Kimia Koordinasi Teori Medan Kristal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Teori Medan Kristal Teori medan kristal adalah satu teori yang paling bermanfaat untuk menjelaskan struktur elekktronik kompleks. Kompleks oktahedral berbilangan koordinasi enam Lima orbital d dalam kation logam transisi terdegenerasi dan memiliki energi yang sama.



Gambar 6.4 Perubahan energi elektronik selama proses pembentukan kompleks. Medan listrik negatif yang sferik di sekitar kation logam akan menghasilkan tingkat energi total yang lebih rendah dari tingkat energi kation bebas sebab ada interaksi elektrostatik. Interaksi repulsif antara elektron dalam orbital logam dan medan listrik mendestabilkan sistem dan sedikit banyak mengkompensasi stabilisasinya (Gambar 6.4).



Gambar 6.5 Posisi ligan dalam koordinat Catesius dengan atom logam di pusat koordinat. Kini ion tidak berada dalam medan negatif yang uniform, tetapi dalam medan yang dihasilkan oleh enam ligan yang terkoordinasi secara oktahedral pada atom logam. Medan negatif dari ligan disebut dengan medan ligan. Muatan negatif, dalam kasus ligannya anionik, atau ujung negatif (pasangan elektron bebas) dalam kasus ligan netral, memberikan gaya tolakan pada orbital d logam yang anisotropik bergantung pada arah orbital. Positisi kation logam dianggap pusat koordinat Cartesius (Gambar 6.5). Maka, orbital dx2-y2 dan dz2 berada searah dengan sumbu dan orbital dxy, dyz, dan dxz berada di antara sumbu. Bila ligand ditempatkan di sumbu, interaksi repulsifnya lebih besar untuk orbital eg (dx2-y2, dz2) daripada untuk orbital t2g (dxy,



dyz, dxz), dan orbital eg didestabilkan dan orbital t2g distabilkan dengan penstabilan yang sama. Dalam diskusi berikut ini, hanya perbedaan energi antara orbital t2g dan eg sangat penting dan energi rata-rata orbital-orbital ini dianggap sebagai skala nol. Bila perbedaan energi dua orbital eg dan tiga orbital t2g dianggap Δo, tingkat energi eg adalah +3/5Δo dan tingkat energi orbital t2g adalah -2/5Δo (Gambar 6.6). (Δo biasanya juga diungkapkan dengan 10 Dq. Dalam hal ini energi eg menjadi 6 Dq dan energi t2g -4 Dq).



Gambar 6.6 Pembelahan medan ligan dalam medan oktahedral dan tetrahedral. Ion logam transisi memiliki 0 sampai 10 elektron d dan bila orbital d yang terbelah diisi dari tingkat energi rendah, konfigurasi elektron t2g xeg y yang berkaitan dengan masing-masing ion didapatkan. Bila tingkat energi nol ditentukan sebagai tingkat energi rata-rata, energi konfigurasi elektron relatif terhadap energi nol adalah LFSE = (-0.4x+0.6y)Δ0 Nilai ini disebut energi penstabilan medan ligan (ligand field stabilization energy = LFSE). Konfigurasi elektron dengan nilai LFSE lebih kecil (dengan memperhitungkan tanda minusnya) lebih stabil. LFSE adalah parameter penting untuk menjelaskan kompleks logam transisi. Syarat lain selain tingkat energi yang diperlukan untuk menjelaskan pengisian elektron dalam orbital t2g dan eg adalah energi pemasangan. Bila elektron dapat menempati orbital dengan spin antiparalel, namun akan ada tolakan elektrostatik antar elektron dalam orbital yang sama. Tolakan ini disebut energi pemasangan (pairing energy = P). Bila jumlah elektron d kurang dari tiga, energi pemasangan diminimasi dengan menempatkan elektron dalam orbital t2g dengan spin paralel. Dengan demikian konfigurasi elektron yang dihasilkan adalah t2g1, t2g2, atau t2g3. Dua kemungkinan yang mungkin muncul bila ada elektron ke-empat. Orbital yang energinya lebih rendah t2g lebih disukai tetapi pengisian orbital ini akan memerlukan energi pemasangan, P.Energi totalnya menjadi -0.4Δo × 4 + p = -1.6Δo + P Bila elektron mengisi orbital yang energinya lebih tinggi eg, energi totalnya menjadi -0.4Δo × 3 + 0.6Δo = -0.6Δo Konfigurasi elektron yang akan dipilih bergantung pada mana dari keduanya yang nilainya lebih besar. Oleh karena itu bila Δo > P, t2g 4 lebih disukai dan konfigurasi ini disebut medan kuat atau konfigurasi elektron spin rendah. bila Δo < P, t2g3



