Laporan Akhir Magang Way Kambas ZAki-1 Baru [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR MAGANG MAHASISWA S1 KEDOKTERAN HEWAN “TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG TIMUR”



NAMA



: ZAKI ABDUL AZIZ MUBARAQ



NIM



: 1709010011



PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2019



LEMBAR PENGESAHAN



LAPORAN MAGANG BALAI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS PUSAT LATIHAN GAJAH LAMPUNG TIMUR 8 JULI – 8 AGUSTUS 2019 DISUSUN OLEH ZAKI ABDUL AZIZ MUBARAQ (1709010011) Menyetujui



Dosen Pembimbing



Dokter Pembimbing



drh. Julianty Almet, M.Si NIP. 19820731 200912 2 006



drh. Diah Esti Anggraini NIP. 19690710 199703 2 044



Mengetahui, An. Plt Dekan Wakil Dekan Bidang Akademik



Ketua Program Studi



drh. Diana A.Wuri, M.Si NIP. 19771212 200501 2 002



drh. Aji Winarso NIP. 19850101 201012 1 009



2



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan akhir magang dalam rangka memenuhi syarat dari Taman Nasional Way Kambas setelah menyelesaikan magang di Pusat Latihan Gajah Taman Nasional Way Kambas. Penulis menyadari bahwa selama dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan menyelesaikan laporan ini banyak menerima bantuan serta dukungan dari berbagai pihak dalam wujud material maupun spiritual, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam wujud material maupun spiritual. Akhirnya, segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan laporan ini, namun tidak mustahil apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan serta kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan dalam penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



Lampung, Agustus 2019



3



DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................................... 2 KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 3 DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 4 BAB I PENDAHULUAN ................................................................... Error! Bookmark not defined. 1.1 Latar Belakang ............................................................... Error! Bookmark not defined. 1.2 Tujuan............................................................................. Error! Bookmark not defined. 1.3 Materi Kegiatan ................................................................................................................ 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 6 2.1 Sejarah Taman Nasional Way Kambas ............................................................................ 6 2.2 Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) ............................................................. 6 2.3 Morfologi dan Taksonomi................................................................................................ 7 BAB III METODE DAN PELAKSANAAN KEGIATAN ..................................................................... 8 3.1 Waktu Pelaksanaan .......................................................................................................... 8 3.2 Tempat Pelaksanaan ......................................................................................................... 8 3.3 Peserta Kegiatan ............................................................................................................... 8 3.4 Uraian Kegiatan................................................................................................................ 8 BAB IV GAMBARAN LOKASI MAGANG 4.1 Pusat Latihan Gajah (PLG) .............................................................................................. 9 4.2 Visi dan Misi PLG TNWK .............................................................................................. 9 4.3 Tugas dan Fungsi PLG TNWK ...................................................................................... 10 4.4 Sejarah Rumah Sakit Gajah TNWK............................................................................... 10 4.5 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Gajah TNWK .............................................................. 11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN................................................ Error! Bookmark not defined. 4.1 Manajemen Perkandangan ............................................................................................. 12 4.2 Manajemen Pakan .......................................................................................................... 12 4.3 Manajemen Kesehatan ................................................................................................... 13 4.4 Tingkah laku gajah sumatera (behaviour) ...................................................................... 15 BAB VI .................................................................................................................................... 17 PENUTUP................................................................................................................................ 19 6.1 Simpulan......................................................................................................................... 19 6.2 Saran ............................................................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20 LAMPIRAN ............................................................................................................................. 21



4



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Lembaga konservasi dunia yaitu IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) menetapkan status gajah sumatera dalam kondisi kritis (critically endangered) (World Wide Fund For Nature, 2013). Sedangkan CITES (Convention on International Trade of Endangered Species/ Konvensi tentang Perdagangan International Satwa,dan Tumbuhan) telah mengkategorikan gajah asia (Elephas maximus) dalam kelompok Appendix I yaitu daftar tentang perlindungan seluruh spesies tumbuhan,dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan (Departemen Kehutanan, 2007).Wilayah penyebaran gajah sumatera .meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,dan Lampung (Departemen Kehutanan, 2007). Gajah sumatera banyak melakukan pergerakan dalam wilayah jelajah yang luas sehingga menggunakan lebih dari satu tipe habitat, diantaranya hutan rawa, hutan rawa gambut, hutan dataran rendah,dan hutan hujan pegunungan rendah. 1.2 Tujuan 1. 2. 3.



Untuk meningkatkan pengetahuan dalam bidang manajemen konservasi satwa dilindungi di Taman Nasional Way Kambas. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang tingkah laku (behavior) satwa yang ada di Taman Nasional Way Kambas Untuk meningkatkan pengetahuan Manajemen kesehatan hewan yang diterapkan di Taman Nasional Way Kambas



1.3 Materi Kegiatan 1. Mengetahui jenis satwa liar yang ada di Taman Nasional Way Kambas 2. Mempelajari tentang manajemen konservasi hewan di Taman NasionalWay Kambas 3. Mempelajari tentang manajemen kesehatan satwa yang diterapkan di Taman Nasional Way Kambas 4. Mempelajari tingkah laku (behavior) satwa yang ada di Taman Nasional Way Kambas



