Laporan Farkol Anti Inflamasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 4 ANTI INFLAMASI



Disusun oleh :



Hari/Tggl praktikum



:



Dosen pemandu praktikum



:



Asisten Praktikum



:



LABORATORIUM FARMASI KLINIK JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2014



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang



Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk mengidentifikasi atau merusak organism yang menyerang. Menghilangkan dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cidra dan mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan misalnya antigen. Virus, bakteri, protozoa. Gejala proses terjadinya infalamasi sudah dikenal ialah, eritema, edemu, kolor, dolor, function laesa (Katzung, B. G., 2001). 1. Eritema (kemerahan). Terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cidra jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, histamine) 2. Edema ( pembengkakan ) merupakan tahapan kedua dari infalamasi. Plasma merembes kedalam jaringan intestinal pada tempat cidra. Kinin medilatasi asteriol. Meningkatkan permeabilitas kapiler 3. Kolor (panas ) dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah. Atau mungkin karena pirogen yaitu substansi yang menimbulkan demam, yang mengganggu pusat pengaturan panas pada hipotalamus. 4. Dolor ( nyeri ), disebabkan pembengkakan pada pelepasan mediator-mediator kimia. 5. Function laesa ( hilangnya fungsi ), disebabkan oleh penumpukan cairan pada tempat cidra jarinangan karena rasa nyeri. Keduanya mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena. Inflamasi (radang) biasanya dibagi dalam 3 fase, yaitu inflamasi akut, respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan, pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun yang merupakan suatu reaksi yang terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespons organisme yang asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon akut. Inflamasi kronis dapat menyebabkan sakit dan kerusakan pada tulang dan tulang



rawan yang dapat 8 menyebabkan ketidakmampuan serta terjadi perubahanperubahan sistemik yang bisa memperpendek umur (Katzung, B. G., 2001). Respons inflamasi terjadi dalam 3 fase dan diperantai mekanisme yang berbeda: a. Fase akut,dengan ciri vasodilatasi local dan peningkatan permeabilitas kapiler. b. Reaksi lambat, tahap subakut dengan cirri infliltrasi sel leukosit dan fagosit. c. Fase proliferatif kronik, pada mana degenerasi dan fibrosis terjadi.



B.



Tujuan Percobaan Mempelajari daya anti inflamasi obat pada hewan uji yang diinduksi radang



buatan .



C.



Dasar Teori Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang



disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang, dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin, leukotrin, Prostaglandin dan PAF.Obat-obat anti inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Obat ini terbagi atas-dua golongan, yaitu golongan anti inflamasi non steroid (AINS) dan anti inflamasi steroid (AIS). Kedua golongan obat ini selain berguna untuk mengobati juga memiliki efek samping yang dapat menimbulkan reaksi toksisitas kronis bagi tubuh (Katzung, 1992). Obat Antiinflamasi dari Golongan Steroid (Glukokortikoida) Efek antiinflamasi golongan steroid (glukokortikoid) berhubungan dengan kemampuan untuk merangsang biosintesis protein lipomodulin, yang dapat menghambat kerja enzimatik fosfolipase A2sehingga mencegah pelepasan mediator seperti asam arakhidonat dan metabolitnya seperti prostaglandin (PG), leukotrien (LT),



tromboksan



dan



prostasiklin.



Glukokortikoid



dapat



memblok



jalur



siklooksigenase dan lipooksigenase, sedangkan AINS hanya memblok enzim siklooksigenase. Contoh senyawa yang termasuk dalam kelompok ini adalah kortison, hidrokortison, deksametason, prednison dan sebagainya (Kee dan Evelyn, 1996).