eg1 lebih disukai dan konfigurasi ini disebut medan lemah atau konfigurasi elektron spin tinggi. Pilihan yang sama akan terjadi untuk kompleks oktahedral d5, d6, dan d7 dan dalam medan kuat akan didapat t2g5, t2g6, t2g6 eg1 sementara dalam medan lemah akan lebih stabil bila konfigurasinya t2g 3 eg2 , t2g4 eg2 , t2g5eg2. Parameter pemisahanmedan ligan Δo ditentukan oleh ligan dan logam, sementara energi pemasangan, P, hampirkonstan dan menunjukkan sedikit ketergantungan pada identitas logam. 2. Sifat kemagnetan  Diamagnetik (jika semua elektron berpasangan) : ditolak (amat lemah) oleh medan magnet  Paramagnetik (jika ada elektron yang tak berpasangan) : ditarik oleh medan magnet  Feromagnetik (pada Fe, Co, Ni): ditarik (sangat kuat) oleh medan magnet. Secara kuantitatif ditunjukkan oleh momen magnetik (µ) : µ = √[n(n+2)] BM dengan n = jumlah elektron tak berpasangan BM= Bohr Magneton (satuan untuk momenmagnetik) 3 Teori Ikatan Valensi Ikatan antara ion pusat dengan ligan merupakan ikatan koordinasi Struktur kompleks ditentukan oleh hibridisasi yang terjadi pada ion pusatnya. sp



→ linier



sp2 → trigonal planar sp3 → tetrahedral sp3d



→ bipiramida segitiga



sp3d2 → oktahedral dsp2 → bujur sangkar



Contoh : a. [CoF6]3- →



eksperimen : oktahedral, paramagnetik



27Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0 27Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0



Karena [CoF6]3- paramagnetik, maka harus ada elektron tak berpasangan dalam hal ini pada sub kulit 3d. Enam orbital kosong yaitu 4s, 4px, 4py, 4pz, 4dx2-y2, dan 4dz2 mengalami hibridisasi sp3d2 menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari FKarena orbital d yang terhibridisasi berasal dari luar (4d), maka disebut komplek orbital luar. hibridisasi sp3d2 b. [Co(NH3)6]3+ →



Eksperimen : oktahedral, diamagnetik



27Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0 27Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0 Karena [Co(NH3)6]3+ diamagnetik, maka semua elektron (pada sub kulit 3d) berpasangan, sehingga terdapat orbital koson pada sub kulit 3d yaitu orbital 3dx2-y2 dan 3dz2. Enam orbital kosong yaitu 3dx2-y2, 3dz2, 4s, 4px, 4py, 4pz, mengalami hibridisasi d2sp3 menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari NH3. Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari dalam (3d), maka disebut komplek orbital dalam. hibridisasi d2sp3 4 Teori Medan Kristal Dimulai dari struktur kompleks yang sudah pasti Ikatan antara ion pusat degan logam bersifat ionik Ligan berpengaruh terhadap tingkat energi orbital d Pengaruh ligan terhadap tingkat energi orbital d ü Orbital d dapat dibedakan menjadi 2 : orbital yang terdapat pada sumbu atom, yaitu dx2-y2 dan dz2 disebut orbital eg ; dan orbital yang berada di antara sumbu atom, yaitu dxy, dxz dan dyz disebut orbital t2g. ü Dalam struktur oktahedral, 6 ligan menempati titik-titik sudut bangun oktahedral yang terdapat pada sumbu atom. ü Secara keseluruhan 5 orbital pada subkulit d mengalami tolakan oleh ligan-ligan sehingga tingkat energinya naik. ü Orbital eg karena jaraknya lebih dekat mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g, sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d



menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g). ü Perbedaan tingkat energi antara eg dengan t2g disebut ∆o (10 Dq), yang besar kecilnya dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Jika medan ligan kuat maka ∆o besar, sedang jika medan ligan lemah ∆o kecil. ü Jika ∆o besar, maka orbital eg tidak terisi elektron sebelum orbital t2g terisi penuh, keadaan ini disebut spin rendah. ü Jika ∆o kecil, maka tingkat energi eg dan t2g dianggap sama elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron, keadaan ini disebut spin tinggi. Contoh : [CoF6]3- →



