Kliping Kisah Kejujuran Dan Menepati Janji [PDF]

  • Author / Uploaded
  • angie
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS KLIPING Peristiwa-Peristiwa yang Menggambarkan Kejujuran dan Menepati Janji



Disusun Oleh : Gina Celcilia IX A – 16



SMP NEGERI 1 GABUS TAHUN PELAJARAN 2022 / 2023



1. Kisah Kejujuran Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Saat dirinya masih remaja, Abdul Qadir hijrah dari Makkah ke Baghdad. Di kota berjuluk "Seribu Satu Malam" itu, ia ingin menuntut ilmu-ilmu agama. Ibundanya memberikan bekal uang sebanyak 40 dinar kepadanya. "Tatkala sampai di daerah Hamdan, rombongan kami dicegat sekelompok perampok," kata Syekh Abdul Qadir menuturkan. Salah seorang perampok menghunuskan pedangnya ke leher Abdul Qadir muda. "Apa yang kamu bawa!?" katanya. "Uang 40 dinar" jawabnya. Mendengar itu, si perampok mengira Abdul Qadir berkata selugas itu untuk membohonginya. Ia pun meninggalkan pemuda itu untuk kemudian menodongkan senjata ke anggota rombongan lain. Setelah itu, perampok itu pergi, tetapi datang lagi seorang di antara mereka. "Apa yang kamu bawa!?" gertaknya. Abdul Qadir pun mengatakan lagi, "Uang 40 dinar." Karena tak percaya, perampok itu pun kali ini membawa pemuda itu kepada pemimpinnya. Bos para perampok itu pun mengajukan pertanyaan yang sama. Abdul Qadir menjawab apa adanya. Lalu, pemimpin gerombolan itu berkata, "Apa yang membuatmu selalu berkata jujur? "Ibuku memerintahkanku untuk selalu berkata jujur, dan aku takut akan mengkhianatinya," jawab Abdul Qadir dengan tenang. Tiba-tiba, pemimpin kelompok perampok itu ketakutan, lalu berteriak dan menyobek bajunya."Kamu takut jika mengkhianati janji ibumu, sedangkan aku tidak takut telah mengkhianati Allah!" seru dia. Ia lalu memerintahkan para pengikutnya untuk mengembalikan semua yang telah diambil dari rombongan Abdul Qadir. "Sesungguhnya aku bertobat kepada Allah lewat dirimu, sekarang engkau adalah pemimpin kami" kata dia kepada Abdul Qadir. 2. Kisah Kejujuran Abdullah bin Mas’ud Abdullah bin Mas’ud merupakan seorang yang mempunyai sifat jujur. Sebelum memeluk agama islam Abdullah bin Mas’ud merupakan seorang penggembala kambing, ia menggembala kambing milik seorang petinggi Quraisy Uqbah bin Abi Muaith. Dari pagi hingga sore ia habiskan waktunya untuk menggembala. Pada suatu hari saat ia menjaga ternak, ada dua orang laki-laki paruh baya yang datang menghampirinya. Kedua laki-laki itu nampak haus dan begitu kelelahan. Mereka kemudian



memberi salam kepada Abdullah bin Masud dan memintanya untuk memerahkan susu kambing tersebut. Akan tetapi, Abdullah bin Masud menolak memberikan susu itu karena bukan miliknya. "Kambing-kambing ini bukan milik saya. Saya hanya memeliharanya," katanya dengan jujur. Mendengar jawaban itu, dua laki-laki tersebut tak memberikan bantahan. Walau pun sangat kehausan, mereka sangat senang dengan jawaban jujur si penggembala itu. Kegembiraan ini sangat jelas terlihat di wajah mereka. Ternyata kedua orang itu adalah Rasulullah dan sahabatnya Abu Bakar Ash Shiddiq. Hari itu, keduanya pergi ke pegunungan Mekah untuk menghindari siksaan dan perlakuan kejam kaum Quraisy. "Apakah kau mempunyai kambing betina yang belum dikawinkan?," tanya Rasulullah. "Ada," jawab Abdullah. Lalu Abdullah mengajak Rasulullah dan sahabatnya melihat seekor kambing betina yang masih muda. Kemudian, kaki kambing itu diikat. Rasulullah menyuapkan tangannya ke tubuh kambing tersebut sambil berdoa kepada Allah. Saat itulah turun rizki dari Allah. Tiba-tiba saja susu kambing itu mengalir sangat banyak. Abu Bakar segera mengambil sebuah batu cekung yang digunakan untuk menampung air susu hasil perahan. Mereka pun meminumnya bersama-sama. Setalah itu, Rasulullah berkata "kempislah". Seketika susu kambing menjadi kempis dan tidak mengeluarkan susu lagi. Abdullah bin Mas’ud pun takjub dan terkejut menyaksikan hal tersebut. Sebab kambing tersebut sebelumnya belum pernah mengeluarkan air susu. Tapi di depan matanya saat itu kambing tersebut malah mengeluarkan air susu yang banyak dan dinikmati bersama. Itu adalah karunia Allah ujar Rasulullah. Kemudian muncul kekaguman Abdullah bin Mas’ud kepada tamunya. Tak lama usai peristiwa itu, Abdullah kemudian memeluk agama Islam dan menjadi salah satu penghafal Al-quran terbaik.



