Laporan Kasus Ca Cervix FIX [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI



LAPORAN KASUS GINEKOLOGI



FAKULTAS KEDOKTERAN



DESEMBER 2019



UNIVERSITAS PATTIMURA



CA CERVIX STADIUM IIIA, ANEMIA



Disusun oleh: Svetlana Solascriptura L NIM. 2018-84-052 Pembimbing: dr. Novy Riyanti, Sp.OG. M.Kes



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON 2019



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya, maka saat ini penulis dapat menyelesaikan pembuatan Laporan kasus dengan judul “Ca Cervix Stadium IIIA, Anemia” ini dengan baik. Laporan kasus ini dibuat dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon tahun 2019. Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan, dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima aksih atas segala pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian pembuatan laporan kasus ini.



Ambon, Desember 2019



Penulis



ii



iii



iv



BAB I LAPORAN KASUS 1.1. IDENTITAS PASIEN Nama



: Ny. JWP



TTL



: 28 Juni 1975



Umur



: 44 tahun



Jenis kelamin



: Perempuan



Agama



: Kristen Protestan



Alamat



: Latuhalat RT 01/RW 002



Pekerjaan



: IRT



Status pernikahan



: Menikah



No.RM



: 08.03.49



Ruangan



: Poli Kandungan



Tanggal MRS



: 11 November 2019 pukul 08 : 45 WIT



1.2. ANAMNESIS Anamnesis di lakukan secara autoanamnesis pada tanggal 11/10/2019 Keluhan Utama



: Keluar darah dari jalan lahir



Anamnesis Terpimpin Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir dialami sejak ± 2 bulan sebelum masuk Rumah Sakit Umum Haulussy, darah yang keluar berwarna merah segar, kadang-kadang disertai dengan lendir dan berbau. Darah yang keluar sedikit, keluhan disertai nyeri perut bagian bawah yang dirasakan hilang timbul, nyeri juga dirasakan saat berhubungan seksual dengan suami, contact bleeding ada. Pasien juga mengaku mengalami keputihan sejak ± 2 bulan, terus menerus, dan bau. Pasien mengaku merasa cepat lelah, lemas, pusing, mengalami penurunan nafsu makan. Tidak ada penurunan berat badan, buang air besar dan buang air kecil baik, tidak ada keluhan.



1



a. Riwayat Pengobatan Belum mendapat pengobatan sebelumnya. b. Riwayat Keluarga Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama. c. Riwayat Menstruasi Menarche sejak 15 tahun, siklus menstruasi pasien teratur (28-30 hari) dengan durasi menstruasi 5 hari, namun pasien mengaku sering mengalami nyeri haid sejak ± 2 bulan yang lalu. d. Riwayat Perkawinan Pasien menikah 1 kali, pada umur 19 tahun, lama pernikahan 25 tahun e. Riwayat Ginekologi Pasien mengaku tidak memiliki masalah ginekologi. f. Riwayat Obstetri Pasien dengan P2A1, dengan riwayat obstetri yaitu anak pertama lahir tahun 1995,



perempuan lahir hidup, dilahirkan secara normal dan ditolong bidan,



sekarang berusia 24 tahun. Anak kedua lahir hidup tahun 1998, perempuan secara normal dan ditolong bidan, sekarang berusia 21 tahun. Anak ketiga lahir mati tahun 2000, laki-laki secara normal dan ditolong bidan. g. Riwayat Kontrasepsi Pasien mengaku tidak menggunakan kontrasepsi apapun. h. Riwayat Kebiasaan Pasien mengaku tidak pernah merokok dan minum - minuman beralkohol.



2



i. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien merupakan ibu rumah tangga yang juga sering berjualan kue, suami pasien berkerja sebagai buruh bangunan. Menurut pengakuan pasien, suami pasien suka meminum- minuman keras, dan merokok. Pasien dan suami tinggal bersama-sama dengan ibu dan bapak mertuanya. 1.3. PEMERIKSAAN FISIK a. Pemeriksaan Umum Keadaan umum



: Sakit sedang



Kesadaran



: Compos mentis



b. Pemeriksaan Tanda Vital Tekanan darah



: 140/100 mmHg



Nadi



: 88x/menit



Pernapasan



: 20x/menit



Suhu



: 36,5ºC



c. Pemeriksaan Fisik 1) Kepala Bentuk



: Normocephali



2) Mata Konjungtiva



: Anemis +/+



Sklera



: Ikterik -/-



3) Telinga Inspeksi



: Fistel (-), massa (-), serumen (-)



