Keracunan IFO Fiks Rek-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS KELOMPOK ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KERACUNAN IFO



Memenuhi Tugas Kelompok Seminar Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat Sistem 2



FASILITATOR: Imroatul Farida, S.Kep.,Ns.,M.Kep NIP. 03028 DISUSUN OLEH : Kelompok 5 (Noradrenalin)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA 2020 - 2021



LEMBAR PENGESAHAN



Kami yang bertanda tangan di bawah ini : Judul Makalah



: Kercunan IFO



Ketua Kelompok



: Alfina Damayanti



(1710006)



Nama Anggota kelompok



:



1. Esa Adipura



(1710032)



2. Nabiilah Fitriani



(1710064)



3. Novita Anggraini



(1710072)



4. Putri Ayu



(1710082)



5. Wiwit yudha



(1710112)



Tanggal seminar



: Kamis, 14 Mei 2020



Dengan ini telah menyelesaikan tugas kelompok seminar yang telah dikirimkan dalam bentuk hardcopy pada tanggal 13 Mei 2020 dan bentuk softcopy pada tanggal 13 Mei 2020



Mengetahui



Surabaya, 13 Mei 2020



Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah



Ketua Kelompok



Merina Widyastuti,S.Kep.,Ns.,M.Kep



Alfina Damayanti



NIP. 03.033



NIM.1710006



ii



Kata Pengantar



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjat kan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Keracunan IFO” Adapun makalah Keracunan IFO ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.



Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.



Kami selaku penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.



Surabaya, 10 Mei 2020



Penyusun



iii



KATA PENGANTAR................................................................................................... .iii DAFTAR ISI ................................................................................................................. .iv BAB I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1 1. 1 Rumusan Masalah ................................................................................................ 3 1. 2 Tujuan .................................................................................................................. 3 1. 3 Manfaat. ................................................................................................................ 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Definisi ................................................................................................................... 4 2.2 Etiologi ................................................................................................................... 5 2.3 Klasifikasi .............................................................................................................. 5 2.4 Patofisiologi ......................................................................................................... 10 2.5 Web Of Caution .................................................................................................. 11 2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................................ 11 2.7 Komplikasi .......................................................................................................... 12 2.8 penatalaksanaan ................................................................................................... 12 BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian ............................................................................................................ 17 BAB IV PEMBAHASAN TERKAIT JURNAL 4.1 Analisa Jurnal 1 .................................................................................................... 24 4.2 Analisa Jurnal 2 .................................................................................................... 26 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 29 5.2 Saran .................................................................................................................... 29 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 30



iv



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan upaya untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Kesehatan tubuh sangat penting karena dengan tubuh yang sehat dapat melakukan segala aktivitas



untuk



memenuhi



kebutuhan



sehari-hari.



Dalam



perspektif



kesehatan,penerapan teknologi adalah suatu health risk. Dimana masalah kesehatan yang dihadapi di bidang pertanian tidak terlepas dari penggunaan teknologi yang digunakan untuk mengolah lahan pertanian. Ketika terjadi perubahan ataupun pemilihan sebuah teknologi, secara implisit akan terjadi perubahan faktor resiko kesehatan. Teknologi mencangkul digantikan dengan traktor, pemberantasan hama dengan predator digantikan dengan pestisida, yang akan berdampak terhadap kesehatan (Achmadi, 2008). Kesehatan tubuh perlu dijaga dengan mengkonsumsi makanan yang sehat. Kelima komponen empat sehat lima sempurna yang dibutuhkan, salah satunya ketersediaan sayur mayur merupakan suatu hal yang sangat penting. Dalam sayuran terkandung berbagai macam zat yang dibutuhkan oleh tubuh, misalnya zat besi, kalium,fosfor, kalsium serta vitamin. Sayangnya saat ini masyarakat awam masih banyak yang kurang mengerti tentang kandungan lain dan akibat yang sangat membahayakan, seperti pestisida dalam sayuran yang tidak dibutuhkan tubuh. Pestisida masuk kedalam tubuh manusia melalui sayuran dan buah. Saat ini, perilaku petani dalam menggunakan pestisida untuk membunuh hama sudah tidak terkontrol, baik dari segi dosis maupun frekuensi penggunaan.Akibatnya, kandungan pestisida dalam sayuran dan buah yang dikonsumsi masyarakat saat ini sangat tinggi. Tingginya dosis pestisida terutama yang tidak mudah larut dalam air, yang terkandung dalam sayuran dan buahbuahan, akan masuk dalam tubuh dan menimbulkan penyakit serta menjadi salah satu penyebab rusaknya sel-sel saraf. Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan pestisida dalam tubuh antara lain, keracunan, diare, kanker, serta dapat meningkatkan resiko Parkinson dan gangguan kesehatan lain (Anwar, 2004).



