Kitab Jami Ahadits Al Qudsiyah Studi Kit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STUDI KITAB JĀMI’ AL AḤĀDĪTS AL QUDSĪYAH KARYA ‘ISHĀM AL DĪN AL SHABĀBITĪ Oleh: Hanief Monady, S.Th.I



A. PENDAHULUAN Banyak karya para ulama klasik, menengah, dan kontemporer yang membahas mengenai hadis nabi Muhammad SAW. Karya tersebut dikategorikan menjadi beberapa macam, yakni kitab hadis primer, kitab hadis sekunder, kitab hadis tersier, kitab campuran dengan ilmu penunjang agama Islam yang lainnya, dan lain sebagainya. 1 Salah satu dari sekian kitab tersebut, adalah kitab yang berjudul “Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah”. Kitab yang berisikan hadis-hadis qudsī, yakni hadis dari nabi Muhammad SAW yang melalui nabi sebagai perantara dari perkataan Allah SWT. Untuk lebih jelasnya, akan penulis bahas lebih lanjut pada bagian isi makalah ini. Kitab tersebut ditulis dan disusun oleh ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī. Seorang ulama yang mencari dan mengumpulkan hadis-hadis qudsī dari banyak kitab ke dalam satu kitab, yakni “Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah”. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kitab, ada baiknya untuk lebih mengenal sang pengarang, yaitu ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī. B. BIOGRAFI ‘ISHĀM AL DĪN AL SHABĀBITĪ Penulis kesusahan dalam mencari biografi pengarang kitab “Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah”, yaitu ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī. Penulis hanya berhasil menemukan beberapa hal, yaitu nama panjang, kota asal, dan kegiatan keagamaan beliau. Nama panjang beliau adalah Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, berasal dari kota Almenia, Mesir.2 Beliau juga aktif dalam mengisi kegiatan keagamaan dan telah disebarluaskan melalui video di situs www.youtube.com.3



Kuliah perdana mata kuliah “Studi Kitab Hadis” dengan Prof. Dr. Suryadi, M.Ag pada tanggal 19 September 2015, dan mata kuliah “Proposal Tesis” dengan Dr. Nurun Najwah, M.Ag pada tanggal 18 September 2015. 1



2



Dari situs www.wikimapia.org, http://wikimapia.org/9385192/ar/-‫عصام‬-‫الشيخ‬-‫االسالمي‬-‫الداعية‬-‫مننزل‬ ‫الصبابطي‬-‫الدين‬, diakses pada tanggal 2 Oktober 2015. 3



Bisa dicari dengan kata kunci “‫”عصام الدين الصبابطي‬.



1



2 C. HADIS QUDSĪ MENURUT ‘ISHĀM AL DĪN AL SHABĀBITĪ 1. Definisi Hadis Qudsī Dan Perbedaanya dengan Alquran dan Hadis Nabi SAW Menurut beliau, hadis qudsī adalah apa yang diriwayatkan dari nabi Muhammad SAW dari Tuhannya dari selain rangkaian ayat Alquran, aturannya, dan mukjizatnya, melainkan lebih seperti aturan dan susunan kata seperti hadis nabi Muhammad SAW. Menurutnya, hadis qudsī tersusun dalam kalimat yang bernuansa sunnah nabawīyah sebab periwayatnya atau penyampainya adalah nabi Muhammad SAW. Namun beliau mengatakan, bahwa ulama berbeda pendapat tentang apakah hadis qudsī ini dinisbatkan kepada Allah SWT secara literal (lafzhīyi) dan maknanya, atau hanya maknanya saja (ma’nawīyi).4 Definisi yang lebih umum dinyatakan oleh Muhammad ‘Ajaj Al Khathib, beliau mengatakan bahwa hadis qudsī atau hadis ilāhī adalah setiap hadis yang mengandung penyandaran dari Rasulullah SAW kepada Allah SWT.5 Dengan demikian setiap hadis yang ada kalimat seperti “qāla Allāh azza wa jalla”, “qāla Allāh ta’ālā”, “yaqūlu Allāh ta’ālā”, atau lain sebagainya, adalah merupakan hadis qudsī. Definisi ini didukung pula oleh Muhammad Hasbi Al Shiddieqy dalam buku beliau yang berjudul “Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits” dan oleh Al Thībī yang juga dikutip oleh Muhammad Hasbi Al Shiddieqy.6 Al Kirmānī mengatakan bahwa hadis qudsī juga disebut sebagai hadis ilāhī dan hadis rabbānī.7 Perbedaan hadis qudsī dengan Alquran, seperti yang dikutip oleh Muhammad Hasbi Al Shiddieqy dari Abū Al Baqā Al Ukbārī, adalah Alquran merupakan wahyu yang lafal dan maknanya dari Allah SWT, sedangkan hadis qudsī ialah wahyu yang lafalnya dari nabi Muhammad SAW dan maknanya dari Allah SWT,



4 Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah (Kairo: Dār Al Riyān Li Al Turāts, Tth), juz. 1, hal. 13.



Muhammad ‘Ajaj Al Khathib, Ushul Al Hadits: Pokok-Pokok Ilmu Hadits (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013), hal. 9. 5



6



Teungku Muhammad Hasbi Al Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), hal. 18. 7



Teungku Muhammad Hasbi Al Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, hal. 18.



