laki itu sama khususnya dalam hal memimpin. Dalam hal ini pemimpin sebuah Negara. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al- Qur’an : “Barangsiapa yang mengerjakan amalan shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan pula kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl: 97). Quraish Shihab juga menambahkan bahwa dalam Al– Qur’an banyak menceritakan persamaan kedudukan wanita dan pria, yang membedakannya adalah ketaqwaanya kepada Allah. Tidak ada yang membedakan berdasarkan jenis kelamin, ras, warna kulit dan suku. Kedudukan wanita dan pria adalah sama dan diminta untuk saling bekerjasama untuk mengisi kekurangan satu dengan yang lainnya, sebagaimana di jelaskan dalam surah At – Taubah ayat 71: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Terlebih pada sekarang ini Indonesia akan melaksanakan sebuah bentuk nyata daripada demokrasi itu sendiri dimana telah diatur bahwa quota dalam sebuah pemerintahan dalama arti lain yang mewakili rakyat dipemerintahan 30% haruslah kaum perempuan. Maka dari itu, pada



1



penulisan ini kami akan memaparkan mengenai pandangan Islam terhadap kepemimpinan perempuan. 1.2 Rumusan Masalah a. Bagaimana kepemimpinan perempuan dalam prespektif Islam ? b. Bagaimana perbandingan kepemimpinan perempuan dan laki-laki ? c. Bagaimana perbandingan karakter kepemimpinan perempuan dan laki-laki ? d. Bagaimana kepemimpinan yang membedakan perempuan ? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan daripada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : a. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Studi Kepemimpinan Islam. b. Dapat mengerti dan memahami kepemimpinan perempuan dalam prespektif Islam. c. Dapat mengerti dan memahami perbandingan kepemimpinan perempuan dan laki-laki. d. Dapat mengerti dan memahami perbandingan karakter kepemimpinan perempuan dan lakilaki. e. Dapat mengerti dan memahami kepemimpinan yang membedakan perempuan.



BAB II PEMBAHASAN Kepemimpinan Perempuan dalam Prespektif Islam A. Pengertian Politik Dan Peranan Perempuan Dalam Islam Politik dalam Islam dikenal dengan as-siyasah yang artinya segala aktivitas manusia yang berkaitan



dengan



penyelesaian



berbagai



konflik



dan



menciptakan



keamanan



bagi 2



masyarakat. Sedangkan pemimpin adalah seorang yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Dikalangan fuqoha atau ahli fiqih menyatakan bahwa peran wanita dalam politik masih menjadi perdebatan dan perbedaan pendapat. Namun pendapat banyak ulama terutama para fuqoha salaf sepakat bahwa wanita dilarang menjadi pemimpin. Kesepakatan ini didasari oleh firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 34 yang berbunyi: Artinya: ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya. Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah maha tinggi lagi Maha besar.” Hal yang senada juga dapat ditemui dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari “Tidak akan beruntung suatu kaum yang meyerahkan kepemimpinannya kepada seorang perempuan”. Inilah yang menjadi dasar kesepakatan para ulama terhadap kepemimpinan perempuan. Pernyataan dan kesepakatan ulama ini menjadi pertanyaan dan pernyataan bahwa Islam mendeskriditkan atau mengenyampingkan dan menganggap wanita itu lebih rendah kedudukannya dalam Islam. Berdasarkan pandangan inilah mulai bermunculan adanya berbagai faham yang menyatakan diri sebagai kaum feminisme yang bercita-cita memajukan Islam. B. Pandangan Ulama Kontemporer Tentang Kepemimpinan Perempuan Dalam Berpolitik Ulama kontemporer ternama Yusuf Al-Qordhawi memiliki pandangan dan pendapat yang berbeda terhadap kepemimpinan wanita dalam berpolitik. Beliau menjelaskankan bahwa