1



Menurut Purnawati (2010) dan Postel (1988) yang dikutip dari Setiono (2010) dalam Khadijah 2012, data WHO di seluruh dunia diperkirakan per tahunnya terjadi 400.000 - 2 juta orang mengalami keracunanpestisida yang menyebabkan kematian antara 10.000 - 40.000 orang. Data WHO pada tahun 2009 memperkirakan bahwa minimal 300.000 orang meninggal setiap tahun karena keracunan pestisida. Gambaran jumlah korban keracunan pestisida di Indonesia secara akurat sangat sulit didapatkan. Hal ini disebabkan belum adanya sistem pelaporan dan monitoring secara sistematik dan periodik. Penelitian di daerah Lembang dan Pangalengan, Jawa barat, menemukan residu pestisida dalam air, tanah, sayuran, susu sapi, dan air susu ibu (Sudibyaningsih, 1993 dalam khodijah 2012).



Keadaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya pengetahuan yang masyarakat miliki sangat bervariasi, sehingga mempengaruhi prilaku dalam kehidupan sehari-hari, terutama perilaku dalam mengolah makanan yang dikonsumsi terutama konsumsi sayuran segar. Pengolahan yang kurang benar mengakibatkan pestisida atau zat kimia lain yang terkandung masuk dalam tubuh. Tingginya residu pestisida dalam makanan, dapat mengakibatkan penumpukan asetikolin pada syaraf dan menyebabkan rusaknya sel-sel saraf (Achmadi, 2008 dan Sartono 2002) . Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada masyarakat sekitar wilayah kerja Puskesmas Lawang didapatkan perilaku masyarakat dalam pengolahan dan dampak dari pestisida yang terkandung dalam sayuran adalah kurang baik. Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti efektifitas penyuluhan perawat terhadap perilaku masyarakat tentang kandungan dan dampak pestisida pada sayuran segar yang menjadi salah satu unsur nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Nutrisi sangat bermanfaat bagi tubuh karena apabila tidak ada nutrisi yang baik maka tidak ada gizi dalam tubuh. Hal ini bisa menyebabkan penyakit serta dapat menghambat proses kesembuhan



2



1.1 Rumusan Masalah 1. Bagaimana teori Keracunan? 2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Tentang keracnan? 3. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien Keracunan ?



1.2 Tujuan 1.2.1



Tujuan Umum 1. Menjelaskan tentang teori Keracunan 2. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Keracunan 3. Menjelaskan tindakan keperawatan pada pasien Keracunan



1.2.2



Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mampu mengetahui teori Keracunan. 2. Mahasiswa



mampu



mengetahui



konsep



teori



asuhan



keperawatan pada pasien Keracunan 3. Mahasiswa



mampu



tindakan



keperawatan



pada



pasien



keracunan



1.3 Manfaat 1.3.1 Bagi penulis Sebagai sarana belajar bagi penulis untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahan dalam rangka menambah wawasan. 1.3.2 Bagi institusi pelayanan keperawatan Menjadi masukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terutama pada Trauma Thoraks melalui pemberian asuhan yang sesuai standar asuhan keperawatan yang komprehensif. 1.3.3 Bagi institusi pendidikan Sebagai referensi bagi mahasiswa dalam meningkatkan proses pembelajaran dan data dasar untuk keperawatan gawat darurat.



3



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik. Keracunan juga merupakan kondisi atau keadaan fisik yang terjadi jika suatu zat,dalam jumlah relatif sedikit, terkena zat tersebut pada permukaan tubuh, termakan, terinjeksi, terisap atau terserap serta terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan struktur/gangguan fungsi tubuh. Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi satu atau lebih organ tubuh atau jaringan (Mc. Graw Hill Nursing Dictionary). Menurut Taylor racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif kecil bila masuk kedalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit atau kematian. Baygon termasuk kedalam salah satu jenis racun, yaitu racun serangga (insektisida). Berdasarkan struktur kimianya insektisida dapat digolongkan menjadi : 1. Insektisida golongan fospat organic (IFO), seperti : Malathoin, Parathion, Paraoxan , diazinon, dan TEP. 2. Insektisida golongan karbamat, seperti : carboryl dan baygon 3. Insektisida golongan hidrokarbon yang diklorkan, seperti : DDT endrin, chlordane, dieldrin dan lindane. Keracunan akibat insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri, jarang sekali akibat pembunuhan.



