14 0 1 MB
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN DIAGNOSA DIABETES MELITUS DAN ULKUS DEKUBITUS DI RUANG DARUSSALAM 5 RS AL ISLAM KOTA BANDUNG
Diajukan untuk memenuhi tugas stase keperawatan medikal bedah STIKes ‘Aisyiyah Bandung
Disusun oleh: Tia Rahmi Mutiani
402018041
PRODI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG 2018
ABSTRAK Tia Rahmi Mutiani
402018041
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.E DENGAN DIAGNOSA DIABETES MELITUS DI RUANG DARUSSALAM 5 RS AL ISLAM KOTA BANDUNG
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT, dimana atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Praktik Belajar Lapangan 1 Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ny.E dengan Diagnosa Diabetes Melitus dan Ulkus Dekubitus Di Ruang Darussalam 5 RS Al Islam Kota Bandung”. Dalam proses penyusunan tugas ini, penulis mengalami banyak permasalahan namun berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya tugas ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Popy Siti Aisyah, S.Kep., Ners., M.Kep. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, dukungan, bimbingan, dan pemahaman kepada penulis dalam penyusunan laporan tugas praktik belajar lapangan ini.
2.
Pembimbing lapangan dan perawat diruang darussalam 5 yang telah membantu dalam penyusunan penelitian tugasini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari tugas ini belum sempurna, baik dari isi maupun sistematika
penulisannya maka dari pada itu penulis berterimakasih apabila ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tugas ini. Akhir kata semoga Laporan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi menciptakan perawat yang profesional yang berakhlakul karimah. Bandung, November 2018
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus sejauh ini adalah penyakit endokrin yang paling sering ditemukan. Gejala-gejala akut diabetes melitus disebabkan oleh kurang adekuatnya kerja insulin. Karena insulin adalah satu-satunya hormon yang mampu menurunkan kadar glukosa darah maka salah satu gambaran menonjol pada diabetes melitus adalah peningkatan kadar glukosa darah, atau hiperglikemia (Sherwood, 2012). Diabetes Melitus adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Pada tahun 2014, terdapat 96 juta orang dewasa dengan diabetes di 11 negara ASEAN. Pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ke tujuh dunia di dunia untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi di dunia bersama dengan Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta (IDF Atlas 2015). Insidennya menigkat secara global terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Diabetes Melitus telah menjadi penyebab dari 4,6 juta kematian. International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM (IDF, 2011). Pada tahun 2006, terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita DM di Asia Tenggara (IDF, 2009). Jumlah penderita DM terbesar berusia antara 40-59 tahun (IDF, 2011). Prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%. Prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun
1
2
mulai umur ≥ 65 tahun cenderung menurun. Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi (RISKESDAS, 2013). Pada tahun 2013, diperkirakan 12 juta jiwa penduduk Indonesia menderita diabetes dan diprediksi akan meningkat 2-3 kali pada tahun 2030 (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Menurut riset prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2013, Jawa Barat menempati urutan kedua jumlah penderita diabetes melitus yang terdiagnosa yaitu sebanyak 418.110 jiwa (Kementrian kesehatan RI, 2014). Kota Bandung sendiri menjadi salah satu angka kejadian diabetes terbanyak di Jawa Barat yaitu sebanyak 29.230 orang yang terdiagnosa dan angka kematian akibat diabetes sebanyak 254 orang dalam satu tahun terakhir (Dinkes Kota Bandung, 2017). Angka diatas semakin lama akan semakin bertambah seiring dengan gaya hidup modern yang serba santai, serba instan, dan serba canggih (Tandra, Hans, 2008). Kebiasaan seperti malas beraktivitas fisik dan terlalu sering bersantai menjadi gaya hidup tidak sehat bagi masyarakat terutama yang menderita diabetes (Kurniadi dan Nurrahmi 2014). Diabetes tidak bisa sembuh dan akan ada seumur hidup. Meski tidak bisa disembuhkan, tetapi komplikasi diabetes dapat dihindari. Studi terakhir menunjukan bahwa komplikasi dapat dihambat dan dicegah dengan kontrol gula darah. Diabetes adalah penyakit serius dengan biaya mahal, tetapi dapat dikontrol. Banyak orang yang mengalami diabetes dapat menjalani hidup normal serta mencegah komplikasi tambahan lainnya. (Helmanu & Nurrahmani , 2014).
3
Penderita Diabetes melitus berisiko 29 kali terjadi komplikasi Ulkus diabetika. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neoropati.(Namgoong et al., 2015) Ulkus diabetika mudah berkembang menjadi infeksi karena masuknya bakteri dan adanya gula darah yang tinggi menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman, Ulkus diabetika merupakan komplikasi yang paling di takuti dan mengesalkan para penderita DM, baik di tinjau dari lamanya perawatan, biaya tinggi yang di perlukan untuk pengobatan yang menghabiskan dana 3 kali lebih banyak di bandingkan tampa ulkus (Yusrini 2013, p.3). B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Adapun tujuan yang ingin penulis capai yaitu melakukan asuhan keperawatan pada Ny. E secara langsung dan komprehensif meliputi aspek biopsiko-sosial dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Diabetes Melitus tipe 2 dan Ulkus Diabetikus. 2. Tujuan Khusus a.
Proses Keperawatan 1) Mampu mengkaji masalah kesehatan kepada Ny.E dengan diagnosa medis Diabetes melitus tipe 2 dan Ulkus Dekubitus. 2) Mampu menentukan diganosa keperawatan serta menentukan prioritas masalah yang timbul pada Ny.E dengan diagnosa medis Diabetes melitus tipe 2 dan Ulkus Dekubitus.
4
3) Mampu membuat rencana keperawatan dengan diagnosa medis Diabetes Melitus tipe 2 dan Ulkus Dekubitus. 4) Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. 5) Mengevaluasi hasil tindakan keprawatan dengan diagnosa medis Diabetes Melitus tipe 2 dan Ulkus Dekubitus. b.
Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang sudah dilakukan
C. Metode Telaah dan Teknik Pengambilan Data Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan adalah metode deskriptif analisis dalam bentuk studi kasus yaitu pemaparan kasus sesuai bentuk dan kenyataan yang ada, berupa laporan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1.
Observasi, yaitu dengan partisipatif aktif (pemberian asuhan keperawatan langsung pada klien) dan non partisipatif (melakukan pengamatan pada klienuntuk melihat respon dan keadaan klien)
2.
Wawancara, yaitu komunikasi yang dilakukan dengan tanya jawab kepada klien dan keluarga.
3.
Pemeriksaan fisik, adalah salah satu pengumpulan data dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui keadaan fisik klien.
5
4.
Studi dokumentasi, yaitu mengumpulkan data-data klien dari klien dan keluarga dengan cara mempelajari dan mencatat kejadian yang berhubungan dengan kasus dan data yaang diterangkan dalam catatan medis.
5.
Studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisa buku-buku sebagai referensi sesuai dengan masalah yang dibahas.
D. Metode Telaah dan Teknik Pengambilan Data A. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan laporan ini, penulis menggunakan sistematika penulis sebagai berikut: 1.
BAB I PENDAHULUAN BAB ini berisi tentang latar belakang masalah, tujuan umum, tujuan khusus, metode telaah dan teknik Pengambilan Data dan Sistematika Penulisan.
2.
BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB ini berisi tentang tinjauan teori dengan urusan bahasa yaitu: definisi, anatomi fisiologi, etiologi dan faktor predisposisi, patofisiologi, tanda dan gejala, tindakan medis, prosedur diagnostik, diet, data fokus pengkajian sesuai teori dan rencana keperawatan yang mungkin muncul sesuai dengan teori.
3.
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN BAB ini berisi dua bahasan yaitu tentang Dokumentasi laporan kasus mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan catatan perkembangan serta Pembahasan yang memuat perbandingan antara teori dan kasus.
6
4.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN BAB ini berisi tentang simpulan dari data yang ditemukan di klinik dengan teori dan saran-saran yang berkaitan dengan kendala pada tiap tahap.
BAB II TINJUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Diabetes Melitus 1.