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Taman Nasional Way Kambas Sejarah Taman Nasional Way Kambas adalah satu dari dua kawasan konservasi yang berbentuk taman nasional di Propinsi Lampung selain Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 670/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999, kawasan TNWK mempunyai luas lebih kurang 125,631.31 ha. Pada tahun 1978 Suaka Margasatwa Way Kambas diubah menjadi Kawasan Pelestarian Alam (KPA) oleh Menteri Pertanian dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 429/Kpts-7/1978 tanggal 10 Juli 1978 dan dikelola oleh Sub Balai Kawasan Pelestarian Alam (SBKPA). Kawasan Pelestarian Alam diubah menjadi Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) yang dikelola oleh SBKSDA dengan luas 130,000 ha. Pada tahun 1985 dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 177/Kpts-II/1985 tanggal 12 Oktober 1985. Pada tanggal 1 April 1989 bertepatan dengan Pekan Konservasi Nasional di Kaliurang Yogyakarta, dideklarasikan sebagai Kawasan Taman Nasional Way Kambas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 444/MenhutII/1989 tanggal 1 April 1989 dengan luas 130,000 ha. Kemudian pada tahun 1991 atas dasar Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 144/Kpts/II/1991 tanggal 13 Maret 1991 dinyatakan sebagai Taman Nasional Way Kambas, dimana pengelolaannya oleh Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Way Kambas yang bertanggungjawab langsung kepada Balai Konsevasi Sumber Daya Alam II Tanjung Karang. Dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997 tanggal 13 maret 1997 dimana Sub Balai Konsevasi Sumber Daya Alam Way Kambas dinyatakan sebagai Balai Taman Nasional Way Kambas. Dari jenis satwa tersebut, sampai dengan saat ini keberadaannya masih terjaga dengan baik, antara lain yang dikenal dengan The Big Five mammals yaitu tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus), harimau Sumatera (Panthera tigris), badak Sumatera (Diserohinus sumatranus) dan beruang madu (Helarctos malayanus) 2.2 Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu satwa endemik Indonesia yang keberadaannya dilindungi oleh pemerintah dan termasuk dalam status Critically Endangered dalam Red List IUCN. Di Indonesia, Gajah Sumatera masuk dalam satwa dilindungi dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan diatur dalam Peraturan Pemerintah, yaitu PP 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Populasi Gajah Sumatera semakin menurun disebabkan oleh penyusutan habitat, pembunuhan akibat konflik, dan perburuan liar.



6



2.3 Morfologi dan Taksonomi Gajah Sumatera mempunyai ukuran tinggi badan sekitar 1,7-2,6 meter. Ukuran Gajah Sumatera lebih kecil apabila dibandingkan dengan Gajah Afrika dan Gajah Asia lainnya. Beratnya mencapai 4-6 ton dengan panjang badan 5,5-7,3 meter. Ciri khas dari Gajah Sumatera yang membedakannya dengan spesies gajah lain adalah bentuk telinga yang relatif berbentuk segitiga dan lebih kecil dibandingkan Gajah Afrika. Gading Gajah Sumatera betina ukurannya lebih kecil dari jantan, sedangkan Gajah Afrika baik betina maupun jantan mempunyai gading yang ukurannya sama panjang. Taksonomi gajah sumatra menurut Temminck (1758) didalam Muryani (2008): Kingdom Filum Subfilum Kelas Subkelas Superordo Ordo Famili Genus Species Subspecies



: Animalia : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Theria : Subungulata : Proboscidae : Elephantidae : Elephas : Elephas maximus : Elephas maximus sumatranus



7



BAB III METODE DAN PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1 Waktu Pelaksanaan Kegiatan magang mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana dilaksanakan pada tanggal 8 Juli – 8 Agustus 2019. 3.2 Tempat Pelaksanaan Pusat Latihan Gajah, Taman Nasional Waykambas. 3.3 Pembimbing dan Peserta Magang Peserta magang terdiri dari mahasiswa semester 4 Fakultas Kedokteran Hewan: Dosen Pembimbing



: drh.Julianty Almet, M.Si



Instansi



: Universitas Nusa Cendana



Waktu



: 8 Juli – 8 Agustus 2019



Alamat



: Kabupaten Lampung Timur, Lampung



Data Mahasiswa



: Zaki Abdul Aziz Mubaraq 1709010011 *lampiran



3.4 Uraian Kegiatan a. Presentasi Awal Kegiatan ini ditujukan untuk menjelaskan maksud dan tujuan dari pelaksaan kegiatan magang dan juga untuk memperkenalkan diri kepada keluarga besar TNWK. Presentasi dilakukan dua kali, yaitu di awal kedatangan dan di akhir kegiatan magang b. Pelaksanaan Magang Pelaksanaan magang dilakukan di Lingkungan Pusat Latihan Gajah, yakni di Rumah Sakit Gajah Prof. Dr. Ir. H. Rubini Atmawidjaja dan lokasi pengembalaan gajah . Kegiatan yang dilakukan yaitu melakukan tindakan medis pada gajah, mempelajari manajemen sanitasi kandang, manajemen pakan, perilaku gajah dan diskusi bersama di RSG, ‘Angon Gajah’ selama 4 hari. c.



