Kumpulan Cerita Waktu Untuk Tidak Menikah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kumpulan Cerita Waktu untuk Tidak Menikah, Amanatia Junda: KISAH CINTA YANG TIDAK MELULU INDAH



Judul



: Waktu untuk Tidak Menikah



Penulis



: Amanatia Junda



Penerbit



: Mojok



ISBN



: 978-602-1318-76-8



Tahun Terbit



: 2019



Jumlah Halaman



: vii + 178 Halaman



Aku kira setiap orang yang pernah mengalami kegagalan hubungan akan memaklumi betapa periode perpisahan adalah masa di mana mati dan hidup adalah sama. (Planet Tanpa Gravitasi, Amantia Junda) Begitulah cara Amanatia Junda menggambarkan betapa pedihnya sebuah hubungan yang kandas. Penulis kelahiran kota Malang tersebut mengemas kegagalan kisah cinta dalam buku kumpulan cerita pendek yang berjudul Waktu untuk Tidak Menikah. Di dalam buku tersebut tertuang 14 cerita pendek yang mayoritas mengisahkan menjadi sepasang tidak menjamin hidup akan bahagia. Jangan berpikir bahwa cerita yang disajikan membuat hati pembaca menjadi melankolis. Namun sebaliknya, pembaca diajak untuk memahami bahwa cinta tidak melulu berjalan indah dan sesuai rencana. Pada cerpen yang berjudul “Perkara di Kedai Serba-serbi”, pembaca diajak untuk menikmati perdebatan yang hadir di antara sepasang kekasih. Tokoh Aku menjadikan kekasihnya sebagai tempat sampah keluh-kesahnya sedangkan kekasihnya tidak pernah menolak untuk menjadi pendengar yang baik. Sosok Aku menyadari keegoisan dirinya tapi ia tidak pernah mau berubah. Pembicaraan searah mengantarkan sepasang itu pada perdebatan yang menghasilkan perpisahan. Perlawanan atas keegoisan sosok Aku terlihat pada kalimat, “Saya bosan dicintai



dengan sedemikian rupa, tapi sejatinya nanggung. Ia tak sanggup menerima diri saya yang berdiam di balik cermin, sedangkan saya lelah mencintainya dengan segenap perhatian yang saya miliki”. Kisah yang berlatar di sebuah kedai pada sore hari tersebut memberikan pelajaran kepada pembaca untuk memperlakukan pasangan seperti manusia. Selain itu, tokoh kekasih juga mengajarkan untuk mencintai diri sendiri dahulu sebelum mencintai orang lain. Hal tersebut terlihat jelas pada kalimat, “Manusia yang memanusiakan diri sendiri terlebih dahulu”. Hal yang hampir sama diceritakan pada cerita berjudul “Planet Tanpa Gravitasi”. Keegoisan sosok Aku yang merasa paling sakit hati karena ditinggal kekasihnya—Lampu— menjadi topik utama dalam cerita tersebut. Ia memutuskan untuk mengamputasi luka batinnya kepada seorang professor. Pada suatu siang ia mendapatkan kiriman paket dari Lampu yang tak lain berisi surat-surat yang ia kirim kepada Lampu tanpa ada satupun yang dibalas. Sosok Akupun kembali menemui professor untuk mengambil lukanya kembali. Namun, professor menukar lukanya dengan luka milik Lampu. Setelah menelan luka itu, sosok Aku mendadak merasakan kepedihan Lampu. Iapun menyadari betapa Lampupun memiliki rasa sakit melebihi yang ia rasakan. Amantia sangat cerdas dalam mengisahkan cerita sederhana menjadi tidak biasa dengan memakai latar tempat yang tidak ada di bumi. Pembaca diajak berimajinasi dalam membayangkan suasana latar dalam cerita tersebut. Tidak hanya cinta sepasang kekasih saja yang diceritakan oleh penulis yang sering memenangi sayembara novelet, naskah teater, dan cerpen tersebut. Kisah cinta dalam kehidupan rumah tanggapun tidak terlewat dari imajinasi Amantia. Cerita pendek berjudul “Baru Menjadi Ibu” mengisahkan tangguhnya seorang wanita yang dicampakkan oleh suami dan mertuanya. Tokoh Aku memiliki suami yang sangat mencintainya tetapi belum juga memiliki keturunan. Mertua tokoh Aku selalu meminta momongan kepada menantunya itu. Pada suatu sore menjelang magrib, tokoh Aku mengalami kejadian tidak mengenakkan—pemerkosaan di dalam angkot. Iapun hamil dan dibuang oleh suami serta keluarganya. Seorang diri ia membesarkan anak yang 9 bulan pernah bersemayam di rahimnya tanpa seorang laki-laki. Ia memendam kekecewaan kepada suaminya itu. Hal itu terlihat dalam kalimat, “Suamiku adalah seorang laki-laki yang mencintai diriku dan tak akan tahan melihat diriku menderita, sekaligus menginginkanku membalas cinta seutuh dirinya mencitai tubuhku”.