3 serta hadis qudsī hanya diturunkan lewat jalan ilham atau jalan mimpi.8 Pernyataan ini juga didukung oleh Al Mullā ‘Alī bin Muḥammad Al Qārī seperti yang dikutip oleh M. Quraish Shihab dalam buku beliau yang berjudul “40 Hadits Qudsi Pilihan”.9 Adapun perbedaan hadis qudsī dengan hadis nabi adalah hadis qudsī dinisbatkan kepada Allah SWT dan nabi Muhammad SAW hanya menceritakan dan meriwayatkannya dari Allah SWT, sedangkan hadis nabi dinisbatkan kepada nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu, hadis yang dinisbatkan kepada Allah SWT dibedakan dengan menyebut bahwa hadis itu adalah hadits qudsīyi atau hadits ilahīyi, yakni dinisbatkan kepada yang Dzat yang Maha Tinggi. Maka hadis yang dinisbatkan kepada nabi disebut dengan hadis nabawīyi. nabi Muhammad SAW juga bersabda,



:







10



2. Kedudukan Hadis Qudsī Menurut Al Shabābitī, hadis qudsī tidak memiliki kedudukan keistimewaan (I’jāz) yang kuat seperti halnya Alquran. Akan tetapi, hadis qudsī memiliki kedudukan dalam penisbatannya kepada Allah SWT, tesusun biasanya dalam topik-topik yang bernuansa spiritual, menempati posisi yang khusus untuk didengar, mudah diserap jiwa, dan mudah dipahami.11 Dengan demikian, bisa dipahami bahwa hadis qudsī punya kekhususan tersendiri dibandingkan dengan hadis nabawī. 8



Teungku Muhammad Hasbi Al Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, hal. 18.



9



M. Quraish Shihab, 40 Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 3.



10



Abū Dāwud, Sunan Abī Dāwud, kitab Al Sunnah, bab 6, hadis. 4606. Diambil dari CD Al Maktabah Al Syāmilah. Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 19. 11



4 Berikut adalah skema berdasarkan penisbatannya kepada Allah SWT.



Al Qur`ān Al Karīm



Hadis Qudsī Hadis Nabawī



3. Tema-Tema dan Tujuan Hadis Qudsī Menurut Al Shabābitī, hadis qudsī tidak dimaksudkan untuk menjelaskan hukumhukum fiqih, dan tidak pula untuk menjelaskan syariat-syariat ibadah seperti hadis nabawī. Akan tetapi, hadis qudsī lebih terpusat pada pembentukan, pembangunan, penguatan, dan pengajaran spiritual kemanusiaan (Al Nafs Al Insānīyah) dengan tujuan ketuhanan (Al Maqāshid Al Rabbānīyah). Sehingga hadis qudsī lebih memberikan (1) sebagian hal kejiwaan seperti ketaatan dan ibadah maḥbūbah, (2) peringatan tentang maksiat dan hal-hal yang mungkar, (3) anjuran kepada kebaikan, keutamaan-keutamaan, dan kemuliaan akhlak, (4) penghadapan jiwa pada kecintaan kepada Allah SWT dan meminta keridhaan-Nya, dan (5) kemauan akan Surga dan ketakutan pada Neraka.12 Hal ini bisa dilihat juga dengan penamaan hadis qudsī yang dinyatakan oleh ulama-ulama hadis. Oleh sebab itu pula, karena di dalam hadis qudsī lebih membahas mengenai ketuhaan dan hal-hal spiritualistik yang menyangkut kejiwaan dan batin dari manusia, maka hadis qudsī dinamakan juga dengan hadis rabbānī atau hadis ilahī. 4. Kitab-kitab Hadis Qudsī Sebelumnya dan Perbedaannya Dengan kitab Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah Berikut adalah beberapa kitab yang ditulis oleh ulama hadis sebelumnya mengenai kumpulan hadis-hadis qudsī. Kebanyakan kitab-kitab ini ditulis dalam



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 19-20. 12



5 kitab “Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah” sebagai informasi dari Al Shabābitī mengenai kajian kitab sebelumnya yang juga membahas mengenai hadis qudsī. Kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut: a. “Misykāt Al Anwār Fī Mā Ruwiya ‘An Allāh Subḥānah Min Al Akhbār” Kitab ini adalah karya Muḥyi Al Dīn Ibn Al ‘Arabī (w. 638 H). Kitab ini berisikan 101 hadis qudsī, dicetak pada tahun 1346 H/1927 M di Ḥalb.13 b. “Al Aḥādīts Al Qudsīyah Al ‘Arba’īnīyah” Karya Al Mullā ‘Alī bin Muḥammad Al Qārī (w. 1016 H). Kitab ini sebagaimana dapat dipahami dari judulnya, berisikan empat puluh hadis qudsī yang dipilih oleh sang pengarangnya.14 c. “Al Itḥāfāt Al Sunnīyah bi Al Aḥādīts Al Qudsīyah” Karya ‘Abd Al Ra`ūf Al Munāwī (w. 1031 H), yang berisikan 272 hadis, tersusun secara alfabetis dan telah dicetak di Kairo beberapa kali.15 d. “Al Itḥāfāt Al Sunnīyah Fī Al Aḥādīts Al Qudsīyah” Karya Muḥammad bin Maḥmūd Al Tharabzūnī Al Madanī (w. 1200 H). Berbeda dengan “Al Itḥāfāt” sebelumnya, Al Madanī menyebutkan bahwa beliau telah membaca apa yang telah dihimpun oleh Al Suyūthī dan Al Munāwī serta mengutip dari keduanya. Al Madanī telah berusaha untuk menghimpun apa yang diketahuinya dari hadis qudsī sehingga terkumpul hadis qudsī sebanyak 863 buah hadis dan Al Madanī menyatakan bahwa sebuah pengamatan



