Komunikasi Persuasif [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KOMUNIKASI KEPERAWATAN “APLIKASI KOMUNIKASI DALAM BERBAGAI PELAYANAN KESEHATAN/ ASUHAN KEPERAWATAN”



DISUSUN OLEH: Omi Shobrina (G2A215024) Panji Wirawan (G2A215025) Yan Imam Faiszal (G2A215026) Doni Setiawan (G2A215027) Prayogi Dwi Winarko (G2A215028) Muhammad Auvi Riyadi (G2A215029) Nur Azizah (G2A215030) Muladi (G2A215031) PRODI S1 KEPERAWATAN LINTAS JALUR FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sebagai makhluk



sosial,



manusia



senantiasa



ingin



berhubungan dengan orang lain. Ia ingin mengetahui lingkungan



sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Rasa ingin tahu inilah yang memaksa manusia untuk berkomunikasi. Kleijen E., yang dikutip oleh Cangra H. (2004) mengemukakan bahwa komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia seperti halnya bernapasan. Sepanjang manusia ingin hidup, maka ia perlu komunikasi. Komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam



hidup



masyarakat



bermasyarakat



tidak



akan



karena



terbentuk.



tanpa



komunikasi



Adanya



komunikasi



disebabkan oleh adanya kebutuhan akan mempertahankan kelangsungan hidup dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Abdul Nasir, dkk, 2009). Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis akan membahas tentang “Aplikasi Komunikasi dalam Berbagai Pelayanan Kesehatan/ Asuhan Keperawatan”. 2. Tujuan a. Menjelaskan komunikasi sebagai hubungan yang berfokus membantu b. Menjelaskan komunikasi perawat klien yang meliputi pengkajian dan implementasi c. Menjelaskan komunikasi antar profesi keperawatan d. Menjelaskan komunikasi antar perawat



BAB II PEMBAHASAN 1. Komunikasi sebagai Hubungan yang Berfokus Membantu Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan



orang



lain



dalam



menjalankan



dan



mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang lain akan terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara sesamanya. Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh individu dalam berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil dari suatu komunikasi (Stephen dan Karen, 2009). Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan integritas diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem sosial. Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan seharihari



memberikan



kehidupan,



dampak



baik



secara



yang



sangat



individual



penting



maupun



dalam



kelompok.



Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada buruknya hubungan antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komunikasi. Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan konsumen eksternal (Mudakir, 2006). Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara horizontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim multidisplin termasuk keperawatan, unsur penunjang



lainnya,



unsur



administrasi



sebagai



provider



merupakan gambaran dari sisi konsumen internal. Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan,



yaitu



klien



baik



secara



individual,



kelompok,



keluarga maupun masyarakat yang ada di rumah sakit.



Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit,



diprediksi



penyebabnya



adalah



buruknya



sistem



komunikasi antar individu yang terlibat dalam sistem tersebut. Ellis (2000) menyatakan jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres, pada umumnya yang ditunjuk sebagai penyebabnya adalah komunikasi yang buruk. Keperawatan yang menjadi unsur terpenting dalam memberikan pelayanan dalam hal ini perawat berperan sebagai provider. Fokus perhatian terhadap



buruknya



komunikasi



juga



terjadi



pada



tim



keperawatan. Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah: a. Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat melakukan intraksi dengan klien. b. Kurangnya kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi dua arah secara terapeutik. c. Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan (kinerja) individual



yang



berdampak



terhadap



lemahnya



pengembangan kemampuan diri sendiri. Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diupayakan suatu hubungan interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih terapeutik. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan



permasalahan



yang



dapat



terjadi



pada



komunikasi yang dijalin oleh tim keperawatan dengan kliennya. Modifikasi yang perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah melakukan



pendekatan



dengan



berlandaskan



pada



model



konseptual sebagai dasar ilmiah dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai contoh adalah melakukan komunikasi dengan menggunakan pendekatan model konseptual proses interpersonal yang dikembangkan oleh Hildegard E.Peplau, yakni



dimulai dari fase orientasi, fase identifikasi, fase eksploitasi, dan fase terminasi/resolusi (Asmadi, 2008).



2. Komunikasi Perawat Klien: Pengkajian dan Implementasi Keperawatan a. Pengkajian Keperawatan Pengkajian merupakan keperawatan.