Ketangguhan seorang wanita juga terlihat pada cerita berjudul “Meributkan Tanah Tak Bertuan”. Tokoh Aku mampu menghidupi anaknya hingga lulus sarjana tanpa adanya sosok sang suami. Suami tokoh Aku menjual tanah warisan dan menggunakan hasil uang untuk menikah siri dengan wanita lain. Sosok Aku tidak terima dengan perilaku suaminya dan memutuskan untuk membesarkan anaknya seorang diri. Kisah tangguhnya seorang wanita juga tampak pada cerita berjudul “Lantai Tiga Beringharjo”. Setelah bangkrut Rahayu ditinggal suaminya ke Korea untuk mencari penghasilan. Ia selalu menolak untuk ikut suaminya ke Korea sebab di Indonesia ia masih bisa hidup. Lambat-laun suaminya tak pernah kembali dan menikah dengan wanita Korea. Ia melanjutkan hidup dengan menjadi bakul gombal di pasar Beringharjo. Ketangguhan serta ketegarannya terlihat pada kalimat “Mengapa dulu suamiku tidak menjadi tukang becak, ya? Yang penting bisa makan. Ah, mungkin, ia butuh terlahir menjadi orang baru, di tempat yang baru, dengan suasana yang baru. Ujung-ujungnya, bersama istri baru pula”. Tidak hanya kisah cinta yang Amanatia tuangkan. Kisah perlawanan seorang buruh bulu matapun tak lepas dari proses kreatifnya. Cerpen berjudul “Sepasang Bulu Mata Merah” menyajikan perlawanan buruh bulu mata yang jauh dari kata makmur. Artis-artis yang memakai bulu mata palsu memiliki hidup yang sangat gemerlap bertolak belakang dengan kehidupan buruh pembuat bulu mata. Widuri memutuskan menjadi aktivis di kampung halamannya karena tidak tahan melihat kehidupan keluarga dan warga desanya yang jauh dari kemakmuran. Amanatia cerdas dalam membalut kisah perlawanan dengan percintaan Widuri dan Gunawan. Di balik pernikahannya dengan Guawan, Widuri menyelipkan propaganda yang mengajak para warga untuk memperjuangkan hak mereka sebagai buruh bulu mata. Propaganda tersebut sangat unik karena diselipkan dalam suvernir pernikahannya. Para tamu undangan mendapat suvernir bulu mata berwarna merah yang menyimbolkan keberanian dan perjuangan. Bulu mata tersebut juga dilengkapi surat ajakan untuk melawan Bos buruh bulu mata. Gaya bahasa yang digunakan Amantia dalam ceritanya tidak bertele-tele. Ia menggunakan gaya bahasa yang indah di setiap ceritanya sehingga para pembaca betah dan dibuat penasaran oleh kelanjutan cerita. Gaya bahasa unik yang paling menonjol terdapat pada cerita yang berjudul “Baru Menjadi Ibu”. Pembaca seakan diajak untuk merasakan kehancuran sang tokoh utama. Adapun gaya bahasa tersebut disusun dalam bentuk repetisi membuat pembaca ikut merasakan



hancurnya perasaan sang tokoh di dalam cerita. Aroma sarkasme juga tercium dalam setiap kalimatnya. Gaya bahasa tersebut dapat dilihat dalam penggalan cerita berikut. “Suamiku memilih berpisah denganku. Berpisah, lantaran aku terlalu dicintainya dan ia terlalu membenci calon anak kami. Bukan. Maksudku, calon anakku.” Banyak amanat yang dapat kita ambil dari 14 cerita pendek yang tertuang dalam buku Waktu untuk Tidak Menikah. Ada yang ditinggal oleh kekasihnya. Ada yang tiba-tiba merindukan mantan kekasih setengah mati. Ada yang tidak siap menghadapi perpisahan. Ada yang bertemu untuk ditakdirkan berpisah. Ada yang mencintai tapi tak kunjung memiliki. Ada yang menikah lalu ingin berpisah. Melalui kisah-kisah tersebut penulis seakan berkata, “Kadang-kadang memang selalu ada waktu untuk tidak berkasih. Untuk tidak bercinta. Untuk tidak menikah. Lagi pula, kisah cinta yang melulu indah itu kata siapa?”.