Kurikulum Jerman [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KURIKULUM PENDIDIKAN DI JERMAN Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Kurikulum Pendidikan Matematika Dosen Pengampu : Aprilia Nurul Chasanah, S.Pd., M.Pd.,



Disusun oleh: Anif Muslihatun (2010306058)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TIDAR 2021



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Kajian Kurikulum Pendidikan Matematika, yaitu Ibu Aprilia Nurul Chasanah, S.Pd., M.Pd. yang telah membimbing penulis agar penulis dapat mengerti bagaimana cara menyusun makalah ini. Di samping itu penyelesaian makalah ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, saran dan kritik dari rekan-rekan pembaca sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi rekan-rekan pembaca. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Magelang, 18 Oktober 2021



Penyusun



BAB I PEMBAHASAN 1.1 Sistem Pendidikan Di Jerman Secara geografis, Jerman terletak di tengah-tengah benua Eropa dengan luas daerah 356,957 Km2. Jerman berpenduduk 82 Juta lebih, dan kira-kira 8% di antaranya adalah bukan warga negara berkebangsaan Jerman. Jerman pada masa Perang Dunia II merupakan negara yang kalah perang. Kondisi inilah yang mempengaruhi mental rakyatnya untuk melahirkan pemimpin/ anak negeri yang mampu membawa mereka menuju kejayaan dan hidup bermartabat. Dengan sejarah kelam yang bertumpu pada pengalaman kekalahan dalam dua perang dunia dan hancurnya negara Jerman, masyarakat Jerman mulai membangun sistem pendidikan yang terbebas dari potensi membuat kesalahan serupa, yaitu dengan memisahkan kekuasaan, termasuk dalam bidang pendidikan, agar tidak tertumpu pada satu lembaga atau satu orang saja. Hal ini dilakukan karena pengaruh absolut Hitler yang membuat seluruh Jerman bergerak ke arah kehancuran.(Isri, 2015) Bahasa yang dominan di Negara Jerman adalah bahasa Jerman sendiri dengan bervariasi dialek. Hal itu dikarenakan, dari akar sejarah Jerman memiliki empat kelompok minoritas bahasa yaitu Danes, Frisian, Sinti (Gyipsies), dan Sorb. Kelompok ini tidak ada yang beranggotakan lebih dari 100.000 orang. Namun demikian, untuk mengajar dari kelompok anak-anak minoritas ini tetap digunakan bahasa Ibu mereka sendiri. Jerman bukan negara yang kaya akan sumber daya alam, dan juga negara yang mampu memenuhi produksi pertanian sendiri. Oleh karena itu Jerman banyak tergantung pada barang-barang impor dan ekspornya. Pada umumnya Perdagangan Jerman (barat) sangat baik, dan investasi Jerman di luar negeri melebihi investasi asing di dalam negeri. Sampai tahun 1990, secara resmi, tidak ada pengangguran di Jerman Barat, tetapi di Jerman timur masih tercatat 10,3%. Jerman sering mendapat julukan negeri banyak kastil karena banyak bangunana kastil yang dibangun disana. Logo resmi Negara Jerman, yaitu burung elang hitam. Logo burung tersebut telah digunakan sejak masa pemerintahan kerajaan dan tidak mengalami banyak perubahan bahkan ketika NAZI pernah berkuasa. Pendidikan diarahkan kepada penanaman kemauan yang kuat untuk bangkit dan keahlian yang dibutuhkan untuk kembali berdiri sebagai negara yang kokoh dan mandiri. Di samping itu, terpecahnya Jerman menjadi dua bagian untuk waktu yang