Pengkajian



tahap



dilakukan



awal



dalam



proses



oleh



perawat



dalam



rangka pengumpulan data klien. Data klien diperoleh melalui wawancara



(anamnesa),



pemeriksaan



fisik,



pemeriksaan



8edic88tic (laboratorium, foto, dan sebagainya), informasi atau catatan dari tenaga kesehatan lain, dan dari keluarga klien (Arwani, 2002). Kemampuan komunikasi kelengkapan



data



meningkatkan



klien.



sangat



Untuk



kemampuan



itu



komunikasi



mempengaruhi selain



perlunya



bagi



perawat,



kemampuan komunikasi klien juga perlu ditingkatkan. Perawat perlu mengetahui hambatan, kelemahan dan gaya klien dalam berkomunikasi. Perawat perlu memperhatikan budaya yang mempengaruhi kapan dan dimana komunikasi dilakukan, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan klien (Arwani, 2002). Banyak hal yang dapat menjadi hambatan klien untuk mengirim



atau



memberikan



informasi,



menerima,



dan



memahami pesan yang diterima klien. Berikut ini beberapa hambatan klien dalam berkomunikasi yang harus diperhatikan oleh perawat menurut Mudakir (2006) antara lain:  Language deficits



Perawat perlu menentukan bahasa yang dipahami oleh klien dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa akan sangat mempengaruhi persepsi dan interpretasi klien







dalam menerima pesan secara adekuat. Sensory deficits Kemampuan mendengar, melihat, merasa dan membau merupakan 8edic8 penting dalam komunikasi, sebab pesan komunikasi akan dapat diterima dengan baik apabila kemampuan sensori klien berfungsi dengan baik. Untuk klien yang mengalami kelemahan mendengar, maka ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian,



yaitu



mencari



kepastian



8edic



yang



menggunakan alat bantu dengar yang masih berfungsi, memperhatikan apakah klien mampu melihat muka dan bibir kita saat berbicara, dan memperhatikan apakah klien mampu







menggunakan



tangannya



sebagai



bentuk



komunikasi nonverbal. Cognitive impairrnents Adalah suatu kerusakan yang melemahakan fungsi kognitif (misalnya pada klien CVA, Alzheimer, dan tumor otak) dapat



mempengaruhi



menggungkapkan



dan



kemampuan memahami



klien



dalam



bahasa.



Dalam



mengkaji pada klien yang mengalami gangguan kognitif ini, perawat dapat menilai apakah klien merespon (baik respon verbal maupun nonverbal) ketika ditanya? Apakah klien dapat mengucapkan kata atau kalimat dengan benar? Apakah klien dapat mengingat dengan baik? Dan







sebagainya. Structural deficits



Adanya gangguan pada struktur tubuh terutama pada struktur yang berhubungan langsung dengan tempat keluarnya suara, misalnya mulut dan hidung akan dapat mempengaruhi terjadinya komunikasi. Paralysis Kelemahan yang terjadi pada klien







ekstremitas



atas



akan



terutama



menghambat



pada



kemampuan



komunikasi klien baik melalui lisan maupun tulisan. Perawat perlu memperhatikan apakah ada kemampuan nonverbal klien yang bisa ditunjukkan dalam rangka memberikan informasi kepada perawat. b. Implementasi Keperawatan Tahap pelaksanaan merupakan



realisasi



dari



perencanaan yang sudah ditentukan sebelumnya. Selama aktivitas pada tahap ini menuntut perawat untuk terampil dalam berkomunikasi dengan klien. Umumnya ada 2 kategori aktivitas



perawat



dalam



berkomunikasi,



yaitu



saat



mendekati klien untuk membantu memnuhi kebutuhan fisik klien



dan



ketika



klien



mengalami



masalah



psikologis



(Mudakir, 2006). Menurut Baradero Mary (2006), ada beberapa tindakan komunikasi yang perlu diperhatikan pada saat menghampiri klien, yakni sebagai berikut:  Menunjukkan muka yang jujur dengan klien. Hal ini penting agar tercipta suasana saling percaya saat 







berkomunikasi. Mempertahankan kontak mata dengan baik. Kesungguhan dan perhatian perawat dapat dilihat dari kontak mata saat berkomunikasi dengan klien. Fokus kepada klien.



Agar komunikasi dapat terarah dan mencapai tujuan yang  



diinginkan



dalam



melaksanakan



keperawatan. Mempertahankan postur yang terbuka. Sikap terbuka dari perawat dapat



tindakan



menumbuhkan



keberanian dan kepercayaan klien dalam mengikuti 



tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Aktif mendengarkan eksplorasi perasaan klien sebagai bentuk perhatian, menghargai dan menghormati klien. Crouch (2002) mengingatkan bahwa manusia mempunyai



dua



berkomunikasi



telinga



dia



dan



satu



menyarankan



mulut. agar



Dalam tindakan



komunikasi dilaksanakan dengan perbandingan 2:1, lebih banyak mendengar daripada bicara. Sikap ini akan 



mengingatkan kepercayaan klien kepada perawat. Relatif rileks saat bersama klien. Sikap terlalu tegang atau terlalu santai juga tidak membawa pengaruh yang baik dalam hubungan perawat – klien. Menurut Stephen dan Karen (2009), pada tahap ini petugas kesehatan (perawat, bidan dll) juga harus meningkatkan



kemampuan



non



verbalnya



dengan



“SOLER” yang merupakan kependekatan dari : - S8Sit (duduk) menghadap klien. Postur ini memberi kesan bahwa perawat ada disana untuk mendengarkan -



dan tertarik dengan apa yang sedang dikatakan klien. O8Observe (mengamati) suatu postur terbuka (yaitu menahan tangan dan lengan tidak menyilang). Postur ini menyatakan perawat “terbuka” terhadap apa yang dikatakan klien. Suatu posisi yang “tertutup” dapat menghambat klien untuk menyampaikan perasaannya.