eksperimen : oktahedral, paramagnetik



F- merupakan ligan lemah (∆o kecil), maka 6 elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron. Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [CoF6]3- bersifat paramagnetik. [Co(NH3)6]3+ → Eksperimen : oktahedral, diamagnetik NH3 merupakan ligan kuat (∆o besar), maka keenam elektron memenuhi orbital t2g (semuanya berpasangan). Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [Co(NH3)6]3+ bersifat diamagnetik. 5 Faktor-faktor yang mempengaruhi ∆o Sebanding dengan besarnya muatan ion pusat : Fe3+ > Fe2+ Sebanding dengan ukuran orbital d : 5d > 4d > 3d Jumlah dan geometri ligan : 6 ligab oktahedral > 4 ligan tetrahedral/bujur sangkar Berbanding terbalik dengan ukuran ligan Deret spektrokimia : Ligan kuat



Ligan sedang



Ligan lemah



CO, CN- > phen > NO2- > en > NH3 > NCS- > H2O > F- > RCOO- > OH- > Cl- > Br> I-



6 Energi Penstabilan Medan Kristal Persamaan energi potensial klasik : E ≈ Q1Q2/R Persamaan tersebut cocok untuk ikatan pada senyawa ionik yang melibatkan logamlogam alkali, akan tetapi tidak cocok (terlalu kecil) jika dibanding dengan data eksperimen pada ikatan senyawa kompleks, seolah-olah di sini ada energi penstabilan tambahan. Energi penstabilan ini terkait dengan terjadinya splitting orbital d sehingga disebut Energi Penstabilan Medan Kristal (Crystallin Field Stabilization Energy, CFSE).



CFSE dihitung dengan pedoman : penambahan CFSE sebesar 0,4∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital t2g dan pengurangan CFSE sebesar 0,6∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital eg.



7 Pola Pembelahan Orbital d Pada Berbagai Struktur Kompleks Kompleks Oktahedral Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g). Kompleks Tetragonal Tetragonal merupakan oktahedral cacat (terdistorsi) dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z berjarak lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2, dxz dan dyz tingkat energinya turun, sedang orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya naik. Kompleks bujur sangkar Kompleks bujur sangkar dapat dipandang sebagai distorsi ekstrim dari kompleks oktahedral, dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z ditarik semakin jauh dari ion pusat. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2, dxz dan dyz tingkat energinya semakin turun, sebaliknya orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya semakin naik.



Kompleks tetrahedral Pada kompleks tetrahedral keempat ligan menempati titik-titik sudut tetrahedral yang berada di antara sumbu atom. Akibatnya Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih lemah (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibanding t2g). Pola pembelahan orbital d pada keempat struktur kompleks tersebut disajikan pada Gambar berikut :



8 Warna Senyawa Kompleks Warna pada senyawa kompleks disebabkan oleh terjadinya perpindahan elektron pada orbital d, yaitu dari orbital yang tingkat energinya lebih rendah ke orbital yang tingkat energinya lebih tinggi ; misalnya dari t2g ke eg (pada kompleks oktahedral) atau dari eg ke t2g (pada kompleks tetrahedral). Perpindahan elektron tersebut dimungkinkan karena hanya memerlukan sedikit energi, yaitu bagian dari sinar tampak (pada panjang gelombang tertentu). Warna yang muncul sebagai warna senyawa kompleks tersebut adalah warna komplemen dari warna yang diserap dalam proses eksitasi tersebut. Misalnya larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet, hal ini disebabkan oleh karena untuk proses eksitasi elektron pada orbital d (dari t2g ke eg) memerlukan energi pada panjang gelombang 5000 Ao yaitu warna kuning. Karena komplemen warna kuning adalah violet, maka larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet. Spektra absorpsi larutan Ti(H2O)63+ disajikan pada gambar berkut : 9 Teori Orbital Molekul Ikatan kimia terbentuk melalui kombinasi linier yaitu penembahan dan pengurangan orbital-orbital atom (Linear Combination of Atomic Orbital, LCAO). 2 orbital atom yang berkombinasi linier akan menghasilkan orbital molekul, yaitu 1 orbital ikatan yang tingkat energinya lebih rendah dan 1 orbital anti ikatan yang tingkat energinya lebih tinggi. Awan elektron pada orbital ikatan terdapat pada ruang antara dua inti atom yang berikatan sehingga ditarik oleh kedua inti atoom tersebut, sedang untuk orbital anti ikatan, awan elektron terdapat di sebelah kanan dan kiri molekul yang terbentuk sehingga hanya ditarik oleh salah satu atom. Orbital ikatan menghasilkan pembentukan ikatan, sedang orbital anti ikatan menentang terjadinya ikatan. Jika orbital yang berkombinasi linier sejajar dengan sumbu antar inti dihasilkan ikatan σ, sedang jika tegak lurus dihasilkan ikatan π. Kombinasi linier antara 2 orbital s dan antara 2 orbital p disajikan pada diagram berikut: Jumlah pasangan elektron pada orbital ikatan dikurangi jumlah pasangan elektron pada orbital anti ikatan disebut orde ikatan. Syarat terbentuknya ikatan adalah : orde ikatan > 0. Unsur-unsur gas mulia tidak stabil sebagai molekul diatomik karena orde ikatannya 0.