Anatomi Pankreas Pankreas merupakan organ retroperitonial yang terletak di bagian posterior dari
dinding lambung. Letaknya diantara duodenum dan limfa, di depan aorta abdominalis dan arteri serta vena mesenterica superior (Gambar 2.1). organ konsistensinya padat, panjanganya ± 11,5 cm, beratnya ± 150 gram. Pankreas terdiri dari 3 bagian kepala/caput yang terletak disebeleh kanan, diikuti corpus si tengah, dan caudadi sebelah kiri. Ada sebagian kecil dari pankreas yang berada di bagian belakang Arterior Mesenterica Superior yang disebut dengan Processus Uncinatus (Simbar, 2005).
Gambar 2.1 Sumber : www. Gambar pankreas sobota 2007
7
8
Jaringan penyusun pankreas (Guyton dan Hall, 2006) terdiri dari : a. Jaringan eksokrin, berupa sel sekretorik yang berbentuk seperti anggur yang disebut sebagai asinus/ pankreatic acini (Gambar 2.2), yang merupakan jaringan yang menghasilkan enzim pencernaan kedalam duodenum. Jenis makanan utama yaitu karbohidrat, lemak, dan protein. b. Jaringan endokrin, yang terdiri dari pulau-pulau Langerhans/islet of langerhans (Gambar 2.2) yang tersebar diseluruh jaringan pankreas, yang menghasilkan insulin dan glukagon ke dalam darah.
Gambar 2.2 Sumber : http://health.howstuffworks.com Pulau-pulau Langerhans tersebut terdiri dari beberapa sel (Mescher, 2010) yaitu : a. Sel α (sekitar 20%) menghasilkan hormon glukagon b. Sel β (dengan jumlah paling banyak 70%), menghasilkan hormon insulin c. Sel δ (sekitar 5-10%), menghsilkan hormon Somatostatin
9
d. Sel F atau PP (paling jarang), menghasilkan polipeptida pankreas Masuknya glukosa kedalam sel otot dipengaruhi oleh 2 keadaan. Pertama, ketika sel otot melakukan kerja yang lebih berat, sel otot akan lebih permeabel terhadap glukosa. Kedua, ketika beberapa jam setelah makan, glukosa darah akan meningkat dan pankreas akan mengeluarkan insulin yang banyak. Insulin yang meningkat tersebut menyebabkan peningkatan transport glukosa kedalam sel (Guyton dan Hall, 2006). Insulin dihasilkan di darah dalam dengan bentuk bebas dengan waktu paruh plasma ± 6 menit, bila tidak berkaitan dnegan reseptor pada sel target, maka akan di degradasi oleh enzim insulinase yang dihasilkan terutama di hati dalam waktu 10-15 menit (Guyton dan Hall, 2006). Reseptor insulin merupakan kombinasi dari empat submit yang berikatan dengan ikatan disulfida yaitu dua submit-α yang berada di luar sel membran dan dua unit selβ yang menembus membran (Gambar 2.3). insulin akan mengikat serta mengaktivasi reseptor α pada sel target, sehingga akan menyebabkan sel β terfosforilasi. Sel β akan mengaktifkan tyrosine kinase yang juga akan menyebabkan terfosforasinya enzim intrasel lain termasuk insulin-reseptor-substrates (IRS) (Guyton dan Hall, 2006). 2.
Pengertian Diabetes Melitus Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas,
10
mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Smeltzer & Bare, 2001). Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa serum) akibat kurangnya hormon insulin, menurunnya efek insulin atau keduanya (Kowalak et al., 2014). Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu keadaan ketika tubuh tidak mampu menghasilkan atau menggunakan insulin (hormon yang membawa glukosa darah ke sel-sel dan menyimpanya sebagai glikogen). Dengan demikian, terjadi hiperglikemia yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak serta menimbulkan berbagai komplikasi kronis pada organ tubuh (Aini & Aridiana, 2016). 3.
Klasifikasi Menurut pendapat Parkeni (dalam Aini & Aridiana, 2016) Diabetes Mellitus
diklasifikasikan menjadi empat, yaitu diabetes tipe-1 (diabetes bergantung insulin) dan diabetes tipe-2 (diabetes tidak bergantung pada insulin), serta diabetes karena kehamilan, dan diabetes tipe lain: a.
Diabetes tipe-1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel β pankreas
sehingga timbul defisiensi insulin absolut, pada DM tipe-1 sistem imun tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu terjadinya kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada memicu bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan
11
seperti infeksi virus tertentu berperan dalam prosesnya. Sekitar 70-90% sel β hancur sebelum timbul gejala klinis. Pasien DM tipe-1 harus menggunakan injeksi insulin dan menjalankan diet secara ketat. b.
Diabetes tipe-2 atau (Non-Insulin Dependent diabetes Mellitus) Diabetes tipe ini merupakan bentuk diabetes yang paling umum. Penyebab
bervariasi mulai dominann resistansi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai defek seksresi insulin disertai resistansi inulin. Penyebab resistansi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas, teteapi faktor yang banyak berperan antara lain sebagai berikut. c.
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) Diabetes ini disebabkan karena terjadi resistansi insulin selama kehamilan dan
biasanya kerja insulin akan kembali normal setelah melahirkan. d.
Diabetes tipe lain Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik
fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus. Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat mengakibatkan diabetes melitus tipe ini (ADA, 2012). 4.
Etiologi Penyebab DM tipe II antara lain (FKUI, 2011):
a)
Penurunan fungsi sel β disebabkan oleh beberapa faktor:
12
1) Glukotoksisitas Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan stress oksidatif, IL-1b dan NF-kB dengan akibat peningkatan apoptosis sel β. 2) Lipotoksisitas Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam proses lipolisis akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis. 3) Penumpukan Amyloid Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar glukosa darah akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri sehingga akhirnya jumlah sel beta dalam pulau langerhans menjadi berkurang. PadaDM tipe II jumlah sel beta berkurang sampai 50-60%. 4) Efek incretin Increatin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi apoptosis sel beta. 5) Usia Diabetes tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun. selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. usia lanjut yang
13
mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50 – 92%. Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang menghasilkan glukosa, sistem saraf dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa. b) Faktor Predisposisi Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa. Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer & Bare, 2002) antara lain: 1) Kelainan genetik Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik.
14
2) Usia Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin. 3) Gaya hidup stress Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagi mereka yang beresiko mengidap penyakit DM tipe II. 4) Pola makan yang salah Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin). Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk.
5. Patofisiologi
Lingkungan
Stres
Genetik
Virus atau toksin tertentu
Mempengaruhi hipofisis anterior
Individu yang memiliki Antigen HLA
Infeksi pada tubuh Memicu proses autoimun
Mengaktifkan ACTH Menstimulasi kelenjar adrenal di bagian medula
Mengakibatkan terjadinya reaksi autoantibodi
tingginya asupan nutrisi lemak
Kurang beraktivitas
Mempengaruhi penyimpanan lemak yang berlebih pada jaringan adiposa
Metabolisme dalam tubuh Perubahan glukosa menjadi ATP
Menstimulasi pelepasan asam lemak bebas
asam lemak bebas dalam tubuh
sekresi kortisol Mempengaruhi kerja limfosit
Mempengaruhi terjadinya peningkatan kadar gula darah
Glukosa diubah menjadi glikogen Disimpan dihati dan otot terlalu lama Obesitas
Daya tahan tubuh beban kerja sel β untuk memproduksi insulin
Respon autoimun abnormal
Destruksi sel β pada pulau langerhans
Peningkatan sekresi insulin
Kegagalan sel β memproduksi insulin Resistensi insulin 15 menurun Produksi insulin DIABETES MELITUS
Lemak bebas dan kadar gula darah
16
Gangguan metabolisme
Glikogenesis
BUN
Lipopisis
Hipertrigliserid a
GFR
Asam lemak bebas ke hati
Sel kekurangan nutrisi
Karbohidrat
Protein
lemak
Hiperkolesterolemia
Glukosa dalam sel
Glukoneogenesis
Glukosa menjadi ATP
Hiperglikemia
Lelah, letih
Glukosuria
Dx. Intoleransi aktivitas
Merangsang rasa lapar BB
LDL, HDL
Oksidasi lemak
Kerusakan glomerulus Nefropati
Polifagi
Ketonemia
Kompensasi jantung
Arteri koronaria Infark miokard
Cerebro vaskuler
Asidosis metabolik
Poliuria
Osmotic, hidrostatik
Stroke Koma diabetik
Mual, muntah
Atrofi jantung Dekompensasi kordis
Ureum, kreatinin
Asupan makanan
Gangguan asam basa
Aterosklerosis
Hipertensi
Gagal ginjal
Sekresi air
Cairan intrasel berpindah ke intra vaskular
BB
Elektrolit tubuh hilang lewat urin
Merangsang rasa haus
Cairan intra sel Dx. Kekurangan volume cairan tubuh
Dehidrasi
Dx. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Polidipsi
Dx. Risiko ketidakstabilan kadar gula darah
Penebalan pembuluh darah
17
Dinding kapiler menjadi lemah
Glukosa dalam darah tertimbun di lensa mata
Suplai O2 dan nutrisi ke jaringan Hipoksia jaringan Kesadaran, gelisah pusing
Gangguan persepri sensori
Kerusakan pada sel saraf
Komplikasi mikrovaskular
Neuropati
Fokal
Lumpuh pada salah satru wajah, rasa nyeri pada belak
Otonom
Femoral
Perifer
Inkontinensia, pusingm, nyeri uluh hati, mual
Nyeri pada pinggang atau bokong, sulit bangun diposisi duduk
Kesemutan, kram/nyeri, refleks berkurang
Mata
18
6.