dan



penelitian



yang



komprehensif



mengharuskan



untuk



melakukan penambahan jumlah hadis qudsī yang dikumpulkan.16 e. “Al Aḥādīts Al Qudsīyah” Pada tahun 1389 H, telah terbit kitab terdiri dari dua jilid, dengan judul “Al Aḥādīts Al Qudsīyah” yang disusun oleh Lajnāt Al Qur`ān wa Al Ḥadīts, dari Al Majlis Al A’lā Li Al Syu’ūn Al Islāmīyah di Mesir. Di dalam kitab ini dihimpun hadis-hadis qudsī yang terdapat dalam Al Kutub Al Sittah, ditambah



13



M. Quraish Shihab, 40 Hadis Qudsi Pilihan, hal. 12.



14



M. Quraish Shihab, 40 Hadis Qudsi Pilihan, hal. 12.



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 20. 15



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 20-21. 16



6 dengan “Al Muwaththa`” Al Imām Malik. Menurut M. Quraish Shihab, karya tersebut merupakan karya ilmiah yang luas cakupannya dan detil dalam bidang hadis qudsī pada saat itu, dan mencakup 400 hadis qudsī termasuk di dalamnya riwayat-riwayat yang berbeda bagi setiap hadis qudsī jika perbedaan itu ditemukan.17 Adapun kitab “Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah”, dikatakan oleh Al Shabābitī, bahwa kitab ini berbeda dengan kitab kumpulan hadis qudsī sebelumnya. Perbedaan tersebut adalah: a. Kitab ini adalah kitab jāmi’. Sang pengarang menghimpun hadis qudsī yang berasal dari kitab “Al Shaḥīḥ” oleh Al Imām Al Bukhārī, “Al Shaḥīḥ” oleh Al Imām Muslim, “Sunan Al Tirmidzī”, “Sunan Abī Dāwud”, “Sunan Al Nasā`ī”, “Sunan Ibni Mājah”, “Al Muwaththa` Al Imām Malik”, “Musnad Abī Dāwud Al Thayālisī”, “Musnad Al Imām Al Syāfi’ī”, “Musnad Aḥmad”, “Musnad Abī Ya’lā”, “Sunan Abī ‘Āshim”, “Sunan Al Dāruquthnī”, “Sunan Al Baihaqī”, “Mustadrak Al Ḥākim”, “Shaḥīḥ Ibni Khuzaimah”, “Shaḥīḥ Ibnu Ḥibbān”, tiga kitab “Ma’ājim Al Thabrānī”, “Mushannaf ‘Abd Al Razāq”, “Syarḥ Al Sunnah” oleh Al Baghāwī, dan puluhan kitab lainnya. b. Kitab ini adalah kitab yang disusun dengan cara yang sudah dimudahkan dan di-taḥqīq. Kitab ini disusun berdasarkan tematik berdasarkan kitab-kitab dan bab, kemudian dibagi berdasarkan periwayat dari shaḥābah pada awal bab tersebut. c. Kitab ini adalah kitab yang telah di-tahqiq sanadnya. Hingga semua hadis dalam kitab ini telah ditetapkan kualitas sanad hadisnya. d. Kitab ini telah berisikan penjelasan kata-kata matan hadisnya, makna gharīb, atau apa yang berkaitan dengannya.18 Selanjutnya akan penulis paparkan isi kitab Jami’ Al Ahadits Al Qudsiyah.



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 21. 17



M. Quraish Shihab, 40 Hadis Qudsi Pilihan, hal. 12. Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 22-24. 18



7 D. KITAB JĀMI’ AL AḤĀDĪTS AL QUDSĪYAH Menurut penulis, kitab ini termasuk kitab yang sudah menggunakan metodologi penulisan kontemporer. Di dalamnya telah disusun dengan sangat sistematik dan jelas. Penyusunan dan pembagian hadis di dalamnya pun sangat mudah untuk dibaca. Mengawali kitabnya, beliau memberikan kata pengantar (muqaddimah) dengan panjang lebar. Beliau banyak mengutip ayat Alquran sebagai dasar motivasi beliau dalam menulis kitab ini. Pada bagian ini pula, beliau memberikan kata persembahan (Ihdā`) atas penulisan kitab ini. Kemudian beliau menuliskan khuthbah al ḥājah atas kitab. Kitab ini ditulis karena keprihatinan beliau mengenai banyaknya perusak (al mufsidūn) atas sunnah nabi Muhammad SAW. Dengan berbagai cara dan alasan, banyak orang yang mengatakan suatu pernyataan dan menyembunyikan pernyataan itu di balik “jubah” sunnah. Menyatakan sesuatu sebagai sunnah padahal sebenarnya itu bukan sunnah. Mengatakan kebohongan dan meletakkannya dengan emblem “Rasulullah SAW bersabda ...”. Sehingga ribuan hadis palsu bermunculan. Namun demikian, Allah SWT telah tetap menjaga agama Islam, dan mengikat sunnah dengan mereka yang berasal dari umat Islam yang terbaik. Para ulama telah meletakkan metodologi ilmiah yang rinci dan aturan-aturan kritis yang baik.19 Selanjutnya, para ulama hadis sebelumnya yang menulisi kitab kumpulan hadis qudsī tersebut, melakukan pengumpulan hadis qudsī, mencari riwayat-riwayat, melakukan kodifikasi hadis, mengkritisi rijāl al ḥadīts-nya, membersihkan matanmatannya dari ‘illah, dan menjelaskan hadis tersebut sebenar-benarnya, dan menambahkan penjelasannya dengan Ilmu Hadis. Sehingga kemudian, mereka bisa menyimpulkan kualitas hadisnya, shaḥīḥ-nya, dha’īf-nya, ‘ilal-nya, rijāl-nya, thabaqāt al ruwāt-nya, dan lain sebagainya yang memudahkan untuk cendikiawan dan ulama guna membedakan yang mana yang benar-benar dari nabi Muhammad SAW dan yang mana yang tidak benar dari nabi SAW.20 Al Shabābitī pada akhir pengantar ini mengatakan maka tujuan ditulisnya kitab ini adalah untuk memberitahukan bahwa banyak hadis qudsī yang bisa diambil para ulama dan cendikiawan untuk disampaikan kepada masyarakat umum dan mereka bisa Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 9. 19