Laporan Akhir Magang



8



BAB IV GAMBARAN LOKASI MAGANG 4.1 Pusat Latihan Gajah (PLG) Taman Nasional Way Kambas memiliki unit kerja yaitu Pusat Latihan Gajah, secara resmi didirikan pada tanggal 27 Agustus 1985. Latar belakang didirikannya Pusat Latihan Gajah karna banyaknya konflik yang muncul antara gajah sumatera dan warga transmigran yang hidup dan bermukim di sekitar habitat gajah. Gajah liar yang berhasil ditangkap setelah konflik dengan warga di wilayah tersebut akan dipindahkan ke PLG untuk dilatih disana agar tidak menyebabkan konflik lagi dengan masyarakat. Pemanfaatan gajah antara kaun untuk membantu penanganan konflik antara gajah dan manusia, penyelamtan gajah, patrol pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan. Pusat Latihan gajah dikategorikan sebagai pusat latihan satwa khusus, diatur menurut Peraturan Menteri Kehutan No.P.31/Menhut-II/2012 Tentang Lembaga Konservasi Pusat Latihan satwa khusus adalah tempat melatih satwa khusus spesies gajah agar terampil sehingga dapat dimanfaatkan. Fasilitas yang terdapat di PLG sudah memenuhi kriteria pusat latihan satwa khusus menurut Peraturan Menteri Kehutanan No.P.31/Menhut-II/2012 tentang lembaga konservasi. Beberapa fasilitas di PLG TNWK yaitu kandang gajah yang terdapat 2 kandang yang berukuran besar dan kecil, tempat minum gajah juga terdapat beberapa ada tempat air minum utama, dan tempat air minum kecil disetiap kandang, tempat kolam pemandian gajah, area penggembalaan, dan Rumah Sakit Gajah (RSG) Prof. Dr. Ir. Rubini Atmawidjaja. 4.2 Visi dan Misi PLG TNWK - VISI “Mewujudkan Kawasan Taman Nasional Way Kambas Sebagai Habitat Ideal bagi Satwa Liar Sumatera yang Dilindungi”. Visi tersebut diharapkan mendukung pelestarian satwa liar khas Sumatera yang dapat dijumpai di kawasan TNWK yang didukung oleh keberadaan dan keutuhan ekosistem unik seperti hutan tropis dataran rendah dan rawa air tawar. -



MISI



Misi yang diemban oleh Taman Nasional Way Kambas dalam rangka mewujudkan visinya adalah: 1. Melindungi kawasan TNWK secara keseluruhan yang berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan 2. Mengawetkan keanekaragaman jenis flora dan fauna beserta ekosistemnya di dalam kawasan TNWK 3. Menggali dan memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang ada di dalam kawasan TNWK terutama untuk pemanfaatan wisata alam 4. Mendayagunakan secara optimal potensi ekonomi kawasan TNWK pada zona pemanfaatan dan zona lainnya di luar zona inti untuk memberikan manfaat bagi 9



peningkatan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat terutama di sekitar kawasan. 5. Mensinergikan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi kawasan TNWK dengan kepentingan daerah dan pihak-pihak terkait di dalam dan luar negeri. 4.3 Tugas dan Fungsi PLG TNWK Sejarah Alasan ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan pelestarian alam, adalah untuk melindungi kawasan yang kaya akan berbagai satwa liar, diantaranya adalah tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), enam jenis primata, rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), harimau Sumatera (Panthera tigris), beruang madu. Badak Sumatera pada saat itu belum ditemukan sehingga bukan sebagai salah satu pertimbangan yang dipergunakan sebagai dasar penetapannya. Pada awalnya, pendirian Pusat latihan gajah Way Kambas ditujukan untuk mengurangi konflik antara gajah dengan manusia. Harapan kedepan pusat latihan gajah harus mampu menjadi pusat konservasi gajah sumatera dengan kualitas breeding-nya, pusat wisata unggulan di Propinsi Lampung. Untuk itu, perlu ditunjang dengan ketrampilan gajah yang memadai, kesehatan dan nutrisi gajah, dan pelayanan yang prima. Pusat Latihan Gajah dengan gajah-gajah yang terlatih, terdiri dari gajah tangkap, latih, atraksi, kerja dan kebutuhan lainnya. Pemanfaatan gajah antara lain untuk membantu penanganan konflik manusia dan satwa, penyelamatan satwa, patroli pengamanan dan alat transportasi dalam rangka mendukung pengendalian kebakaran hutan. Ada tiga program untuk menjinakkan gajah. Program tata liman adalah menata gajah, dilanjutkan program bina liman dan guna liman. Setelah ditata, gajah gajah ini dibina agar tidak kembali liar. Setelah jinak, gajah diberi keterampilan agar bisa melakukan atraksi yang tujuannya untuk menambah pendapatan PLG dan menghidupi gajah-gajah di sini. 4.4 Sejarah Rumah Sakit Gajah TNWK Rumah Sakit Gajah yang berada di Taman Nasional Waykambas mulai diresmikan sejak tanggal 5 November 2015. Rumah Sakit gajah ini sebagai sarana pendukung konservasi, edukasi, dan penelitian yang lengkap dan terdepan untuk satwa gajah asia, terutama gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). Rumah sakit ini dilengkapi dengan beberapa fasilitas, diantaranya : Laboratorium, ruang farmasi, dapur, ruang rapat, ruang periksa, gudang pakan, kolam air minum gajah. Fasilitas telah dimiliki RS itu, di antaranya alat pengecek darah, urine, feses, juga peralatan USG dan sejumlah peralatan lainnya yang berguna untuk menunjang kesehatan gajah. Pembangunan sarana konservasi satwa besar Indonesia itu merupakan kerja sama Taman Safari Indonesia (TSI) dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Australia Zoo. TSI dan Australia Zoo berkomitmen untuk memberikan kontribusi dalam pembenahan infrastruktur Pusat Konservasi Gajah (PKG) Way Kambas. RSG pertama di Indonesia dan Asia ini memiliki ukuran 42 m x 24 m, rumah mahout/pawang gajah dengan ukuran 28 m x 13 m, sumur bor dengan kedalaman 120 – 150 m untuk kepentingan air bersih, tempat minum gajah, dan tambat gajah.



