Laporan Diagnosis Komutias Stunting [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang Puskesmas adalah unit pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Dengan demikian Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat.1 Menurut Permenkes No.75 Tahun 2014 Pengertiaan Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan prefentif, untuk mencapai derajat kesehatan diwilayah kerjanya.1 Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.2 Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari Standar usianya. Kondisi ini diukur panjang atau tinggi badan yang lebih dari -2 SD pertumbuhan anak dari WHO.3 Balita stunting yang di sebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi dan kurangnya asupan gizi pada bayi sehingga dapat mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.4 Prevalensi Stunting di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 sebesar 30,8%. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Balita Integrasi (SSGBI) Susenas Tahun 2019 di Indonesia dengan confidence interval 95%



di dapatkan hasil prevalensi balita dengan gizi kurang (underweight) sebesar 16,29% (15,94-16,65) turun sebesar 1,5% dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2018, plevelensi balita stunting sebesar 27,67% (27,2228,11) turun sebesar 3,1 % dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2018 , prevalensi balita kurus sebesar 7,44% (7,19-7,71) turun sebesar 2.8% dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2018.4 Prevalensi balita stunting menurut provinsi tahun 2019 di Jawa Barat sebanyak 26,2% dan mengalami penurunan angka prevalensi di bandingkan dengan tahun 2013 (35,3%) sebanyak -9,1 % dan mengalami perubahan prevalensi setiap tahunnya menurun sebesar -1,5%.4 Prevalensi balita stunting menurut kabupaten/kota tahun 2019, Di Cirebon sebesar 25,06%. Perubahan prevalensi stunting di cirebon di bandingkan dengan tahun 2013 mengalami penurunan sebesar -17,42%. Rata-rata perubahan prevalensi pertahunnya di Cirebon mengalami penurunan sebesar -2,9%. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon prevalensi stunting di Kabupaten Cirebon Tahun 2019 mengalami penurunan menjadi 7,92% dari 9,01%.5 Menurut data KEMENKES RI tahun 2013, kabupaten Cirebon termasuk ke dalam 100 Kota/Kabupaten Prioritas Intervensi Stunting dalam rangka percepatan penurunan angka Stunting di Indonesia, kabupaten Cirebon memiliki prevalensi stunting sebesar 47,41% pada tahun 2013.6 Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat tinggal juga berkaitan dengan terjadinya stunting. Kondisi ekonomi erat kaitannya dengan kemampuan dalam memenuhi asupan yang bergizi dan pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dan balita. Sedangkan sanitasi dan keamanan pangan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi.7 Berdasarkan data Joint Child Malnutrition Estimates tahun 2018, negara dengan pendapatan menengah ke atas mampu menurunkan angka stunting hingga 64%, sedangkan pada negara menengah ke bawah hanya menurunkan sekitar 24% dari tahun 2000 hingga 2017. Pada negara dengan pendapatan rendah justru mengalami peningkatan pada tahun 2017.1



Untuk mencegah dan menurunkan stunting, pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan dan program. Komitmen dan inisiatif pemerintah untuk mencegah stunting diawali dengan bergabungnya Indonesia ke dalam gerakan Global Scaling Up Nutrition (SUN) 2011. Hal ini ditandai dengan penyampaian surat keikutsertaan Indonesia oleh Menteri Kesehatan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Gerakan ini diluncurkan tahun 2010 dengan prinsip dasar bahwa semua warga negara memiliki hak untuk mendapatkan akses terhadap makanan yang memadai dan bergizi. Meskipun data stunting mengalami penurunan setiap tahunnya, stunting merupakan fokus utama masalah gizi yang harus di perhatikan dan belum mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2025 yaitu penurunan stunting hingga 40%.2 Pencegahan stunting memerlukan intervensi gizi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Pengalaman global menunjukkan bahwa penyelenggaraan intervensi yang terpadu untuk menyasar kelompok prioritas di lokasi prioritas merupakan kunci keberhasilan perbaikan gizi, tumbuh kembang anak, dan pencegahan stunting. Sejalan dengan inisiatif Percepatan Pencegahan Stunting, pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gernas PPG) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 42 tahun 2013 tentang Gernas PPG



dalam



kerangka 1.000 HPK. Gernas



PPG



dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) sebagai Ketua Gugus Tugas. Sebagai bagian dari Gernas PPG, pemerintah menerbitkan Kerangka Kebijakan dan Panduan Perencanaan dan Penganggaran Gernas 1.000 HPK. Pada tataran kebijakan, pemerintah memberikan perhatian besar terhadap pencegahan stunting. Indikator dan target pencegahan stunting telah dimasukkan sebagai sasaran pembangunan nasional dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Berbagai program terkait pencegahan stunting telah diselenggarakan, namun belum efektif dan belum terjadi dalam skala yang memadai. Kajian



