Ketuban Pecah Dini (KPD) Algoritma Penegakkan Diagnosis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Ketuban Pecah Dini (KPD) Algoritma Penegakkan Diagnosis



Diagnosis Banding Inkontinensia Urin Inkontinensia urin adalah suatu kondisi seseorang tidak dapat menahan keluarnya urin karena hilangnya kontrol volunter terhadap sfingter uretra. Meskipun memiliki gejala yang kurang



lebih serupa, yaitu keluarnya cairan dari kemaluan, pemeriksaan inspekulo tidak akan menunjukkan adanya produksi cairan karena pada inkontinensia urin cairan keluar dari saluran kemih. Leukorrhea Kondisi lain yang menjadi diagnosis banding KPD adalah leukorrhea, baik fisiologis atau bakterial vaginosis. Pemeriksaan penunjang dengan nitrazin maupun mikroskopis sangat berguna untuk membedakan antara leukorrhea dengan cairan ketuban. Keadaan Inpartu Fisiologis Kondisi KPD juga dapat menyerupai gejala keluarnya cairan mukus dari serviks yang menandakan awal inpartu. Pada awal inpartu, pasien merasakan kontraksi yang semakin lama semakin sering. Berbeda dengan KPD yang tidak disertai dengan adanya kontraksi. 1. Pengertian KPD KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009). KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan persalinan yaitu interval periode laten yang dapat terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau lebih. Insiden KPD banyak terjadi pada wanita dengan serviks inkopenten, polihidramnion, malpresentasi janin, kehamilan kembar, atau infeksi vagina (Helen, 2003). Dari beberapa definisi KPD di atas maka dapat disimpulkan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda tanda persalinan. 2. Penyebab KPD Penyebab KPD menurut Manuaba, 2009 dan Morgan, 2009 meliputi antara lain (1) Serviks inkompeten, (2) Faktor keturunan, (3) pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genetalia), (4) overdistensi uterus , (5) malposisi atau malpresentase janin, (6) faktor yang menyebabkan kerusakan serviks, (7) riwayat KPD sebelumnya dua kali atau lebih, (8) faktor yang berhubungan dengan berat badan sebelum dan selama hamil, (9) merokok selama kehamilan, (10) usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat dari pada usia muda, (11) riwayat hubungan seksual baru-baru ini, (12) paritas, (13) anemia, (13) keadaan sosial ekonomi. Sebuah penelitian oleh Getahun D, Ananth dkk tahun 2007 menyebutkan bahwa asma bisa memicu terjadinya ketuban pecah dini. 3. Faktor – faktor yang mempengaruhi Ketuban Pecah Dini (KPD) Menurut Morgan (2009), Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan oleh beberapa faktor meliputi :



a.



Usia Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan (Julianti, 2001). Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan (Depkes, 2003). Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan keelastisannya dalam menerima kehamilan.



b.



Sosial ekonomi (Pendapatan) Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kehidupan hidupnya. Pendapatan yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang bagi terlaksananya status kesehatan seseorang. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan (BPS, 2005).



c.



Paritas Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak pertama sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas yaitu primipara, multipara, dan grande multipara. Primipara adalah seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin mancapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih. Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami kehamilan dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkanbuah kehamilanya 2 kali atau lebih. Sedangkan grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya lebih dari 5 kali (Wikjosastro, 2007). Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat diyakini lebih beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya (Helen, 2008).



d.



Anemia Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Jika persediaan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan mengurangi persediaan zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau pengenceran dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Pada ibu hamil yang mengalami anemia biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-kunang. Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu pada trimester pertama dan trimester ke tiga. Dampak anemia pada janin antara lain abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas, ancaman dekompensasikordis dan ketuban pecah dini. Pada saat persalinan dapat mengakibatkan gangguan his, retensio



plasenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri (Manuaba, 2009). Menurut Depkes RI (2005), bahwa anemia berdasarkan hasil pemeriksaan dapat digolongkan menjadi (1) HB > 11 gr %, tidak anemia, (2) 9-10 gr % anemia sedang, (3) < 8 gr % anemia berat. e.



Perilaku Merokok Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok mengandung lebih dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lainlain. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan gangguangangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko lahir mati yang lebih tinggi (Sinclair, 2003).



f.



Riwayat KPD Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian KPD dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya karena komposisi membran yang menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Helen, 2008).



g.



Serviks yang inkompetensik Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengahtengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2009).



h.