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 9. 20



8 menerima hadis-hadis qudsī tersebut. Sehingga pada akhirnya, dengan adanya pengetahuan akan hadis qudsī ini, para pembaca bisa memperoleh keberkahan dan petunjuk dari Allah SWT dan sebagai umat Islam, para pembaca bisa memelihara sunnah Rasulullah SAW.21 Adapun rujukan atas kitab ini, akan penulis paparkan berdasarkan pada bahasan yang ada dalam kitab-kitab tersebut. Bahasan itu dibagi ke dalam kitab hadis, syarḥ-nya dan ilmu Hadis, kitab tafsir Alquran, kitab thabaqah dan al rijāl, kitab lughah, dan kitab gharīb al ḥadīts.22 Kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut: Bahasan Kitab Hadis, Syarḥ-nya, 1. dan Ilmu Hadis 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



9.



10. 11. 12. 13. 14. 15.



Kitab Rujukan “Shaḥīḥ Al Bukhārī” 33. “Musnad Abī Dāwud Al Thayālisī” “Fatḥ Al Bārī Syarḥ 34. “Al Mu’jam Al Kabīr” Shaḥīḥ Al Bukhārī” oleh Al Thabranī “Shaḥīḥ Muslim” 35. “Musnad Al Firdaus” oleh Al Dailamī “Shaḥīḥ Muslim bi Syarḥ 36. “Al Ihsān Bi Tartīb Shaḥīḥ Al Nawāwī” Ibni Ḥibbān” “Sunan Al Tirmidzī” 37. “Al Sunnah” oleh Aḥmad bin Ḥanbal “Sunan Abī Dāwud” 38. “Sunan Sa’īd bin Manshūr” “Sunan Al Nasā`ī bi 39. “‘Amāl Al Yaum wa Al Syarḥ Al Suyūthī” Lailah” oleh Ibni Al Sunnī “Sunan Ibni Mājah” 40. “Mukhtashar Al Syamā’il Al Muḥammadīyah” oleh Al Albānī “Mishbāḥ Al Zujājah Fī 41. “Al Jāmi’ Al Azhār” oleh Zawā`id Ibni Mājah Li Al Al Manawī Bushrī” “Al Muwaththa` Al Imām 42. “Al Shafāt” oleh Al Malik” Dāruquthnī “Musnad Aḥmad” 43. “Al Nuzūl” oleh Al Dāruquthnī “Musnad Aḥmad Bi 44. “Al Syukr” oleh Ibnu Abī Taḥqīq Aḥmad Syākir” Al Dunyā` “Al Sunan Al Kabīr” 45. “Musnad Khalīfah bin oleh Al Baihaqī Khiyāth” “Musnad Al Syāfi’ī” 46. “Ikrām Al Dhaif” oleh Ibnu Isḥāq Al Ḥarbī “Kasyf Al Atsār ‘An 47. “Al Farj Ba’da Al



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 10. 21



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 37-42. 22



9 Zawā`id Al Bazār”



17.



“Musnad” oleh Al 48. Ḥumaidī “Musnad Abī ‘Awānah” 49.



18.



“Sunan Al Dārimī”



19.



“Al Sunnah” oleh Ibnu 51. Abī ‘Āshim



20.



“Al Mu’jam Al Shaghīr” 52. oleh Al Thabrānī “Sunan Al Dāruquthnī” 53.



16.



21. 22. 23.



24. 25.



26.



27. 28.



29. 30.



Tafsir Alquran



50.



“Mukhtashar Sya’b Al 54. Īmān” oleh Al Baihaqī “Al Mushannaf” oleh 55. ‘Abd Al Razāq Al Shan’ānī “Ḥilyah Al Auliyā`” 56. “Mawārid Al Zhamān 57. Zawā`id Shaḥīḥ Ibni Ḥibbān” “Shaḥīḥ Ibni 58. Khuzaimah” “Al Tauḥīd” oleh Ibnu 59. Khuzaimah “Al Kunā Wa Al Asmā`” 60. oleh Al Daulabī “Al Adab Al Mufrad” 61. oleh Al Bukhārī “Al Mustadrak” oleh Al 62. Ḥākim Al Naisabūrī



31.