10



4.5 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Gajah TNWK Rumah Sakit Gajah ini didirikan untuk menangani kesehatan gajah yang ada di TNWK atau di sekitarnya. Kehadiran RSG juga bisa dimanfaatkan untuk satwa lainnya, sehingga membantu dalam penguatan unit pengelolaan PLG dan upaya penyelamatan (rescue) bagi satwa-satwa yang memerlukan penanganan/perawatan kesehatan. Penanganan gajah di rumah sakit ini bukan hanya sebatas gajah jinak saja, tapi juga bagi gajah liar yang ditemukan terluka dan terkena penyakit di hutan TNWK maka tim medis dari RSG akan menuju lokasi gajah liar yang membutuhkan pertolongan tersebut. Penanganan yang diberikan bagi gajah itu seperti perawatan, pencegahan penyakit, pengobatan serta rehabilitasi gajah. Sejumlah kasus penyakit gajah yang sering ditangani di RS ini, seperti kasus luka dan gangguan pencernaan, luka-luka, dehidrasi, kekurangan nutrisi dan gajah dalam kondisi lemah, serta pemberian obat cacing setiap 3 bulan sekali untuk mencegah gajah tersebut mengalami cacingan.



11



BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Manajemen Perkandangan Kandang gajah PLG berupa padang rumput luas dan terdapat patok-patok yang berguna untuk mengikat gajah, dan juga ada bak-bak minum kecil yang tebuat dari beton dan terdapat di sekitaran kandang, namun kebanyaka dari tempat minum tersebut sudah rusak oleh karena itu hanya bak air minum besar saja yang digunakan dan terdapat di dekat pintu masuk. PLG memiliki 2 jenis kandang, yaitu kandang untuk gajah dewasa, didalam kandang gajah dewasa setiap gajah diberi jarak satu sama lain untuk mencegah terjadinya perkelahian antar gajah dan satu kandang lainnya diperuntukkan gajah induk dan anaknya serta gajah dengan usia dibawah 10 tahun. Pembagian area kandang tersebut dimaksudkan agar gajah anakan tidak terserang penyakit EEHV (Elephant Endotheliotropic Herpes Virus) akibat tertular dari gajah dewasa. Sanitasi dari kandang gajah di PLG sangat terjaga karna sisa feses dari gajah selalu dibersihkan dan dikeluarkan dari kandang untuk mencegah timbulnya agen penyakit dari tumpukan feses, kemudian sisa pakan gajah akan dibakar, selain itu kandang akan ditaburi kapur, cara tersebut merupakan usaha PLG untuk menjaga sanitasi kandang di PLG. 5.2 Manajamen Pakan Gajah merupakan hewan herbivora yang sistem pencernaannya termasuk kurang efektif dalam melakukan penyerapan pada makanan, sehingga dalam satu hari gajah memerlukan pakan yang sangat banyak guna memenuhi nutrisi dari gajah tersebut. Untuk memenhi kebutuhan nutrisinya, gajah dewasa membutuhkan pakan sebanyak 5-10% dari bobot tubuhnya (Maharani 2012). Gajah di PLG TNWK setiap pagi di angon ke padang pengembalaan yang berlokasi di sekitaran hutan, padang rumput, atapun dekat rawa agar gajah dapat bebas memilih pakannya sendiri sesuai dengan kebutuhan gajah tersebut. Tujuan dari angon pada sore hari adalah untuk memberikan variasi pakan untuk gajah tersebut. Saat sore hari, gajah akan dibawa kembali ke kandang kemudian diberi pakan tambahan berupa rumput gajah. Khusus untuk gajah yang sedang bunting, sakit, dan menyusui diberi pakan dua kali lipat dari pakan normal. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tiap gajah. Gajah juga akan memakan gumpalan tanah/lumpur saat merasa tubuhnya memerlukan pasokan mineral, seperti kalsium,kalium, dan magnesium (Maharani 2012).



12



Dalam sebulan, diadakan kegiatan angon bersama, dimana kegiatan ini bertujuan agar gajah mendapatkan makanan yang lebih variatif. Ada kalanya gajah akan diberikan supplement tambahan supplement tersebut berguna untuk meningkatkan asupan nutrisi kepada gajah. Komposisi suplemen untuk 1 gajah adalah : -



Dedak 2 kg Beras 1 kg Kacang hijau 1 kg Gula merah 1 kg Jagung giling 1 kg Bubuk mineral 20 gr



Cara pembuatan suplemen adalah sebagai berikut : 1. Rebus air hingga mendidih dengan drum kaleng besar 2. Masukkan kacang hijau 1 kg kedalam drum tersebut rebus hingga lembek 3. Kemudian setelah lembek masukkan beras 1 kg dan jagung giling 1 kg hingga lembek 4. Setelah semua bahan tersebut matang dan lembek, angkat drum dan masukkan gula merah sebanyak 1 kg, aduk hingga rata 5. Jika sudah rata tambahkan dedak 2 kg hingga rata dan masukkan bubuk mineral 20 gr 5.3 Manajemen Kesehatan 