3



penafsiran terhadap surat An-Nisa ayat 34 bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita dalam lingkup keluarga atau rumah tangga. Jika ditinjau tafsir surat An-Nisa ayat 34 bahwa laki-laki adalah pemimpin wanita, bertindak sebagai orang dewasa terhadapnya, yang menguasainya, dan pendidiknya tatkala dia melakukan penyimpangan. Karena Allah telah mengunggulkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Yakni, karena kaum laki-laki itu lebih unggul dan lebih baik daripada wanita. Oleh karena itu, kenabian hanya diberikan kepada kaum laki-laki. Laki-laki menjadi pemimpin wanita yang dimaksud ayat ini adalah kepemimpinan dirumah tangga, karena laki-laki telah menginfakkan hartanya, berupa mahar, belanja dan tugas yang dibebankan Allah kepadanya untuk mengurus mereka. Tafsir ibnu katsir ini menjelaskan bahwa wanita tidak dilarang dalam kepemimpinan politik, yang dilarang adalah kepemimpinan wanita dalam puncak tertinggi atau top leader tunggal yang mengambil keputusan tanpa bermusyawarah, dan juga wanita dilarang menjadi hakim. Hal inilah yang mendasari Qardhawi memperbolehkan wanita berpolitik. Qordhawi juga menambahkan bahwa wanita boleh berpolitik dikarenakan pria dan wanita dalam hal mu’amalah memiliki kedudukan yang sama. Hal ini dikarenakan keduanya sebagai manusia mukallaf yang diberi tanggung jawab penuh untuk beribadah, menegakkan agama, menjalankan kewajiban, dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Pria dan wanita memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih, sehingga tidak ada dalil yang kuat atas larangan wanita untuk berpolitik. Namun yang menjadi larangan bagi wanita adalah menjadi imam atau khilafah (pemimpin negara). Quraish Shihab juga menambahkan bahwa dalam Al-Qur’an banyak menceritakan persamaan kedudukan wanita dan pria, yang membedakannya adalah ketaqwaanya kepada Allah. Tidak ada yang membedakan berdasarkan jenis kelamin, ras, warna kulit dan suku. Kedudukan wanita dan pria adalah sama dan diminta untuk saling bekerjasama untuk mengisi kekurangan satu dengan yang lainnya, sebagai mana di jelaskan dalam surat At-Taubah ayat 71 yang berbunyi: Artinya: ”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah



4



dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Islam sebenarnya tidak menempatkan wanita berada didapur terus menerus, namun jika ini dilakukan maka ini adalah sesuatu yang baik, hal ini di nyatakan oleh imam Al-Ghazali bahwa pada dasarnya istri tidak berkewajiban melayani suami dalam hal memasak, mengurus rumah, menyapu, menjahid, dan sebagainya. Akan tetapi jika itu dilakukan oleh istri maka itu merupakan hal yang baik. Sebenarnya suamilah yang berkewajiban untuk memberinya atau menyiapkan pakaian yang telah dijahid dengan sempurna, makanan yang telah dimasak secara sempurna. Artinya kedudukan wanita dan pria adalah saling mengisi satu dengan yang lain, tidak ada yang superior. Hanya saja laki-laki bertanggung jawab untuk mendidik istri menjadi lebih baik di hadapan Allah SWT. Sebenarnya hanyalah permainan kaum feminis saja yang menyatakan bahwa laki-laki superior dibandingkan dengan wanita, agar mereka dapat melakukan hal-hal yang melampaui batas, dengan dalih bahwa wanita dapat hidup tanpa laki-laki, termasuk dalam hal seks, sehingga muncullah fenomena lesbian (percintaan sesama jenis), banyaknya fenomena kawin cerai karena sang istri menjadi durhaka terhadap suami, padahal dalam rumah tangga pemimpin keluarga adalah laki-laki, sedangkan dalam hal berpolitik tidak ada larangan dalam islam untuk berpolitik dan berkarier. Taqiyuddin al-Nabhani menjelaskan ada tujuh syarat seorang kepala negara atau (Khalifah) dapat di bai’at yaitu muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu. Pertama syarat muslim, merupakan syarat mutlak untuk mengangkat pemimpin dalam sebuah negara yang mayoritas penduduk Islam, dan dilarangkan mengangkat pimpinan dari kalangan kafir. Hal ini termaktub dalam surat An-Nisa ayat 144 yang berbunyi: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ? Kedua laki-laki, wanita dalam hal ini dilarang menjadi khalifah, imam, ulil amri, atau kepala negara dalam hal ini kepala negara tidak dimaksud Presiden, yang dimaksud disini adalah kepemimpinan yang dapat mengambil keputusan tanpa dimusyawarahkan terlebih dahulu, 5