“Mukarram Al Akhlāq” 63. oleh Al Kharā`ithī



32.



“Akhlāq Al Nabī” oleh Abū Al Syaikh “Tafsīr Al Thabārī” 3. “Tafsīr Al Qurthubī”



1. 2.



Syiddah” oleh Ibnu Abī Al Dunyā “Al Targhīb wa Al Tarhīb” “Al Zuhd” oleh Aḥmad bin Ḥanbal “Al Mathālib Al ‘Āliyah Bi Zawā`id Al Masānid Al Tsamānīyah” oleh Ibnu Ḥajar “Majma’ Al Zawā`id wa Manba’ Al Fawā`id” oleh Al Haitsamī “Al Silsilah Al Shaḥīḥah” oleh Al Albānī “Shaḥīḥ Al Jāmi’ Al Shaghīr” “Dha’īf Al Jāmi’ Al Shaghīr” “Kanz Al ‘Amal” “Al Jāmi’ Li Sya’b Al Īmān” oleh Al Baihaqī “Al Mu’jam Al Ausath” oleh Al Thabrānī “Al Itḥāfat Al Sunnīyah Fī Al Aḥādīts Al Qudsīyah” oleh Al Madanī “Asbāb Al Nuzūl” oleh Al Wāḥidī Al Naisabūrī “Al Lālī Al Mashnū’ah Fī Al Aḥādīts Al Maudhū’ah” oleh Al Suyūthī “Silsilah Al Aḥādīts Al Dha’īfah” oleh Al Albānī “Al Fawā`id Al Majmū’ah Fī Al Aḥādīts Al Dha’īfah” oleh Al Syaukānī “Tanzīh Al Syarī’ah Al Marfū’ah ‘An Al Aḥādīts Al Syannī’ah wa Al Maudhū’ah” oleh Ibnu ‘Irāq Al Kanānī “Tafsīr Ibni Katsīr”



10 Al Thabaqāt dan Al 1. Rijāl 2.



3. 4. 5.



6. 7.



8.



9. 10. 11. 12. 13. 14. Lughah



1. 2. 3.



Gharīb Al Ḥadīts



1.



“Al Ishābah Fi Tamyīz 15. Al Shaḥābah” oleh Ibnu Ḥajar “Al Thabaqāt Al Kubrā” 16. oleh Ibnu Sa’d “Tahdzīb Al Tahdzīb” 17. oleh Ibnu Ḥajar “Taqrīb Al Tahdzīb” 18. oleh Ibnu Ḥajar “Lisān Al Mīzān” oleh 19. Ibnu Ḥajar “Al Jarḥ Wa Al Ta’dīl” 20. oleh Al Rāzī “Al Kāsyif” oleh Al 21. Dzahabī “Al Mughnī Fī Al Dhu’afā`” oleh Al Dzahabī “Mīzān Al I’tidāl” oleh Al Dzahabī “Tadzkirah Al Ḥuffāzh” oleh Al Dzahabī “Dzail Tadzkirah Al Ḥuffāzh” oleh Al Suyūthī “Al Majrūḥīn” oleh Ibnu Ḥibbān “Al Tārīkh Al Kubrā” oleh Al Bukhārī “Al Tārīkh Al Shughrā” oleh Al Bukhārī “Lisān Al ‘Arab” oleh Ibnu Manzhūr “Al Qāmūs Al Muḥīth” oleh Al Fairuzabadī “Asās Al Balāghah” oleh Al Zamakhsyarī “Al Nihāyah Fī Gharīb Al Ḥadīts” oleh Ibnu Al Atsīr Al Juzrī



22.



23. 24. 25. 26. 27.



“Tārīkh Baghdād” oleh Al Khathīb Al Baghdādī “Tahdzīb Tārīkh Dimasyqī Al Kubrā” oleh Ibnu ‘Asākir “Tahdzīb Al Asmā` wa Al Lughāt” oleh Al Nawāwī “Al Dhu’afā` Al Kabīr” oleh Al ‘Uqailī “Al Majmū’ Fī Al Dhu’afā` Wa Al Matrūkīn” “Al Marāsīl” oleh Al Rāzī “Al Kasyf Al Hatsīts ‘Amman Ramā Bi Wadh’i Al Ḥadīts” oleh Al Burhānī Al Dīn Al Ḥalbī “Al Ikmāl” oleh Ibnu Makulā “Ta’jīl Al Manfa’ah” oleh Ibnu Ḥajar “Tārīkh Al Tsiqāt” oleh Al ‘Ajlī “Al Jam’u Baina Rijāl Al Shaḥīḥain” “Al Bidāyah Wa Al Nihāyah” oleh Ibnu Katsīr “Khulāshah Tadzhīb Tahdzīb Al Kamāl”



4.



“Al Mu’jam Al Wasīth”



5.



“Al Shaḥīḥ” Jauharī



2.