3. Kisah Pembunuh yang Menepati Janji Hari itu udara berhembus lembut di kota Makkah dan Madinah. Menikmati suasana seperti itu, Umar bin Khattab bersama sahabat lainnya mengerjakan kewajibannya sebagai seorang khalifah. Tiba-tiba dua anak muda mengucapkan salam kepada Umar dan mendoakan kebaikan kepadanya, Umar membalas “Semoga demikian pula untuk kalian wahai anak muda” kata Umar kepada dua pemuda yang sedang memegang seorang laki-laki dengan kondisi tangan



terikat. Setelah menjawab salam, pandangan mata Umar tidak lagi tertuju pada dua anak muda tersebut, namun beralih kepada seseorang yang tangannya terikat yang datang bersamaan dengan dua anak muda itu. Meski mengetahui kondisi yang dianggap tidak adil, Umar tidak serta merta menyimpulkan. Umar tidak mendahului dengan bertanya pada dua pemuda mengapa



mereka



membawa



seseorang



kepadanya



dengan



tangan



terikat.



Kedua pemuda berkata “Wahai Amirul Mukmin, pemuda ini telah membunuh ayah kami” Kemudian, seseorang yang terikat tangannya berkata “Wahai Amirul Mukmin, dengarkan penjelasanku terlebih dahulu” pintanya. Pemuda yang terikat tangannya segera bercerita “Sebelum tiba disini, ia sedang menaiki seekor unta untuk pergi ke suatu tempat. Karena letih, pemuda yang terikat tangannya tertidur. Namun ketika bangun, ia mendapati untanya tidak ada disisinya kemudian aku mencarinya tidak jauh tempat dia tidur, dia melihat untanya sedang asyik memakan tanaman di sebuah kebun Lalu saya berusaha menghalaunya, tetapi unta itu tidak juga berpindah dari tempat dia berhenti tak lama kemudian, datanglah seseorang dan terus melempar batu ke arah untanya, lemparan itu tepat ke arah kepala untanya. Maka unta seketika itu juga mati” kata pemuda itu. Setelah melihat untanya mati akibat lemparan batu tersebut, ia marah. “Kemudian saya mengambil batu dan melempar batu tersebut ke arah orang yang melempar untaku itu” Tidak disangka batu tersebut mengenai kepalanya hingga lelaki itu terjatuh tersungkur dan meninggal. “Sebenarnya saya tidak berniat untuk membunuhnya” kata pemuda itu kepada Umar. Mendengar penjelasan sang pemuda, Umar memutuskan bahwa ganjaran atas perbuatannya adalah qisas, yaitu hukuman mati. Pemuda tersebut menerima keputusan Umar. “Wahai Amirul Mukminin, teagakkanlah hukum Allah, laksanakan qisas atasku. Aku ridho atas ketentuan Allah, tetapi ijinkan aku menunaikan semua amanah yang tertanggung dulu” Amanah yang tertanggung itu yakni dia masih memiliki seorang adik yang juga sudah ditinggalkan ayahnya. “Sebelum meninggal, ayahnya itu telah mewariskan harta dan saya menyimpannya



di



tempat



yang



tidak



diketahui



adik



saya”



kata



pemuda



itu.



Untuk itu ia memohon pada Khalifah Umar agar berkenan memberi waktu selama tiga hari untuk pulang ke kampung agar bisa menyerahkan warisan dari orang tuanya kepada adiknya. Mendengar permintaan pemuda itu, Umar tidak terburu-buru mengabulkannya sebelum ada yang memberikan jaminan. "Jadika aku penjaminnya, Amirul mukminin." Kata Salman Al Farisi Radiallahu Anha.



Dengan berat hati, Umar, para sahabat, serta dua lelaki itu menunggu pemuda tersebut. Hingga tengah malam, pemuda itu belum juga datang. Kedua lelaki tersebut mulai gelisah. “Hari sudah siang, tetapi pemuda itu belum datang. Jika tidak datang, Salman akan menjadi penggantinya



menerima



hukuman



mati”



Kata



salah



seorang



lelaki



itu.