Treatment Pada Gajah Suli Diagnosa Kasus : Malnutrisi



Malnutrisi adalah masalah kesehatan yang disebabkan karena terlalu banyak atau terlalu sedikit energi makanan atau nutrien. Tanda-tanda malnutrisi yaitu berjalan lambat, kurus, gangguan pada penglihatan (mata sayu), malas makan, ada turgor pada daerah tenggorokan, dan. Kasus ini terjadi pada hari Rabu, 10 Juli 2019, gajah Suli ditemukan dengan kasus malnutrisi dengan tanda-tanda lemas, turunnya nafsu makan, dan turunnya bobot badan, hal ini juga terjadi karna suli masih menyusui anaknya yaitu Ratu Fitria Treatment yang diberikan kepada Suli yaitu infus larutan Ringer laktat dan NaCl 0,9%, Aminovel 600. Ringer laktat merupakan larutan infus untuk memelihara keseimbangan atau mengganti elektrolit dan cairan tubuh, cairan infus Nacl 0,9% Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak) dan Aminovel 600 sendiri memiliki manfaat sebagai nutrisi tambahan karna memiliki kandungan asam amino, protein, elektrolit, dan karbohidrat. Kemudian suli diberikan suplemen tambahan berupa Biodin, Hematodin, dan Vitol. Vitol merupakan campuran antara vitamin A, D, dan E, yang disuntikkan melalui intramuskular. Biodin dan Hematodin dicampurkan dengan Larutan Ringer dan NaCl 13



yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah anemia. Biodin dan Hematodin dicampurkan dengan larutan infus sebanyak masing-masing 100 ml. Spesifikasi kandungan Biodin yaitu adenosintrifosfat sebagai energi cadangan siap pakai, garam aspartate sebagai penyeimbang ion-ion tubuh pada proses metabolisme, sodium selenite sebagai pengatur reaksi enzimatis pada proses metabolisme sel dan sebagai antioksidan, dan vitamin B12 berperan dalam metabolisme sel. 



Treatment Pada Gajah Hariyono Diagnosa kasus : dehidrasi



Dehidrasi adalah keluarnya cairan tubuh dalam jumlah signifikan yang menganggu fungsi normal tubuh. Dehidrasi dapat disebabkan oleh hawa yang terlalu panas, aktivitas yang berlebihan, konsumsi cairan yang tidak mencukupi, keringat berlebihan, atau efek samping dari obat. Penambahan cairan sangat diperlukan untuk mengatasi dehidrasi Treatment pada Hariyono dilakukan pada hari Jumat, 12 Juli 2019, dalam treatment tersebut Hariyono mengalami dehidrasi. Tanda-tanda dehidrasi yang dialami. Menurut penuturan dari sang mahout Hariyono kurang minum saat sebelum dibawa ke RSG. Hariyono terlihat lemas,kekurangan minum dan malas untuk berjalan. Treatment yang diberikan kepada gajah Hariyono yaitu pemberian infus berupa Ringer Laktat, NaCl 0,9% dan Aminovel 600 pemberian cairan ini diberikan guna untuk mengembalikan cairan tubuh yang telah hilang. Kemudian Hariyono juga diiberikN suplemen tambahan berupa Biodin dan Hematodin yang dicampurkan melalui infus. Biodin berfungsi sebagai suplemen untuk daya tahan tubuh dan Hematodin sebagai obat anemia akibat kekurangan makan atau infeksi dan juga untuk memperlancar hemodinamik. 



Pemberian obat cacing pada gajah di PLG & ERU (Elephant Respond Unit)



Kegiatan ini dilakukan setiap tiga bulan sekali. Dengan jenis obat cacing yang berbeda tiap 3 bulan, untuk pemberian obat cacing pada Hari Senin 17 Juli 2019 obat cacing yang digunakan adalah Lagantor berbentuk bolus dengan kandungan albendazol, selain itu obat cacing sering dibiasanya diberikan adalah febantel dan ivermectin. Sebelum obat cacing diberikan kepada gajah, obat tersebut akan dimasukkan kedalam pisang yang berguna untuk mempermudah pemberian obat kepada gajah. Dosis obat cacing yang digunakan tergantung berat badan, dengan cara rumus sebagai berikut : BB x 10 / 2500(untuk albendazole) 



Pengukuran berat badan gajah



Pengukuran berat badan pada gajah berguna sebagai tolak ukur kesehatan dari gajah tersebut, selain itu pengukuran berat badan juga merupakan dasar sebelum 14



diberikan obat kepada gajah. Cara pengukuran berat badan gajah adalah mengukur lingkar dada dan tinggi bahu pada untuk mengetahui berat badannya. Dengan rumus: 2 (LD) x TB x 0,93 x konstanta (gajah jantan) (LD)2 x TB x 0,98 x konstanta (gajah betina) (LD)2 x TB x 1 ( gajah anakan) Ket : LD = Lingkar Dada TB = Tinggi Badan BB = Berat Badan 



Pembuatan saleb untuk gajah



Saleb Kulit Bahan-bahan yang digunakan Vaselin Amoxicillin (bentuk bubuk) Levartraan Peru Balsem Saleb mata Bahan-bahan yang digunakan Antibiotik Ketokonazole Chloramphenicol Water Injeksi Pot saleb Pembuatan saleb mata dan saleb kulit ini merupakan cara yang dilakukan agar luka pada mata ataupun kulit pada gajah tidak terjadi infeksi. Cara pembuatan saleb mata : 1. Tumbuk hingga halus antibiotik ketoconazole hingga halus sebanyak 25 gr 2. Kemudian setelah halus masukkan chloramphenicol sebanyak 13 tube hingga memiliki tekstur seperti saleb 3. Setelah itu tambahkan water injeksi sebanyak 1 ampul agar saleb tidak terlalu kental 4. Setelah sudah merata dan tidak terlalu kental, masukkan saleb ke dalam pot saleb yang sudah disediakan  Pembuatan peroksida h2O2 3% Pembuatan larutan peroksida h2O2 3% memiliki fungsi untuk membersihkan luka sebelum diberikan obat lainnya. Bahan-bahan yang digunakan 470 ml air 30 ml h2O2 50%