sedangkan presiden dalam membuat keputusan harus dilakukan dengan bermusyawarah terlebih dahulu terhadap pembantu-pembantunya baik menteri, staff ahli, maupun dengan penasihat pribadinya. Ketiga baligh, dengan syarat baligh maka pemimpin dibebani oleh hukum, sehingga apa yang di pikulnya atau diamanahi kepada mereka maka akan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, baik hukum dunia, maupun hukum dihadapan Allah. Keempat berakal, orang yang hilang akalnya dilarang menjadi pemimpin karena akan mengambil keputusan yang tidak tepat, dan kehilangan akal akan membebaskan seseorang dari hukum, sehingga tidak dapat dimintai pertanggung jawabannya. Kelima adil, yaitu pemimpin yang konsisten dalam menjalani agamanya hal ini termaktub dalam surah An-Nahl ayat 90. Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” Keenam merdeka, terbebas dari perbudakan sehingga dapat mengambil keputusan tanpa interfensi dari tuannya. Dan seorang hamba sahaya dilarang diangkat menjadi pemimpin karena dia tidak memiliki wewenang untuk mengatur orang lain dan bahkan terhadap dirinyapun tidak memiliki wewenang. Ketujuh, mampu melaksanakan amanat khilafah, jika tidak mampu menjalankan amanat maka tunggulah hasilnya. Sebagaimana di jelaskan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari ” Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat” (HR Bukhari). Qardhawi dalam hal ini kembali mempertegas bahwa kepemimpinan kepala negara dimasa sekarang ini kekuasaannya tidak sama dengan seorang ratu atau khalifah di sama lalu yang identik dengan seorang imam dalam shalat. Sehingga kedudukan wanita dan pria dalam hal perpolitikan adalah sejajar karena sama-sama memiliki hak memilih dan hak dipilih. Dengan alasan bahwa wanita dewasa adalah manusia mukallaf (diberi tanggung jawab) secara utuh, yang dituntut untuk beribadah kepada Allah, menegakan agama, dan berdakwah. 6



Menurut Abu Hanifah seorang perempuan dibolehkan menjadi hakim, tetapi tidak boleh menjadi hakim dalam perkara pidana. Sementara Imam Ath-Thabari dan aliran Dhahiriyah membolehkan seseorang perempuan menjadi hakim dalam semua perkara, sebagaimana mereka membolehkan kaum perempuan untuk menduduki semua jabatan selain puncak kepemimpinan Negara.



C. Perbandingan Kepemimpinan Perempuan dan Laki-laki Bagaimana perbandingan kepemimpinan pria dan wanita?Wanita memiliki sifat-sifat alamiah yang diberikan oleh Allah SWT yang membedakannya dengan pria. Kajian kontemporer menujukkan adanya beberapa sifat yang dapat dimanfaatkan oleh wanita untuk melaksanakan kepemimpinan dalam kondisi yang sesuai baginya. Berikut ini beberapa sifat tersebut. Sifat pertama : Partisipasi Wanita menyenangi musyawarah, mengungkapkan perasaan, dan partisipasi. Ini merupakan sifat yang baik dan dianjurkan oleh para pakar manajemen kepada semua pemimpin masa kini. Bukankah Ratu Saba’pernah berkata, “Berkatalah dia (Balqis), ‘Hai para pembesar berilah aku pertimbangan dalam urusanku ini aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelisku.’(an-Naml: 32) Sifat Kedua : Kelembutan Perasaan kasih sayang dan memahami kebutuhan-kebutuhan orang lain dan kondisi mereka akan membantu wanita dalam membangun hubungan-hubungan yang sejati dan tulus, sehingga membuat para pengikut mencintainya dan bergerak bersamanya menuju tujuan-tujuan bersama dengan penuh kesadaran. Zubaidah binti Ja’far melihat para jamaah haji membeli air minum dengan satu dinar, maka hatinya tersentuh dan ia menangis lalu bersumpah bahwa ia akan membelanjakan hartanya untuk menyediakan air bagi para jamaah haji. Sifat Ketiga : Kreatif Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita 25% lebih kreatif daripada pria. Wanita berperan serta dalam manajemen perusahaan maerupakan hal baru, semua ini memberikan kesempatan kepada wanita untuk menunjukkan kemampuannya menemukan solusi-solusi yang 7



belum pernah ada dan menyumbangkan ide-ide pemikiran yang membantu perusahaan untuk mengubah cara kerja mereka untuk menyesuaikan denan perkembangan dunia. Asma binti Umais radhiyallahuánhuma, sekembalinya dari hijrah ke Habasyah, membawa pemikiran-pemikiran masyarakat Habasyah yang ia lihat di sana dan menerapkannya dilingkungan



masyarakat



Hijjaz.