Perbedaan tingkat energi antara orbital anti ikatan dengan orbital ikatan tergantung pada seberapa banyak overlapping orbital terjadi. Diagram orbital molekul untuk H2 dab He2+ disajikan pada gambar berikut: Untuk ikatan antara atom yang berbeda (heteronuklir), unsur yang lebih elektronegatif memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Besarnya perbedaan tingkat energi antara kedua atom sebanding dengan karakter ionik ikatan yang tebentuk, sedang besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul sebanding dengan karakter kovalennya. Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul juga mencerminkan sebarapa besar overlapping yang terjadi antara kedua atom. Diagram tingkat energi orbital molekul heteronuklir AB dissjikan pada diagram berikut : Diagram tingkat energi orbital molekul pada [CoF6]3- dan [Co(NH3)6]3+ disajikan pada gambar berikut. Orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami overlapping dengan ligan (membentuk orbital ikatan dan anti ikatan) karena posisinya dekat dengan ligan, sedang orbital-orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) tidak mengalami overlapping (orbital tan-ikatan) karena posisinya yang jauh dari ligan. Overlapping antara orbital 4s dengan ligan lebih sempurna sehingga tingkat energi σs paling rendah kemudian diikuti σp dan σd. Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital σd* dengan orbital t2g disebut ∆o. Jika ∆o kecil (misal pada [CoF6]3-) maka pengisian elektron mengikuti aturan Hund, tetapi jika ∆o besar (misal pada [Co(NH3)6]3+) maka orbital t2g harus terisi penuh terlebih dulu sebelum pengisian orbital σd*. Berbeda dengan teori medan kristal yang menyatakan bahwa splitting orbital d disebabkan oleh interaksi ionik antara orbital d dengan ligan, dalam teori orbital molekul splitting disebabkan oleh interaksi kovalen (overlapping) antara orbital eg dengan ligan. Semakin sempurna overlapping tersebut tingkat energi orbital σd* semakin besar yang berarti juga se makin besarnya ∆o.



Geometri molekul oktahedral Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas



Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian



Geometri molekul oktahedral



Contoh



SF6, Mo(CO)6



Kelompok titik



Oh



Bilangan sterik



6



Bilangan koordinasi



6



Sudut ikatan



90°



μ (Polaritas)



0



Struktur belerang heksafluorida, contoh molekul dengan geometri koordinasi oktahedral.



Dalam kimia, geometri molekul oktahedral menggambarkan bentuk senyawa dengan enam atom atau kelompok atom atau ligan yang tersusun secara simetris di sekitar atom pusat, yang menentukan simpul simpul oktahedron. Oktahedron memiliki delapan muka, maka diberi awalan oktayang berarti delapan. Oktahedron adalah salah satu padatan Platonis, walaupun molekul oktahedral biasanya memiliki atom di pusatnya dan tidak ada ikatan antara atom-atom ligan. Suatu oktahedron sempurna termasuk dalam kelompok titik Oh. Contoh senyawa oktahedral adalah belerang heksafluorida SF6 dan molibdenum heksakarbonil Mo(CO)6. Istilah "oktahedral" digunakan agak longgar oleh kimiawan, dengan fokus pada geometri ikatan ke atom pusat dan tidak mempertimbangkan perbedaan di antara ligan sendiri. Misalnya, [Co(NH3)6]3+, yang tidak oktahedral dalam pengertian matematis karena orientasi ikatan N-H, tetap disebut sebagai oktahedral.[1] Konsep geometri koordinasi oktahedral dikembangkan oleh Alfred Werner untuk menjelaskan stoikiometri dan isomerisme pada senyawa koordinasi. Pandangannya memungkinkan kimiawan untuk merasionalisasi jumlah isomer dalam senyawa koordinasi. Kompleks logam transisi oktahedral yang mengandung amina dan anion sederhana sering disebut sebagai kompleks tipe Werner.