Manisfestasi Klinis Menurut Sari (2012) gejala pada DM, sebagai berikut:
c.
Poliuri (sering kencing dalam jumlah yang banyak) Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan disekresikan ke dalam urin, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan yang berlebihan. d.
Polidipsi ( timbul rasa haus ) Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan
dehidrasi eksternal. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi eksternal karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gardien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus. e.
Polifagi ( rasa lapar yang semakin besar ) Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia). f.
Berat badan menurun Sebagai kompensasi dari dehidrasi dna banyak minum, akan muncul gejala rasa
lapar atau banyak makan. Memang pada mulanya berat badan akan meningkat, tetapi lama kelamaan otot tidak mendapat cukup glukosa untuk tumbuh dan mendapat 19
20
energi. Maka jaringan otot dan lemak harus dipecah untuk memenuhi kebutuhan energi. Berat badan menjadi turun, meskipun seseorang pengidap diabetes ini banyak makan. g.
Kesemutan Kesemutan pada diabetes terjadi karena adanya gangguan di pembuluh darah
kapiler yang kecil-kecil atau kerusakan pada pembuluh darah tepi. Diperkirakan peningkatan kadar glukosa darah yang menyebabkan gangguan antara listrik pada serabut saraf perifer. Selain itu pembuluh darah kapiler terganggu sehingga menyebabkan sel-sel saraf tidak mendapatkan sirkulasi darah yang baik. 7.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan gula darah
b.
Tes laboratorium DM
c.
Tes saring
d.
Tes diagnostik
e.
Tes untuk mendeteksi komplikasi
8.
Penatalaksanaan Empat pilar dalam penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi gizi, diet, olahraga
dan obat. a.
Edukasi Menurut PERKENI (2015) edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu
dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Diabetes Mellitus umumnya terjadi
21
pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi penderita dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komperhensif pengembangan keterampilan dan motivasi. Edukasi secara individu dan pedekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. b.
Terapi gizi medis Pada umumnya diet untuk penderita diabetes diatur berdasarkan 3J yaitu jumlah
(kalori), jenis dan jadwal. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori anatara lain jenis kelamin, aktivitas fisik atau pekerjaan, dan berat badan. Penentuan status gizi dapat menggunakan indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Broca, tetapi untuk kepentingan praktis di lapangan digunakan rumus Broca. (Aini, N dan Ardiana, L. M, 2016). 1) Cara penghitungan IMT Indeks massa tubuh dibagi menjadi beberapa klasifikasi dengan cara menghitung sebagai berikut : 𝐵𝐵 𝑇𝐵 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑘𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡)2 Tabel 2.1 Klasifikasi IMT
22
No 1 2 3
Klasifikasi BB kurang BB normal BB lebih
IMT < 18,5 18,5-22,9 ≥ 23
Dengan resiko Obes I Obes II
23-24,9 25-29,9 ≥ 30
2) Penentuan Status Gizi berdasarkan rumus Broca Pertama-tama dilakukan penghitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus berikut. (TB cm – 100) – 10% Penghitungan status gizi pada laki-laki dengan tinggi < 160 cm dan wanita dengan tinggi < 150 cm, BBI tidak dikurangi 10%. Penentuan status gizi dihitungan dari : (BB aktual ÷ BB ideal) x 100% Tabel 2.2 Klasifikasi RBW No
Klasifikasi
1 2 3
BB kurang BB normal BB lebih
3) Penentuan kebutuhan kalori per hari a)
Kebutuhan basal
Laki-laki : BBI (kg) x 30 Perempuan : BBI (kg) x 25
Relative Body Weight (Rbw) BB < 90% BBI BB 90-110% BBI BB 110-120% BBI
23
b) Koreksi atau penyesuaian Umur diatas 409 tahun : -5% Aktivitas ringan : +10% Aktivitas sedang : +20% Aktivitas berat : +30% Berat badan gemuk : -20% Berat badan lebih : -10% Stres metabolik (infeksi, oprasi, dan lain lain) : +10-30% Penyandang diabetes yang juga mengidap penyakit lain, maka pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Hal yang terpenting adalah jangan terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan mengakibatkan kadar gula darah yang sangat rendah (hipoglikemia) dan juga jangan terlalau banyak mengonsumsi makanan yangh memperparah penyakit diabetes melitus. c.
Olahraga Olahraga selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan
dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Prinsip olahraga pada pasien DM adalahg CRIPE, yaitu sebagai berikut (Ardiana, L. M, 2016). 1) Continous (terus-menerus)
24
Latihan harus berkesinambungan terus-menerus tanpa berhenti dalam waktu tertentu, contohnya seperti berari, istirahat, lalu mulai berlari lagi. 2) Rhytmical (berirama) Olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contohnya jalanm kaki, berlari, berenang, atau bersepeda. 3) Interval (berselang) Latihan dilakukan secara berselang-selang antara gerak lambat dan cepat. Contohnya, lari dapat diselingi dengan jalan cepat atau jalan cepat diselingi dengan jalan biasa (asalkan tidak berhenti) 4) Progressive (meningkat) Latihan dilakukan meningkat secara bertahap sesuai kemampuan dari ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit dan intensitas latihan mencapai 60-70% maximum heart rate (MHR). 5) Edurance (daya tahan) Latihan harus ditujukan pada latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan pernapasan dan jntung. Hal ini dipenuhi oleh olahraga seperti jalan kaki, berlari, berenang, atau besepeda. d.
Intervensi Farmakologi Obat Intervensi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Intervensi farmakologi terdiri atas pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO) 1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
25
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi empat golongan berikut (Perkeni, 2006), pemicu sekresi insulin a)
Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Penggunakan obat ini dalam jangka panjang tidak dianjurkan untuk orang tua, gangguan fungsi ginjal dan hati, kurang nutrisis serta penyakit kardiovaskuler., hal ini bertujuan untuk mencegah hipoglikemia. b) Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan Sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri atas dua macam obat yaitu repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (dertivat fenilalanin). Obat ini di absorbsi dengan cara setelah pemberian secara oral dan di eksresikan secara cepat melalui hati. Penambahan sensitivats terhadap insulin. Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon), golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion di kontraindikasikan pada pasien dengan gagal ginjal dan jantung karena kaan memperberat edema atau retensi cairan dan juga pada gangguan fungsi hati. Pasien yang menggunakan Tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan fungsi hati secara berkala.
