KUJANG [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Aji
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KUJANG Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Budaya



Disusun oleh: Aji Firdaus Alamsyah 193232017 Kelas 2A



PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS BUDAYA DAN MEDIA INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA (ISBI) BANDUNG 2019



DAFTAR ISI DAFTAR ISI...................................................................................................



1



KATA PENGANTAR.....................................................................................



2



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG......................................................................... B. RUMUSAN MASALAH.....................................................................



3 4



BAB II PEMBAHASAN A. KUJANG : SENJATA TRADISIONAL SUNDA............................. B. KUJANG DALAM SEPULUH KARAKTER BUDAYA..............



5 6



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN..................................................................................... B. SARAN.................................................................................................



12 12



DAFTAR PUSTAKA......................................................................................



13



1



KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah Kujang Dalam Sepuluh Karakter Budaya ini bisa selesai pada waktunya. Saya berharap makalah ini bisa bermanfaat dan menambah wawasan para pembaca tentang bagaimana kujang sebagai alat tradisional Sunda ini ditempatkan dalam sepuluh karakter budaya. Mudah-mudahan makalah sederhana yang telah disusun ini bisa dengan mudah dipahami oleh siapa pun yang membacanya. Penulis sudah semaksimal mungkin dalam penyusunan makalah ini dengan baik. Namun, penulis sadar akan keterbatasan penulis dalam menyempurnakan penulisan makalah sehingga dengan ini penulis sendiri memohon maaf jika terdapat kesalahan baik dalam penulisan kata atau pun salah dalam penyampaian makna yang kurang berkenan. Serta tidak lupa saya berharap adanya masukan berupa kritikan dan saran yang membangun dari pembaca yang budiman demi terciptanya makalah yang baik untuk kedepannya.



Bandung, 02 Maret 2020 Penulis



(Aji Firdaus Aamsyah)



2



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebudayaan merupakan salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan hal yang paling pokok yang dimiliki oleh setiap individu maupun kelompok manusia. Peradaban manusia dibentuk oleh kebudayaan yang tinggi. Disana terdapat suatu sistem tertentu yang dapat mengatur bagaimana pola cara manusia hidup. Bagaimana mereka berkomunikasi, cara mereka bertahan hidup, peran yang mereka miliki di masyarakat sekitar, atau bagaimana sistem kepercayaan dan religi yang dianutnya serta tatacara ibadah yang dilakukannya. Oleh karena itu setiap peradaban atau kebudayaan yang dihasilkan pasti di dalamnya terkandung sepuluh karakter budaya yang telah para ahli rangkum. Senjata tradisional Kujang adalah salah satu contoh bagaimana sepuluh karakter ini akan dapat kita temukan di sana. Sudah tidak asing lagi bahwa kujang adalah salah satu benda pusaka yang sangat dihormati oleh masyarakat sunda pada umumnya. Dengan begitu akan sangat penting bagi kita untuk memahami sepuluh karakter budaya yang terdapat dalam Pusaka Kujang. Karena hal itu akan memberikan kita pembelajaran tentang suatu hal yang kadang telah kita lupakan sebagai jati diri urang Sunda secara khusus dan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang hidup dalam multikutural kebudayaan.Sehingga dengan mengenal dan memahaminya dapat menumbuhkan rasa kecintaan akan kebudayaan sendiri.



3



B. RUMUSAN MASALAH



1. Bagaimana posisi Pusaka Kujang pada masyarakat Suku Sunda? 2. Bagaimana Pusaka Kujang dalam sepuluh karakter budaya?



C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui posisi Kujang pada masyarakat Suku Sunda 2. Untuk mengetahui Kujang dalam sepuluh karakter budaya