Isomerisme dalam kompleks oktahedral Bila dua atau lebih jenis ligan (La, Lb, ...) berikatan koordinasi ke pusat logam oktahedral (M), maka kompleksnya dapat berbentuk sebagai isomer. Sistem penamaan isomer ini bergantung pada jumlah dan susunan ligan yang berbeda.



cis dan trans[sunting | sunting sumber] Terdapat dua isomer untuk MLa4Lb2. Isomer MLa4Lb2 ini berorientasi cis, jika ligan Lb saling berdekatan, dan trans, jika gugus Lb berada 180° satu sama lain. Analisis kompleks semacam ini membawa Alfred Werner memenangkan Anugerah Nobel pada tahun 1913 dengan postulat kompleks oktahedralnya.



cis-[CoCl2(NH3)4]+



trans-[CoCl2(NH3)4]+



Isomer muka dan meridional[sunting | sunting sumber] Terdapat dua isomer yang mungkin terjadi untuk MLa3Lb3 – isomer muka (bahasa Inggris: facial) (fac) yang mana masing-masing kelompok tiga ligan yang identik terletak pada permukaan oktahedron yang sama mengelilingi atom logam, sehingga, dua dari tiga ligan ini berorientasi cis. Sedangkan isomer meridional (mer) adalah kondisi ketika tiga ligan yang identik terletak pada satu bidang datar yang menembus atom logam. 



fac-[CoCl3(NH3)3]







mer-[CoCl3(NH3)3]



Kekhiralan Senyawa kompleks yang lebih rumit, dengan beberapa ligan yang berbeda-beda atau dengan ligan bidentat dapat membentuk khiral, dengan pasangan isomer yang tidak dapat ditumpangkan di atas masing-masing bayangan cermin atau enensiomernya. 



Δ-[Fe(ox)3]3−







Λ-[Fe(ox)3]3−







Δ-cis-[CoCl2(en)2]+







Λ-cis-[CoCl2(en)2]+



Lain-lain[sunting | sunting sumber] Terdapat total enam isomer yang mungkin untuk MLa2Lb2Lc2.[2] 1. Satu isomer di mana seluruh tiga pasang ligan yang identik berada pada posisi trans 2. Tiga isomer berbeda di mana sepasang ligan identik (La atau Lb atau Lc) berada pada posisi trans, sementara dua lainnya cis. 3. Dua ismoer khiral enansiomer di mana seluruh tiga pasang ligan yang identik pada posisi cis. Jumlah probabilitas isomer dapat mencapai 30 untuk kompleks oktahedral dengan 6 ligan yang berbeda (sebaliknya, hanya dua stereoisomer yang mungkin untuk kompleks tetrahedral dengan empat ligan yang berbeda). Tabel berikut menyajikan seluruh kemungkinan kombinasi untuk ligan monodentat: Rumus



Jumlah isomer Jumlah pasangan enansiomer



ML6



1



0



MLa5Lb



1



0



MLa4Lb2



2



0



MLa4LbLc



2



0



MLa3Lb3



2



0



MLa3Lb2Lc



3



0



MLa3LbLcLd



5



1



MLa2Lb2Lc2



6



1



MLa2Lb2LcLd



8



2



MLa2LbLcLdLe



15



6



MLaLbLcLdLeLf 30



15



Jadi, semua 15 diastereomer MLaLbLcLdLeLf adalah khiral, sementara untuk MLa2LbLcLdLe, enam diastereomer khiral dan tiga tidak (dengan La adalah trans). Dapat dilihat bahwa koordinasi oktahedral memungkinkan kompleksitas yang jauh lebih besar daripada tetrahedron yang mendominasi kimia organik. MLaLbLcLd tetrahedron berada sebagai pasangan enansiomer tunggal. Agar menghasilkan dua diastereomer dalam senyawa organik, dibutuhkan sekurangkurangnya dua pusat karbon.