Obat Antiinflamasi Non-Steroida (AINS) AINS merupakan kelompok obat-obat yang bekerja dengan aktivitas menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin menjadi terganggu. AINS cocok digunakan untuk mengurangi pembengkakan, nyeri dan kekakuan sendi (Kee dan Evelyn, 1996). Contoh senyawa yang termasuk dalam kelompok ini adalah: 1. Turunan asam salisilat, contoh: aspirin, diflusinal, sulfasalazin, olsalazin 2. Turunan para-aminofenol, contoh: asetaminofen 3. Indol dan asam indene asetat, contoh: indometasin, sulindak, etodolak 4. Asam heteroalil asetat, contoh: tolmetin, diklofenak, ketorolak 5. Asam arilpropionat, contoh: ibuprofen, naproksen, feniprofen, ketoprofen 6. Asam antranilat (fenamat), contoh: asam mefenamat, asam meklofenamat 7. Asam enolat, contoh: oksikam (piroksikam, tenoksikam), pirazolidin (fenilbutazon, oksifentatrazon) (Foye, 1996).



D. ALAT DAN BAHAN a. Alat-alat Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pletismograf, spuit injeksi 1 ml, Beaker Glass (1-2 liter), Stop watch, timbangan tikus, neraca analitik dan alat-alat gelas.



b. Bahan-bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu Natrium Diklofenak, karagen 1% dalam aquades, asam mefenamat, prednison,kapas dan alkohol, dan hewan coba (tikus).



E. CARA KERJA



TIKUS -



Ditimbang Diberi tanda sebatas lutut pada kedua kaki belakangnya



PREDNISON - Dihitung konversi dosisnya - Diambil sesuai dengan dosis (5,75 ml) - Diberikan secara intraperitoneal TIKUS



-



Didiamkan 15 menit Dicelupkan kaki kanan dan kiri tikus ke dalam alat pletismograf sampai batas tanda (Vo)



KARAGENIN 1% DALAM AQUABIDES -



Diambil 1 ml Diinjeksikan pada telapak kaki kanan Dilakukan hal yang sama pada kaki kiri



TIKUS -



Diamati dan dicatat volume udem yang terjadi setiap 15 menit selama 1,5 jam (Vt)



DATA



F. HASIL PERCOAAN DAN PERHITUNGAN



1) Hasil percobaan



Menit 0



Kontrol Ka Ki 1 1



Na diklofenak Ka Ki 0,8 1



As. Mefenamat Ka Ki 1 1



Prednison Ka Ki 1,3 1,1



15



1,5



1,2



1,4



0,2



1,2



1,1



1,4



1,3



30



1,1



1,2



1,3



0,8



1,3



1,2



1,4



1,3



45



1,1



1,2



1,1



2,7



1,4



1,3



1,5



1,5



60



1,3



0,8



1,7



2,4



1,4



1,3



1,5



1,5



75



1,1



0,7



1,2



3



1,6



1,5



1,5



1,6



90



1,3



1,1



1



3,1



1,4



1,6



1,3



1,6



AUC total



kanan



Kiri



% DAJ



Kontrol



1.950



325



Kontrol



Na diklofenak



3.192



4.375



Na diklofenak



Asam mefenamat



3.150



2.550



Asam mefenamat



Prednison



904,8



2.658,825 prednison



kanan -



kiri -



-61,5 % -684,6 % 53,6 %



-718,1%



2) Perhitungan  Karagenin 1% Diambil 0,0001 gram Karagenin di ad 10 ml aquabides  Asam mefenamat Dosis manusia Dosis obat