4



BAB II PEMBAHASAN A. KUJANG : SENJATA TRADISIONAL SUNDA



Menurut Suryadi dalam “Kujang, Bedog Dan Topeng” (2008:12) masyarakat Jawa Barat, yang sebagian besar adalah orang Sunda sering dilambangkan oleh senjata tradisional yang disebut Kujang. Kujang adalah senjata tajam seperti keris atau parang. Bentuknya unik, berupa tonjolan pada bagian tangkalnya dan lengkungan pada bagian ujungnya. Bagi masyarakat Sunda, Kujang lebih popular dibandingkan dengan Keris. Melihat hal itu, maka sudah tidak diragukan lagi bahwa kujang memiliki pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat Sunda. Kujang seakan bukan hanya sekedar simbol dari kesukuan mereka sebagai orang Sunda tetapi juga menjadi simbol jati diri masyarakat Sunda. Popularitas kujang di lingkungan masyarakat Sunda sendiri sudaj tidak disangsikan lagi. Di lingkungan masyarakat Sunda masih ada komunitas-komunitas yang akrab dengan kujang dalam pranata kehidupan sehari-hari, yaitu masyarakt Sunda Pancer Pangawinan yang tersebar di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak; mayarakat di Kecamatan Gudeg, Kabupaten Bogor; masyarakat Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi; masyarakat Sunda Wiwitan Urang Kanekes (Baduy) di Kabupaten Lebak, Banten. Di lingkungan mereka, Kujang(pamangkas) masih digunakan dalam upacara nyacar (menebas pepohonan untuk membuka lahan huma) setahun sekali. Bukti keberadaan kujang pada masa lalu dapat diperoleh dari relief-relief candi, seperti relief yang terdapat di Candi Sukuh dan Candi Panataran. Selain itu juga dapat ditemukan di naskah-naskah kuno seperti, Serat Manik Maya yang menggunakan istilah kudi, lalu pada naskah Sanghyang Siksakanda Ng Karesian yang menggunakan istilah kujang, dan berita pantun Pajajaran Tengah (Pantun Bogor). Namun, kujang kini jarang digunakan dalam peralatan perkakas sehari-hari masyarakat Sunda. Kujang saat ini hanya menjadi benda pusaka berupa hiasan atau sebagai artefak di museum-museum dengan jumlah yang relatif sedikit dan dipegang oleh para sesepuh.



5



B. KUJANG DALAM SEPULUH KARAKTER BUDAYA Kujang bersifat adaptif. Kujang dalam pandangan orang awam adalah sebilah pisau yang memiliki ketajaman pada dua sisinya. Bentuknya melengkung pada bagian punggung terdapat lubang serta lancip di bagian ujungnya. Kujang secara fungsional saat ini sudah jarang digunakan baik sebagai perkakas ataupun senjata. Dalam beberapa cerita lisan yang kemudian menyebar di beberapa situs internetdisebutkan bahwa ciptaan asli dari kujang sebenarnya terinspirasi dari sebuah alat pertanian yang telah dipergunakan secara luas sejak abad ke-4 sampai ke-7 masehi. Pada dasarnya perkembangan dalam perubahan bentuk kujang dari masa ke masa sebenarnya dipengaruhi oleh masuknya satu budaya kemudian datang lagi kebudayaan yang baru. Sehingga kujang dapat beradaptasi dengan baik dalam suatu kebudayaan yang baru hingga mewujudkan suatu bentuk ragam kujang yang baru. Dengan beragamnya bentuk model kujang maka penamaan untuk masing-masing model kujang pun berbeda. Pada masanya kujang memiliki beberapa ungsi diantaranya: 1. Pusaka; tuah/daya kesaktian kujang mengandung nilai sacral. 2. Pakarang (senjata); kujang yang bentuknya relative pendek bukanlah salah satu alat tebas tapi tergolong alat tikam, alat tusuk, alat toreh, dan alat kerat. 3. Pangarak (alat upacara); kujang Pangarak dalam kegiatan upacara menggunakannya dengan dipikul pada satu prosesi tertent,oleh pelaku barisan terdepan. Bentuknya bertangkai panjang semacam tombak. 4. Pamangkas (alat pertanian); digunakan biasanya untuk menebang pohon dalam rangka membuka lahan huma (ladang). Namun, disaat-saat tertentu kujang ini bisa digunakan untuk enyerang jika ada musuh yang menyerang secara tiba-tiba, karena kujang ini memiliki bentuk yang anjang dan agak besar sehingga bisa digunakan untuk menebas ataupun membacok musuh (Heryana, Agus dkk..Kujang Paneupaan Dari Tanah Sunda.Bandung: Badan Pelestarian Nilai Budaya Bandung). Kujang: bersifat milik bersama. Kujang merupakan salah satu senjata tradisional yang tidak diketahui siapa pembuat pertama alat ini. Menurut Suryadi (2008:13) tuturan sejarah tentang awal keberadaan kujang hingga saat ini masih belum terungkap. Kalau saja Kerajaaan Tarumanagara, kerajaan tua setelah keberadaan Kerajaan Salakanagara yang sudah mampu mengembangkan sistem pertanian, dianggap sebagai cikal bakal lahirnya senjata khas masyarakat Sunda yaitu Kujang. Kujang dibuat oleh masyarakat yang memiliki pola kehidupan berladang atau berhuma. Dalam peradaban masyarakat 6



peladang setidaknya dikenal perkakas-perkakas untuk membuka lahanatau bercocok tanam seperti arit dan parang. Walau begitu, pernyataan di atas masih sangat umum sehingga walau pun memang sekiranya kujang diciptakan pada masa Kerajaan Tarumanagara, hal itu tetap saja menyimpan pertanyaan tentang siapa yang pertama kali atau siapa yang mempunyai gagasan pertama dalam membuat senjata tradisional kujang ini. Sehingga secara tidak langsung, kujang telah menjadi objek atau hasil kebudayaan milik bersama yang digunakan secara umum.