4



2.2 Etiologi Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain : 1. Bahan kimia dari berbagai (Chemical toxicants) yang terdiri dari berbagai



golongan



seperti



pestisida



(Organoklorin,



organofosfat,karbamat), golongan gas (nitrogen metana, karbon monoksida, klor), golongan logam (timbul, posfor, air raksa, arsen), golongan bahan organic (akrilamida, anilin, benzene toluene, vinil klorida fenol). 2. Racun yang dihasilakn oleh makhluk hidup (Biological toxicants) missal : sengatan serangga, gigitan ular berbisa, anjing dll. 3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri (Bacterial toxicants) missal : Bacillus cereus, Complilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli dll. 4. Racun yang dihasilakan oleh tumbuh-tumbuhan (Botanical toxicants) missal : jamur amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll. 2.3 Klasifikasi Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-penyebab tersebut antara lain : 1. Makanan Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk pertumbuhan



dan



perkembangbiakan



mikroorganisme.



Proses



pembusukan merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh protozoa, parasite, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang bersifat racun. Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan keracunan, antara lain : a. Keracunan botolinum Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mempu melindungi dirinya dari suhu yang agak 5



tinggi dengan jalan membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna. Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 1836 jam sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa



lemah



badan



yang



kemudian



disusul



dengan



pengelihatan yang kabur dan ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah menelan. Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakitdengan penyuntikan serum antitoksin yang khas untul botolinum. Oleh Karena itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan. Pencegahan : sebelum dihudangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih. b. Keracunan jamur Gejala muncul dalam jarak beberapa menit sampai 2 jam sesudah makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang hebat, muntah, diare, haus, berkeringat banyak, kekacauan mental, pingsan. Tindakan pertolongan : apabila tidak ada muntah-muntah, penderita dirangsang agar muntah. Kemuadian lambungnya dibilas dengan larutan encer kalium permanganate (1 gram dalam 2 liter air), atau dengan putih telur campur susu. Bila perlu, berikan napas buatan dan kirim penderita ke rumah sakit. c. Keracunan jengkol Keracunan jengkol terjadi kerena terbentuknya Kristal asam jengkol dalam saluran kecing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya kerucanan, yaitu : jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan makanan penyerta lainnya. Gejala klinisnya seperti : sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut, nyeri sewaktu kencing, dan Kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih Nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai darah. 6



Tindakan pertolongan : pada keracunan yang ringan, penderita diberi minum air soda sebanyak-benyaknya. Obat-obat pengehilang rasa sakit dapat diberikan untuk mengurangi sakitnya. Pada keracunan yang lebih berat, penderita harus dirawat di rumah sakit. d. Keracunan ikat laut Beberapa jenis ikan laut dapat menyababkan keracunan. Diduga racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikat itu. Gejala-gejala keracunana berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20 menit sesudah memakannya. Gejala itu berupa : mual, muntah, kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas. Tindakan pertolongan : usahakan agar dimuntahkan kembali makanan yang sudah Obat yang khas untuk keracunan binatangbinatang laut itu tidak ada. e. Keracunan singkong Racun singkong ialah senyawa asam biru (cyanida). Singkong beracun biasanya ditanam hanya untuk pembatas kebun, dan binatang pun tidak mau memakan daunnya. Racun asam biru tersebut bekerja sangat cepat. Dalam beberapa menit setelah termakan racun singkong, gejala-gejala mulai timbul. Dalam dosis besra, racun itu cepat mematikan.



2. Minyak tanah Penyebabnya karena meminum minyak tanah. Insiden Intoksikasi minyak tanah : 1) Terutama pada anak-anak ≤ 6 tahun. Khususnya pada negara negara berkembang. 2) Daerah perkotaan ≥ daerah pedesaan 3) Pria ≥ wanita 4) Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua Gejala dann tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran napas, pencernaan, dan CNS. Awalnya penderita akan segera batuk, tersedak, dan mungkim muntah, meskipun jumlah yang tertelan hanya sedikit. 7



Sianosis, distress pernapasan, badan panas, dan batuk persisten dapat terjadi kemudian.



3. Baygon Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang berada dalam golongan propuxue. Penanganan keracunan baygon dan golongan propuxur lainnya adalah sama. Contoh golongan karbamat lain adalah carbaryl (sevin), pirirmicarb (rapid, aphox), timethacarb (landrin) dan lainnya. Gajala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinesia urin, miosis, fasikulasi otot, cemas dan kejang. Miosis, salvias, lakrimasi, bronkospasme, kram otot prut, muntah, hiperperistaltik dan letargi biasanya terlihat sejak awal. Kematian biasanya karena depresi pernafasan.



4. Bahan kimia Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan-bahan kimia biasa seperti bahan kimia rumah, produk pertanian, produk tumbuhan atau produk industri.



5. Sengata serangga Manifestasi klinis bervariasi dari urtikaria umum, gatal, malaise, ansietas, sampai edema laring, bronkhospasme berat, syok dan kematian. Umumnya waktu yang lebih pendek diantara sengatan dan kejadian dari gejala yang berat merupakan prognosis yang paling buruk. Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan gigitan serangga diantaranya adalah : a. biasa,



Reaksi alergi berta (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong tidak namun



dapat



mengancam



kehidupan



dan



membutuhkan



pertolongan darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah : 1) Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organorgan peenting (vital).