Geometri trigonal prismatik[sunting | sunting sumber] Untuk senyawa dengan rumus MX6, alternatif utama untuk geometri oktahedral adalah geometri trigonal prismatik, yang memiliki simetri D3h. Dalam geometri ini, enam ligan juga ekivalen. Terdapat juga prisma trigonal prisma terdistorsi, dengan simetri C3v. Contoh yang menonjol adalah W(CH3)6. Interkonversi kompleks Δ– dan Λ–, yang biasanya berjalan lambat, diperkirakan berlangsung melalui intermediat trigonal prismatik, sebuah proses yang disebut "puntiran Bailar" (Bailar twist). Jalur alternatif untuk rasemisasi kompleks ini adalah puntiran Ray-Dutt (Ray-Dutt twist).



Geometri molekul bioktahedral[sunting | sunting sumber] Pasangan oktahedra dapat disatukan dengan cara mengganti ligan terminal dengan jembatan ligan. Dengan cara ini geometri koordinasi oktahedral tetap terjaga. Dua motif umum untuk memadukan oktahedra adalah: berbagi tepi dan berbagi muka. Bioktahedra berbagi tepi dan wajah masing-masing memiliki rumus [M2L8(μ-L)]2 dan M2L6(μ-L)3. Versi polimer dari pola penautan yang sama memberi stoikiometri [ML2(μ-L)2]∞ dan [M(μ-L)3]∞. Berbagi tepi atau muka pada oktahedron memberi struktur yang disebut bioktahedral. Banyak senyawa logam pentahalida dan pentaalkoksida yang ada dalam larutan dan padatan mempunyai struktur bioktahedral. Salah satu contohnya adalah niobium pentaklorida. Logam tetrahalida sering berada sebagai polimer dengan oktahedra berbagi tepi. Zirkonium tetraklorida adalah sebuah contoh.[3] Senyawa dengan rantai oktahedral berbagi muka mencakup MoBr3, RuBr3, dan TlBr3.







Model bola dan tongkatniobium pentaklorida, senyawa koordinasi bioktahedral.







Model bola dan tongkat zirkonium tetraklorida, suatu polimer anorganik berbasis oktahedra berbagi tepi.







Model bola dan tongkat molibdenum(III) bromida, suatu polimer anorganik berbasis oktahedra berbagi muka.







Tampilan agak di bawah rantai titanium(III) iodidayang menyoroti ligan berbentuk bulan sabit di sekitar oktahedra berbagi muka.



Pemisahan energi orbital-d dalam kompleks oktahedral[sunting | sunting sumber] Artikel utama: Teori medan ligan Untuk ion bebas, misalnya gas Ni2+ atau Mo0, energi orbital-d adalah sama, yaitu mereka "merosot". Dalam kompleks oktahedral, kemerosotan ini terangkat. Energi dz2 dan dx2−y2, yang disebut perangkat eg, yang menyasar langung pada ligan menjadi tidak stabil. Sebaliknya, energi orbital dxz, dxy, dan dyz, yang disebut perangkat t2g, terstabilkan. Label t2g and eg merujuk pada perwakilan taktereduksi (irreducible representation), yang menjelaskan sifat simetri orbital ini. Perbedaan energi yang memisahkan kedua himpunan ini adalah dasar dari teori medan kristal dan teori medan ligan. Hilangnya degenerasi pada pembentukan kompleks oktahedral dari ion bebas disebut pembelahan medan kristal atau pembelahan medan ligan. Perbedaan energi, yang diberi label Δo, bervariasi sesuai dengan jumlah dan sifat ligan. Jika simetri kompleks lebih rendah daripada oktahedral, tingkat eg dan t2g dapat terbelah lebih lanjut. Sebagai contoh, eg dan t2gdan misalnya mengalami pembelahan lanjutan pada trans-MLa4Lb2. Kekuatan ligan mengikuti urutan donor elektron sebagai berikut:



lemah: iodium < brom < fluor < asetat < oksalat < air < piridin < sianida :kuat Jadi, ligan medan lemah memberikan kenaikan Δo yang kecil dan menyerap cahaya pada panjang gelombang yang lebih panjang.



Reaksi[sunting | sunting sumber] Mengingat bahwa kompleks oktahedral sedemikian banyak, maka tidak mengherankan apabila berbagai macam reaksi telah dijelaskan. Reaksi-reaksi itu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:    



Reaksi penggantian ligan (melalui berbagai mekanisme) Reaksi penambahan ligan, termasuk di antaranya, protonasi Reaksi redoks (di mana elektron diperoleh atau dilepas) Penataan ulang di mana stereokimia relatif ligan berubah dalam ruang koordinasi.