26
2) Penghambat glukoneogenesis (Metformin) Obat ini mempunyai
efek utama mengurangi produksi
glukosa hati
(glukoneogenesis), disamping juga mempunyai ambilan glukosa perifer. Obat ini utamanya dipakai pada penyandang diabetes yang bertubuh gemuk. Metformin di kontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin .> 1,5 mg/dl) dan hati, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia misalnya penyakit cerebrovaskular, sepsis, renjatan, dan gagal jantung. Metformin dapat memberikan efek samping mual, utuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. 3) Penghambat glukosidase alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditrmukan ialah kembung dan flatulens. 4) Insulin Berdasarkan berbagai penelitian klinis, insulin selain dapat memperbaiki status metabolik dengan cepat (terutama kadar glukosa darah), juga memiliki efek lain yang bermanfaat, antara lain perbaikan inflamasi. Pada pasien DMT-1 (DM tipe 1), tyerapiinsulin dapat diberikan segera setelah diagnosis ditegakan. Semntara pada DMT-2 dapat menggunkan hasil konsesus Perkeni 2006 yaitu jika kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (A1C > 6,5% dalam jangka waktu 3 bulan dengan
27
2 obat oral, maka sudah ada 9ndikasi untuk memulai terapi kombinasi obat anti diabetik oral dan insulin. Lebih jelasnya menurut PBPABDI (2013) insulin diperlukan apada keadaankeadaan berikut : 1) Penurunan berat badan yang cepat 2) Kendali kadar glukosa darah yang buruk (A1C > 6,5% atau kadar glukosa darah puasa > 250mg/dl 3) DM lebih dari 10 tahun 4) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis, hiperglikemia, hiperosmolar non ketotik, dan hiperglikemia dengan asidosis laktat 5) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal 6) Stres berat (infeksi sistemik, oprasi besar, IMA, dan stroke) 7) Kehamilan dengan DM (DM gestasional) yang tidak tgerkendali dengan 8) perencanaan makan 9) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat 10) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO 9.
Komplikasi Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM tipe II antara lain
(Stockslager L, Jaime & Liz Schaeffer, 2007). a.
Hipoglikemia Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati dengan
insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di sebabkan oleh
28
pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat, konsumsi alkohol atau olahraga yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia dapat berkisar dari ringan sampai berat dan tidak disadari sampai kondisinya mengancam jiwa. b.
Ketoasidosis diabetic Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi yang
mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia dengan diabetes tipe 1, tetapi kadang kala dapat ter&adi pada individu yang menderita diabetes tipe 2 yang mengalami stress fisik dan emosional yang ekstrim. c.
Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (hypersomolar hyperglikemic syndrome, HHNS) atau koma hipersomolar Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien yang
menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai dengan hiperglikemia berat (kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (di atas 280 mOSm/dl) dan dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda gejala mencakup kejang dan hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis menjadi cidera serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat kesadaran (biasanya koma atau hampir koma). d.
Neuropati perifer Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas atau nyeri
dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam berbagai cara. Yang mencakup gastroparesis (keterlambatan pengosongan lambung yang
29
menyebabkan perasaan mual dan penuh setelah makan), diare noktural, impotensi dan hipotensiortostatik. e.
Penyakit kardiovaskuler Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10 kali lipat
dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes. Hasil ini lebih meningkatkan resiko iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular, penyakit arterikoroner dan infark miokar. aterosklerosis serebral, terjadinya retinopati dan neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf pusat. f.
Infeksi kulit Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena kandungan
glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri. Hal ini membuat lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta vaginitis. 10. Asuhan Keperawatan Teori a.
Pengkajian data fokus Data-data pengkajian yang sering dijumpai pada penderita diabetes melitus yaitu
sebagai berikut (Sukarmin dan S. Riyadi, 2008 ; Camacho, PM et al., 2007; Baradero, M dkk. 2009 dalam Aini, N dan Ardiana, L. M. 2016) 1) Poliuri (peningkatan pengeluaran urine) Terjadi karena diuresis dan hiperglikemia. 2) Polidipsi (peningkatan rasa haus) Poliuri menyebabkan hilangnya glukosa, elektrolit (Na, klorida, dan kalium) dan air sehingga pasien merasa sering haus.
30
3) Polifalgi (peningkatan rasa lapar) Sel-sel tubuh mengalami kekurangan energi karena glukmosa tidak dapat masuk ke sel, akibatnya pasien merasa sering lapar. Gejala a-c adalah gejala khas DM. Rasa lelah dan kelamahan otot. Kekurangan energi sel menyebabkan pasien cepat lelah dan lemah, selin itu kondisi ini juga terjadi karena katabolisme protein dan kehilangan kalium lewat urine. 4) Kelinana ginekologis (keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama kandida) Diabetes akan menurunkan sistem kekebalan tubuh secara umum, sehingga tubuh rentan terhadap infeksi. Selain itu, jamur dan bakteri berkembang biak pesat dilingkungan yang tinggi gula (hiperglikemia). 5) Kepala Rambut tipis dan mudah rontok, telinga sering mendenging dan jika keadaan ini tidak segera di obati dapat menjadi tuli. Mata dapat menjadi katarak, glaukoma (peningkatan bola mata), produksi air mata menurun, dan retinopati diabetik (penyempitan perubahan darah kapiler yang disertai eksudasi dan perdarahan pada retina sehingga mata penderita menjadi kabur dan tidak dapat sembuh dengan kacamata bahkan menjadi buta). 6) Rongga mulut Lidah terasa membesar atau tebal, kadang-kadang timbul gangguan rasa pengecapan. Ludah penderita diabetes melitus sering kali menjadi lebih kental, sehingga mulutnya terasa kering yang disebut xerostoma diabetik. Keadaan ludah
31
kental ini dapat mengganggu keehatan rongga mulut dan mudah mengalami infeksi. Kadang-kadang terasa ludah yang amat berlebihan yang disebut hipersalivasi diabetik. Jaringan yang mengikat gigi pada rahang mudah rusak sehingga gigi penderita diabetes melitus mudah goyah banhkan mudah lepas. Gusi penderita diabetes melitus mudah mengalami infeksi, kadang-kadang bernanah dan karena sering menglami infeksi, rongga mulut dan ludah penderita diabetes melitus sering kurang enak (foetor ex oris diabetic). 7) Paru-paru dan jatung Penderita diabetes melitrus bila batuk biasanya berlangsung lama karena pertahanan tubuh menurun dan penderita diabetes melitus lebih mudah menderita TBC. Penderita DM juga lebih mudah menderita infark jantung dandaya pompa otot jantung lemah., sehingga penderita mudah sesak nafas ketika jalan atau naik tangga. 8) Hati Penderita diabetes melitus yang tidak di rawat dengan baik, akan mengalami atau menderita penyakit liver akibat dari diabetesnya, bukan karena kekurangan glukosa dalam dietnya. Penyakit ini disebut dengan penyakit perlemakan hati nonalkohol, yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun setelah menderita obesitas atau DM tipe 2. Mekanisme terjadinya penyakit ini karena akumulasi lemak hepatosit melalui mekanisme lipolisis dan hiperinsulinisme (Romadhona, S.,2009), penderita diabtes melitus juga lebih mudah mengidap penyakit radang hati karena virus hepatitis B dan C dibandingkan dengan penderita non diabetes. 9) Saluran pencernaan
32
a)
Lambung Serabut saraf yang emmelihara lambung akan rusak sehingga fungsi lambung