Kujang: Bersifat Bisa Dipelajari. Kujang adalah suatu hasil kebudayaan yang dapat dilihat dan diraba secara langsung. Sehingga kita bisa mempelajarinya secara langsung, mulai dari mempelajari literatur kesejarahannya di naskah-naskah kuno, mempelajari bentuk struktur kujang, macam-macam kujang, fungsi kujang, makna atau simbol yang terkandung, cara penempaan kujang, serta perkembangan kujang dari masa ke masa dengan melihat artefak peninggalan kujang kuno terdahulu. Selain itu juga telah disebutkan sebelumnya di atas bahwa literatur tentang kujang dapat ditemukan dan mungkin bisa dipelajari dari naskah-naskah kuno seperti, Serat Manik Maya yang menggunakan istilah kudi, lalu pada naskah Sanghyang Siksakanda Ng Karesian yang menggunakan istilah kujang, dan berita pantun Pajajaran Tengah (Pantun Bogor). Atau bisa secara langsung berkunjung ke komunitas-komunitas yang masih menjaga kujang dengan baik sebagai perkakas atau pusaka dalam kehidupan sehari-hari seperti pada masyarakat Sunda Wiwitan Urang Kanekes (Baduy) di Kabupaten Lebak, Banten di mana mereka masih menggunakan Kujang(pamangkas) dalam upacara nyacar ang bertujuan menebas pepohonan untuk membuka lahan huma.



Kujang: Bersifat Simbolis. Dalam kujang ada istilah tertentu untuk menyebut bagianbagian dari kujang yaitu seperti, congo,eluk (siih), waruga, mata, pamor, tonggong, beuteung, tadah, paksi, combing, selut, ganja (landean) atau gagang, dan kowak (kopak) atau sarung kujang. Bagian-bagian kujang ini memiliki arti atau filosofi tersendiri yang mendalam. Ujang menjadi bentuk dari strata sosial atau menjadi penanda peran sosial seseorang dalam masyarakat. Sehingga kepemilikan kujang dan pemakaian kujang ditentukan oleh kesejajaran tugas dan fungsinya masing-masing, seperti: 1. Kujang Ciung mata 9; hanya dipakai khusus oleh Raja. 7



2. Kujang Ciung mata 7; dipakai oeh Mantri Dangka dan Prabu Anom. 3. Kujang Ciung mata 5; dipakai oleh Girang Seurat, Bupati Pamingkis, dan Bupati Pakuan 4. Kujang Jago; dipakai oleh Balapati, para Lulugu, dan Sambilan. 5. Kujang Kuntul;dipakai oleh para Patih (Ptih Puri, Patih Taman, Patih Tangtu, atih Jaba, Ddan Patih Palaju), juga digunakan oleh para mantri (Mantri Majeuti, Mantri Paseban, Mantri Layar, Mantri Karang, dan Mantri Jero). 6. Kujang Naga; dipakai oleh para Kanduru, para Jaro, Jaro Arawa, Tangtu, Jaro Gambangan. 7. Kujang Badak; dipakai oleh para Pangwereg, para Pamatang, para Palongok, para Palayang, para Pangwelah, para Bareusan, Parajurit, Paratulup, Sarawarsa, dan para Kokolot. Kujang juga digunakan oleh para agamawan tetapi hanya satu bentuk yang digunakan yaitu Kujang Ciung. Untuk Brahmesta (pendeta agung Negara) bermata 9, untuk para pandita Ciung bermata 7, untuk Geurang Pu’un kujang Ciung bermata 5, untuk puun kujang Ciung bermata 3, dan kujang Ciung bermata 1 untuk Guru Tangtu Agama dan Pangwereg Agama. Untuk para wanita sendiri terutama para bangsawan juga menggunakan kujang. Kujang yang digunakan adalah kujang Ciung dan kujang Kuntul. Kujang untuk puteri kalangan menak pakuan biasanya kujang bermata 5, pamor sulangkar, dengan bahan dari besi kuning pilihan. Kujang sebagai benda budaya mengalami perubahan sesuai dengan perubahan budaya masyarakat Sunda. Perubahan tersebut menyangkut sistem nilai atau gagasan yang dilekatkan pada kujang sehingga pada akhirnya mengubah wujud dan fungsi dari kujang itu sendiri. Perubahan tersebut menyangkut pada nilai filosofi, simbol, dan makna pada kujang sehingga mengubah kujang yang pada awalnya hanya merupakan alat pertanian menjadi pusaka atau bahkan azimat dan menjadi cirri atau pertanda peran sosial seseorang dalam lingkungan masyarakat. Sehingga kujang bagi orang Sunda berfungsi sebagai plandel atau penguatan karakter dan jati diri (Heryana, Agus dkk..Kujang Paneupaan Dari Tanah Sunda.Bandung: Badan Pelestarian Nilai Budaya Bandung).