15







Pemeriksaan Feses Gajah Pasca Pemberian Obat Cacing



Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan. Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada gejala klinik kurang dapat dipastikan (Gandahusada, Pribadi dan Herry, 2006). Penularan penyakit parasit disebabkan oleh tiga faktor yaitu sumber infeksi, cara penularan dan adanya hospes yang ditulari. Efek gabungan dari faktor ini menentukan penyebaran dan menetapnya parasit pada waktu dan tempat tertentu. Penyakit yang disebabkan oleh parasit dapat bersifat menahun disertai dengan sedikit atau tanpa gejala. Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang akan di periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis (Kadarsan,2010). Pada kesempatan ini gajah yang diperiksa adalah Hariyono, pemeriksaan feses dilakukan sebelum pemberian obat cacing dan sesudah pemeriksaan obat cacing. Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu metode natif, metode apung, dan metode endapan. Pada pemeriksaan feses sebelum pemberian obat cacing dilakukan dengan metode natif, sedangkan sesudah pemberian obat cacing dilakukan dengan 3 metode yaitu metode natif, metode apung dan metode endapan. Prosedur Kerja Metode natif merupakan metode yang paling sederhana dalam pemeriksaan feses gajah. Langkah pemeriksaan feses metode natif : 1. Campurkan 2gr feses gajah dan 58ml air steril sambil disaring dengan 3 jenis saringan yang memiliki ukuran kerapatan yang berbeda. 2. Campur dengan merata dan diamkan campuran tersebut selama 10-15 menit hingga terlihat endapan didalam tabung. 3. Ambil 3 tetes campuran feses yang sudah dibuat sebelumnya di bagian atas, bagian tengah dan didasar endapan kemudian diletakkan diatas objek glass, lalu tutup dengan cover glass. 4. Amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 4x, 10x, atau 40x.



16



Metode Apung 1. Buatlah larutan NaCl jenuh dengan melarutkan garam ke dalam aquadest 2. Campurkan 2gr feses gajah dan 58ml air steril sambil disaring dengan 3 jenis saringan yang memiliki ukuran kerapatan yang berbeda. 3. Masukkan campuran feses tersebut hingga terbentuk miniscus 4. Letakkan cover glass diatas permukaan tabung reaksi sehingga menyentuh permukaan larutan, hindari terbentuknya gelembung 5. Biarkan 10 menit, sampai telur cacing naik ke permukaan larutan 6. Pindahkan cover glass tersebut diatas objek glass yang bersih dan kering 7. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 4x 10x atau 40x. Metode sedimentasi 1. Campurkan 2gr feses gajah dan 58ml air steril sambil disaring dengan 3 jenis saringan yang memiliki ukuran kerapatan yang berbeda. 2. Masukkan campuran feses tersebut ke tabung 3. Kemudian masukkan 1 tabung campuran dan 1 tabung berisi air yang berguna untuk penyeimbang saat dimasukkan ke alat sentrifuge, atur sentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit 4. Kemudian larutan supernatan dibuang dan endapan atau sedimen yang tersisa diambil dan diletakkan diatas objek glass yang bersih dan kering 5. Tutup dengan cover glass lalu periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 4x, 10x, atau 40x Hasil dari pemeriksaan feses gajah Hariyono adalah sebagai berikut :  Sebelum pemberian obat cacing Pemeriksaan dengan metode natif Hariyono positif terinfeksi Paramphistomum spp. dan Strongyloides sp. *lampiran



cacing



 Setelah pemberian obat cacing Pemeriksaan dengan metode natif Hariyono positif terinfeksi cacing Paramphistomum spp. sedangkan cacing Strongyloides sp. sudah tidak lagi ditemukan. *lampiran Pemeriksaan dengan metode sedimentasi pun sama Hariyono positif terinfeksi cacing Paramphistomum spp. dan ditemukan telur cacing Paramphistomum spp. yang sudah menetas. *lampiran Pemeriksaan dengan metode apung tidak telur cacing paramphistomum sp. ataupun telur cacing Strongyloides sp., tetapi diduga terdapat telur cacing Paramphistomum spp. yang baru menetas. *lampiran Cacing nematoda adalah parasit yang umum ditemukan di gajah dan paling banyak terdapat di saluran pencernaan sehingga sangat merugikan. Parasit tersebut dapat menyebabkan gastroenteropati, pada kasus yang parah dapat menyebabkan hipoalbuminemia. Adapun gejala klinisnya dapat bersifat perakut, akut, dan kronis. Infeksi yang berat dapat menyebabkan anemia, meskipun cacing yang menginfeksi tidak menghisap darah (Fowler dan Mikota, 2006). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi infeksi cacing adalah host, parasit, dan lingkungan. Faktor host meliputi umur, tingkah laku individu, pakan dan air minum, frekuensi dan jumlah feses setiap 17