Tekanan intra uterm yang meninggi atau meningkat secara berlebihan Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : 1) Trauma; berupa hubungan amniosintesis 2) Gemelli



seksual,



pemeriksaan dalam,



Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya



ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah (Saifudin. 2002)



4. Tanda dan gejala Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Manuaba, 2009). 5. Diagnosis Diagnosis ketuban pecah dini meragukan kita, apakah ketuban benar sudah pecah atau belum. Apalagi bila pembukaan kanalis servikal belum ada atau kecil. Penegakkan diagnosis KPD dapat dilakukan dengan berbagai cara yang meliputi : a. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di vagina. b. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, vernik kaseosa, rambut lanugo dan kadang-kadang bau kalau ada infeksi. c. Dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban dari cairan servikalis. d. Test nitrazin/lakmus, kertas lakmus merah berubah menjadi biru (basa) bila ketuban sudah pecah. Pemeriksan penunjang dengan menggunakan USG untuk membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak plasenta serta jumlah air ketuban. Pemeriksaan air ketuban dengan tes leukosit esterase, bila leukosit darah lebih dari 15.000/mm 3, kemungkinan adanya infeksi (Sarwono, 2010). 6. Patofisiologi Kekuatan selaput ketuban ditentukan oleh keseimbangan sintesa dan degradasi matriks ekstraseluler. Bila terjadi perubahan di dalam selaput ketuban, seperti penurunan kandungan kolagen, perubahan sruktur kolagen dan peningkatan aktivitas kolagenolitik maka KPD dapat terjadi. Degradasi kolagen yang terjadi diperantarai oleh Matriks



Metalloproteinase (MMP) dan dihambat oleh Penghambat Matriks Metalloproteinase (TIMP) serta penghambat protease. Keutuhan selaput ketuban terjadi karena kombinasi dari aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme yang menginfeksi host dapat membentuk enzim protease disertai respon imflamasi dari host sehingga mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP yang menyebabkan melemahnya ketegangan selaput ketuban dan pecahnya selaput ketuban. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas pada uterus dan terjadi degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim Siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3.



Korioamnionitis Definisi Korioamnionitis adalah peradangan akut pada selaput ketuban, cairan ketuban, plasenta dan / atau desidua. Definisi korioamnionitis dimodifikasi sesuai dengan kriteria diagnostik yang didapat secara klinis, mikrobiologi, atau histopatologi. Korioamnionitis klinis adalah kondisi akut yang didiagnosis ketika terdapat tanda-tanda klinis yang khas: demam maternal ditambah 2 temuan tambahan dari ibu dan / atau janin yang mengalami takikardi, leukositosis ibu, nyeri tekan uterus, dan berbau busuk atau bernanah pada cairan ketuban. Korioamnionitis mikrobiologis ditentukan melalui hasil kultur mikroba dari cairan atau kulit ketuban pasien. Korioamnionitis histologis adalah diagnosis berdasarkan temuan patologis pada pemeriksaan mikroskopis dari plasenta berupa infiltrasi granulosit akut ke dalam rongga rahim atau jaringan janin. Etiologi Penyebab korioamnionitis biasanya polimikrobial, dalam sebagian besar kasus disebabkan oleh kombinasi bakteri anaerobik dan aerobik. Patogen yang paling sering diisolasi dalam cairan adalah flora vagina, termasuk Gardnerella vaginalis, Ureaplasma urealyticum, Enterococcus faecalis, Bacteroides bivius, kelompok A, B, dan D



Streptococci, Peptococcus, Peptostreptococcus, dan Escherichia coli. Selain itu juga dapat disebabkan oleh patogen lain seperti Mycoplasma hominis, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae dan Trichomonas vaginalis. Kondisi ini paling mungkin terjadi saat persalinan diperpanjang atau ditunda setelah ketuban pecah. Meskipun korioamnionitis sering muncul karena infeksi asenderen yang terjadi bersamaan dengan KPD, korioamnionitis juga dapat terjadi pada membran utuh, biasanya disebabkan oleh bakteri berukuran kecil yang bersifat fastidious seperti Ureaplasma sp. dan Mycoplasma hominis. Setiap faktor yang dapat menyebabkan paparan yang lama antara selaput ketuban dan / atau rongga rahim dengan naiknya mikroba dari saluran genital bawah akan meningkatkan risiko terjadinya korioamnionitis. Faktorfaktor ini termasuk nuliparitas, KPD berkepanjangan, infeksi urogenital dan Penyakit Menular Seksual (PMS).31,32 Faktor risiko lain seperti penyakit ibu kronis, status gizi ibu, dan stres emosional, yang semuanya dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh ibu juga dapat memicu terjadinya korioamnionitis. Patogenesis Rute yang paling umum terjadi adalah infeksi asenderen dari saluran genitalia bagian bawah. Rute lain korioamnionitis adalah melalui jalur hematogen atau infeksi transplasenta, Infeksi retrograde dari peritoneum, dan infeksi transuterin disebabkan oleh prosedur medis seperti amniosentesis, namun kejadian ini relatif jarang terjadi.