Ia



mengambil



manfaat



dari



pengalamannya



dan



menggunakannya untuk kemaslahatan masyarakat Islam. Sifat keempat : Memahami kebutuhan-kebutuhan wanita Wanita lebih mampu memahami kebutuhan-kebutuhan wanita daripadapria karena wanita memiliki peran yang lebih besar dalam ekonomi. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi semua perusahaan untuk memahami cara wanita berfikir dan mengambil keputusan. Umar ibnu Khaththab r.a. menunjuk seorang wanita untuk mengawasi pasar dan harga barang. Jadi, baik dalam permasalahan-permasalahan ekonomi yang bersifat pribadi maupun urusan-urusan yang khusus berhubungan dengan wanita, wanitalah yang lebih tahu dibanding pria. Sifat kelima : Pelimpahan dan Pemberian wewenang Wanita lebih memberikan kebebasan dalam mengambil keputusan, sehinggga menjadikan tim lebih bersemangat dan solid. Seperti dalam kisah Ratu Saba’, “Berkatalah dia (Balqis),’Hai para pembesar berilah aku pertimbangan dalam urusanku ini, aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kalian berada dalam majelisku.’mereka menjawab,’Kita adalah orang-orang yang memiliki keberanian yang besar dalam peperangan, dan keputusan berada ditanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan.”(an-Naml: 32-33). Sifat keenam : Komunikatif Wanita lebih siap untuk berdialog daripada pria dalam kondisi yang sama. Komunikasi dan dialog merupakan fondasi dalam manajemen kerja. Pria menjalankan komunikasi tanpa keyakinan, sementara wanita lebih terbuka dalam membicarakan perasaan-perasaan serta pendapat-pendapatnya. Wanita lebih siap untuk berbicara dan berdialog hingga tercapai solusi terhadap persoalan-persoalannya. Inilah Ratu Saba’, ia tidak memilih perang namun memulai dengan perundingan dan negosiasi dengan mengirimkan hadiah, “Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka



8



dengan membawa hadiah, dan aku akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusanutusan itu.”(an-Naml:35). Demikian pula Khaulah binti Tsa’labah, ia memiliki kemampuan yang bagus dalam berbicara dan berani berdebat dengan nabi Muhammad saw beberapa kali, kemudian berbicara dengan sangat jelas mengenai perasaan-perasaan yang tersimpan, “Ya, Allah! Aku mengadukan kepadamu kesediahanku dan betapa beratnya perpisahan dengannya. Ya, Allah! Turunkanlah kepada lisan Nabi-Mu yang bisa mendatangkan kelapangan pada kami”. Hal ini juga menunjukkan kemahirannya dalam berkomunikasi. Berdasarkan buku yang menjelaskan metode kepemimpinan dan manajemen pada pria yang ditulis terkenal, Henry Mentzeregh dengan judul The Nature of Managerial Work(Karakter Managerial Kerja)dan kedua dari buku yang berjudul The Female Advantage(Keutamaan Feminis)karya Sally Helgusen dan Judith Rziner, mengenai sifat kepemimpinan pada kaum wanita. Tabel berikut membicarakan kepemimpinan pria dan wanita pada umumnya yang menjadi sampel penelitian (dengan beberapa pengecualian).



Perbandingan Kepemimpinan Wanita dan Pria Pemimpin Pria Pemimpin Wanita Bekerja dengan performa yang turun- Bekerja dengan performa yang stabil, naik namun tanpa terputus.



namun



mengambil



istirahat yang rutin. kunjungan- Kunjungan-kunjungan



waktu-waktu



Interupsi-interupsi



dan



kunjungan



mengacaukannya, interupsi merupakan kesempatan untuk



akan



mempengaruhi



produktivitas



kinerjanya.



dan



interupsi-



dan membangun hubungan yang kuat dan untuk memahami kebutuhan-kebutuhan



pengikut dan membantu mereka. Semangat dalam bekerja dan pada Mengkhususkan waktu untuk urusan umumnya



tidak



diselingi



dengan yang lain di antaranya yang terpenting



urusan-urusan lain. adalah memantau urusan rumah tangga. Memiliki hubungan yang luas dengan Memiliki hubungan yang luas dengan orang-orang di luar perusahaan atau orang-orang di luar perusahaan atau 9



organisasi. organisasi. Mengikuti perkembangan tugas demi Menilai semua tugas



tanpa



penilaian



memfokuskan



pelaksanaan



pada berkeinginan



kerja



pekerjaaan



untuk



dan



mempelajari



atau pengaruh-pengaruh masa depan dan



mempertimbangkan pengaruh-pengaruh pengaruh-pengaruh



umum



pada



yang ditimbulkan pada masa depan.