Kujang: Bersifat Berubah-Ubah. Dalam beberapa cerita lisan yang kemudian menyebar di beberapa situs internetdisebutkan bahwa ciptaan asli dari kujng sebenarnya terinspirasi dari sebuah alat pertanian yang telah dipergunakan secara luas sejak abad ke4 sampai ke-7 masehi. Bentuk kujang yang saat ini kita kenal adalah bentukan baru dari sekitar abad ke-9 sampai abad ke-12 Masehi sebaga buah karya dari para empu yang 8



terkenal , seperti Mpu Windusarpo, Mpu Ramayadi, dan Mpu Mercukundo. Baru kemudian sekitar abad ke-12 kujang mulai diakui sebagai sebuah azimat oleh raja dan bangsawan dari kerajaan Pajajaran, khususnya pada masa pemerintahan Prabu Kuda Lalean. Di salah satu pertapaannya, sang prabu mendapat ilham untuk membuatdesain ulang dari kujang yang bentuknya disesuaikan dengan bentuk pulau Jawa dan memerintahkan Mpu Windu Supo untuk membuat kujang seperti yang terdapat dala ilham sang Prabu. Kujang ini memilki dua karakter yang unik yaitu bentuknya yang seperti pulau Jawa dan mempunyai tiga lubang pada bilahnya. Bentuk kujang seperti pulau Jawa mengartikan cita-cita untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di pulau Jawa menjadi satu kerajaan yang dikepalai oleh Raja Kerajaan Pajajaran Makukuhan. Sedangkan tiga lubang yang terdapat dalam bilahnya mengartikan trimurti, atau tiga aspek ketuhanan dalam ajaran agama Hindu yaitu Brahma, Siwa, dan Wisnu. Dalam perkembangan selanjutnya kujang mengalami perkembangan model . dari pengaruh Islam salah satunya, kujang dibentuk dengan menyerupai huruf arab syin. Hal ini dikarenakan huruf pertama dalam kalimat syahadat adalah huruf syin. Dengan beragamnya bentuk model kujang maka penamaan untuk istilah masingmasing model kujang pun berbeda. Kebanyakan bentuk kujang merupakan personifikasi binatang tertentu. Beberapa bentuk kujang yang dimaksud adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Kujang Ciung, yaitu kujang yang dianggap memiliki bentuk seperti burung Ciung Kujang Jago, ujang yang bentuknya menyerupai ayam Jago Kujang Kuntul, yaitu kujang yang memiliki bentuk seperti burung Kuntul Kujang Bangkong, yaitu bentuk kujang yang menyerupai hewan kodok Kujang Naga, yaitu kujang yang memilki bentuk menyerupai seekor naga Kujang Badak, yaitu kujang ang dianggap menyerupai hewan badak Kudi, yaitu perkakas sejenis kujang



(Heryana, Agus dkk..Kujang Paneupaan Dari Tanah Sunda.Bandung: Badan Pelestarian Nilai Budaya Bandung).