Gambar 1. Jalur yang berpotensi menyebabkan korioamnionitis Sumber: Goldenberg R.L (2008)34



Bakteri yang masuk ke rongga rahim selain menginfeksi janin akan melepaskan sejumlah endotoksin dan menyebabkan reaksi inflamasi pada ibu dan janin. Hal ini mengakibatkan terjadinya KPD, kelahiran prematur, dan kerusakan neurologis pada janin. Secara singkat, respon inflamasi yang terjadi adalah endotoksin bakteri memicu pelepasan sitokin dalam jaringan ibu dan janin yang mengarah ke pelepasan sitokin tambahan, migrasi leukosit, dan kemudian prostaglandin dikeluarkan dari miometrium dan selaput janin. Prostaglandin ini dapat menyebabkan pecahnya selaput janin dan / atau menginisiasi kontraksi uterus. Mekanisme ini juga diyakini sebagai penyebab langsung dari persalinan prematur.



Gambar 2. Patogenesis Korioamnionitis Sumber: Fahey J.O (2008) Diagnosis Diagnosis korioamnionitis dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan yaitu : Pemeriksaan Klinis Korioamnionitis didiagnosis ketika terdapat tanda-tanda klinis yang khas: demam maternal (>38ᵒC) ditambah 2 temuan tambahan dari ibu dan / atau janin yang mengalami takikardi (Pada ibu, >100 kali per menit. Pada janin, >160 kali per menit), leukositosis maternal (>15.000-18.000 sel/mm3), nyeri tekan pada uterus, dan berbau busuk atau bernanah pada cairan ketuban. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium untuk korioamnionitis tidak rutin dilakukan pada pasienpasien dengan KPD terutama pada kehamilan aterm, namun, pada pasien dengan KPD kehamilan preterm, oleh karena perawatan yang lama, monitoring dan pemeriksaan laboratorium korioamnionitis perlu dilakukan. Leukositosis maternal (jumlah leukosit >15.000-18.000 sel/mm3) atau adanya shift to the left sering dikatakan mendukung diagnosis korioamnionitis. Leukositosis dilaporkan terjadi pada sekitar 70% sampai 90% dari kasus korioamnionitis klinis. Namun, leukositosis ringan dapat terjadi pada persalinan itu sendiri dan penggunaan kortikosteroid pada pasien, sehingga tidak dapat ditegakkan tanpa adanya tanda klinis dari korioamnionitis.



Gambar 3. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis korioamnionitis Sumber: Burke C. (2016)37



Keputihan



Definisi Keputihan (leukorea/fluor albus/vaginal discharge) adalah semua pengeluaran cairan dari alat genitalia yang tidak berupa darah. Keputihan bukanlah penyakit tersendiri, tetapi merupakan manifestasi gejala dari hampir semua penyakit kandungan. Penyebab utama keputihan harus dicari dengan anamnesa, pemeriksaan kandungan, dan pemeriksaan laboratorium. Klasifikasi a. Keputihan fisiologis Berupa cairan jernih, tidak berbau dan tidak gatal, mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang.



b. Keputihan patologis Cairan eksudat yang berwarna, mengandung banyak leukosit, jumlahnya berlebihan, berbau tidak sedap, terasa gatal atau panas, sehingga seringkali menyebabkan luka akibat garukan di daerah mulut vagina. Etiologi Keputihan yang fisiologis terjadi pada: a. Bayi baru lahir kira-kira 10 hari, hal ini karena pengaruh hormon estrogen dan progesteron sang ibu. b. Masa sekitar menarche atau pertama kali datang haid. c. Setiap wanita dewasa yang mengalami kegairahan seksual, ini berkaitan dengan kesiapan vagina untuk menerima penetrasi saat senggama. d. Masa sekitar ovulasi karena produksi kelenjar-kelenjar mulut rahim. e. Kehamilan yang menyebabkan peningkatan suplai darah ke daerah vagina dan mulut rahim, serta penebalan dan melunaknya selaput lendir vagina.