untuk menghancurkan makanan menjadi lemah, kemudian lambung menggelembung sehingga proses pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih lama tertinggal di dalam lambung. Keadaan ini akan menimbulkan rasa mula, perut terasa penuh, kembung, makanan tidak lekas turun, kadang-kadang timbul rasa sakit di ulu hati, atau makanan terhenti di dlam dada. b) Usus Gangguan pada usus adalah sukar buang air besar, perut kembung, kotoran keras, buang air besar hanya seklai dalam 2-3 hari. Kadang terjadi sebaliknya yaitu penderita menunjukan keluhann diare 4-5 kali sehari, kotoran banyak mengandung air, sering timbul pada malam hari. Semua ini akibat komplikasi saraf pada usus besar. 10) Ginjal dan kandung kemih a)
Ginjal Dibandingkan dengan ginjal orang normal, penderita diabtes melitus mempunyai
kecenderungan 17 kali lebih mudah mengalami gangguan fungsi ginjal. Semuanya ini disebabkan oleh faktor infeksi berulang yang sering timbul dan adanya faktor penyempitan pembuluh darah kapiler yang disebut mikroangiopati diabetik di ginjal. b) Kandung kemih Penderita sering mengalami infeksi infeksi saluran kemih (ISK) yang berulang. Saraf yang memelihara kandung kemih sering rusak, sehingga dinding kandung
33
kemih menjadi lemah. Kandung kemih akanh menggelembung dan kadang-kadang penderita tidak dapat BAK secara spontan, urine tertimbun dan tertahan di kandung kemih. Keadaan ini disebut retensio urine. Seblakinya, bila kontrol saraf terganggu, penderita mengalami inkontinuitas urine. 11) Impotensi Penyebab utama terjadinya impotensi pada diabetes adalah neuropati (kerusakan saraf)sehingga tidak terjadi relaksasi pada A. Helicina Penis. Ini menyebabkan saluran darah dalam penis tidak lancar sehingga pendrita tidak dapat ereksi. 12) Keadaan saraf Peningkatan kadar glukosa dalam darah akanmerusak urat saraf penderita. Keadaan ini disebut neuropati diabetik. Berikut ini adalah gejala-gelaja neuropati diabetik a)
Kesemutan
b) Rasa panas atau rasa tertusuk-tusuk jarum c)
Rasa tebal ditelapak kaki sehingga penderita merasa seperti berjalan di atas kasur
d) Kram e)
Keseluruhan tubuh terasa sakit terutama pada malam hari
f)
Kerusakan yang terjadi pada banyak serabut saraf yang disebut polineuropati diabetik. Pada keadaan ini jalan penderita akan pincang dan otot-otot bkakinya mengecil (atrofi)
13) Pembuluh darah
34
Komplikasi diabetes melitus yang paling bahya adalah komplikasi pada pembuluh darah.pembuluh darah penderita diabtes melitus mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Penyempitan pembuluh darah pada penderita diabetes melitus disebut angiopati diabetik. Angiopati diabetik pada pembuluh darah besar atau sedang disebut makroangiopati diabetik, sedangkan pada pembuluh darah kapiler disebut mikroangiopati diabetik. 14) Kulit Pada umumnya kulit penderita diabetes melitus kurang sehat atau kuat dalam hal pertahanan. Sehingga mudah terkena infeksi dan penyakit jamur. b.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul Menurut NANDA NIC NOC (2017)
1) Ketidakseimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan keseimbangan insukin, makanan dan ativitas jasmani 2) Resiko syok b.d ketidakmnampuan elektrolit kedalam sel tubuh, hipovolemia 3) Keruskan integritas jaringan b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes melitus) 4) Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes melitus) 5) Retensi urine b.d inkomplit pengosongan kandunmg kemih, sfingter kuat dan poliuri 6) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke perifer, proses penyakit (DM) 7) Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d gejala poliuria dan dehidrasi
35
8) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah c.
Rencana keperawatan
Rencana Keperawatan Sesuai Teori Diagnosa
NIC
Ketidakseimbangan
1. Nutritional
nutrisis
kurang
dari
NOC status: 1. Kaji
food and fluid intake
adanya
alergi
makanan
kebutuhan tubuh b.d 2. Nutristional status : 2. Kolaborasi dengan akhli gangguan
nutrient intake
gizi
untuk
menetukan
keseimbangan insulin, 3. Weight control
jumlah kalori dan nutrisi
makanan dan ativitas
yang dibutuhkan pasien
jasmani
3. Nutrition management 4. Nutition monitoring
Resiko
syok
b.d 1. Syok prevention
ketidakmnampuan
Syok prevention
2. Syok menejement
1. Monitor status sirkulasi
elektrolit kedalam sel
BP, warna kulit, suhu kulit,
tubuh, hipovolemia
denyut jantung, HR, dan ritme
nadi
perifer,
dan
kapiler refill 2. Monitor TTV
Kerusakan jaringan
integritas 1. Tissue integrity : skin ressure b.d
trauma
and mucous
pada jaringan, proses 2. Wound penyakit melitus)
(diabetes
primary
ulcer
prevation
wound care
healing
: 1. Anjurkan pasien untuk and
secondary intention
menggunakan
pakaian
yang longgar 2. Jaga
kulit
agar
tetap
36
bersih dan kering 3. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali 4. Monitor
kulit
akan
adanya kemerahan 5. Oleskan
lotion
atau
minyak baby oil pada daerah yang tertekan 6. Monitor
aktivitas
dan
mobilisasi pasien 7. Monitor
status
nutrisis
pasien 8. Memandikan
pasien
dengan sabun dan air hangat 9. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalama luka, jaringan nekrotik, tandatanda
infeksi
lokal,
formasi traktus 10. Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka 11. Kolaborasi
ahli
gizi
pemberian diet TKTP 12. Cegah kontaminasi feses dan urine 13. Lakukan
tehnik
perawatan luka dengan
37
steril 14. Berikan
posisi
yang
mengurangi tekanan pada luka 15. Hindari
kerutan
pada
tempat tidur Resiko
infeksi
b.d 1. Immune status
Infection Controk (kontrol
trauma pada jaringan, 2. Knowlage : infection infeksi) proses
penyakit
(diabetes melitus)
control
1. Bersihkan
3. Risk control
lingkungan
setelah dipaaki 2. Pertahankan
teknik
isolasi 3. Batasi pengunjung bila perlu 4.
Instruksikan
pada
pengunjung mencuci
untuk tangan
saat
berkunjung dan setelah berkunjung 5.
Gunakan
sabun
antimikroba untuk cuci tangan 6.
Cuci
tangan
sebelum
dan
setiap sesudah
tindakan keperawatan 7. Gunakan tangan pelindung
baju, sebagai
sarung alat
38
8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama
pemasangan alat 9. Berikan terapi antibiotik bila perlu 10. Monitor tanda dan gejala infeksi 11. Ajarkan
pasien
dan
keluarga tanda dan gejala infeksi Retensi
urine
b.d 1. Urinary elimination
inkomplit pengosongan 2. Urinary continence kandung sfingter poliuri
kemih, kuat
dan
Urinary retention care 1. Monitor
intake
dan
output 2. Monitor penggunaan obat antikolionergik 3. Monitor drajat distensi baldder 4. Instruksikan pada pasien dan
keluarga
untuk
mencatata output urine 5. Sediakan privacy untuk eliminasi 6. Stimulasi reflek bladder dengan kompres dingin pada abdomen 7. Katerisasi jika perlu 8. Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria,
39
perubahan
bau
dan
konsistensi urine) Ketidakefektifan
1. Circulation status
perfusi jaringan perifer 2. Tissue b.d penurunan sirkulasi
Perfusion
cerebral
darah ke perifer, proses
Peripheal
Sensation
: Management
(menejemen
sensasi Perifer) 1. Monitor adanya daerah
penyakit (DM)
tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/
tajam/tumpul 2. Monitor adanya paretese 3. Instruksikan untuk
keluarga
mengobservasi
kulit jika ada isi atau laserasi 4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi 5. Batasi
gerakan
apad
leher
dan
kepala punggung 6. Monitor
kemampuan
BAB 7. Kolaborasi
pemberian
analgetik 8. Monitor
adanya
tromboplebitis 9. Diskusikan
penyebab
perubahan sensasi Resiko
1. Fluid balance
1. Monitor status hidrasi
40
ketidakseimbangan elektrolit
b.d
2. Hydration
2. Monitor vital sign
gejala 3. Nutrition status : food 3. Kolabvorasi
poliuria dan dehidrasi
and fluid 4. intake
pemberian
cairan IV 4. Monitor
masukan
makanan/ hitung
cairan intake
dan kalori
makanan Resiko ketidakstabilan 1. Pengetahuan
1. Monitor level gula darah
kadar glukosa darah
2. Monitor tanda dan gejala
menejemen diabetes 2. Nutrition status : food and fluid
hiperglikemia : poliuria, polidipsi,
polipalgi,
kelemahan,
letagri,
malaise,
pandangan
kabur, sakit kepala 3. Monitor
keton
dalam
kadar
AGD,
urine 4. Monitor elektrolit 5. Monitor tekanan darah dan nadi 6. Berikan insulin 7. Anjurkan intake cairan oral 8. Monitor
status
cairan
(intake output) 9. Berikan oral hygiene B. Konsep Dasar Ulkus Diabetikum
41
1.