keluarga, lingkungan, pendidikan dan



Sangat terikat dengan pekerjaannya.



semisalnya. Terikat dengan pekerjaannya, namun juga terikat dengan urusan-urusan yang



Suka menyimpan informasi. Menjaga hirarki struktural organisasi.



lain. Suka tukar informasi. Bekerja melalui jaringan relasi dan bukan



melalui



hubungan



struktural



organisasi.



D. Karakeristik Kepemimpinan Perempuan dan Laki-laki Dimulai semenjak R.A Kartini memelopori gerakan emansipasi terhadap kaum wanita pada tahun 1911, para wanita mulai tergerak dan menyadari akan hak-hak mereka. Kini setelah emansipasi, para wanita tidak perlu lagi menjalani masa pingitan, didominasi oleh kaum pria, dan yang terlihat jelas hingga ke masa sekarang adalah mulai banyak kaum wanita yang menjalani profesi yang dulunya hanya dilakoni oleh laki-laki seperti menjadi pemimpin pada suatu perusahaan, atau bahkan menjabat posisi penting dalam pemerintahan. Meskipun telah ada pengakuan akan persamaan derajat antara wanita dan laki-laki dalam beberapa aspek, tetap saja ada perbedaan akan suatu pekerjaan apabila ditangani oleh pria ataupun wanita. Perbedaan karakter keduanya menjadikan hasil dari suatu pekerjaan akan berbeda satu sama lain. Sebagai contoh dalam urusan memimpin, kaum laki-laki dianggap lebih tegas dan agresif dibandingkan pemimpin wanita. Sementara itu pemimpin wanita kebanyakan dikenal lebih fleksibel dan sangat memahami bawahannya. Sifat alamiah gender ini tidak dapat dipungkiri memberi warna masing-masing bagi karakteristik kepemimpinan antara pria atau wanita. Perlu diperhatikan untuk saat ini sering kita jumpai pemimpin perusahaan atau organisasi yang bergender perempuan, bahkan posisi middle management pun telah banyak diisi oleh kaum wanita. 10



Seorang peneliti dari Amerika, pernah melakukan penelitian mengenai gaya kepemimpinan lelaki dan wanita, penelitian itu dilakukan untuk mengkaji keberhasilan dan pencapaian antara pria dan wanita, serta kedua-dua gender tersebut layak untuk memimpin. Keberhasilan dan pencapaiannya yang hampir setara terlihat tetapi yang membedakannya adalah dari sudut cara atau prosesnya. Hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa pemimpin wanita lebih mengedepankan aspek komunikatif atau cenderung bergaya interatif. Pemimpin wanita juga selalu lebih cenderung untuk bertingkah laku secara demokratik dan mengambil bagian dimana mereka lebih menghormati dan prihatin terhadap pekerjanya atau bawahannya dan berbagi ‘kekuasaan’ serta perasaan dengan orang lain. Sedangkan pemimpin pria menurut hasil penelitian tersebut lebih condong ke gaya kepemimpinan yang ‘asertif’ dimana segala sesuatunya harus sesuai dengan aturan dan agak otoritarian. Pemimpin pria juga jauh lebih banyak memberikan nasehat dan arahan pada bawahannya. Untuk lebih jelasnya, berikut akan dipaparkan contoh riil dari gaya kepemimpinan satu orang pemimpin pria dan satu orang pemimpin wanita untuk kita cermati. Pemimpin pria yang akan kita cermati adalah mantan Presiden RI Susilo BambangYudhoyono dan pemimpin wanitanya adalah mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri yang merupakan presiden wanita pertama di Indonesia. Susilo Bambang Yudhoyono sebagai seorang pemimpin pria memiliki karakteristik pemimpin yang memiliki wibawa dihadapan bawahannya. Selama Indonesia dipimpin oleh beliau, kasus terorisme di tanah air mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan ketegasan dan komitmen yang kuat dari beliau untuk menjaga ketahanan dan keamanan di Indonesia. Menurunnya kasus terorisme di tanah air selama Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden Indonesia karena karakter pemimpin pria seperti yang telah disebutkan adalah cenderung asertif dan tunduk pada aturan yang berlaku serta ada kemungkinan mengarah ke kepemimpinan yang otoriter. Terbukti saat Susilo Bambang Yudhoyono memimpin, para terdakwa teroris tidak segan-segan diganjar hukuman yang berat. Hal ini berkebalikan dengan keadaan pada saat Ibu Megawati menjadi Presiden RI. Karena sifat keibuan dan karakter pemimpin wanita yang komunikatif, dalam artian banyak pertimbangan yang masuk ke Ibu Mega, maka pada saat Ibu Megawati menjadi presiden banyak terjadi kasus terorisme di tanah 11