Keputihan patologis terjadi disebabkan oleh: 



Infeksi Tubuh akan memberikan reaksi terhadap mikroorganisme yang masuk ini dengan serangkaian reaksi radang. Penyebab infeksi yakni:











 



Jamur Candida albicans adalah jamur paling sering menyebabkan keputihan. Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan infeksi jamur Candida sp. seperti pemakaian obat antibiotika atau kortikosteroid yang lama, kehamilan, kontrasepsi hormonal, penyakit diabetes mellitus, penurunan kekebalan tubuh karena penyakit kronis, selalu memakai pakaian dalam ketat dan dari bahan yang sukar menyerap keringat. Bakteri Bakteri yang dapat menyebabkan keputihan adalah Gonococcus sp. Clamydia trachomatis, Gardnerella sp. dan Treponema pallidum. Parasit Parasit yang sering menyebabkan keputihan adalah Trichomonas vaginalis.Penularannya yang paling sering adalah dengan koitus. Virus Sering disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV) dan Herpes simplex. HPV ditandai dengan kondiloma akuminata, cairan berbau dan tanpa rasa gatal. Benda asing Kondom yang tertinggal atau pesarium untuk penderita hernia atau prolapse uteri dapat merangsang sekret vagina berlebih. Selain itu bisa juga disebabkan oleh sisa pembalut atau kapas yang tertinggal. Neoplasma jinak Keputihan yang timbul disebabkan oleh peradangan yang terjadi karena pertumbuhan tumor jinak ke dalam lumen. Kanker Gejala keputihan yang timbul ialah cairan yang banyak, berbau busuk, serta terdapat bercak darah yang tidak segar. Darah yang keluar disebabkan oleh tumor yang masuk ke dalam lumen saluran genitalia kemudian tumbuh secara cepat dan abnormal, serta mudah rusak sehingga terjadi pembusukan dan perdarahan. Biasanya







darah keluar sesudah hubungan seks atau setelah melakukan penyemprotan vagina/douching. Keputihan abnormal ini disertai rasa tidak enak di perut bagian bawah, terjadi gangguan haid, sering demam, dan badan bertambah kurus, pucat serta lesu, lemas dan tidak bugar. Menopause Pada wanita menopause, hormon estrogen telah berkurang sehingga lapisan vagina menipis/menjadi kering, menyebabkan gatal yang memicu untuk terjadinya luka kemudian infeksi. Namun keputihan juga bisa muncul bercampur darah (senile vaginitis).



Flour albus yang nomal adalah cairan dari vagina sesudah mendapat haid yang pertama, dari kelenjar yang terdapat pada cervix yang menimbulkan lendir karena pengaruh hormon estrogen, dan jumlah yang keluar berubah-ubah sesuai siklus haid, terdiri dari cairan yang kadang berupa mucus yang mengandung banyak epitel dan leukosit yang jarang, banyak ditemukan pada bayi baru lahir sampai umur 10 tahun, sekitar menarche, wanita dewasa apabila mendapat rangsangan dan waktu coitus atau sekitar ovulasi serta pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis dan wanita dengan ektropion porsionis uteri .Flour albus normal memiliki ciri-ciri berwarna bening, kadang-kadang putih kental, tidak berbau, tanpa disertai keluhan (misal gatal, nyeri, rasa terbakar, dan sebagainya). Keluar saat menjelang dan sesudah menstruasi atau saat stress dan kelelahan . Flour albus yang abnormal menimbulkan rasa gatal, nyeri di dalam vagina atau sekeliling saluran pembuka vula. Umumnya dipicu kuman penyakit (pathogen) dan menyebabkan infeksi. Akibat timbulnya gejala yang sangat mengganggu, seperti berubahnya warna cairan menjadi kekuningan hingga kehijauan, jumlah berlebih, da berbau serta menimbulkan rasa gatal di daerah sekitar vagina . Kondisi normal, kelenjar serviks menghasilkan cairan bening yang keluar bercampur dengan bakteri, sel-sel dipisahkan dan cairan vagina dari kelenjar bartholin. Pada wanita, jumlah vagina debit hal yang keluar secara alami dari tubuh dapat berfungsi sebagai pelumas dan pertahanan berbagai infeksi. Kondisi ini tidak mengganggu, tidak ada darah dan memiliki pH 3, 5-4, 5 (Monalisa, dkk, 2012). Kondisi abnormal (patologis) biasanya berwarna kuning, hijau, keabu-abuan, berbau amis, busuk. Jumlah cairan vagina dalam jumlah banyak dan menimbulkan keluhan seperti gatal, serta rasa terbakar pada daerah intim. Faktor penyebab keluhan pada vagina, terbanyak diakibatkan infeksi vagina yang disebabkan oleh kuman, jamur, virus dan parasit serta tumor (Putri, 2014). Bakteri yang hidup dalam vagina atau digolongkan bakteri vaginalis (BV) dapat menyebabkan kejadian keputihan dan bau, lebih dari 50% wanita dengan BV asimtomatik. Sebagian besar perempuan setidaknya sekali selama mereka seumur hidup pernah menderita keputihan. Paling sering pada usia produktif, dengan diperkirakan antara 70-75%, sebanyak 40-50% mengalami kekambuhan. Studi menunjukan bahwa Candidiasis Vulvo Vaginalis (CVV) sering diagnosis dikalangan wanita muda usia 18-24 tahun, sekitar 15-30% dari gejala didiagnosa positif oleh dokter (Monalisa dkk, 2012).