Definisi Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2010). 2.
Klasifikasi Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu: Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
3.
Etiologi Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada
42
pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh. infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001). Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum a.
Faktor endogen: Genetik, metabolik, Angiopati diabetik, Neuropati diabetik
b.
Faktor ekstrogen: Trauma, Infeksi, Obat
4.
Manifestasi Klinis Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu : a. Pain (nyeri). b. Paleness (kepucatan). c. Paresthesia (kesemutan). d. Pulselessness (denyut nadi hilang) e. Paralysis (lumpuh). 5.
Komplikasi
43
Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus adalah sebagai berikut : a.
Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea.
b.
Hiperglikemia Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan,
penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Ulkus Diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit melepuh, kuku kaki yang tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari, pembengkakan ibu jari kaki, plantar warts, jari kaki bengkok, kulit kaki kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil RA). 6.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi:
a.
Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
b.
Tes toleransi glukosa oral
44
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl. c.
Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum,
sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
d.
Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ) e.
Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
45
BAB III TINJUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN KASUS 1.
PENGKAJIAN
a. Identitas 1) Identitas klien Nama
: Ny. E
Tanggal lahir
: 27 Oktober 1957
Umur
: 61 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
46
Alamat
: Jl Cingised no.10 RT03 RW06 Cisaranten Kulon Acamanik
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Diagnosa medis
: Diabetes Melitus + ulkus dekubitus +ulkus diabetikum
No. Medical Record
: 772925
Tanggal masuk RS
: 1 November 2018
Tanggal pengkajian
: 5 November 2018
Identitas Penanggung Jawab Nama
: Ny. I
Umur
: 45 tahun
Pekerjaan
: IRT
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Jl Cingised no.10 RT03 RW06 Cisaranten Kulon Acamanik
Hubungan dengan pasien
b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama
: Anak
47
Keluarga mengatakan terdapat luka pada bagian punggung, bokong, dan pinggul sejak satu bulan yang lalu. 2) Riwayat kesehatan sekarang Keluarga pasien mengatakan bahwa alasan pasien masuk ke rumah sakit yaitu terdapat luka pada punggumg, bokong, dan panggul dan luka belum kunjung sembuh dan keadaan pasien semakin melemah sehingga keluarga membawa pasien ke UGD. 3) Riwayat Kesehatan Dahulu Keluarga pasien mengatakan pasien sudah mengalami stroke sejak 4 bulan yang lalu, 2 bulan kemudian saat berobat ke dokter pasien di diagnosa memiliki penyakit diabetes melitus, lalu 1 bulan kemudian pasien mengalami luka pada punggung, bokong dan panggul. Keluarga mengatakan bahwa pasien mengalami sakit seperti ini semenjak ditinggalkan kerja ke luar kota oleh anaknya, pasien ingin anaknya tinggal bersama pasien akan tetapi anak pasien menolak. 4)
Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga pasien mengatakan di keluarga tidak ada riwayat penyakit yang sama dan riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus.
c.
Riwayat Psikososial Spiritual
Data Psikologis 1) Konsep diri a) Harga diri Tidak dapat dikaji b) Gambaran diri
48
Tidak dapat dikaji c)
Peran diri Tidak dapat dikaji
d) Status Emosional Tidak dapat dikaji e)
Data sosial Tidak dapat dikaji
f)
Data spiritual
(1) Konsep ibadah di rumah Keluarga pasien mengatakan pada saat di rumah pasien rajin menjalankan ibadah sholat 5 waktu. (2) Konsep ibadah di rumah sakit Pasien belum melaksanakan shalat 5 waktu di rumah (3) Hubungan kesehatan dan spiritual Tidak dapat dikaji (4) Konsep ketuhanan Tidak dapat dikaji (5) Makna hidup Tidak dapat dikaji (6) Support system dan dukungan Tidak dapat dikaji (7) Sumber harapan dan kekuatan klien
49
Tidak dapat dikaji
d. Riwayat Activity Daily Living (ADL) Tabel 3.1 Riwayat Activity Daily Living No 1
Kebiasaan
di rumah
di rumah sakit
Nasi, sayur mayur
Bubur sari
Nutrisi Makan
Jenis
Frekuensi
1x sehari
3x sehari
Porsi
1 piring
3 sendok terkadang setengah porsi
Keluhan
Tidak ada keluhan
Sulit menelan
Minum
Jenis
Frekuensi
Air mineral
Air mineral
Cukup sering
Sedikit, memakai sendok
2
Jumlah (cc)
Keluhan
±600 cc
±100cc
Tidak ada keluhan
Kesulitan menelan
Eliminasi BAB
Frekuensi
1 kali 1 hari
Sejak masuk RS belum BAB
Warna
Kuning
-
Konsistensi
Lunak
-
50
Keluhan
Tidak ada keluhan
-
BAK
Frekuensi
3-4x/sehari
Klien terpasang kateter urin
Warna
Jumlah (cc)
Kuning
Kuning pekat kecokelatan
Terkadang sedikit,
400cc
terkadang banyak 3
Keluhan
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Pukul 21.00 wib
Tidak menentu
Jarang tidur
Terkadang tidur terkadang
Istirahat dan tidur
Waktu tidur o Malam, pukul o Siang, pukul
4
Lamanya
Keluhan
tidak
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
2x/per hari
2x/per hari di waslap
Kebiasaan diri
Mandi
Perawatan kuku
Jika panjang dipotong
Belum melakukan
Perawatan gigi
Setiap mandi
Belum melakukan
Perawatan
Seminggu 2 kali
Belum melakukan
Tidak ada ketergantungan
Ketergantungan total
rambut
Ketergantungan
Keluhan
Tidak ada keluhan
Tidak dapat melakukan
51
aktifitas
e.
Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum Penampilan umum
: Tidak kooperatif
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda- tanda vital
: TD
: 100/80 mmHg
HR : 90x/menit RR : 20x/menit S Status Antopomentri
: 36,4oC
: BB : 40 kg TB : 152 cm IMT : 17,3 LLA: 19cm Lingkar perut: 59 cm
a)
Data Pemeriksaan fisik
(1) Sistem pernafasan Bentuk hidung simetris keadaan hidung bersih, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak terdapat penarikan paru, bentuk dada simetris, tidak
ada lesi.
Pengembangan paru sulit dikaji, pada saat palpasi taktil premitus dikedua paru bergetar, pada saat di perkusi terdengan bunyi resonan, pada auskultasi terdengar vesikuler pada seluruh permukaan paru. Respirasi 16 x/mnt.