Bank Dunia dan Kementerian Kesehatan menemukan bahwa sebagian besar ibu hamil dan anak berusia di bawah dua tahun (baduta) tidak memiliki akses memadai terhadap layanan dasar, sementara tumbuh kembang anak sangat tergantung pada akses terhadap intervensi gizi spesifik dan sensitif, terutama selama 1.000 HPK. Hanya 28,7% baduta yang memiliki empat akses layanan dasar secara simultan, umumnya mencakup akses terhadap akta kelahiran, air minum, sanitasi, dan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Sementara yang memiliki akses ke delapan layanan (semua) kurang dari 0,1%. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa pendekatan gizi yang terpadu atau konvergen sangat penting dilakukan untuk mencegah stunting dan masalah gizi. Stunting merupakan masalah gizi yang masih cukup tinggi di wilayah kerja Puskesmas Susukan, berdasarkan data hasil kegiatan Bulan Penimbangan Balita (BPB) pada kelompok umur 24-59 bulan pada bulan Maret tahun 2020, didapatkan hasil status gizi pada keluarga miskin dan keluarga non miskin berdasarkan idikator PB/U atau TB/U di Puskesmas Susukan di antaranya balita sangat pendek sebanyak 57 anak, balita pendek sebanyak 154 anak dari jumlah balita yang di timbang sebanyak 2363 anak dan jumlah balita yang ada sebanyak 2363 anak. Balita stunting di Puskesmas Susukan pada bulan Maret 2020 masing-masing tersebar di desa Susukan 7 anak, desa Kejiwan 3 anak, desa Bojong kulon 10 anak, desa Kedongdong 21 anak, desa Gintung Lor 11 anak, desa Wiyong 4 anak, desa Tangkil 1 anak. Berdasarkan data sasaran Balita yang mendapatkan PMT di UPDT Puskesmas Susukan pada bulan Juni tahun 2020 yaitu sebanyak 10 anak dengan status gizi berdasarkan BB/U yaitu Buruk, BB/TB/PB yaitu sangat kurus dan TB/PB/U sangat pendek dan pendek. Balita stunting dari keluarga miskin di wilayah kerja UPDT Puskesmas Susukan pada bulan Juni 2020 tersebar di masing-masing desa di antaranya Desa Susukan sebanyak 3 anak, Desa Bojong kulon sebanyak 2 anak, desa Kedongdong 3 anak, desa Gintung lor 2 anak. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, kami mengangkat Stunting sebagai Diagnosis Komunitas di UPDT Puskesmas



Susukan untuk di berikan intervensi dengan program kerja kami bernama “O’PETASAN BANTING” (Optimalisasi Penanganan dan Pengentasan Balita Stunting) dengan tujuan mengoptimalkan program kerja Puskesmas Susukan di bidang gizi dalam upaya pencegahan, penanganan dan pengentasan Stunting di wilayah kerja UPDT Puskesmas Susukan. 1.2.



Permasalahan



1. Belum optimalnya Program Gizi di Pusksmas Susukan 2. Belum optimalnya pengetahuan kader mengenai deteksi dini dan tatalaksana Stunting 3. Kurangnya pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dan ibu hamil tentang stunting, penyebab Stunting ibu hamil (pemberian tablet Fe dan asam folat, gizi kehamilan) gizi, ASI eksklusif, MPASI, imunisasi dan sanitasi, air bersih, cuci tangan pakai sabun serta jamban sehat 4. Belum adanya kebijakan lintas sektoral dalam pembentukan komitmem, program dan tim penanganan Stunting 5. Posyandu tertunda akibat pandemi COVID-19 sehingga menyebabkan ketidaklengkapan imunisasi, terhambatnya pemberian vitamin A, dan terhambatnya Pemberian Makanan Tamabahan (PMT) pada balita Stunting yang sedang dilakukan intervensi. 1.3.



Tujuan 1. Tujuan Umum •



Mengenal program-program puskesmas, mampu melakukan analisa situasi, mengidentifikasi permasalahan dan membuat prioritas masalah, merumuskan masalah, menganalisis akar penyebab masalah yang ada di puskesmas susukan dan menyusun kegiatan intervensi.







Mengoptimalkan kinerja Puskesmas Susukan dalam upaya kesehatan gizi dengan diagnosis komunitas balita Stunting di kecamatan Susukan.



2. Tujuan Khusus •



Mengetahui pencapaian kinerja Puskesmas Susukan







Mengidentifikasi permasalahan yang ada di Puskesmas Susukan







Membuat prioritas masalah dan menganalisis akar masalah di Puskesmas Susukan







Menentukan masalah yang akan dilakukan intervensi







Membangun komitmen bersama dengan sektor lain dalam mengatasi Stunting







Mengoptimalkan pengetahuan kader mengenai deteksi dini dan tatalaksana Stunting







Mengoptimalkan sikap, perilaku dan pengetahuan ibu dan ibu hamil tentang stunting ibu hamil (pemberian tablet Fe dan asam folat, gizi kehamilan) gizi, ASI eksklusif, MPASI, imunisasi dan sanitasi, air bersih, cuci tangan pakai sabun serta jamban sehat.







Mengoptimalkan dan Meningkatkan status gizi pada balita stunting setelah dilakukan intervensi



1.4.



Manfaat



1. Manfaat Bagi Institusi a. Intstitusi mampu menghasilkan lulusan kedokteran dengan standar sesuai dengan visi misi FK UGJ Cirebon b. Terciptanya lulusan FK UGJ Cirebon yang mampu memberikan pelayanan kesehatan primer berbasis kedokteran keluarga secara terintegrasi 2. Manfaat Bagi Puskesmas a. Mahasiswa program stase IKM komprehensif dapat membantu dan mendukung program-program kerja puskesmas khususnya di bidang pelayanan masyarakat b. Puskesmas dapat Mengoptimalkan kinerja dalam upaya kesehata gizi dengan diagnosis komunitas balita Stunting dan dapat menjadikan program ini sebagai program unggulan UPTD Puskesmas Susukan 3. Manfaat Bagi Individu



a. Mahasiswa mampu mendapatkan orientasi dini mengenai situasi puskesmas yang akan menjadi lingkungan kerja dokter umum. b. Mahasiswa mampu memberikan pelayanan kesehatan dan pengabdian masyarakat guna menjadi dokter yang baik dan kompeten. c. Mahasiswa mampu memahami diagnosis komunitas dipuskesmas di wilayah tersebut.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1.



Landasan Teori



2.1.1. Definisi Balita pendek (Stunting) adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (ZScore)