Apabila keputihan tidak normal (patologis) dibiarkan saja tanpa diobati tidak segera diberikan penanganan, akibatnya infeksi bisa menjalar masuk ke dalam rahim sampai menginfeksi ovarium. Sehingga penderita perlu memeriksakan orga dan saluran reporduksi ke pelayanan kesehatan. Agar diketahui penyebab patologisnya untuk dilakukan pencegahan serta penanganan yang tepat (Solikhah dkk, 2010). Penyebab keputihan selain karena infeksi mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, parasit. Disebabkan juga oleh gangguan keseimbangan hormon, stres, kelelahan kronis, peradangan alat kelamin, benda asing dalam vagina, serta ada penyakit dalam organ reproduksi seperti kanker leher rahim (Fadilla dkk, 2012). PEMERIKSAAN FISIK a. Interpretasi No



Data



1. 2. 3. 4. 5.



Kesadaran Compos mentis TD 120/80 mmHg HR 92x/min RR 20x/min Suhu 37,6°C TB 160 cm BB 60 kg IMT 23,43



6.



Nilai Normal Pemeriksaan Fisik Compos mentis 120/80 60-100x/min 16-24x/min 36,5-37,5°C 18,5-24,9



Interpretasi Normal Normal Normal Normal Sub febris Normal



Pemeriksaan Obstetri Tinggi fundus uteri setengah umbilicusprocessus xiphoideus (27 cm), memanjang, 7. Normal punggung kanan, kepala, His 2x/10’/25’’, DJJ 145x/m, TBJ 2170 gram Inspekulo Portio livide, OUE terbuka, fluor (+) putih kekuningan, kental, berbau. Fluksus (+) cairan ketuban aktif, warna jernih, Abnormal pooling sign (+), nitrazine test (+) Erosi (-), laserasi (-), polip (-) Pemeriksaan dalam Portio lunak, posterior, effacement 50%, 8. pembukaan 2 cm, kepala, Hodge I, ketuban (-), Kala I Fase Laten penunjuk sutura sagitalis lintang. b. Mekanisme Abnormalitas - Portio livide : Pembendungan pembuluh darah daerah panggul menyebabkan warnaserviks menjadi kebiruan (livid) atau purplish (unggu). Disebabkan karena meningkatnya vascularisasi pada serviks. - OUE Terbuka : kantung ketuban pecah prostaglandin meningkat  kontraksi uterus  serviks mendatar dan dilatasi  external uterine ostium terbuka - Fluor (+) putih kekuningan, kental, berbau : mikroorganisme patogen  menghasilkan amin  pelepasan sel sel vagina dan timbulnya bau.



-



-



Fluksus (+) cairan ketuban aktif : kantung ketuban pecah prostaglandin meningkat  kontraksi uterus  serviks mendatar dan dilatasi  external uterine ostium terbuka  keluar fluksus kantung ketuban pecah keluar cairan ketuban pooling sign (+), nitrazine test (+) : kantung ketuban pecah  keluar cairan ketuban/amnion  pooling sign (+), nitrazine test (+)



c. Informasi Tambahan Obstetri i. Status Kehamilan Gravida (G): Jumlah Kehamilan Partus (P): Jumlah Paritas Abortus (A): Jumlah Abortus ii. TBJ (gram) = (TFU – n) x 155 n (11) jika kepala bayi belum memasuki panggul n (12) jika kepala bayi sudah memasuki panggul iii. IMT berdasar Kemenkes Untuk Perempuan : Kurus : < 17 kg/m2 Normal : 17 - 23 kg/ m2 Kegemukan : 23 - 27 kg/m2 Obesitas : > 27 kg/m Untuk Laki-laki : Kurus : < 18 kg/m2 Normal : 18 - 25 kg/m2 Kegemukan : 25 - 27 kg/m2 Obesitas : > 27 kg/m2 [ CITATION Kem13 \l 1033 ]. iv.