8



2) Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau kerongkongan/teggorokan. 3) Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki dan selaput lendir (angioedema). 4) Pusing dan kacau 5) Mual, diare, dan nyeri pada perut 6) Rasa gatal dengan bintik-bintik merha dan bengkak. Gejala tersebut dapat diikuti dengan gejala lain dari beberapa reaksi. b. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api. 1) Seekor lebah dengan alat penyengatnya dibelakang lalu mati setelah menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebahlebah pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak. 2) Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi alergi. 3) Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya, kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur memutar dan berkali-kali. c. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan. d. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan. e. Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum) Digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan serangga. Penyakit serum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak serta diiringi gejala flu 7-14 hari setelah penggunaan anti serum. a.



Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan virus West Nile kepada seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).



b.



Infeksi



parasite.



Infeksi



menyebarnya malaria.



9



nyamuk



dapat



menyebabkan



2.4 Patofisiologi Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut. Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik. Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang akan mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia.



10



2.5 Web Of Caution



2.6 Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang mungkin timbul akibat reaksi keracunan adalah gangguan penglihatan, gangguan pernafasan dan hiper aktif gastrointestinal. Untuk jenis keracunan akut dan kronis memiliki tanda dan gejala yang berbeda-beda, seperti yang dijelaskan di bawah ini : 1.



Keracunan Akut Tanda dan gejala timbul dalam waktu 30–60 menit dan mencapai maksimum dalam 2–8 jam. Berikut adalah kategori keracunan : a. Keracunan ringan : Anoreksia, sakit kepala, pusing, lemah, ansietas, tremor lidah dan kelopak mata, miosis, penglihatan kabur. b. Keracunan Sedang : Nausia, Salivasi, lakrimasi, kram perut, muntah– muntah, keringatan, nadi lambat dan fasikulasi otot. c. Keracunan Berat : Diare, pin point, pupil tidak bereaksi, sukar bernafas, edema paru, sianons, kontrol spirgter hilang, kejang – kejang, koma, dan blok jantung.



2.



Keracunan Kronis 11



Penghambatan



kolinesterase



akan



menetap



selama



2-6



minggu



(organofospat). Untuk karbamat ikatan dengan AchE hanya bersifat sementara dan akan lepas kembali setelah beberapa jam (reversibel ) . Keracunan kronis untuk karbomat tidak ada. Gejala-gejala bila ada dapat menyerupai keracunan akut yang ringan, tetapi bila eksposure lagi dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gejalagejala yang berat. Kematian biasanya terjadi karena kegagalan pernafasan, dan pada penelitian menunjukkan bahwa segala keracunan mempunyai korelasi dengan perubahan dalam aktivitas enzim kholinesterase yang terdapat pada pons dan medulla ( Bajgor dalam Rohim, 2001). Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi karena adanya kelemahan otot pernafasan, spasme bronchus dan edema pulmonum.



2.7 Komplikasi Komplikasi yang bisa muncul pada kasus ini diantaranya adalah : 1. Shock 2. Henti nafas 3. Henti jantung 4. Kejang 5. Koma 6. 2.8 Penatalaksanaan Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam keracunan adalah melakukan survey primer dan sekunder, yaitu meliputi : 1.



Survey Primer :



a.



Resusitasi (ABCD).



1)



Airway



Periksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi pada klien dengan keracunan baygon, botulisme karena klien sering mengalami depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinun. Usaha untuk kelancaran jalan napas dapat dilakukan dengan head tilt chin lift/jaw trust/nasopharyngeal airway/ pemasangan guedal. Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan, menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap. Jika ada gangguan jalan napas 12



maka dilakukan penanganan sesuai BHD (bantuan hidup dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender, gigi palsu, pangkal lidah dan lainlain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”, alat penghisap lendir. Posisi kepala ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan pemasangan pipa ETT. 2)



Breathing



Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui analisa gas darah atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik jika terjadi depresi pernpasan. Tekanan ekspirasi positif diberikan pada jalan napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli tetap mengembang. Berikan oksigen pada klien yang mengalami depresi pernapasan, tidak sadar dan syock. Jaga agar pernapasan tetap dapat berlangsung dengan baik. 3)



Circulation



Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV, kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG. 4)



Disability



Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan GCS, ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan alcohol dan obat-obatan. Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinum.



2.



Survey Sekunder



Kaji adanya bau baygon dari mulut dan muntahan, sakit kepala, sukar bicara, sesak nafas, tekanan darah menurun, kejang-kejang, gangguan penglihatan, hypersekresi hidung, spasme laringks, brongko kontriksi, aritmia jantung dan syhock. Langkah selanjutnya setelah survey primer (resusitasi) dan survey skunder adalah sebagai berikut :



13



a.