Kujang: Bersifat Bisa Dibagikan. Sebagai wujud hasil dari kebudayaan dan juga menjadi identitas jati diri masyarakat Sunda keberadaan kujang ini sangat penting untuk tetap terjaga keberadaannya. Untuk itu para leluhur atau nenek moyang masyarakat Sunda akan melestarikan senjata tradisonal kujang tersebut dengan cara mewariskan atau menurunkan kembali kujang kepada anak cucunya agar tetap dilestarikan. Karena kujang 9



merupakan hasil wujud kebudayaan maka keberadaannya adalah milik bersama sehingga pewarisan kujang ini juga dilakukan oleh kebanyakan masyarakat Sunda. Kujang sebagai benda budaya dan terus diwariskan dari generasi ke generasi dengan perubahan zaman yang berbeda setiap masanya, hal ini membuat kujang mengalami perubahan sesuai dengan perubahan budaya masyarakat Sunda. Perubahan tersebut menyangkut sistem nilai atau gagasan yang dilekatkan pada kujang sehingga pada akhirnya mengubah wujud dan fungsi dari kujang itu sendiri. Perubahan tersebut menyangkut pada nilai filosofi, simbol, dan makna pada kujang. Kujang memiliki makna atau nilai tersendiri yang terkandung di dalamnya. Biasanya diartikan sebagai akronim dari kalimat “kukuh kana jangji rek neruskeun padamelan sepuh karuhun urang”. Maksudnya adalah kukuh pada janji-janji untuk meneruskan perjuangan nenek moyang dalam menegakan cara-ciri manusia dan cara-ciri bangsa. Di samping itu, terdapat peribahasa kujang dua pangadekna yang berarti sama dengan pisau bermata dua, yaitu perkataan seseorang yang memilki makna atau maksud ganda. (Heryana, Agus dkk..Kujang Paneupaan Dari Tanah Sunda.Bandung: Badan Pelestarian Nilai Budaya Bandung). Kujang: Bersifat Memberi Jarak. Dalam pemakaian kujang pada zaman dahulu terutama saat masa kerajaan-kerajaan Sunda berkuasa kujang memiliki symbol tertetu yang member satu pesan sekaligus member jarak antar pemakainya. Maksud memberi jarak dalam konteks di sini adalah bahwa kujang tertentu hanya bisa dipakai oleh orang tertentu dan memiliki tingkat sesuai gelar yang dimiliki dari yang paling atas sampai jabatan paling rendah. Hal ini kujang secara tidak langsung menjadi simbol stratifikasi sosial yang membedakan setiap individu dari pekerjaan atau jabatan yang dipegang. Dalam hal kepemilikan kujang, setiap memenak (bangsawan), para pengagung (pejabat Negara) hingga para kokolot tidak sembarangan memilih bentuk kujang. Hal itu ditentukan oleh status sosial masing-masing. Bentuk kujang raja tida boleh sama dengan bentuk kujang milik balapati. Demikian juga kujang milik balapati harus berbeda dengan kujang milik barisan paratulup. Selain para pria yang memiliki kujang, para wanita juga bisa memiliki kujang tersebut namun tidak sembarang tau semua wanita bisa memakainya. Adalah para wanita menak Pakuan dan kaum wanita yang memainkan peran tertentu sebagai para putri raja, putrid kabupatian, ambu sukla, guru sukla, ambu geurang, guru aes dan sukla mayang (dayang kaputren). Namun, dalam hal bentuk kujang yang dipakai kaum wanita berbeda dengan kujang yang dipakai oleh kaum laki-laki. Pada dasarnya bentuknya langsing, tidak terlalu lebar, dan biasanya lebih kecil daripada kujang milik kaum pria (Suryadi, 2008:36). Kujang: Bersifat Tidak Bisa Bertahan. Suatu kebudayaan dapat bersifat tidak bisa bertahan karena beberapa aspek yaitu: 10