“Al Fā`iq Fī Gharīb Al Ḥadīts” oleh Al Zamakhsyarī



oleh



Al



Selanjutnya akan penulis paparkan isi dari kitab “Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah”. Kitab ini terbagi ke dalam enam bagian (jūz), dengan jumlah keseluruhan kitab berisi 19 bab (kitāb), pada bagian pertama terdapat lima bab, bagian kedua terdapat tiga bab, bagian ketiga terdapat dua bab, bagian keempat terdapat enam bab,



11 bagian kelima terdapat dua bab, dan bagian keenam terdapat satu kitab. Berikut adalah pembagian bab hadis yang ada di dalam masing-masing kitab tersebut: Bagian I



II



III IV



V



VI



Bab Al Tauḥīd Wa Al Īmān Al Shalāh Al Infāq Wa Al Shadaqah Al Shaum Al Ḥajj Al Amr Bi Al Ma’rūf Wa Al Nahy ‘An Al Munkar 7. Al Jihād Fī Sabīl Allāh 8. Mā Nahā Allāh ‘Anhu 9. Al Dzikr Wa Al Du’ā` 10. Al Taubah Wa Al Inābah 11. Al Maut Wa ‘Adzāb Al Qubr 12. Al Qiyāmah 13. Al Syafā’ah 14. Ru`yah Allāh Yauma Al Qiyāmah 15. Rahmāt Allāh 16. Al Jannah 17. Al Birr Wa Ḥusn Al Khuluq 18. Al Anbiyā` Wa Al Sābiqīn Wa Mā Yakūnu Fī Ākhir Al Zamān 19. Al Fadhā`il Total Hadis Qudsī 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Jumlah bahasan 37 21 17 17 11 7 9 27 49 24 4 28 24 10 12 13 31 24 67



Jumlah hadis 231 hadis



116 hadis



195 hadis 216 hadis



182 hadis



210 hadis 1150 hadis



Dari skema di atas, dapat diperhatikan bahwa jumlah seluruh hadis qudsī yang dikumpulkan oleh Al Shabābitī dalam kitab ini adalah 1150 hadis. Pembagian tiap bagian dalam kitab ini pun dapat dilihat berdasarkan kepada topik bahasan dari tiap bagian. Pada bagian pertama, dibahas mengenai lima rukun Islam yang senantiasa dilaksanakan oleh tiap individu muslim, yaitu syahadat yang berisikan ajaran keimanan dan tauhid kepada Allah, shalat yang dilakukan setiap hari, infaq dan shadaqah bagi mereka yang memiliki harta, puasa yang wajib dilakukan oleh umat dalam bulan Ramadhan setiap tahunnya, dan haji yang dilaksanakan bagi mereka yang mampu. Pada bagian kedua, adalah hadis qudsī yang berkaitan dengan pembahasan mengenai amalan-amalan umat Islam yang berhubungan dengan sosial, yakni hubungan antara satu orang dengan orang yang lain, yaitu perintah kepada kebajikan dan larangan atas perbuatan buruk, jihad di jalan Allah, dan apa yang Allah larang dalam kehidupan sosial seorang muslim.



12 Pada bagian ketiga, adalah pembahasan mengenai ibadah setiap individu yang tidak berkaitan dengan batasan seperti tempat dan waktu, dengan artian bahwa ibadah tersebut dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja, yakni berdzikir kepada Allah, berdoa, bertaubat dan kembali kepada Allah jika melakukan hal yang berdosa atau maksiat. Pada bagian keempat, adalah hadis qudsī yang berkaitan dengan eskatologi, yakni hal-hal gaib yang tidak akan diketahui selama manusia masih hidup, seperti kematian, azab dalam kubur, hari kiamat, syafaat di akhir zaman, melihat Allah SWT, kasih sayang Allah SWT, dan Surga. Pada bagian kelima, adalah pembahasan yang berhubungan dengan perbuatan baik, akhlak dan perangai yang mulia, kisah-kisah mengenai para nabi dan mereka yang hidup sebelum masa nabi Muhammad SAW, dan apa yang akan terjadi di akhir zaman. Kemudian, pada bagian terakhir dari kitab ini, yaitu bagian keenam, adalah pembahasan mengenai keutamaan-keutamaan. E. BEBERAPA HAL YANG PENULIS TEMUKAN DARI KITAB JĀMI’ AL AḤĀDĪTS AL QUDSĪYAH Ada beberapa hal yang penulis temukan setelah membaca mengenai isi kitab “Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah” karya ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī ini, yaitu sebagai berikut: 1. Hadis qudsī senantiasa berbicara mengenai hal-hal yang menyangkut kejiwaan atau hal yang spiritual, dan hampir tidak menyentuh perihal muamalah atau sosial. Walaupun di dalam kitab ini ada bab-bab yang diberi judul dengan nama-nama ibadah syar’īyah Islam, seperti shalat dan puasa, namun isinya adalah hadis-hadis qudsī yang tidak membahas masalah praktek ibadah atau perihal fiqhīyah lainnya. Sebagai contoh adalah hadis qudsī yang ditulis oleh Al Shabābitī dalam kitabnya, pada bab Al Shaum berikut ini:



13



169



211



7 23



Hadis qudsī di atas adalah perihal kembalinya amal seorang yang berpuasa kepada Allah SWT. Bukan membahas mengenai tata-cara atau bagaimana caranya melaksanakan puasa, akan tetapi hadis qudsī di atas lebih menjelaskan kepada imbalan yang akan diterima oleh seorang yang berpuasa. Imbalan berpuasa ini menjadi hal yang spiritual karena hanya akan diketahui oleh Allah SWT sebagai Dzat yang memberikan imbalan, dan si orang yang berpuasa yang menjalankan ibadah puasanya di satu hari itu. Contoh yang lain, adalah hadis berikut ini,