lama menjadikan isu persatuan sebagai salah satu isu penting dalam budaya pendidikan Jerman. Pada mulanya, pendidikan di Jerman senantiasa dipengaruhi oleh dua lembaga besar, yaitu negara dan agama (gereja). Selain itu, negara bagian juga ikut mengklaim wewenang untuk mengatur sistem pendidikan secara mandiri. Sejak dikumandangkannya wajib belajar pada abad ke-17, masalah pendidikan lambat laun mulai beralih menjadi kewajiban negara. Undang-undang dasar menjamin hak setiap orang untuk secara bebas mengembangkan kepribadiannya dan memilih sekolah, pendidikan kejuruan dan pekerjaan sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. Berdasarkan tata negara federal Jerman, kewenangan pendidikan dibagi menjadi federasi dan negara bagian. Negara bagian terutama bertanggung jawab untuk sekolah umum dan sekolah kejuruan serta taman kanak-kanak. 1.2 Struktur, Jenis, dan Kurikulum Pendidikan di Jerman Struktur sistem pendidikan Jerman secara formal meliputi pendidikan dasar (primary education), pendidikan menengah (lower secondary education), dan pendidikan tinggi. Tergantung dari Negara bagian, wajib sekolah di Jerman berlaku Sembilan atau sepuluh tahun, dengan normal anak masuk sekolah pada usia enam tahun. Namun demikian, sebagian anak-anak Jerman ada yang mengikuti pendidikan pra-sekolah (Kindergarten) secara sukarela pada usia 3-5 tahun. Pendidikan di Jerman di mulai dari tahap pra sekolah yang disebut Kindergarten (Taman Kanak-Kanak) dimulai dari umur 3-5 Tahun. Pendidikan ini dinamakan “Vorschulische Einrichtungen”, yang berarti “Persiapan sebelum Pendidikan”. Konsep taman kanakkanak di Jerman banyak ditiru oleh negara lain. Oleh sebab itulah, tingkatan sekolah ini di beberapa negara tetap mengadopsi nama Jermannya “Kindergarten”. Setelah Kindergarten dimulai pendidikan dasar pada usia 7 tahun sampai dengan 10 tahun. Sekolah menengah (lower secondary education) di Jerman dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: Hauptschule/Restschule, Realschule/Mittelsvhule, Gymnasium dan Gesamtschule. Haupschule/Restschule merupakan jenis sekolah menengah yang memberikan pengajaran yang diarahkan untuk memasuki pemagangan setelah 4 siswa menerima sertifikat tamat belajar. Program ini memberikan pelajaran khusus untuk mempersiapkan siswa menghadapi kariernya di masa mendatang, dan juga mengajarkan bahasa asing (biasanya bahasa Inggris). Program houptschule dikategorikan sebagai program yang paling ringan tuntutan akademiknya di Jerman pada grade 7 sampai 9. Realschule merupakan program sekolah yang mempersiapkan siswa untuk memasuki karier sebagai pegawai atau buruh kelas menengah. Program



ini memiliki tuntutan akademik yang lebih tinggi daripada houpschule. Semenjak tahun 1970-an, tamatan sekolah ini telah menjadi persyaratan untuk memasuki program-program pemagangan. Sertifikat dari sekolah ini juga menjadi kunci untuk memasuki berbagai jalur pendidikan yang lebih tinggi. Gymnasium, bertujuan untuk mempersiapkan siswa ke pendidikan tinggi, walaupun tidak semua lulusannya melanjutkan ke perguruan tinggi. Pada grade 5 sampai 10, isi kurikulum bervariasi sesuai dengan jenis sekolah yang dimasuki. Mulai grade 11, siswa dapat memilih spesialisasi dalam susunan yang agak rumit. Setelah berhasil menyelesaikan ujian pada grade 13 siswa berhak memasuki perguruan tinggi. Gesamtschule merupakan sekolah yang menekankan program secara komprehensif bagi semua anak dalam suatu bidang, dan anak-anak akan memperoleh sertifikat yang berbeda sesuai dengan bidang yang dipilihnya. Namun karena terjadi banyak kontroversi pada program sekolah jenis ini, maka tidak semua daerah yang membuka sekolah ini (hanya dibuka di daerah dibawah lander yang beraliran sosial demokrat). Selanjutnya, lembaga pendidikan tinggi di Jerman terdiri dari dua jenis, yaitu: 1. Akademi / politeknik / Fachhoschulen yang ditempuh selama 12 tahun pendidikan lengkap). 2. Universitas dimana tidak ada persyaratan program tertentu untuk memasuki universitas, dan tidak ada perbedaan yang jelas antara program sarjana dan program pascasarjana. Sertifikat Pertama dapat diperoleh setelah 4 atau enam tahun pelajaran. Selain pendidikan formal, di Jerman juga berkembang pendidikan non formal yang berupa pendidikan vokasional, teknik, dan bisnis yang diwajibkan bagi anakanak yang tamat dengan ijasah pendidikan umum pada tingkat Hoptschule atau Realschule dan juga yang tidak dapat ijasah setelah tamat belajar 9 tahun. Pendidikan ini merupakan prasyarat untuk mendapatkan pekerjaan, dan pelaksanaannya dapat diikuti secara paruh waktu atau purna waktu. Pendidikan non formal yang lain yaitu berupa pendidikan orang dewasa yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, sesuai dengan tuntuntan zaman dan perubahan ekonomi, sosial, dan politik yang sangat cepat. Program pendidikan orang dewasa dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu umum, vokasional (termasuk teknik dan keuangan) dan politik. Saat ini, negara bagian di Jerman memiliki sistem pendidikan yang berbeda, di antaranya perbedaan masa pendidikan. Kondisi ini kemudian mendorong pihak negara