Dekontaminasi



Merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. Ada beberapa dekontaminasi yang perlu dilakukan yaitu: b.



Dekontaminasi pulmonal



Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas dan berikan oksigen 100% dan jika perlu beri ventilator. c.



Dekontaminasi mata



Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun yaitu dengan memposisikan kepala pasien ditengadahkan dan miring ke posisi mata yang terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat racunnya diperkirakan sudah hilang. d.



Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)



Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu dan aksesoris lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik yang kedap air kemudian tutup rapat, cuci bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan lembut. e.



Dekontaminasi gastrointestinal



Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi lambung dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik. 3.



Eliminasi



Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam. Langkah-langkahnya meliputi : a.



Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang



sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 – 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. 14



b.



Katarsis, (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila diduga racun



telah sampai diusus halus dan besar. c.



Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang



kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasilnya paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4-6 jam. pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia. 4.



Antidotum



Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial sangat sedikit jumlahnya. Salah satu antidotum yang bisa digunakan adalah Atropin sulfat (SA) yang bekerja menghambat efek akumulasi AKH pada tempat penumpukannya. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut : a.



Pengobatan Pada pasien yang sadar :



1)



Kumbah lambung



2)



Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular



3)



30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang tiap 30



menit sampai terjadi artropinisasi. 4)



Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul) IM tiap 4



jam selama 24 jam. b.



Pada pasien yang tidak sadar



1)



Injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)



2)



30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap 30



menit sampai klien sadar. 3)



Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai tercapai



atropinisasi, ditandai dengan midriasis, fotofobia, mulut kering, takikardi, palpitasi, dan tensi terukur. 4)



Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap 4



jam selama 24 jam. c.



Pada Pasien Anak



1)



Lakukan tindakan cuci lambung atau membuat klien muntah. 15



2)



Berikan nafas buatan bila terjadi depresi pernafasan dan bebaskan jalan



nafas dari sumbatan– sumbatan. 3)



Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata, bersihkan dengan air.



4)



Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 – 0,05 mg / Kg BB secara



intra vena dan dapat diulangi setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala atropinisasi. Kemudian berikan dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam. 5)



Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 gram secara intra



vena sangat perlahan – lahan atau melalui IVFD 6)



Pengobatan simtomatik dan suportif.



16



BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN



1.1 Pengkajian a. Primary Survey 1.



Airway Periksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi pada klien dengan keracunan baygon, botulisme karena klien sering mengalami depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinun. Usaha untuk kelancaran jalan napas dapat dilakukan dengan head tilt chin lift/jaw trust/nasopharyngeal airway/ pemasangan guedal. Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan, menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap. Jika ada gangguan jalan napas maka dilakukan penanganan sesuai BHD (bantuan hidup dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender, gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”, alat penghisap lendir. Posisi kepala ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan pemasangan pipa ETT.



2. Breathing Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui analisa gas darah atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik jika terjadi depresi pernpasan. Tekanan ekspirasi positif diberikan pada jalan napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli tetap mengembang. Berikan oksigen pada klien yang mengalami depresi pernapasan, tidak sadar dan syock. Jaga agar pernapasan tetap dapat berlangsung dengan baik. 3. Circulation Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV, kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG. 17



4. Disability Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan GCS, ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan alcohol dan obat-obatan. Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinum.



b. Pengkajian Sekunder 1. Anamnesa a. Data umum: Nama



: Ny. K



Umur



: 34 tahun



Alamat



: Kutisari Indah 92 Surabaya



Agama



: Islam



Dx. Medis : Intoksikasi IFO (Insektisida Fosfat Organik) baygon No Reg



: 10 16 0138



MRS



: 17 Mei 2002 jam 04.20



Tanggal Pengkajian : 18 Mei 2002 jam 07.30 b. Keluhan utama: Minum baygon + ¼ gelas, tenggorokan terasa panas seperti terbakar. c. Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang di RS Katholik jan 03.00 dengan keluhan minum ¼ gelas baygon karena ada masalah keluarga, tenggorokan terasa panas, mulut berbuih, kemudian kesadaran mulai menurun mencret (-), kencing (-), kemudian pasien langsung dibawa oleh suaminya ke RS Katholik dan mendapat pertolongan pertama di UGD RS tersebut, kemudian dibawa ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya. d. Riwayat penyakit dahulu: Pasien tidak pernah menderita penyakit yang serius yang sampai opname dirumah sakit dan juga tidak ada riwayat penyakit hypertensi, alergi.