GCS Compos mentis



: 14-15



Apatis



: 12-13



Somnolen



: 10-11



Delirium



: 7-9



Stupor (spoporos coma): 4-6 Koma v.



:3



Kedudukan janin intrauterine Letak (situs) -



Memanjang atau membujur: sumbu panjang janin sesuai dengan sumbu panjang ibu, dapat pada letak kepala atau letak bokong



-



Melintang panjang ibu Miring ibu



: sumbu panjang janin melintang terhadap sumbu : sumbu panjang janin miring terhadap sumbu panjang



Presentasi Untuk menentukan bagian janin yang terbawah, tiap presentasi terdapat 2 macam posisi yaitu kanan dan kiri dan tiap posisi terdapat 3 variasi yaitu ke depan, lintang dan belakang) [ CITATION Sar16 \l 1033 ] Effacement Obliterasi atau pendataran serviks: pemendekan saluran serviks dari panjang 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir setipis kertas.



Bidang-bidang Hodge Hodge I : Bidang yang setinggi Pintu Atas Panggul (PAP) yang dibentuk oleh promontorium, artikulasio sacro-iliaka, sayap sacrum, linea iniminata, ramus superior os pubis, tepi atas symphisis pubis Hodge II : bidang setinggi pinggir bawah symphisis pubis berhimpit dengan PAP (Hodge II) Hodge III



: BIdang setinggi spina ischiadica berhimpit dengan PAP (Hodge I)



Hodge IV



: Bidang setinggi ujung os coccyges berhimpit dengan PAP (Hodge I)



MEKANISME PERSALINAN Berlangsungnya Persalinan Normal Partus dibagi menjadi 4 kala 1. 2.



Kala I, dinamakan kala pembukaan. Kala II, disebut kala pengeluaran.



3. 4.



Kala III, atau kala uri. Kala IV, dinamakan kala pengawasan.



Kala I Partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir bersemu darah (bloody show). Bloody show berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler



yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran akibat serviks membuka. Kala I dibagi dalam 2 fase: 1. Fase laten, berlangsung selama 8 jam dengan pembukaan 3 cm. 2. a.



Fase aktif: dibagi dalam 3 fase, yakni: Fase akselerasi, pembukaan menjadi 4 cm dalam waktu 2 jam.



b. Fase dilatasi maksimal, pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm dalam waktu 2 jam. c. Fase deselerasi, pembukaan dari 9 cm hingga lengkap dalam waktu 2 jam. Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida, fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi menjadi lebih pendek. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada primigravida, ostium uteri internum akan membuka terlebih dahulu, sehingga serviks akan membuka dan menipis. Kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit membuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Ketuban akan pecah dengan sendiri jika pembukaan hampir atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm disebut ketuban pecah dini. Kala I telah selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada pda primigravida kala I berlangsung kira-kira 14 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam. Kala II Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2-3 menit sekali. Dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul dan pada his dirasakan tekanan pada otototot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan, tekanan pada rektum meningkat dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva dalam waktu his. Pada saat kepala mengadakan defleksi, tangan kiri menahan belakang kepala (agar defleksi tidak terlalu cepat), tangan kanan menahan perineum. Dengan perlahan-lahan kepala lahir dimulai dari UUB, dahi, hidung, mulut, dagu hingga seluruh kepala melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1 jam dan pada multipara berlangsung rata-rata setengah jam. Kala III Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan perdarahan per vaginam. Bila lebih dari 30 menit plasenta belum lahir, disebut retensio plasenta. Kala IV



Kala IV berlangsung sampai 1 jam setelah plasenta lahir. Pada kala ini dilakukan pengawasan terhadap perdarahan post partum. Sekalipun diberikan oksitosin, perdarahan postpartum akibat atonia uterus paling mungkin terjadi saat ini. Demikian pula daerah perineum harus diperiksa untuk mendeteksi perdarahan yang banyak.