Banyak reaksi kompleks logam transisi oktahedral terjadi dalam air. Bila ligan anionik menggantikan molekul air yang terkoordinasi, reaksinya disebut anasi. Reaksi sebaliknya, air yang menggantikan ligan anionik, disebut akuasi. Sebagai contoh, [CoCl(NH3)5]2+ perlahan-lahan terakuasi menjadi [Co(NH3)5(H2O)]3+ dalam air, terutama dengan adanya asam atau basa. Penambahan HCl pekat mengubah kembali kompleks aquo menjadi klorida, melalui proses anasi.



Kompleks tetrahedral Kompleks tetrahedral memiliki empat ligan di sudut tetrahedral di sekitar atom pusat. [CoX4]2- (X= Cl, Br, I), Ni(CO)4, dsb. adalah contoh-contoh komplkes berbilangan oksidasi 4 (Gambar 6.5). Bila suatu logam ditempatkan di titik nol sumbu Cartesian, seperti dalam kompleks oktahedral, orbital e(dx2-y2, dz2) terletak jauh dari ligan dan orbital t2 (dxy, dyz, dxz) lebih dekat ke ligan. Akibatnya, tolakan elektronik lebih besar untuk orbital t2, yang didestabilkan relatif terhadap orbital e. Medan ligan yang dihasilkan oleh empat ligan membelah orbital d yang terdegenerasi menjadi dua set orbital yang terdegenarsi rangkap dua eg dan yang terdegenarsi rangkap tiga tg (Fig. 6.6). Set t2 memiliki energi +2/5 ∆t dan set e memiliki enegi -3/5 ∆t dengan pembelahan ligan dinyatakan sebagai ∆t. Karena jumlah ligannya hanya 4/6 = 2/3 dibandingkan jumlah ligan dalam kompleks oktahedral, dan tumpangtindih ligannya menjadi lebih kecil maka pembelahan ligan ∆t sekitar separuh ∆o. Akibatnya, hanya konfigurasi elektron spin tinggi yang dikenal dalam kompleks tetrahedral. Energi pembelahan ligan dihitung dengan metoda di atas sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 6.2.



Efek Jahn-Teller Bila orbital molekul poliatomik nonlinear terdegenerasi, degenerasinya akan dihilangkan dengan mendistorsikan molekulnya membentuk simetri yang lebih rendah dan akhirnya energinya lebih rendah. Inilah yang dikenal dengan efek Jahn-Teller dan contoh khasnya adalah distorsi tetragonal dari kompleks oktahedral kompleks Cu2+ heksakoordinat. Ion Cu2+ memiliki konfigurasi d9 dan orbital eg dalam struktur oktahedral diisi oleh tiga elektron. Bila orbital eg membelah dan dua elektron menempati orbital yang lebih rendah dan satu elektron di orbital yang lebih atas, sistemnya akan mendapatkan energi sebesar separuh perbedaan energi, δ, dari pembelahan orbital. Oleh karena itu distorsi tetragonal dalam sumbu z disukai.



Pengukuran harga iod Bilangan iodium dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang diikat oleh 100 gram minyak atau lemak. Penentuan Bilangan iodium dapat dilakukan dengan cara Hanus atau cara Kaufmaun dan cara Von Hubl atau cara Wijs (Sudarmadji dkk, 1997). Pada cara Hanus, larutan iod standarnya dibuat dalam asam asetat pekat (glasial) yang berisi bukan saja iod tetapi juga iodium bromida. Adanya iodium bromida dapat mempercepat reaksi. Sedang cara Wijs menggunakan larutan iod dalam asam asetat pekat, tetapi mengandung iodium klorida sebagai pemicu reaksi (Winarno, 1997).



Perhitungan bilangan Iod dengan rumus : Bilangan Iod =



V2− V1 x N x 12,69 W



Keterangan : V1 adalah volume titrasi contoh uji, dinyatakan dalam mililiter. V2 adalah volume titrasi blangko, dinyatakan dalam mililiter. N adalah normalitas Na2S2O3. W adalah berat contoh uji, dinyatakan dalam gram. 12,69 adalah bobot setara dari bilangan iod. 126,9 adalah berat atom bilangan iod.