: 500 mg / 70 kg BB : 500 mg



BAB II PEMBAHASAN



Pada praktikum kali ini kita menggunakan 4 ekor tikus putih yang disuntikkan dengan bahan uji yaitu pada tikus 1 diberikan aquades sebagai kontrol negatif, tikus 2 , 3 , 4 diberikan Na- diklofenat, Asam mefenamat, dan prednison sebagai kontrol positif yang artinya tikus tersebut memberikan respon, Bahan uji tersebut diberikan secara IP (intra peritonial) semua, setelah pemberian bahan uji, tikus-tikus tersebut diberikan penginduksi udem berupa larutan karagenik 1% sebanyak 0,1 ml secara subplantar pada bagian dorsal kaki kanan dan kiri. Metode pengujian aktivitas anti inflamasi suatu bahan obat dilakukan berdasarkan pada kemampuan obat uji mengurangi atau menekan derajat udema yang diinduksi pada hewan percobaan. Inflamasi merupakan gangguan yang sering dialami oleh manusia maupun hewan yang menimbulkan rasa sakit di daerah sekitarnya. Sehingga perlu adanya pencegahan ataupun pengobatan untuk mengurangi rasa sakit, melawan ataupun mengendalikan rasa sakit akibat pembengkakan (Katzung, 2002). Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari daya anti inflamasi obat pada binatang dengan radang buatan. Pada praktikum kali ini digunakan tikus karena pada kaki tikus lebih besar dan mudah disuntik secara sublantar. Percobaan ini dimulai dengan menyiapkan obat yang mau diuji dan hewan coba (tikus) ,setelah itu tikus ditimbang untuk mendaptkan berat badanya guna menghitung dosis yang akan diberikan. Selajutnya tikus disuntik secara sublantar, tetapi sebelumnya kedua kaki tikus harus ditandai sebatas mata kaki untuk menyamakan peresepsi pembacaan saat dicelupkan pada alat pletismometer.Pada alat plestimometer digunakan air raksa karena memiliki daya kohesi yang tinggi sehingga tidak membasahi kaki tikus dan dapat mendorong cairan berwarna (methilen blue) untuk lebih mudah dibaca skalanya. Penggunaan cairan bisa diganti dengan cairan lain dengan penambahan warna lain namun harus memiliki prinsip cairan tidak bercampur satu sama lain (Katzung, 2002). Dalam praktikum ini yang digunakan untuk mengiduksi inflamasi adalah karagenin 1 % dalam aquades karena ada beberapa keuntungan yang didapat antara lain tidak menimbulkan kerusakan jaringan, tidak menimbulkan bekas, memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi . Karagenin sebagai senyawa iritan menginduksi terjadinya cedera sel melalui pelepaskan mediator yang mengawali proses inflamasi. Pada saat terjadi pelepasan mediator inflamasi terjadi



udem maksimal dan bertahan beberapa jam. Udem yang disebabkan induksi karagenin bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam. Mekanisme radang diawali dari terjadi kerusakan membrane sel akibat rangsangan mekanis, kimia dan fisika kemudian menuju fosfolipida (membrane sel) terdapat enzim fosfolipase yang akan mengeluarkan asam arakidonat. Dengan adanya enzim siklooksigensae maka asam arakidonat akan dirubah menjadi prostaglandin. Siklooksigenase mensintesa siklik endoperoksida yang akan dibagi menjadi dua produk COX 1 dan COX 2. COX 1 berisi tromboksan ,protasiklik (yang dapat menghambat produksi asam lambung yang berfungsi untuk melindugi mukosa lambung). COX 2 (asam meloksikam) berisi prostaglandin (penyebab peradangan). Sedangkan lipooksigenase akan mengubah asam hidroperoksida yang merupakan precursor leukotrien LTA (senyawa yang dijumpai pada keadaan antifilaksis) kemudian memproduksi LBT 4 (penyebab peradangan) dan LTC4,LTD4 dan LTE4 (Adeyemi, 2010). Sebagai control Sebagai kontrol negative digunakan aquadest yang tidak memberikan efek farmakologi apapun dalan proses inflamasi. Sedangkan kontrol positif digunakan obat yang telah teruji mempunyai efek daya antiinflamasi, dalam penelitian ini digunakan Na diklofenak, Asam mefenamat, dan prednison. Na diklofenak dan Asam mefenamat merupakan obat golongan non sterooid (AINS), NA diklofenak mempunyai efek farmakologi adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi, analgetik dan antipiretik sehingga obat ini dapat menghambat prostaglandin yang merupakan mediator penting dalam proses terjadinya inflamasi, nyeri dan demam . sehingga Na diklofenak dalam praktikum kali ini digunakan sebagai standar obat paling kuat yang mempunyai sifat antiradang. Asam mefenamat bekerja dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga mempunyai efek analgetik, anti-inflamasi dan antipiretik. Asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan NA diklofenak . Sedangkan prednison merupakan obat golongan kortikosteroid (glukokortikoid). Glukokortikoid bersifat paliatif, digunakan untuk menekan berbagai gejala klinis pada proses radang yang disebabkan dilatasi kapiler, udem, migrasi leukosit, aktivitas fagosit dan sebagainya. Selain itu glukokortikoid dapat mencegah terjadinya perubahan-perubahan lanjutan seperti proliferasi kapiler, fibroblast dan kolagen. Glukokortikoid juga dapat diberikan sebagai imunosupresan untuk menekan gejala klinis pada reaksi imun. Pada penyakit yang disebabkan infeksi bakteri glukokortikoid hanya diberikan bersama antibiotika atau khemoterapeutika. Sebagai antiradang glukokortikoid digunakan pada penyakit reumatik (demam reumatik akut dengan karditis, artritis reumatoid, poliartritis,