bagian untuk mengadakan satu standarisasi yang berlaku secara nasional, sehingga pada tahun 1969, sebagian wewenang negara bagian dalam masalah pendidikan dialihkan ke pemerintahan federal. Dalam hal ini, pemerintahan federal utamanya bertanggungjawab atas pendanaan perluasan institusi pendidikan tinggi, sarana yang dibutuhkan dalam proses pendidikan dan kegiatan penelitian. Sehingga lembagalembaga pendidikan tidak memungut biaya pendidikan. Sehingga biaya sekolah di Jerman relatif rendah (hampir tak perlu membayar sekolah), baik untuk warga negara Jerman, ataupun warga asing. Menteri-menteri pendidikan negara bagian menentukan kurikulum mereka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan mereka melakukan itu melalui tiga jenis instrumen, yaitu: 1. Tabel yang menguraikan jumlah jam belajar per minggu, serta mata pelajaran sesuai dengan “grade” dan jenis sekolah. 2. Pedoman kurikulum. 3. Pemberian wewenang penulisan dan pengadaan buku teks. Secara umum kurikulum pendidikan Jerman dapat diformulasikan sebagai berikut: a. Tujuan umum kurikulum ditentukan oleh peraturan sekolah/sering dinyatakan pada mukaddimah suatu keputusan, sedangkan tujuan khusus diterbitkan dalam kaitannya dengan pedoman kurikulum. b. Silabus, rekomendasi metode mengajar dan model rencana pelajaran diputuskan oleh kementrian negara. c. Mengenai buku teks, tidak ada yang dapat dipakai tanpa ada persetujuan dari kementerian negara bagian dan guru boleh menggunakannya sejauh terdapat dalam daftar rekomendasi buku yang sah. d. Metode mengajar, bukan “teacher centered” tetapi “student centered” yang sifatnya “open instruction” (murid belajar atas dorongan sendiri). Kurikulum dirumuskan oleh Kementrian Pendidikan sesuai negara bagian masing-masing di bawah kendali Lander (pemerintah daerah), Sebagian besar Lander mewajibkan mata pelajaran di primary education sebagai berikut: German, mathematics, social studies (usually taught as Sachunterricht), history (usually taught as Sachunterricht ), geography (usually taught as Sachunterricht), biology (aspects of biology are taught within science, which is usually taught as Sachunterricht ), physics (aspects of physics are taught within science, which is usually taught as