148



8728 16 24



Hadis qudsī di atas membahas mengenai memberikan infaq atau shadaqah lebih baik dibandingkan jika harta tersebut ditahan. Hadis di atas tidak membahas mengenai masalah fiqhīyah mengenai infaq atau shadaqah seperti takaran



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 295. 23



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 259. 24



14 seseorang memberikan infaq atau kapan seseorang wajib melakukan shadaqah atau infaq, namun lebih membahas mengenai imbalan dari Allah SWT kepada seorang yang mengeluarkan infaq atau shadaqah-nya. 2. Setelah melihat sekilas hadis-hadis dalam kitab ini, ternyata kualitas sanadnya bermacam-macam. Bukan hanya hadis yang berkualitas shaḥiḥ, ternyata ada juga hadis qudsī yang berkualitas ḥasan atau pun dha’īf. Di atas sudah disampaikan hadis yang berkualitas shaḥīḥ, maka di bawah ini akan penulis lampirkan hadis yang berkualitas ḥasan, dha’īf, dha’īf jiddan, dan maudhū’. a. Hadis Qudsī berkualitas Ḥasan



6



56



3328 5 25



b. Hadis Qudsī berkualitas Dha’īf



7



2864 3 26



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 55. 25



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 58. 26



15 c. Hadis Qudsī berkualitas Dha’īf Jiddan



9



60



60 27



d. Hadis Qudsī berkualitas Maudhū’



328 64 238 28



3. Tidak ditemukan hadis qudsī dalam kitab ini yang diteliti kualitas dari segi matannya, semua kualitas hadis dalam kitab ini adalah kualitas dari segi sanad hadisnya. Hal ini penulis konfirmasi dengan melihat semua kualitas hadis yang ada di bagian pertama dari kitab ini, yakni dari kitab Al Tauḥīd Wa Al Īmān sampai dengan kitab Al Ḥajj. Bagian ini penulis pilih karena pada bagian ini terdapat hadis paling banyak dibandingkan bagian-bagian yang lainnya. Setelah melihat satu per satu kualitas hadis yang disampaikan oleh Al Shabābitī dalam bagian pertama tersebut, maka dari 231 hadis qudsī itu, terdapat 93 hadis qudsī yang berkualitas shaḥīḥ al sanad, 10 hadis qudsī berkualitas shaḥīḥ li ghairihi, 11 hadis qudsī berkualitas ḥasan al sanad, 5 hadis berkualitas ḥasan li



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 60. 27



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 488. 28



16 ghairihi, 68 hadis berkualitas dha’īf al sanad, 19 hadis qudsī berkualitas dha’īf jiddan, 8 hadis qudsī yang dikatakan sebagai hadis maudhū’, dan sisanya yaitu 17 hadis qudsī tidak beliau hukumkan kualitas sanadnya. Semua hadis qudsī yang diberikan kualitas hadisnya tersebut, adalah kualitas dari segi sanadnya saja. Namun ada beberapa hadis yang beliau hukumkan sanadnya, atas dasar adanya hadis pendukung lain yang matannya semakna dengan hadis-hadis yang kualitasnya lebih kuat.29 Demikian beberapa hal yang penulis temukan setelah membaca kitab ini secara ringkas dan umum. Masih ada kemungkinan bagi pembaca untuk menemukan suatu hal yang berbeda dengan apa yang penulis temukan. Semoga penelitian lebih lanjut dapat memberikan kontribusi lebih dalam hal ini. Selanjutnya, akan penulis paparkan kelebihan dan kekurangan kitab “Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah” yang bisa penulis temukan. F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KITAB JĀMI’ AL AḤĀDĪTS AL QUDSĪYAH 1. Kelebihan kitab “Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah” a. Kitab ini menjadi kitab yang berisikan hadis qudsī terbanyak sampai sejauh ini. Dibandingkan dengan kitab kumpulan hadis qudsī yang lainnya atau yang sebelumnya, kitab ini sangat jauh berada di depan. b. Secara keseluruhan kitab ini tersusun dengan rapi dan mudah untuk dibaca. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan tulis-menulis di dunia, terlebih yang berkembang di daerah tempat sang pengarang kitab ini berasal, yaitu Mesir. c. Dalam menghukumkan kualitas sanad suatu hadis, beliau memperhatikan ulama hadis lainnya yang juga telah menghukumkan kualitas sanad hadis tersebut. Di sebagian hadis, beliau melampirkan kualitas hadis yang diberikan oleh ulama lain seperti Al Ḥākim30, Al Dzahabī31, Al Albānī32, dan lain sebagainya.



Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 312-313. 29



Contoh lihat Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 83. 30



17 d. Selain memberikan kesimpulan kualitas sanad hadis setelah memperhatikan pendapat para ulama lainnya, beliau juga memberikan pendapat pribadi beliau terhadap sanad hadis tersebut. Beliau melampirkan di baris yang berbeda di bawah kualitas sanadnya dengan menuliskan “qultu” sebagai tanda bahwa kalimat tersebut adalah pendapat pribadi beliau.33 e. Selain melampirkan sumber hadis yang dikutip, beliau juga menambahkan takhrīj al ḥadits dari kitab-kitab hadis lain.34 f. Seperti yang ditulis di bagian pengantar kitab, bahwa dalam menjelaskan hadis-hadis yang gharib, beliau memberikan penjelasan atas kata-kata yang gharīb di bawah hadis tersebut, namun hanya di hadis yang memiliki kata gharīb saja.35 2. Kekurangan kitab “Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah” a. Tidak dilampirkannya biografi sang pengarang kitab, yaitu ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī. Padahal bagi seorang pembaca, biografi sangat penting untuk mengetahui dan mengenal lebih jauh mengenai sang pengarang kitab. b. Jika terdapat hadis yang kualitasnya berbeda-beda dari tiap ulama hadis dan sang pengarang menyimpulkan satu kualitas dari banyak kualitas tersebut, tapi tidak ada penjelasan atas metode yang dilakukan oleh sang pengarang dalam menyimpulkan kualitas sanad hadis itu. Sehingga tidak jelas dari mana kesimpulan itu berasal.



31 Contoh lihat Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 83.



Contoh lihat Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 90. 32



Contoh lihat Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 49, 52, dan lain sebagainya. 33



Contoh lihat Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 56. 34



Contoh lihat Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 57. 35



18 c. Sang pengarang hanya memberikan penjelasan dan syarḥ singkat untuk hadishadis qudsī yang kualitasnya shaḥīḥ saja.36 Adapun hadis yang kualitasnya di bawah shaḥīḥ, seperti shaḥīḥ li ghairihi dan seterusnya, maka pengarang hanya memberikan al takhrīj atas hadis, pendapat ulama sebelumnya, dan pendapat pribadi beliau tentang sanadnya saja, tanpa menjelaskan matannya, dan sedikit sekali dari hadis tersebut yang diberikan syarḥ dan ta’līq.37 d. Masih ada sebagian hadis yang kualitasnya masih dipertanyakan atau tidak dihukumkan oleh sang pengarang. Pengarang hanya memberikan tempat kosong atau memberikan tanda tanya (?) untuk mengisi tempat di bawah hadis itu. Hal ini kemungkinan karena di kitab yang menjadi sumber dari hadis tersebut juga tidak disebutkan sanad hadisnya.38 e. Terlepas dari ijtihad yang dilakukan oleh sang pengarang. Penulis mengatakan bahwa kitab ini hanya kumpulan hadis-hadis qudsī dari banyak kitab, disertai dengan al takhrīj, al taḥqīq, syarḥ al gharīb, atau ta’līq di sebagian hadis dalam kitab ini. Demikian kelebihan dan kekurangan yang penulis temukan, selanjutnya adalah penutup dari tulisan ini.



G. PENUTUP Demikian pembahasan mengenai kitab “Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah” karya Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī. Kitab ini merupakan usaha dan jerih payah ijtihad beliau dalam mengumpulkan hadis-hadis qudsī dari berbagai kitab dan disusun sedemikian rupa sehingga menjadi satu kitab utuh yang berisikan seribu lebih hadis qudsī. Usaha ini merupakan kepedulian oleh seorang ulama Muslim di dunia untuk belajar dan menjaga khazanah agama Islam. Oleh sebab itu, sebagai penutup bagi tulisan ini, penulis hanya dapat mengatakan bahwa usaha untuk mengembangkan, Contoh lihat Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 52. 36



Contoh lihat Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 88-89. 37



Contoh lihat Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī, Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah, juz. 1, hal. 115. 38



19 melestarikan, dan menjaga hadis nabi Muhammad SAW beserta dengan keilmuannya masih terus bisa dilakukan dan diusahakan sepanjang masa. Dengan demikian, hadis memiliki ruang lingkup yang sangat luas dan tidak akan selesai untuk dijelajahi dan dipelajari oleh cendikiawan dan sarjanawan, baik dari kalangan Muslim maupun yang non-Muslim. Salah satu upaya tersebut dapat dilihat dari keberhasilan ‘Ishām Al Dīn Al Shabābitī dalam mengumpulkan dan mengkodifikasi kembali hadis-hadis qudsī dari berbagai kitab, dan menjadikannya dalam satu kitab utuh, yaitu “Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah”.



20 DAFTAR PUSTAKA Khathib, Muhammad ‘Ajaj Al. 2013. Ushul Al Hadits: Pokok-Pokok Ilmu Hadits. Jakarta: Gaya Media Pratama. Shabābitī, Abū ‘Abd Al Raḥmān ‘Ishām Al Dīn Al. Tth. Jāmi’ Al Aḥādīts Al Qudsīyah: Mausū’ah Jāmi’ah Masyrūḥah Wa Muḥaqqaqah Wa Madzīlah Bi Fahāris ‘Ilmīyah. Kairo: Dār Al Riyān Li Al Turāts. Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi Al. 2009. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: Pustaka Rizki Putra. Shihab, M. Quraish. 2002. 40 Hadits Qudsi Pilihan. Jakarta: Lentera Hati. Kuliah “Studi Kitab Hadis” dengan Prof. Dr. Suryadi, M.Ag pada tanggal 19 September 2015. Kuliah “Proposal Tesis” dengan Dr. Nurun Najwah, M.Ag pada tanggal 18 September 2015.



CD Kepustakaan CD Al Maktabah Al Syāmilah. Abū Dāwud, Sunan Abī Dāwud.



Situs Internet www.wikimapia.org