Waktu sudah siang dan pemuda itu tidak kunjung datang. Salaman dengan tenang dan tawakal melangkah ke tempat qisas sebagai penerima jaminannya. Ketika Salman sudah berada di akhir hukuman, tiba-tiba sesosok bayang-bayang berlari terengah dalam temaram, terseok terjerembab lalu bangkit dan nyaris merangkak. Pemuda itu dengan tubuh berpeluh dan nafas terputus-putus ambruk ke pangkuan Umar. “Maafkan aku hampir terlambat” ujar pemuda itu. Pemuda itu langsung menggantikan posisi Salman. Pemuda itu berterima kasih kepada Salman telah bersedia menjadi penjaminnya meski ia belum dikenalnya sama sekali. Umar protes atas keterlambatan pemuda itu, namun sang pemuda berkata, “Urusan kaumku memakan waktu, kupacu tungganganku tanpa henti hingga ia sekarat digurun dan terpaksa kutinggalkan, lalu aku berlari”. Sebelum melakukan hukuman, Khalifah Umar berkata “Demi Allah, bukankah engkau bisa lari dari hukuman ini? mengapa susah payah kembali?” kata Umar sambil menenangkan dan memberi minum. Setelah menerima pemberian dari Umar, pemuda itu berkata “Supaya jangan sampai ada yang mengatakan dikalangan Muslimin tak ada lagi ksatria tepat janji” kata pemuda itu sambil tersenyum.



4. Kisah Pemuda yang Menepati Janji dan Sepotong Kayu Dahulu kala, pada zaman Bani Israil hiduplah pemuda yang mulia sifatnya. Ia jujur dan juga menepati janji. Suatu ketika ia tidak punya uang dan harus meminjam pada seseorang. Ia pun meminjam uang kepada seorang yang tidak ia kenal di sebuah pulau. Awalnya si peminjam meminta saksi atau orang jaminan sebagai penjaga hutang-piutang tersebut. Namun si pemuda ini tidak memiliki saksi apalagi orang yang bisa menjamin. Ia pun mengatakan bahwa cukuplah Allah sebagai saksi dan penjamin dalam transaksi itu. “Cukuplah Allah sebagai penjamin,” kata si pemuda. Baginya menyebut asma Allah dalam ikatan perjanjian maka menjadikannya sangat kuat.



Jika dilanggar, ia amat takut Allah murka. Tekad si pemuda pun dipercaya si peminjam. “Kau benar” kata peminjam. Pemuda itu pun diberi pinjaman seribu dinar. Keduanya pun menyepakati masa jatuh tempo pengembalian uang tersebut. Kemudian berlayarlah si pemuda di samudera hingga waktu jatuh tempo tiba. Namun di hari jatuh tempo itu tidak ada satupun perahu yang menyeberang ke pulau tersebut. Pemuda itu pun mencari cara lain sembari menunggu kapal. Diambillah sepotong kayu, ia melubangi kayu tersebut dan memasukan surat serta uang seribu dinar. “Ya Allah, sungguh Engkau tahu bahwa aku meminjam uang sebesar seribu dinar. Lalu ia (si peminjam) memintaku seorang penjamin, namun kukatakan padanya, ‘Allah cukup sebagai penjamin’. Ia pun ridho dengan-Mu. Ia juga meminta saksi kepadaku, aku pun mengatakan ‘Cukup Allah sebagai saksi’. Ia pun ridho kepada-Mu. Sungguh aku telah berusaha keras untuk mendapatkan perahu untuk mengembalikan uangnya yang kupinjam, namun aku tak mendapatinya. Aku tak mampu mengembalikan uang pinjaman ini, sungguh aku menitipkannya kepada-Mu” Doa si pemuda sebelum ia menghanyutkan sepotong kayu tersebut. Sementara kayu itu hanyut, si pemuda tak berhenti berusaha mencari kapal. Di pulau sana, si peminjam menunggu kehadiran pemuda itu di dermaga. Cukup lama ia menunggu hingga bosan. Kemudian ia putuskan untuk kembali kerumah, sebelum kembali kerumah, ia membawa sepotong kayu di dekatnya untuk kayu bakar. Sesampainya dirumahnya, ia terkejut tat kala melihat ada dinar dan sepucuk surat. Membaca surat tersebut, ia pun tersenyum riang. Esoknya si pemuda datang ke pulau tersebut. Dengan tergesa ia menyambangi pemberi hutang. "Demi Allah, aku terus berusaha mencari perahu untuk menemuimu dan mengembalikan uangmu. Tapi, aku tak memperoleh perahu hingga perahu sekarang ini aku datang dengannya,” ujar si pemuda menjelaskan uzurnya. Si peminjam uang pun tersenyum melihat kegigihan pemuda menepati janjinya. Ia pun berkata, “Apakah kau mengirim sesuatu kepadaku?” tanyanya. Namun, si pemuda tak sedikit pun menyangka bahwa kayu kirimannya sampai tujuan meski tanpa alamat, apalagi jasa kurir. “Aku katakan kepadamu, aku tak mendapatkan perahu sebelum apa yang kubawa sekarang ini,” ujar si pemuda sembari menunjukkan seribu dinar untuk diberikan kepada si peminjam utang. Kemudian si peminjam pun dengan jujur mengatakan bahwa ia telah menerima uang seribu dinar beserta surat. “Sungguh Allah telah menyampaikan uang yang kau kirim di



dalam kayu. Maka, pergilah dan bawalah kembali seribu dinar yang kau bawa ini,” ujar si pemberi utang.