52
(2) Sistem kardiovaskuler Conjungtiva berwarna pucat anemis, tidak terdapat pembesaran jantung, suara jantung pada perkusi redup, CRT dalam 3 detik, TD 100/80 mmHg, nadi 90 x/mnt. (3) Sistem pencernaan Seklera warna putih, bentuk bibir tidak simetris, mucosa mulut lembab, terdapat gigi yang sudah lepas dan 3 gigi depan pasien sudah goyang, tidak ada pembengkakan gusi, tidak tampak pembesaran atau penebalan lidah. Pasien kesulitan untuk mengunyah, menelan serta kesulitan untuk membuka mulut, bentuk abdomen cekung, tidak teraba pembesaran hepar. Keluhan mual (-), perut kembung (-), nyeri ulu hati (-), konstipasi (+) diare (-). Keluarga pasien mengatakan pasien sulit untuk mengunyah, terkadang seperti enggan untuk makan, satu kali makan hanya 3 sendok terkadang setengah porsi. Terkadang mengeluarkan lagi makanannya. (4) Sistem Perkemihan Terpasang kateter urin hari pertama, urin sebanyak 500cc, tidak ada keluhan, warna urin pekat kecokelatan. (5) Sistem Persyarafan (a) N. Olfactorius Tidak dapat dikaji (b) N. Opticus Tidak dapat dikaji (c) N. Okulomotorius Klien dapat membuka kelopak mata
53
(d) N. Tracklearis Pasien tidak dapat menggerakan mata ke bawah dan ke atas. (e) N. Trigeminus Pasien kesulitan untuk mengunyah (f)
N. Abducen
Tidak dapat dikaji (g)
N. Fasialis
Tidak dapat dikaji (h)
N. Akustikus
(i)
N. Glosofaringeus
Reflek mengunyah dan menelan kurang baik, pasien kesulitan untuk menelan (j)
N. Vagus
Uvula klien simetris dan tertarik ke atas pada saat klien mengucapkan “AH” (k)
N. Asesorius
Tidak dapat dikaji (l)
N. Hipoglosus
Pasien mampu menggerakan lidahnya dengan bebas. (6) Sistem integumen Penyebaran rambut tidak merata, rambut kotor, terdapat lesi kulit, turgor kulit baik. Sensasi kulit dapat merasakan tajam pada tangan sebelah kiri. Terdapat ulkus dekubitus pada 3 bagian yaitu punggung 17cm, bokong 10 cm, pinggul 10x5 cm dan
54
terdapat ulkus diabetikum pada kaki sebelah kanan. Kulit telapak tangan kiri pasien mengeras. (7) Sistem Muskuloskeletal Ekstremitas atas bentuk simetris, tangan sebelah kanan bengkak, jari tangan kanan bengkok, pada tangan sebelah kanan nyeri apabila digerakan, klien tidak merasa panas seperti tertusuk jarum, klien tidak mengeluh kram pada ekstremitas atas dan bawah, kekuatan otot sebelah kanan 0 sebelah kiri: 4 Ektermitas bawah bentuk simetris, tidak ada bengkak, terdapat luka ulkus diabetikum pada kaki sebelah kanan, terdapat bekas luka pada kaki sebelah kiri, terdapat nyeri pada kaki sebelah kiri apabila digerakan f.
Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan foto thorax Tanggal pemeriksaan : Kesan : 2) Pemeriksaan radiologi Tanggal pemeriksaan : Kesan : -
55
g.
Pemeriksaan Laboratorium Tabel 3.2 Hasil pemeriksaan laboratorium Keteranga
Hasil Jenis Pemeriksaan
Nilai Rujukan
Satuan
01/11/1 8
02/11/18
n 03/11/18
56
Keteranga
Hasil Jenis Pemeriksaan
Nilai Rujukan
Satuan
01/11/1 8
02/11/18
n 03/11/18
HEMATOLOGI Hemoglobin
12.0-16.0
g/dl
10,5
Rendah
4.000-10.000
sel/uL
13.600
Tinggi
Hematokrit
37-47
%
32.5
Rendah
Trombosit
150.000-450.000
sel/uL
585.00
Tinggi
Leukosit
0
KIMIA KLINIK Ureum
14-45
mg/dL
Kreatinin
0,6-1,1
mg/dL
80
Normal
Gula darah sewaktu
110-140
mg/dL
0.6
Tinggi
Gula darah puasa
70-110
mg/dL
145
GD 2 jam pp
< 140
mg/dL
Natrium
135-153
Kalium
3,5-9,3
Tinggi
136 145
125
Tinggi
159
Tinggi
Normal 139
Normal
3,9 Protein Total Albumin
h. Program Terapi
6,6-8,7
g/dL
6,7
Normal
2
g/dL
3,5-5
Normal
57
Tabel 3.3 Program terapi Nama Obat
Cara Pemberian
Dosis
Jam Pemberian 06.00
Metrofin
Oral
500gram
14.00
2. ANALISA DATA Tabel 3.4 Analisa Data No. Data 1. DS: - Keluarga
Etiologi Diabete melitus
mengatakan
pasien
lemah ketika dibawa kerumah sakit -
melitus
DO: Pasien
tampak
lemah Pemeriksaan terakhir GDP: 125 mg/dl -
glikogenesis
Pemeriksaan
glukoneogenesis hiperglikemia
sejak 2 bulan
-
karbohidrat
Telah di diagnosa diabetes
-
gangguan metabolisme
Risiko Ketidakstabilan gula darah
Masalah Risiko Ketidakstabilan gula darah
58
terakhir GD 2 jam pp: 159 mg/dl 2.
DS: - Keluarga
Diabete melitus pasien gangguan metabolisme
mengatakan
pasien
sulit
untuk
karbohidrat glikogenesis mengunyah glukoneogenesis terkadang hiperglikemia mengeluarkan
lagi penebalan dinding pembuluh darah
makanannya -
terkadang
seperti
enggan untuk makan -
dinding kapiler melemah suplai oksigen dan nutrisi ke saraf
satu kali makan neuropati
hanya 3 sendok terkadang setengah porsi.
perifer lesi kulit/ kerusakat kulit
DO: -
tidak
ada
refleks
mengunyah
dan
menelan -
IMT: 17,3
-
Perut terlihat cekung
-
Terdapat ulkus diabetikum pada 3
suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan luka sulit sembuh DM Kadar gula darah tinggi LED menurun Kerja jantung menurun
Resiko syndrom disuse
59
Aktifitas saraf simpatis
bagian yaitu purnggung 17cm,
Kecepatan denyut jangtung
bokong 10 cm, Curah jantung
pinggul 10x5 cm
Stroke
dan kaki sebelah kanan -
Gangguan perfusi jaringan serebral
Pasien tampak kelelahan
-
Kekuatan ektremitas
Arteri vetenbrobasalis otot bawah:
Fungsi motorik/ anggota gerak muskuloskeletel
0/0, ektremitas atas: 4/0 -
Terdapat kontraktur pada lengan sebelah kanan
hemaperesis hambatan mobilitas fisik tirah baring lama penekanan jaringan setempat panas pada kulit lesi pada kulit/kerusakan integritas kulit disfungsi nervus vagus dan glosofaringeus proses menelan tidak efektif disfagia anoreksia ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
60
Resiko Syndrom Disuse
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS a. Risiko ketidakstabilan kadar gula darah b. Risiko sindrom disuse b.d paralisis
61
4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Nama Pasien
:
Tn. E
Ruangan
: Darussalam 5
No. Medrek
:
772925
Diagnosa Medis
: Diabetes Melitus + Ulkus Diabetikum
Tabel 3.5 Intervensi keperawatan No.
Diagnosa Keperawatan
1.
Risiko Ketidakstabilan kadar gula darah
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3 x 24 jam pasien dapat: 1. Gula darah terkontrol
Intervensi 1. Monitor kadar glukosa darah
Rasional 1. Mencegah terjadinya peningkatan atau penurunan kadar glukosa darah
2. Monitor tekanan darah
2. Pencegahan pada terjadinya komplikasi pada jantung,
3. Monitor status cairan (intake out put)
3. Status cairan dapat mengidentifikasi adanya dehidrasi yang terjadi pada pasien
4. Batasi latihan apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg/dl 5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat metrofin
4. Mencegah terjadinya kelelahan akibat aktivitas yang tidak sesuai 5. Metrofin merupakan obat antidiabetes oral, yang dapat
62
500 mg
mengurangi produksi glukosa hepatik, meningkatkan penggunaan insulin yang dimediasi pada jaringan perifer, meningkatkan penggunaan glukosa pada usus melalui metabpolisme anaerob
1.