18



2. Pemeriksaan Fisik 1) Vital sign a. TD : 90/60 b. RR ; 20 x/menit c. Nadi : 88 x/menit d. Temp: 37,5 °C 2) Keadaan umum masih lemah, muka merah dan pupil midriasis. 3) B1 (Breathing): - Pernapasan 20 x /menit - Wheezing (-) - Ronchi (-) - Batuk (-) 4) B2 (Bleeding) : - Kepala pusing (-) - Muka memerah - Nyeri dada (-) - TD : 90/60 mmHg - Akral teraba hangat dan agak lembab 5) B3 (Brain): - Kesadaran Kompos mentis - GCS : 456 - Pupil mata : isokor 3/3 mm - Pandangan agak kabur 6) B4 (Bladder) : - BAK spontan - Warna urine kuning jernih 7) B5 (Bowel)



:



- Tenggorokan terasa panas - Abdomen nyeri (-) - BAB normal - Nasi lembek TKTP - Mual (–) - Muntah (-) 19



- Peristaltik (+) 8) B6 (Bone)



:



- Kekuatan otot 5/5/5/5 - Kelembaban kulit normal - Turgor normal - Oedema (-)



c. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong 2. Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik. a) Keracunan akut : 1) Ringan 40 – 70 % N 2) Sedang 20 % N 3) Berat < 20 % N b) Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah meningkat > 75 % N. 3. Pemeriksaan PA Pada keracunan acut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru,otak dan organ-oragan lainnya.



d. Diagnosa Keperawatan 1.



Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pernapasan akibat efek langsung dari intoksikasi baygon.



2.



Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat.



3.



Resiko gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.



20



4. Intervensi Keperawatan 1) Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan depresi pernapasan akibat efek langsung dari toksisitas baygon. Tujuan



: Mempertahankan keefektifan pola nafas.



Kriteria hasil : RR dalam batas normal, jalan nafas bersih, sputum tidak ada. Intervensi



Rasional



Pantautingkat,



Efekinsektisidamendepresi SSP yang



iramapernapasan&suarana



mungkindapatmengakibatkanhilangnyakepatenan



passertapolapernapasan



aliranudaraataudepresipernapasan, pengkajian yang berulang kali sangatpentingkarenakadartoksisitasmungkinberu bah-ubahsecaradrastis.



Tinggikankepalatempattid



Menurunkankemungkinanaspirasi,



ur



diafragmabagianbawahuntukmenigkatkaninflasip aru.



Doronguntukbatuk/



Memudahkanekspansiparu&mobilisasisekresiunt



nafasdalam



ukmengurangiresikoatelektasis/pneumonia.



Auskultasisuaranapas



Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi & pneumonia.



Berikan O2jikadibutuhkan



Hipoksiamungkinterjadiakibatdepresipernapasan



Kolaborasiuntuksinar X



Memantaukemungkinanmunculnyakomplikasise



dada, Blood Gas Analysis



kundersepertiatelektasis/pneumonia, evaluasikefektifandariusahapernapasan.



2) Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat Tujuan



: Tingkat kesadaran klien dapat dipertahankan



Kriteria hasil



:Kesadaran composmentis (GCS : 15) Tanda-tanda vital dalam batas normal



Intervensi



Rasional



Monitor vital sign tiap 15



Bila ada perubahan yang bermakna



menit



merupakan indikasi penurunan kesadaran



Observasi tingkat kesadaran



Penurunan kesadaran sebagai indikasi



pasien



penurunan aliran darah otak 21



Kaji adanya tanda-tanda



Gejala tersebut merupakan manifestasi dari



distress pernapasan, nadi



perubahan pada otak, ginjal, jantung dan



cepat, sianosis dan



paru.



kolapsnya pembuluh darah Monitor adanya perubahan



Tindakan umum yang bertujuan untuk



tingkat kesadaran



keselamatan hidup, meliputi resusitasi : Airway, breathing, sirkulasi



Kolaborasi dengan tim



Anti dotum (penawar racun) dapat



medis dalam pemberian anti



membantu mengakumulasi penumpukan



dotum



racun



a) Resiko gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebihan Tujuan : Kekurangan cairan tidak terjadi Kriteria hasil : 1) Tanda-tanda vital stabil 2) Turgor kulit stabil 3) Membran mukosa lembab 4) Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam



Intervensi



Rasional



Monitor pemasukan dan



Dokumentasi yang akurat dapat membantu



pengeluaran cairan.



dalam mengidentifikasi pengeluran dan penggantian cairan.



Monitor suhu kulit, palpasi



Kulit dingain dan lembab, denyut yang



denyut perifer.



lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk pengantian cairan tambahan.



Observasi adanya mual,



Mual, muntah dan perdarahan yang



muntah, perdarahan



berlebihan dapat mengacu pada hipordemia.



Pantau tanda-tanda vital



Hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan cairan (dehindrasi/hipovolemia).



22



Kolaborasi dengan tim



Cairan parenteral dibutuhkan untuk



medis dalam pemberian



mendukung volume cairan /mencegah



cairan parenteral



hipotensi.