air karena para pelaku terorisme tidak dihukum dan dituntut seberat saat Presiden Susilo bambang Yudhoyono memimpin RI. Selain berhasil meredam teroris yang ada di Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga berhasil meredakan konflik gerakan separatis yang sempat marak pada saat Ibu Mega menjadi presiden. Namun pada saat periode kedua beliau sebagai presiden, Susilo Bambang Yudhoyono menjadi sedikit peragu dan lamban dalam mengambil keputusan. Hal ini barangkali disebabkan politik santun yang beliau anut sebagai bagian dari etika berpolitik Partai Demokrat. Politik santun yang dijalankan oleh Susilo Bambang Yudhoyono menjadikannya sebagai pemimpin pria yang soft. Bertolak belakang dengan karakter kepemimpinan Presiden Soeharto dimana seseorang atau sekelompok orang yang menghalangi niat dan tujuannya akan mendapat hukuman yang tidak ringan. Sedangkan Ibu Mega pada saat memimpin RI lebih banyak berpenampilan tenang dan tampak acuh dalam menghadapi persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu megawati memiliki determinasi dalam kepemimpinannya, misalnya mengenai persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Nanggroe Aceh Darussalam. Gaya kepemimpinan megawati yang antikekerasan itu kurang pas untuk menyelesaikan permasalahan gerakan separatis yang kian menjadi. Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran. Beliau cukup lama dalam menimbang-nimbang sesuatu keputusan yang akan diambilnya. Tetapi begitu keputusan itu diambil, tidak akan berubah lagi. Gaya kepemimpinan Ibu Megawati sangat menggambarkan bagaimana kebanyakan seorang pemimpin wanita biasanya bertindak. Mengutip pernyataan dari Frans Seda: “Dia punya intuisi tajam. Sering kita berpikir, secara logika, menganalisa fakta-fakta, menyodorkan bukti-bukti, tapi tetap saja belum pas. Di saat itulah Mega bertindak berdasarkan intuisinya, yang oleh orangorang lain tidak terpikirkan sebelumnya.” Cukup demokratis, tapi pribadi Ibu Megawati dinilai tertutup dan cepat emosional. Beliau agak alergi pada kritik. Komunikasinya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak pernah menyentuh visi misi pemerintahannya Dari dua contoh kepemimpinan pria dan wanita diatas, secara umum gaya kepemimpinan antara pria dan wanita memiliki beberapa perbedaan. Hal tersebut dikarenakan naluri alamiah antara pria dan wanita adalah berbeda dan itu sering memberikan warna pada karakter pria dan wanita dalam memimpin sebuah organisasi. Pada hakekatnya tidak masalah apakah kita dipimpin



12



oleh pria ataupun wanita, hanya saja sang pemimpin tersebut mampu mengakomodir kepentingan banyak orang dan mampu memberikan keadilan bagi orang yang mereka pimpin. E. Karakteristik/ Gaya Kepemimpinan yang Membedakan Perempuan Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin dan kepemimpinan. Kedua kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu sama lainnya. Ada banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai definisi tentang pemimpin, dan dari begitu banyak definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu : - Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanaan administrasi dan menyediakan fasilitasnya. - Fungsi sebagai Top Manajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb. Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Dimana teori-teori itu sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. 13



Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Dalam gaya kepemimpinan ini, faktor demografi menjadi sebuah perdebatan lagi, yakni keragaman gender. Sering kita melihat pemimpin perusahaan atau organisasi yang bergender perempuan, bahkan posisi middle management pun telah banyak diisi oleh kaum wanita. Seorang peneliti dari amerika, pernah melakukan penelitian mengenai gaya kepemimpinan lelaki dan wanita, penelitian itu dilakukan untuk mengkaji keberhasilan dan pencapaian antara pria dan wanita, serta kedua-dua gender tersebut layak untuk memimpin. Keberhasilan dan pencapaiannya yang hampir setara terlihat tetapi yang mebedakannya adalah dari sudut cara atau prosesnya. Menurut Schermerhorn (1999), pemimpin wanita selalu lebih cenderung untuk bertingkah laku secara demokratik dan mengambil bagian dimana mereka lebih menghormati dan prihatin terhadap pekerjanya/bawahannya dan berbagi ‘kekuasaan’ serta perasaan dengan orang lain. Gaya kepemimpinan ini dikenal sebagai kepemimpinan interatif yang menekankan aspek keseluruhan dan hubungan baik melalui komunikasi dan persepsi yang sama. Secara perbandingan, pemimpin lelaki lebih cenderung ke arah kepemimpinan “tendency“. Dengan cara ini mereka lebih terarah untuk tetap terjaga dan berkelakuan secara “asertif“. Jika keadaan ini terjadi, maka mereka lebih banyak mengunakan otoritas dari segi tradisional dengan kecenderungan memberi arahan dan nasehat yang lebih banyak. Kajian yang dijalankan oleh Sharpe (2000) mendapati bahwa wanita selalu lebih mementingkan hubungan interpersonal, komunikasi, motivasi pekerja, berorientasi tugas, dan bersikap lebih demokratis dibandingkan dengan lelaki yang lebih mementingkan aspek perancangan strategic dan analisa. Penelitian tersebut juga mendapati bahwa wanita mendapat nilai lebih tinggi dari segi penilaian kerja dibandingkan lelaki. Secara umum, gaya kepemimpinan lelaki dan wanita adalah sama tetapi situasinya yang akan mungkin berbeda. Penelitian dilakukan di amerika serikat, mendapati bahwa pemimpin lelaki lebih berkesan didalam organisasi ketentaraan, sementara wanita dalam organisasi pendidikan dan sosial. Menurut Melliana (2006) Dalam hal kepemimpinan,posisi perempuan masih sering dihadapkan pada posisi laki-laki.Perempuan dinilai belum pantas menduduki jabatan yang berhubungan dengan kekuasaan.sehingga peran public yang seharusnya bias juga dilakukan oleh 14



perempuan seolah hanya menjadi monopoli laki-laki.Sedangkan perempuan dipojokkan ke dalam urusan urusan reproduksi seperti menjadi ibu rumah tangga.pembatasan pembatasan inilah yang menjadi dasar keinginan baru bagi perempuan untuk ikut serta terlibat dan berpartisipasi disektor public,oleh karena itu mereka menuntut hak yang sama dengan laki-laki,seperti memperoleh pengetahuan,keterampilan dan pendidikan tinggi dan sebagainya agar dapat bersaing memasuki wilayah kepemimpinan yang selama ini lebih didominasi oleh laki-laki.Usaha ini nampaknya telah mendapat dukungan dengan adanya berbagai undang-undang yang melarang segala bentuk diskriminasi. Istilah gender menurut webter’s New World Dictonary (1999) diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nila dan tingkah laku.Hal ini senada menurut Women’s Study Encyclopedia (1999) dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep cultural yang berupaya membuat perbedaan dalam hal peran,perilaku,mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan.Menurut Lips (1988) dalam bukunya sex and gender : An introduction,mengartikan bahwa gender sebahagai harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan.misalnya



perempuan



dikenal



dengan



lemah,lembut,cantik,emosional



dan



keibuan,sementara laki-laki dianggap kuat,rasional,jantan dan perkasa.Konsep gender adalah konstruksi social,sehingga perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran (megawangi,1999). BAB III PENUTUP 3.1 SIMPULAN Pandangan setiap orang tentang kepemimpinan perempuan pasti aka nada perbedaan, bisa saja menyetujui ataupun sebaliknya. Namun dalam perspekstif islam perempuan tidaklah boleh menjadi imam atau pemimpin bagi laki-laki. 3.2 SARAN Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, jadi perlu adanya revisi dan peningkatan isi dari makalah untuk kedepannya.



15



DAFTAR PUSTAKA https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/TAPIs/article/download/845/728 (Diakses pada Mei 2017) https://kumpulanbookdiak.blogspot.co.id/2012/01/perbandingan-kepemimpinan-wanita-dan.html (Diakses pada Mei 2017) https://uharsputra.wordpress.com/filsafat/islam-dan-ilmu/ (Diakses pada Mei 2017)



16