harinya, dan status reproduksi. Sementara faktor dari lingkungan itu sendiri meliputi suhu, kelembaban, serta curah hujan (Hinget al., 2013). Cacing Strongyloides sp. ini disebut cacing benang. Cacing dewasa dapat bersifat parasit maupun bebas. Bentuk parasitic panjangnya 2-9 mm dan hanya cacing betina yang bersifat partenogenetik. Bentuk bebas di temukan adanya cacing jantan dan cacing betina ,cacing ini sangat kecil dan relative kuat, dengan esophagus rabditiform. Ekor cacing jantan pendek dan berbentuk kerucut, sepasang spikulum pendek sama besar dan sebuah gubernakulum. Ujung posterior cacing betina meruncing ke ujung, vulva terletak dekat pertengahan tubuh, uterus amfidelf, dan telurnya sedikit serta telah berembrio pada waktu di keluarkan , kadang cacing betina viviparosa ,terdapat sekitar 40 jenis cacing dalam genis ini , kebanyakan berada pada mamalia. Cacing Paramphistomum spp. merupakan salah satu cacing kelas Thrematoda dari famili Paramphistomidae. Telur Paramphistomum spp. memiliki warna yang transparan dan operkulum yang jelas. Cacing Paramphistomum spp. menghisap makanan berupa jaringan atau cairan dari tubuh inangnya, sehingga tingginya jumlah Paramphistomum spp. dapat sangat merugikan inangnya. Banyaknya kasus gajah yang terjangkit Paramphistomum spp disebabkan karena sistem dan manajemen pemeliharaan yang kurang baik. Pada infeksi yang berat pada cacing ini dapat menimbulkan gastroentritis yang menyebabkan kematian. Kontrol cacing gastrointestinal dapat dilakukan dengan pengecekan feces secara rutin untuk mengedentifikasi cacing gastrointestinal tersebut. Pengendalian tersebut mencakup kekebalan dan nutrisi, manajemen pengembalaan, dan pemberian obat anthelmintik yang tepat (Candra et al 2016). Berdasarkan morfologi telur cacing di feces yang diamati, memiliki bentuk bulat, berwarna bening, dan memiliki operculum sesuai dengan Candra et al (2016). Sehingga dapat disimpulkan bahwa telur yang didapat adalah telur dari cacing Paramphistomum spp. Obat cacing yang digunakan pada pemberian obat cacing kali ini adalah Lagantor. Lagantor mengandung senyawa albendazole yang merupakan zat anthelmintik. Albendazole termasuk dalam golongan benzimidazol yang umumnya digunakan untuk hewan besar dalam bentuk kaplet dan diberikan secara oral. Albendazole efektif untuk menangani kasus infeksi cacing gilik maupun cacong pita pada saluran pencernaan. Albendazole mengatasi infeksi cacing dengan mengganggu metabolisme energi sehingga cacing kekurangan energi yang menyebabkan kematian cacing. Dari hasil pemeriksaan feses dengan 3 metode terbukti bahwa gajah Hariyono terinfeksi cacing Paramphistomum spp. Walaupun sudah diberikan obat cacing pun tetap cacing tersebut masih ada dan bahkan bertambah banyak, hal ini dapat terjadi karna kurangnya dosis pemberian, ataupun obat yang diberikan sudah resisten untuk gajah tersebut, perlunya pemeriksaan lebih lanjut tentang hal tersebut.



5.4 Tingkah Laku Gajah (Behaviour) 



Perilaku Reproduksi



Gajah memasuki masa birahi pertama ketika usia 18 tahun, siklus estrus pada betina gajah asia adalah 14-18 minggu dengan lama kebuntingan 20-22 bulan. Estrus pada betina gajah asia tidak menunjukkan adanya perubahan pada alat genital. Tidak 18



adanya perubahan genital tersebut dikarenakan betina gajah asia memiliki saluran urogenital, ovarium dan vestibule yang panjang, serta letak vagina yang berada pada bagian ventral tubuh gajah. Hanya ada seikit cairan yang keluar saat masa estrus. Terdapat juga beberapa perilaku spesifik sebagai tanda bahwa gajah tersebut mengalami estrus seperti pengarahan klitoris dan pengibasan ekor pada bagian bawah tubuh (Thitaram 2009). Selain itu kita dapat melihat tanda estrus dari keluarnya minyak pada bagian tulang dahi sebelah kiri. Gajah ketika berada pada habitat alaminya gajah jantan akan mencari gajah betina estrus dengan cara mencium feromon yang dikeluarkan oleh betina bersama urine pada masa estrus, dengan menggunakan belalai gajah jantan akan mengendus bagian wajah, mata, telinga, kaki belakang dan vulva dari gajah betina, gajah jantan pun akan menaikkan kepalanya untuk mencapai bahu atau flank betina sebelum kopulasi. Kopulasi berlangsung selama 30-60 detik dan 10-15 detik intromissi (Thitaram 2009). 



Perilaku Maternal



Gajah anakan akan tinggal dan di “angon” bersama dengan induknya selama kurang lebih 3 tahun sebelum akan dipisah (disapih) dan kemudian akan dilatih di Pusat Latihan Gajah. Selama 3 tahun pula gajah anakan akan menyusu dengan induknya, jika gajah induk tidak dapat mengeluarkan susu maka gajah tersebut akan diberikan susu formula sebagai nutrisi awal sebelum gajah anakan mendapat makanan yang sesungguhnya. 