osteo- artritis serta kolagenosis), reaksi alergi, udem otak, tumor ganas, radang pada kulit, mata, telinga dan sebagainya (Reynolds, 1982).



Mekanisme kerja obat yang digunakan dalam praktikum uji inflmasi kali ini : 1. Natrium diklofenak Natrium diklofenak mempunyai aktivitas analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Diklofenak mempunyai kemampuan melawan COX-2 lebih baik dibandingkan dengan indometasin, naproxen, atau beberapa NSAIA lainnya. Sebagai tambahan, diklofenak terlihat/dapat mereduksi konsentrasi intraselular dari AA bebas dalam leukosit, yang kemungkinan dengan merubah pelepasan atau pengambilannya. (GG Ed.11, hal 698) Mekanisme kerja farmakologi secara pasti belum jelas, namun banyak aksi/aktivitas pada dasarnya adalah menginhibisi sintesis prostaglandin. Diklofenak menginhibisi sintesis prostaglandin di dalam jaringan tubuh dengan menginhibisi siklooksigenase;



sedikitnya



2



isoenzim,



siklooksigenase-1



(COX-1)



dan



siklooksigenase-2 (COX-2) (juga tertuju ke sebagai prostaglandin G/H sintase-1 [PGHS-1] dan -2 [PGHS-2]), telah diidentifikasikan dengan mengkatalis/memecah formasi/bentuk dari prostaglandin di dalam jalur asam arakidonat. Walaupun mekanisme pastinya belum jelas, NSAIA berfungsi sebagai antiinflamasi, analgesik dan antipiretik yang pada dasarnya menginhibisi isoenzim COX-2; menginhibisi COX-1 kemungkinan terhadap obat yang tidak dihendaki (drug’s unwanted) pada mukosa GI dan agregasi platelet. (AHFS 2010,hal.2086). 2. Asam Mefenamat Mekanisme kerja : Menghambat kerja enzim siklo-oksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu.



3. Prednison Prednisone adalah hormon kortikosteroid (glukokortikoid). Ini mengurangi respon sistem kekebalan Anda terhadap berbagai penyakit untuk mengurangi gejala seperti pembengkakan dan reaksi alergi tipe. Hal ini digunakan untuk mengobati kondisi seperti radang sendi, gangguan darah, masalah pernapasan, kanker tertentu, masalah mata, penyakit sistem kekebalan tubuh, dan penyakit kulit. Efek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison), umumnya digunakan dalam terapi pengganti (replacement therapy) dalam kondisi defisiensi adrenokortikal. Sedangkan analog sintetiknya (prednison) terutama digunakan karena efek imunosupresan dan anti radangnya yang kuat.



Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek metabolik. Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ sasaran, membentuk kompleks hormonreseptor. Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh, misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lipid, meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif , dan efek anti radang. Apabila terapi prednison diberikan lebih dari 7 hari, dapat terjadi penekanan fungsi adrenal, artinya tubuh tidak dapat mensintesis kortikosteroid alami dan menjadi tergantung pada prednison yang diperoleh dari luar. Oleh sebab itu jika sudah diberikan lebih dari 7 hari, penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba, tetapi harus bertahap dan perlahan-lahan. Pengurangan dosis bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, jika pemberian terapinya hanya beberapa hari, tetapi dapat memerlukan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka panjang. Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis Addisonian, yang dapat membawa kematian. Untuk pasien yang mendapat terapi kronis, dosis berseling hari kemungkinan dapat mempertahankan fungsi kelenjar adrenal, sehingga dapat mengurangi efek samping ini. Pemberian prednison per oral diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam hati menjadi prednisolon, hormon kortikosteroid yang aktif. Mekanisme prednison



menghambat enzim fosfolipase A2 secara tidak



langsung dengan menginduksi sintesis protein G/lipokortin G. Selain menghambat pembebasan



asam



arakidonat



yang



mengakibatkan



terhambatnya



sintesis



prostaglandin dan leukotrien, glukokortikoid juga menghambat PAF, tumor nekrosis faktor (TNF) clan interleukin-1 (IL-1). IL-1 mempunyai peranan penting pada aksi radang antara lain menstimulasi PGE2 dan kolagenase, mengaktivasi limfosit T, menstimulasi proliferasi fibroblast, kemotraktan leukosit dan menyebabkan neurofilia. Glukokortikoid juga menghambat pembentukan aktivator plasminogen oleh neutrofil (Campbell, 1991). Hasil dari praktikum kali ini didapatkan data bahwa obat anti inflamsi yang mempunyai efek paling tinggi adalah natrium diklofenak, prednison, dan asam mefenamat . sedangkan pada litekatur adalah natrium diklofenak, prednison, dan asam mefenamat. Jadi hasil yang kami dapatkan sudah sesuai dengan litelatur yang ada.



Kesalahan yang mungkin terjadi dalam uji inflamasi yaitu : 



Saat menyuntik karagen atau obatnya kurang tepat.







Kurang teliti saat perhitungan udem.







Kesalahan saat pelarutan.







Kandungan obat yang masih terdapat dalam tubuh tikus ( tikus tidak sekali pakek ).



BAB III KESIMPULAN  Inflamasi terjadi karena adanya rangsangan mekanis, fisika dan kimia yang akan menyebabkan kerusakan membran sel sehingga terjadi rasa nyeri, panas, bengkak dan keterbatasan gerak.  Na diklofenak digunakan sebagai obat antiinflamasi, sedangkan karagenin sebagai penyebab peradangan. Dan sebagai larutan uji digunaakan infus rimpang temu putih dengan konsentrasi yang berbeda.  Obat antiinflamasi dibagi menjadi nonsteroid dan steroid.  Hasil dari praktikum kali ini didapatkan urutan obat anti inflamasi paling tinggi yaitu natrium diklofenak, prednison, dan asam mefenamat.  Literatur menunjukan bahwa obat yang paling analgetik adalah natrium diklofenak kemudian prednison, dan asam mefenamat.  Obat anti inflamasi non steroid lebih banyak digunanan karena lebih aman dan mempunyai efek yg lebih kecil dari pada obat anti inflamasi steroid



DAFTAR PUSTAKA



Adeyemi, 2010. Analgesic and Anti-inflammatory Effects Of The Aqueous Extract Of Leavesof Persea Americana Mill. (Lauraceae)



Kee, Joyce L. 1996. Pendekatan proses keperawatan. Jakarta : EGC



Katzung, Bertram G., 1986, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.



Katzung, B.



Campbell,



W.B.1991.



The Pharmacological



Basis



of



Therapeutics Ed 8. New York: Pergamon Press 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, diterjemahkan oleh Dripa, S., 449-471, Salemba Medika, Jakarta.



Gupta,M, 2003. Studies On Anti-Inflammatory,Analgestic and Antipyretic Properties of Methanol Extract of Caesalpinia bonducella leaves in Experimental Animal Models,Iranian J. Phamacology & Therapeutics. Calcutta,India: Razi Institute for Drug Research.



Katzung, 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, ed IV. Jakarta: EGC



Kelompok Kerja Phytomedica, 1993. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujuan Klinis. Jakarta: Yayasan Phytomedica.