Kolaborasi dalam



Antiemetik dapat menghilangkan



pemberian antiemetik



mual/muntah yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pemasukan.



Berikan kembali pemasukan



Pemasukan peroral bergantung kepada



oral secara berangsur-



pengembalian fungsi gastrointestinal.



angsur. Pantau studi laboratorium



Sebagai indikator untuk menentukan



(Hb, Ht).



volume sirkulasi dengan kehilanan cairan.



23



BAB 4 PEMBAHASAN TERKAIT JURNAL 4.1 Analisa Jurnal 1 Peneliti / Author : 1.



Putri Arida Ipmawati



2.



Onny Setiani



3.



Yusniar Hanani Darundiati



Judul dan Tahun :Analisis faktor-faktor resiko yang mempengaruhi tingkat keracunan pestisida pada petani



di Desa Jati ,Kecamatan Sawangan



Kabupaten Magelang, Jawa Tengah Januari 2016 Nama Jurnal :JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Latar Belakang Riset : Penggunaanpestisida dengan komposisi, takaran dan frekuensi menyemprot dilakukan tanpa perhitungan yang benar dan pada akhirnya menimbulkan berbagai masalah baru , terutama masalah kesehatan pada petani itu sendiri. Petani sebagai pekerja yang terpapar kontaminasi pestisida secara langsung mempunyai risiko yang lebih tinggi. Tujuan Riset : peneliti ingin mengkaji ulang tentang hubungan faktor –faktor risiko yang mempengaruhi keracunan pestisida pada petani di Desa Jati Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang. Sample : Sample penelitian ini dilakukan secaraAccidental sampling,sampel berjumlah 92 orangpetani yang rutin melakukanpenyemprotan. Metode & desain : Penelitian ini menggunakan metode Cross sectional. Variabel penelitian : 1. Jenis Kelamin 2. Tingkat Pendidikan Hasil Penelitian : Hasil analisis statistik Chi-square menunjukkan bahwa, tingkat pengetahuan petani berhubungan dengan kejadian responden dengan nilai p value sebesar 0,023 dimana nilai p lebih kecil dari 0,05. Dari hasil tersebut diartikan bahwa tingkat pengetahuan berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida.Penelitian ini menghasilkan nilai RP =1,668; 95% CI=1,059 – 2,628 . Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden yang kurang mempunyai risiko untuk terjadi keracunan hampir 1,7 kali dibandingkan dengan responden dengan pengetahuan baik.



24



Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan menunjukkan hampir seluruh responden tidak menggunaka alat pelindung diri dengan lengkap sehingga lebih berisiko mengalami keracunan pestisida. KeterbatasanPenelitian : Penulis hanya mengumpulkan sample data dari sebagian petani yang menggunakan pestisida



25



Analisa Jurnal 2 Peneliti / Author : Nurul Hidayah Judul dan Tahun :perilaku masyarakat tentang kandungan dan dampak pestisida pada sayuran segar (THE EFFECT OF HEALTH EDUCATION ON BEHAVIOR OF COMMUNITY ABOUT CONTENT AND EFFECTS OF PESTICIDESINFRESHVEGETABLES). Mei 2017. Nama Jurnal : Nurse Line Journal Latar Belakang Riset : Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan upaya untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimalsebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Kesehatan tubuh sangat penting karena dengan tubuh yang sehat dapat melakukan segala aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam perspektif kesehatan,penerapan teknologi adalah suatu healthrisk. Dimana masalah kesehatan yang dihadapi dibidang pertanian tidak terlepas dari penggunaan teknologi yang digunakan untuk mengolahlahan pertanian. Ketika terjadi perubahan ataupun pemilihan sebuah teknologi,secara implisit akan terjadi perubahan faktor resiko kesehatan.



Teknologi



mencangkul



digantikan



dengan



traktor,



pemberantasan hama dengan predator digantikan dengan pestisida,yang akan



berdampak



terhadap



kesehatan



(Achmadi,2008).



Menurut



Purnwati(2010) dan Postel(1988) yang dikutip dari Setiono(2010) dalam Khadijah 2012,data WHO diseluruh dunia diperkirakan pertahunnya terjadi 400.000-2 Juta orang mengalami keracunan pestisida yang menyebabkan kematian antara 10.000-40.000 orang. Data WHO pada tahun 2009 memperkirakan bahwa minimal 300.000 orang meninggal setiap tahun karena keracunan pestisida. Gambaran Jumlah korban keracunan pestisida diIndonesia secara akurat sangat sulit didapatkan. Hal ini disebabkan belum adanya sistem pelaporan dan monitoring secar sistematik dan periodik. Penelitian didaerah Lembang dan Pangalengan, Jawa barat,menemukan residu pestisida dalam air,tanah,sayuran,susu sapi, Dan air susu ibu (Sudibyaningsih,1993 dalam khodijah 2012).