Sachunterricht), chemistry (aspects of chemistry are taught within science, which is usually taught as Sachunterricht ), art, music, sport, religion, and modern foreign languages. Sedangkan untuk sekolah menengah, kurikulum berbeda-beda 7 penekannannya, sesuai jenis sekolah sebagaimana dijelaskan di depan. Namun paling tidak pada setiap jenis sekolah menengah tersebut memuat materi pelajaran sebagai berikut: German, mathematics, one foreign language (usually English), natural and social sciences, music, art, and sport. 1.3 Kurikulum Pendidikan Matematika di Jerman Semua negara yang menjadi pusat pendidikan menggunakan sistem tes dan asesmen untuk menyokong implementasi kurikulum, pengembangan kurikulum, dan keperluan policy makers. Umumnya jam pelajaran matematika di jerman relatif sama untuk jenjang Pendidikan yang ada disana. Matematika menjadi pelajaran wajib pada Pendidikan dasar (primary education) dan pada pendidikan sekolah menengah. Matematika yang diajarkan pada jenjang dasar umumnya berkonsentrasi pada penguasaan keterampilan dasar dan pemahaman konsep. Selain itu penekanan diberikan pada aplikasi matematika, komunikasi matematik, dan problem solving pada tahap pendidikan sekolah menengah atau yang setara. Berikut ini adalah proses pembelajaran matematika di jerman menurut penelitian TIMSS, yaitu: 1. Guru mengecek PR lalu siswa mengerjakan PR yang sulit di bor, guru mengeceknya. 2. Guru memberikan teorema untuk dibuktikan siswa, guru memberikan prosedur untuk pembuktian. 3. Guru



membimbing



siswa



dalam



pengembangan



teknik



untuk



menyelesaikan problem, siswa merespon pertanyaan-pertanyaan guru. 4. Kelas mereview teorema dengan cara membaca nyaring. 5. Guru memberikan PR/ tugas kepada siswa sebagai latihan. Dari penelitian yang dilakukan oleh TIMSS dapat disimpulkann bahwa kurikulum matematika di negara Jerman lebih memfokuskan kepada siswa dengan cara guru membimbing siswa dalam pengembangan teknik untuk menyelesaikan problem solving dan siswa yang merespon hal tersebut. Guru di jerman sering memberikan PR atau tugas kepada siswa setelah pelajaran usai sesuai dengan kurikulum matematika yang berlaku di Amerika Serikat.



BAB II PENUTUP 2.1 Kesimpulan Kurikulum pendidikan Jerman ditentukan oleh Menteri-menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada kurikulum pendidikan Jerman pelajaran matematika adalah mata pelajaran wajib disetiap jenjang pendidikan sekolah di Jerman baik Pendidikan dasar atau Pendidikan diatasnya. Dalam pembelajaran matematika di Jerman lebih memfokuskan kepada siswa dengan cara guru membimbing siswa dalam problem solving matematika lalu siswa merespon hal tersebut secara mandiri dan juga memberikan tugas sebagai latihan setelah pelajaran usai. 2.2 Saran Jika dilihat dari kurikulum pendidikan di Jerman terutama matematika dengan proses belajarnya yang sistematis maka bisa coba diterapkan pada kurikulum di Indonesia. Diharapkan Indonesia termotivasi dalam mengevaluasi sistem Pendidikan di Indonesia agar Pendidikan Indonesia dapat berkembang dan maju dalam menghasilkan SDM yang mampu dan berkualitas.



DAFTAR PUSTAKA Herman, T. 2003. Timss dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Matematika di Indonesia. Mimbar Pendidikan. Volume XXII, No. 2. Isri, S. 2015. Konsep Pendidikan Jerman dan Australia; Kajian Komparatif dan Aplikatif Terhadap Mutu Pendidikan Indonesia. Jurnal Pendidikan Islam. Volume IV, Nomor 1. Muhtadi, A. 2008. Studi Komparatif Sistem Pendidikan Di Jerman Dan Korea Selatan. Universitas Negeri Yogyakarta. Sunusi, S. 2020. Tinjauan Sistem Pendidikan Sekolah Kerja, Pendidikan Di Jerman, Dan Pendidikan Di Cina. Jurnal VENUS. Volume 08, Nomor 1.