-



L8



Lean



(mencondong



kearah



klien).



Postur



ini



menyampaikan bahwa perawat terlibat dan tertarik -



pada interaksi yang sedang dilaksanakan. E8Establish (melakukan dan menjaga kontak mata). Perilaku ini menyampaikan keterlibatan perawat dan kesediaan untuk mendengarkan apa yang klien sedang katakana. Ketidakhadiran kontak mata atau pergeseran mata member pesan bahwa perawat tidaklah tertarik



-



akan apa yang dikatakan klien. R8 Relax. Rileks adalah



penting



untuk



mengkomunikasikan suatu perasaan atau kondisi yang nyaman dan harmonis dalam berkomunikasi dengan klien. Kegelisahan mengkomunikasikan adanya suatu masalah yang dapat menimbulkan multi tafsir. 3. Komunikasi dengan Tim Kesehatan Lain Perawat menjalankan peran yang membutuhkan interaksi dengan berbagai anggota tim pelayanan kesehatan. Unsur yang membentuk hubungan perawat klien juga dapat diterapkan dalam hubungan sejawat, yang berfokus pada pembentukan lingkungan kerja yang sehat dan mencapai tujuan tatanan klinis. Komunikasi ini berfokus pada pembentukan tim, fasilitasi proses kelompok,



kolaborasi,



kepemimpinan



dan



konsultasi, manajemen.



delegasi, Dibutuhkan



supervisi, banyak



keterampilan komunikasi, termasuk berbicara dalam presentasi, persuasi, pemecahan masalah kelompok, pemberian tinjauan performa, dan penulisan laporan. Didalam lingkungan kerja, perawat dan tim kesehatan membutuhkan interaksi sosial dan terapeutik untuk membangun kepercayaan dan memperkuat



hubungan. Semua orang memiliki kebutuhan interpribadi akan penerimaan, keterlibatan, identitas, privasi, kekuatan, dan control, serta perhatian. Perawat membutuhkan persahabatan, dukungan, bimbingan, dan dorongan dari pihak lain untuk mengatasi tekanan akibat stress pekerjaan dan harus dapat menerapkan komunikasi yang baik dengan klien, sejawat dan rekan kerja (Potter & Perry, 2009). 4. Komunikasi antara Perawat dengan Perawat Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antara tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang, dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar perawat berjalan dengan baik. Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan



menjadi



hubungan



profesional,



hubungan



struktural dan hubungan interpersonal (Potter & Perry, 2009). Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan hubungan yang terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang sama dalam memberikan pelayanan



keperawatan.



Hubungan



struktural



merupakan



hubungan yang terjadi berdasarkan jabatan atau struktur masing-masing perawat dalam menjalankan tugas berdasarkan wewenang



dan



tanggungjawabnya



dalam



memberikan



pelayanan keperawatan. Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang tentang perkembangan



kondisi klien, dan supervise yang dilakukan kepala ruang kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan struktural (Potter & Perry, 2009). Hubungan



interpersonal



perawat



dengan



perawat



merupakan hubungan yang lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan ini adalah hal-hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenang (Potter & Perry, 2009).



DAFTAR PUSTAKA Arwani. 2002. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta: EGC Baradero, Mary. 2006. Buku Saku Konseling Dalam Keperewatan. Jakarta: EGC Ellis, A. (2002). Rational emotive behavior therapy and its applications to emotional education. In A. Ellis & S. Blau (Eds.), The Albert Ellis reader: A guide to well-being using rational emotive behavior therapy (pp. 253-260). New Jersey: Citadel Press Mundakir.



2006.



Komunikasi



Keperawatan



Aplikasi



Dalam



Pelayanan. Yogyakarta : Graha Ilmu Nasir, Abdul., Muhith, Abdul., Sajidin, Muhammad., Mubarak, Ikbal, Wahit. 2009, Komunikasi Dalam keperawatan teori dan Aplikasi, Jakarta :Penerbit Salemba Medika. Stephen W. Hulejohn, Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta : Salemba Humanika Perry, Potter, 2009, Fundamental Keperawatan, Edisi Ketujuh, Jakarta: Penerbit Salemba Medika.