1. Sifat manusia yang selalu ingin tahu, selalu ingin mencoba sesuatu. Kujang tidak bisa bertahan dalam satu bentuk yang sama yang diciptakan pertama kali. Bahkan kujang sendiri merupakan salah satu modifikasi alat pertanian pada zaman dulu. Ini membuktikna bahwa manusia khusunya masyarakat Sunda memiliki keinginan untuk mencoba sesuatu. Dari alat pertanian yang sederhana yang biasa dipakai untuk kegiatan sehari-hari dalam pertanian kemudian muncul beragam bentuk dengan fungsi dan makna yang sangat beragam serta. Dengan keberagaman bentuk gaya beserta variasi-variasi struktur paptuk, waruga, mata, siih, pamor dan sebagainya. 2. Eksistensi manusia yang ingin menampilkan dirinya atau kelompoknya. Perubahan kujang sendiri sudah disebutkan di atas bahwa perubabahnnya berjalan seiring dengan perubahan fungsinya sebagai salah satu identitas individu atau pun kesukuan. Untuk membedakan satu individu dengan individu lainnya maka harus menciptakan kujang yang berbeda seperti kujang yang dipakai raja harus berbeda dengan kujang yang dipakai para agamawan atau pejabat lainnya. Dari keinginan manusia untuk menampilkan identitas inilah kemudian lahir berbagai bentuk ragam kujang. 3. Manusia dan kelompoknya akan beradaptasi dengan lingkungannya. Dalam lingkungan masyarakat Sunda yang sudah mengenal teknologi modern dan maju, masyarakatnya perlahan mulai meninggalkan warisan budaya karuhun berupa kujang. Hal ini dikarenakan perkembangan zaman yang sudah tidak memandang kujang sebagai pusaka, ataupun perkakas mulai sirna. Munculnya beragam teknologi yang maju menjadikan kujang tidak lagi sebagai identitas sosisal individu di masyarakat. Masyarakat lebih memilih alat transportasi modern yang mewah dan canggih menjadi identitas pribadinya. Selain itu, banyak alat canggih yang bisa digunakan sebagai perkakas yang lebih efisien. Namun, hal itu tentu saja dapat berefek langsung pada keberadaan kujang sendiri sebagai simbol identitas atau jati diri masyarakat Sunda pada umumnya yang kian hari semakin sedikit. Satu kemungkinan yang paling ditakutkan adalah eksistensinya mulai hilang dan dilupakan sehingga tidak dapat mempertahankan keberadaan kujang. Bersifat Tidak Disadari. Kujang: Bersifat Relatif dan Universal. Keberadaan kujang sebagai salah satu ciri identitas kesukuan atau jati diri tentu bersifat relatif. Kujang menjadi identitas kesukuan bagi masyarakat Sunda. Namun, masyarakat jawa akan menganggap kujang adalah hanya sebuah pusaka dan perkakas sehari-hari yang biasa digunakan masyarakat Sunda. Hal ini dikarenakan masyarakat Jawa akan lebih memilih keris sebagai alat pusaka yang menjadi ciri identittas kesukuan masyarakat Jawa.



11



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Jika dikaji dari sisi bentuknya, kujang dapat dianggap sebagai representasi dari alat perladangan atau pertanian. Setidaknya di dalam kujang terdapat empat fungsi yang bisa digunakan masyarakat peladang, yaitu kapak, gergaji, arit, dan pencungkil. Anggapan yang melihat kujang sebagai simbol masyarakat peladang terpaut pada struktur kujang itu sendiri. Strukur kujang terbentuk dari tiga lekukan. Pamor sulangkar yang bentuknya meliuk-liuk merupakan simbol kesuburan. Sedagkan penamaan kujang seperti ciung, kuntul, bangkong, naga, dan jago mengacu kepada binatang-binatang yang erat kaitannya dengan pesawahan dan ladang. Kujang merupakan produk budaya huma yang memiliki simbol tritangtu sehubungan dengan bentuk nya. Kujang sebagai benda budaya mengalami perubahan sesuai dengan perubahan budaya masyarakat Sunda. Perubahan tersebut menyangkut sistem nilai atau gagasan yang dilekatkan pada kujang sehingga pada akhirnya mengubah wujud dan fungsi dari kujang itu sendiri. Perubahan tersebut menyangkut pada nilai filosofi, simbol, dan makna pada kujang sehingga mengubah kujang yang pada awalnya hanya merupakan alat pertanian menjadi pusaka atau bahkan azimat dan menjadi ciri atau pertanda peran sosial seseorang dalam lingkungan masyarakat. Sehingga kujang bagi orang Sunda berfungsi sebagai plandel atau penguatan karakter dan jati diri.



B. SARAN Keberadaan Kujang merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Sunda karena merupakan salah satu aspek yang mencerminkan identitas dan jati diri Urang Sunda. Agar tetap terjaga eksistensinya maka peran kita sebagai bagian dari kultur masyarakat Sunda hendaknya menjaga salah satu bentuk warisan yang telah diturunkan dari generasi ke generasi dari leluhur atau nenek moyang masyarakat Sunda. Dengan kembali mengkaji hakikat senjata tradisional Kujang dan memperkenalkan kembali kepada penerus generasi selanjutnya. Agar dapat kembali memahami makna (nilai-nilai) dan simbol yang terkadung di dalamnya.



12



Daftar Pustaka



Rosidi, Ajip. dkk.2008.Kujang, Bedog, Dan Topeng.Bandung:Yayasan Pusat Studi Sunda. Heryana, Agus dkk..Kujang Paneupaan Dari Tanah Sunda.Bandung: Badan Pelestarian Nilai Budaya Bandung



13