26



Tujuan Riset : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penyuluhan perawat Terhadap perilaku masyarakat tentang kandungan dan dampak pestisida pada Sayuran segar diwilayah Puskesmas Lawang.. Sample : Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan didapatkan sebanyak 96 responden yang terdiri dari 48 responden sebagai kelompok intervensi dan 48 responden sebagai kelompok kontrol. Metode & desain : Penelitian ini adalah quasi experiment dengan rancangan pre testand post-test Design dengan kelompok control. Penelitian ini menggunakan metode kuesioner Dan lembar wawancara. Variabel penelitian : 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukan sebelum penyuluhan baik responden pada kelompok perlakuan maupun kontrol paling banyak memiliki perilaku dalam kategori kurang yaitu 66,7% pada kelompok perlakuan dan 70,8% pada kelompok kontrol. Perilaku responden itu sendiri yaitu berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Motivasi merupakan penggerak perilaku. Faktor eksternal yaitu faktorfaktor yang berada di luar individu yang bersangkutan yang meliputi objek, orang, kelompok dan hasilhasil kebudayaan yang disajikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Sesuai pula dengan pendapat McDonal (dalam Soediman, 2007) mengatakan "motivasi dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari luar dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas atau perilaku tertentu demi mencapai tujuan tertentu pula".



Kesimpulan : Perilaku responden pada kelompok kelompok kontrol tidak mengalami perubahan perilaku saat pre-test dan post-test yaitu palin banyak perilaku dalam kategori kurang. Pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan perilaku, yaitu perilaku responden sebelum penyuluhan yang berperilaku baik meningkat. Hal ini 27



menunjukan penyuluhan perawat mempunyai efektifitas terhadap perilaku masyarakat tentang kandungan dan dampak pestisida pada sayuran segar. Penelitian ini merupakan penelitian quasiexperiment menggunakan rancangan pre -test and post test group design dengan kelompok kontrol. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh penyuluhan terhadap perilaku masyarakat tentang kandungan dan dampak pestisida pada sayuran segar. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling yaitu tekhnik purposive sampling. Penilaian perilaku dilakukan dengan menggunakan instrumen wawancara terstruktur yaitu wawancara menggunakan kuesioner.



KeterbatasanPenelitian : Peneliti hanya dilaksanakan di wilayah puskesmas saja dan petugas kesehatan hanya memberikan pengetahuan tentang kandungan dan dampak pestisida.



28



BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat,serum,alcohol bahan serta senyawa kimia toksik, ada berbagai macam bahan yang dapat menyebabkan keracunan seperti bahan kimia yang terdiri dari berbagai golongan seperti pestisida, golongan gas dan bahan organic. Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk kedalam tubuh melalui mulut,hidung,suntikan dan absorpsi melalui kulit atau digunakan terhadap organism hidup dengan dosis yang relative kecil akan merusak kehidupan,fungsi organ atau jaringan (Mc. Graw Hill Nursing Dictionary).’



5.2 Saran Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini.



29



DAFTAR PUSTAKA



Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC . Jakarta : EGC Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna Publishing Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi - VIII Jakarta: EGC Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat darurat. Padang : Medical book Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1. jogjakarta : penerbit buka Mediaction. Patriani.



(2012).



Asuhan



Keperawatan



pada



pasien



trauma



dada.



http://asuhankeperawatan-patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html. Diakses pada tanggal 02 Januari 2019 Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam . yogjakarta : Nuha medika Novita L, Limpeleh H, Monoarfa A. Pola trauma tumpul toraks di Instalasi Rawat Darurat Bedah RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2011-Juni 2012. eCl. 2014;2(2), Sjamsuhidajat R, de Jong W, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah (3rd ed). EGC. Jakarta. 2010, Hal. 121-122, 502-506 Al-Koudmani I, Darwish B, Al-Kateb K, Taifour Y. Chest trauma experience over eleven years period at AlMouassat University Teaching Hospital-damascus: A retrospective review of 888 Cases. Journal of Cardiothoracic Surgery 2012,7:35. Manurung JRH. Kecelakaan Lalu Lintas. 2012 (cited 14 November 2016). Available from: http: //repository.usu.ac.id/bitstream/123456 789/34939/4/Chapter%20II.pd Suryamah, Y. Analisis Pemajanan Pestisida dengan Tingkat Keracunan Pestisida pada Petani Perkebunan di Kabupaten Bandung Tahun 2006. Skripsi. FKM UI, Depok, Indonesia, 2006. Sumirat F. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, dan Tindakan Petani Penyemprot Teh dengan Kadar Cholinesterase Darah Petani di Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat Tahun 2003. Skripsi. FKM UI, Depok, Indonesia, 2003.



30