Perilaku Sosial



Gajah merupakan hewan yang berkelompok. Gajah betina biasanya akan berkelompok dengan anaknya dan gajah betina lainnya. Sedangkan gajah jantan memiliki usia yang sudah tua akan keluar dari kelompok dan menjelajah sendirian. Kelompok pada gajah biasanya akan dipimpin betina yang paling tua didalam kelompok atau disebut Matriach. Pada beberapa kelompok gajah Matriach akan terlihat lebih dominan dari gajah lainnya, hal itu terbukti dengan adanya penghormatan dari gajah lainnya untuk gajah Matriach (Elephantvoices 2018) 



Perilaku Gajah Lainnya



 Gajah senang menyemburkan tanah ke tubuhnya hal ini bertujuan agar saat siang hari gajah tidak kepanasan  Gajah pun terkadang memakan tanah/lumpur  Gajah dapat menghabiskan 18-20 jam waktunya untuk makan  Gajah merupakan hewan yang berkelompok  Gajah merupakan satwa nocturnal  Gajah merupakan hewan penjelah  Sebelum gajah makan rumput yang akan dimakan akan dibersihkan dengan kaki depannya, ataupun saat di rawa gajah dapat membersihkannya di air



19



BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Selama mengikuti serangkaian kegiatan magang di TNWK, banyak sekali mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dari berbagai aspek / sumber, antara lain 1 Mengetahui tentang manajemen perkandangan. 2 Mengetahui tentang manajemen pakan 3 Mengetahui tentang manajemen kesehatan, dan 4. Tingkah laku (behavior) Gajah Sumatera 6.2 Saran 1. Perlunya perhatian lebih untuk kasus kecacingan pada gajah di PLG kemudian gajah tersebut diberikan treatment khusus untuk gajah yang sudah terinfestasi cacing. 2. Perlunya pengecekan rutin keadaan abses gajah di PLG jika sudah membesar mohon agar bisa di lakukan operasi untuk penanganannya. 3. Perbaikan tempat sampah disekitaran lingkungan PLG, agar tidak kembali dirusak oleh babi ataupun monyet sebaiknya bahan baku dari tempat sampah tersebut menggunakan semen sebagain bahan baku tempat sampah. 4. PLG harus bisalebih memaksimalkan peran mitra/LSM yang bekerja sama dengan PLG dengan adanya kehidaran mitra bisa membantu dalam memenuhi pasokan stock obat yang sulit di jangkau ataupun hal lain yang diperlukan oleh PLG. 5. Pagar dan palang pintu di PLG agar lebih diawasi lagi sehingga agar masyarakat tidak seenaknya keluar masuk lokasi yang terbatas untuk pengunjung, misalnya kandang.



20



DAFTAR PUSTAKA Candra D, Warganegara E, Bakri S, dan Setiawan A. 2016. Identifikasi kecacingan pada satwa liar dan ternak domestik di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Acta Veterinaria Indonesia Vol. 4(2): 57-67. Dephut.2007.TamanNasionalWayKambashttp://www.dephut.go.id/uploads/INFORMASI/TN %20INDO-ENGLISH/tn_waykambas.html. diakses: Agustus 03, 2019 Elephantvoices.2018. Elephans are socially complex. http://www.elephantvoices.org/elephantsenses-a-sociality-4/elephants-are-socially-complex.html. Diakses : Agusuts 03, 2019 Fowler ME dan Mikota SK. 2006. Biology, Medicine, and Surgery of Elephants. 1st ed. State Avenue, Ames, Lowa : Blackwell Publishing Professional Gandahusada.2006.Parasitologi Kedokteran.Fakultas kedokteran UI: Hing S, Othman N, Nathan SKSS, Fox M, Fisher M, Goossens B. 2013. First Parasitological Survey of Endangered Bornean Elephants Elephas maximus borneensis. Endangered Species Researh. 21 : 223-230 [IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2013. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2013.2. Diakses: Agustus 03, 2019. Kadarsan.2010.Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI:Bogor Jakarta Muryani A. 2008. Kecacingan pada tinja badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) dan gajah gumatera (Elephas maximus sumatranus) di Taman Nasional Way Kambas (Semi Insitu) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Maharani Al. 2012. Strategi Konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus temmnick) di Suaka Margasatwa Padang Sugiha Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Daya dukung Habitatnya [Tesis]. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro. Thitaram C. 2009. Elephant reproduction : improvement of breeding efficiency and development of a breeding strategy. [Thesis] Utrech (NL) : Utrech University.



21



Lampiran 1 Data Diri



Nama



: Zaki Abdul Aziz Mubaraq



Alamat



: Jalan Ikan Kombong Rt : 018 Rw : 006 Namosain Alak Kupang



TTL



: Metro, 12-12-1999



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Agama



: Islam



No.HP



: 081 239 248 280



Email



: [email protected]



Hobi



: Bulutangkis



22



Lampiran 2 Foto kegiatan Ga



Gambar 1. Kandang Besar Gajah



Gambar 2. Kandang Kecil Gajah



Gambar 3. Pembersihan tempat minum gajah Gambar 4. Pembuatan Suplemen gajah



23



Gambar 5. Pemberian Suplemen untuk gajah



Gambar 6. Pakan Tambahan Gajah



Gambar 7. Gajah yang berkelompok setelah angon



Gambar 8. Treatment Gajah Suli



24



Gambar 9. Treatment Gajah Hariyono



Gambar 10. Pemberian obat cacing di PLG



Gambar 11. Pembuatan Saleb Kulit



Gambar 12. Sebelum diberikan obat cacing Terdapat telur cacing Paramphistomum spp..



Gambar 11. Pemberian obat cacing di ERU



Gambar 12. Pembuatan Saleb Mata



Gambar 13. Sebelum diberikan obat cacing Terdapat telur cacing Strongyloides sp. 25



Gambar 14. Setelah Pemberian Obat Cacing Masih terdapat telur cacing Paramphistomum spp.. (metode natif)



Gambar 15. Setelah pemberian obat cacing Masih terdapat telur cacing Paramphistomum spp. (Metode Sedimentasi) Gambar 16. Telur cacing Paramphistomum spp.yang sudah menetas



Gambar 17. Diduga telur cacing Paramphistomum spp. yang sudah menetas 26