Risiko syndrome disuse
Setelah
b.d paralisis
tindakan
di
lakukan 1. Kolaborasi dengan ahli gizi 1. Untuk keperawatan
dalam 3x 24 jam nutrisi
untuk
menentukan
jumlah
mengetahui
keadaan
hemodinamika pasien.
kalori .
pasien terpenuhi dengan kriteria hasil: 2. Anjurkan
keluarga
untuk 2. Keluarga merupan orang terdekat
membantu pemberian makan
pasien, dukungan tuntuk makanan oleh keluarga dapat mebnatu pasien untuk makan
3. Lakukan dan ajarkan keluarga 3. Mulut yang berdih akan membuat terkait dengan perawatan mulut
lebih segar dan nyaman ketika akan
sebelum makan
makan
4. Lakukan pemasangan NGT
4. Pemasangan NGT dapat membantu
63
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien 5. Jaga kebersihan kulit dengan 5. Menghindari menganjurkan atau membantu pasien
untuk
terjadinya
resiko
infeksi pada pasien
melakukan
personal hygine dan mengganti sprei 6. Membersihkan luka setiap hari 6. Luka yang bersih dapat membantu satu kali
dalam proses penyebuhan luka dan menghindari
terjadinya
risiko
infeksi 7. Monitor adanya tanda dan 7. Mengetahui sejak dini jika ada gejala infeksi
tanda
infeksi
dilakukan
dapat
tindakan
segera untuk
menghindari terjadinya infeksi 8. Mobilisasi
atau
melakukan 8. Menghindar
miring kanan miring kiri setiap
pembentukan
luka
ulkus dekubitus yang baru
2 jam sekali 9. Lakukan dekubitus
pemasangan
kasur 9. Menghindari terjadi luka dekubitus
64
10. Lakukan
ROM
pasif
pada 10. ROM pasif dapat merilekskan otot
bagian tubuh yang tidak sakit
dan memperlancar peredaran darah
11. Bantu untuk mengaplikasikan aktivitas
sehari-hari 11. Membantu memenuhi kebutuhan
(memandikan pasien di kasur,
sehari-hari pasien. Pasien akan
oral hygine, membantu makan
merasa lebih nyaman.
dan
minum,
membantu
eliminasi, kebersihan rambut dan kuku)
65
Nama pasien
:Ny. E
Ruangan
: Darussalam 5
No. Medrek
: 772925
Dx Medis
: Diabetes Melitus+ ulkus diabetikus
Tanggal masuk
: 01 November 2018
No Hari/ Tanggal 1. Senin, 05/11/18
Dx 1
Jam
Implementasi 1. Mengganti balutan di area punggung 17cm, bokong 10 cm, panggul 10x5cm, terdapat ulkus diabetikum pada kaki 2. Melakukan personal hygine (menggunting kuku pasien)
Evaluasi Formatif Sumatif - Area punggung luasnya S: 17cm berwarna O: kemerhan, terdapat - pasien berteriak luka nekrotik. Bokong ketika kakinya 10 cm terdapat digerakan nekrotik, panggul 10x5 - pasien terlihat cm kemerahandan meringis ketika terdapat jaringan kakinya digerakan nekrotik. Ulkus di kaki - TD: 120/70 terdapat jaringan - N: 96x/menit nekrotik dan pus - R: 22x/menit - Kuku pendek dan - S: 37,4 bersih - I: 100cc - O: 500cc - Skala nyeri 4 - Tidak terpasang infus - Terpasang DC A: masalah keperawatan belum teratasi P: GV setiap pagi,
Paraf
66
2
3
Senin, 05/11/18
Selasa, 06/11/18
1
1
15.30
04.00
1. Membantu personal hygine pasien (memandikan pasien) 2. Merapikan tempat tidur agar tidak ada seprei yang terlipat 3. Mengajarkan ROM pada bagian tubuh yang tidak nyeri
1. Membantu personal hygine pasien (memandikan pasien) 2. Merapikan tempat tidur
- Pasien terlihat sedikit gelisah - Pasien mengeluh nyeri saat dimobilisasi - Bagian tubuh yang tidak nyeri masih bisa melakukan ROM
- Pasien meringis ketika tangan kanan dan kaki kiri pasien digerakan - Pasien kesakitan saat
lanjutkan intervensi membantu personal hygine pasien, lihat adanya tanda infeksi pada luka. S: pasien mengeluh nyeri saat dimobilisasi O: - Pasien nampak sedikit gelisah - TD: 110/60 - N: 90 - R: 20x/menit - S: 37,5 - Luka terbalut verban A: masalah belum teratasi P: ajarkan pasien ROM pada bagian sisi tubuh yang mengalami kelemahan S:O: - Mukosa mulut lembab dan bersih
67
4
Selasa, 06/11/18
5
Selasa,
1
agar tidak ada seprei yang terlipat 3. Mengajarkan ROM
akan mengajarkan ROM pada bagian tubuh yang mengalami kelemahan
1. Melakukan ganti verban 2. Mengajarkan ROM pasif pada bagian tubuh yang tidak nyeri 3. Miring kanan miring kiri setiap 2 jam 4. Membantu keluarga untuk memberi makan pasien 5. Pemasangan infus 6. Mengecek GDS
- Lengan kiri pasien masih bisa digerakan dan tidak mengeluh nyeri ketika digerakan - Makan pasien belum bertambah
1. Melakukan observasi TTV - Terdapat respon
- Seprei rapi - Pasien sedikit tenang - TD: 120/70 - N: 85 x/menit - R: 16x/menit - S: 36,8 - Luka terbalut verban S:O: pasien tampak lemas dan mengalami penurunan kesadaran TD: 100/50 N: 86x/menit R: 30x/meenit S: 37,8 SPO2: 68 GDS: 145gr/dL Infus: RL A: masalah belum teratasi P: lakukan pemasangan ETT, observasi TTV S: -
68
06/11/18
Selasa, 06/11/18
2. Melakukan baging 3. Melakukan pemasangan ETT 4. Melakukan pemasangan NGT 5. Memberi makanlewat NGT
1. Mengobservasi TTV 2. Melakukan baging 3. Memindahkan pasien keruang HCU
dengan SPO2 meningkat menjadi 99 - Pasin berusaha berontak ketika akan dipasang ETT - Pasien tidak mau makan
- Pasien mengalami penurunan kesadaran - Pasien pindah ke ruang HCU
O: - TD: 133/75 - N: 120 - R: 32 - S: 36 - O2: 5lt Cairan: RL I: 400cc O: 300cc, warna pekat kecoklatan A: masalah belum teratasi P: Observasi TTV Pindahkan pasien ke ruang HCU S: O: TD: 90/60 N: 77 R: 30 Terpasang infus, cairan RL Terpasang NGT Terpasang DC A: masalah belum teratasi P: paien sudah pindah ke ruang HCU
69
BAB IV PEMBAHASAN Pembahasan kasus ini merupakan bagian dari perbandingan antara asuhan keperawatan dilapangan selama ini dengan tujuan kasus penulis berupaya dalam menerapkan asuhan keperawatan dilapangan melalui tahap proses keperawatan dengan kesenjangan dan kesamaan teori, selain itu juga penulis menemukan faktor yang menghambat dan mendukung tingkat kesembuhan klien dengan asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan diagnosa medis klien yaitu Diabetes Melitus tipe 2 dan ulkus diabetikus. A. Pembahasan Kasus Pada pasien ini didiagnosa mengalami diabetes melitus tipe 2 dan ulkus diabetikus, hal ini sesuai dengan teori bahwa diabetes merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa darah), hiperglikemi atau gangguan metabolisme yang ditimbulkan dapat menyebabkan kerusakan sekunder di berbagai organ tubuh terutama ginjal, mata, saraf, dan pembuluh darah (Robbin dan Cotran, 2010). Diabetes melitus tipe 2 yaitu dimana pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi insulin yang bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin dan ulkus diabetikus yaitu luka pada kaki yang berwarna merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh sedang atau besar di tungkai (Askandar, 2001).
70
1.
Tahap Pengkajian Diagnosa diabetes Melitus pada pasien ditunjukan dengan hasil pemeriksaan
gula darah sewaktu pasien yaitu 145mg/dl dengan nilai rujukan 110-140mg/dl, hasil pemerikasaan GDP yaitu 136 mg/dl dan 125 mg/dl ddengan nilai rujukan 70-110 mg/dl, hasil pemeriksaan GD 2 PP yaitu 145 mg/dl dan 159 mg/dl dengan nilai rujukan