Reynolds, J.E.F.1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia Ed 28. London: The Pharmaceutical Press



Syarif, Amir, dkk, 2001. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta : UI Press



Vohara, 1992. Herbal Analgesic Drugs, Italy : J Fitoterapia



LAMPIRAN



1. Setelah pemberian karagenin, mengapa pengukuran udem diulangi 3 jam kemudian (waktu yang optimum 3-4 jam) ? Jawab : Karagenin merupakan polisakarida yang disusun oleh monomer unit galaktosa. Karagenin mampu menginduksi reaksi inflamasi yang bersifat akut, non imun dapat diamati dengan baik dan mempunyai reproduksibilitas yang tinggi. Karagenin akan menginduksi cedera sel dengan dilepaskannya mediator yang mengawali proses inflamasi. Udem maksimal terjadi setelah pelepasan mediator maksimal dan mampu bertahan sampai beberapa jam. Udem yang disebabkan induksi karagenin dapat bertahan sampai 6 jam dan berangsur selama 24 jam. Waktu laten pada karagenin



kurang lebih 1 jam sebelum terjadi



pembentukan udem maksimal terjadi setelah 2-3 jam.



2. Tentukan obat yang paling poten dalam menghambat peradangan karena karagenin! Jelaskan! Jawab : Prednison merupakan obat golongan SAID (steoid) yang bekerja dengan menghambat enzim fosfolipase. Enzim fosfolipase mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat. Karagenin merupakan suatu senyawa yang dapat menyebabkan pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase. Dengan bantuan Prednison, enzim fosfolipase tidak akan terbentuk. Dengan tidak adanya asam arakidonat prostaglandin, tromboksan dan leukoterin tidak disintesis sehingga tidak terjadi inflamasi.



3. Cari dan jelaskan cara uji daya anti inflamasi yang lain! Jawab : Macam – macam metode yang digunakan untuk uji anti inflamasi antara lain adalah : a. Asam asetat sebagai penginduksi rasa nyeri Setelah 2 minggu hewan diadaptasikan, mencit galur ICR jantan (18-25 gr) dibagi secara acak kedalam 4 kelompok termasuk juga kedalamnya kelompok normal dan kelompok positif kontrol, dan 2 kelompok sampel uji. Kelompok kontrol diberikan salin, sedangkan kelompok positif kontrol diberikan indometasin (10 mg/kg ip) 20 menit sebelum diberikan asam asetat. Dosis sampel



uji diberikan dalam dua variasi dosis, dimana diberikan secara peroral 60 menit sebelum asam asetat (0,1 ml/10 gr) diberikan % menit setelah injeksi ip asam asetat dilihat tikus yang mengalami nyeri dalam rentang waktu 10 menit.



b. Etil fenil propionate sebagai penginduksi edem pada telinga tikus Tikus jantan (100-150 gr) digunakan sebagai hewan coba. Edema telinga diinduksi mengoleskan secara topikal EEP dengan dosis 1 mg/20µl pertelinga pada bagian permukaan dan dalam kedua telinga dengan menggunakan pipet otomatis. Sampel uji juga dioleskan pada telinga dengan volume yang sama seperti EEP. Waktu sebelum 30 menit, 1 jam dan 2 jam merupakan waktu pengamatan setelah induksi. Ketebalan telinga diukur jangka sorong.



c. Putih telur sebagai penginduksi edema Empat grup tikus wistar jantan dan betina diberikan : Grup 1, 10% propilenglikol, grup 2 dan 3 sampel uji, dan grup 4 diberikan natrium diklofenak sebagai kontrol positif (100 mg/ kg po). Setelah 30 menit, masing-masing kelompok disuntikkan dengan putih telur sebanyak 0,5 ml pada telapak kaki kiri. Digunakan pletismometer digital untuk mengukur volume kaki yang mengalami udema dalam perode 120 menit dengan interval 30, 60, 90, 120 menit.



Purwokerto, 30 Mei 2014 Mengetahui ; Dosen Pembimbing Praktikum



( Esti Dyah Utami )



Ketua Kelompok



(



)