Palpasi



: Nyeri tekan aurikular dan retroaurikular (-)



3



4) Hidung Dorsum nasi



: Perubahan bentuk (-), perubahan warna (-), udema (-), krepitasi (-)



Vestibulum Nasi : Sekret (-), furunkel (-), krusta (-) Kavum Nasi



: Lapang, polip (-)



Konkha Inferior : Eutrophi, udema (-) 5) Mulut Bibir



: Tidak kering



Tonsil



Faring



: Tidak hiperemis



: T1 –T1 tenang



6) Leher Tekanan Vena Jugularis (JVP) Kelenjar Tiroid



: 5 - 2 cm H2O.



: tidak teraba membesar



7) Kelenjar Getah Bening Submandibula



: tidak teraba membesar



Supraklavikula



: tidak teraba membesar



Leher



: tidak teraba membesar



8) Dada Bentuk



: datar, tidak cekung.



Pembuluh darah



: tidak melebar.



Buah dada



: simetris, tidak ada retraksi puting susu.



4



9) Paru – Paru



Inspeksi



Palpasi



Perkusi Auskultasi



Kiri



Depan Simetris saat statis dan



Belakang Simetris saat statis dan



Kanan



dinamis Simetris saat statis dan



dinamis Simetris saat statis dan



Kiri



dinamis - Tidak ada benjolan



dinamis - Tidak ada benjolan



Kanan



- Fremitus taktil simetris - Tidak ada benjolan



- Fremitus taktil simetris - Tidak ada benjolan



Kiri Kanan Kiri



- Fremitus taktil simetris Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru - Suara vesikuler



- Fremitus taktil simetris Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru - Suara vesikuler



Kanan



- Wheezing (-), Ronki (-) - Suara vesikuler



- Wheezing (-), Ronki (-) - Suara vesikuler



- Wheezing (-), Ronki (-)



- Wheezing (-),Ronki ( - )



10) Jantung Inspeksi



: Tampak pulsasi iktus cordis 1 jari medial midklavikula kiri.



Palpasi



: Teraba pulsasi iktus cordis 1 jari medial midklavikula kiri.



Perkusi



:



-



Batas kanan : ICS III-V linea parasternalis kanan.



-



Batas kiri : ICS V, 1cm sebelah lateral linea midklavikula kiri.



-



Batas atas : ICS III linea parasternal kiri.



Auskultasi



: Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop ada, Murmur tidak



ada.



11) Abdomen Inspeksi



: Perut tampak datar, distensi (-)



Auskultasi



: Bising usus normal



5



Palpasi -



Dinding perut : Supel, datar, tidak ada nyeri tekan



-



Hati : Tidak teraba



-



Limpa : Tidak teraba



-



Ginjal : Balotement -/-



-



Perkusi : Timpani, Shifting dullness negatif



-



Ginjal : Nyeri ketuk CVA -/-



12) Anggota Gerak LENGAN



Otot



Kanan



Kiri



Tonus



Normotonus



Normotonus



Massa



Normal



Normal



Sendi



Normal



Normal



Gerakan



Aktif



Aktif



Kekuatan



+5



+5



Tidak ada



Tidak ada



Oedem



13) Pemeriksaan Gynaecology a.



In speculo : Rapuh dan mudah berdarah, fluxus +, carcinoma exofilik.



b.



Pemeriksaan dalam : -



Vulva intak



-



Vagina inferior infiltrasi 1/3 distal



-



Porsio carcinomatous exofilik berukuran 6x5x4 cm,



-



Parametrium infiltasi +/+.



-



Serviks rapuh, mudah berdarah



-



Adnexa parametrium kanan-kiri tegang



-



Cavum douglas tak menonjol.



1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG



6



Pemeriksaan laboratorium 12/11/2019 Pemeriksaan Darah Rutine Pemeriksaan Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Golongan darah



Hasil 6,3 g/dl 23,6 % 697.000/mm3 371.000/mm3 B



Nilai Rujukan 12,0-15,0 g/dl 37-43% 5000-10.000 mm3 150.000-400.000 mm3



Pemeriksaan Darah Kimia Pemeriksaan Ureum Creatinin SGOT SGPT



Hasil 17 mg/dl 0,9 mg/dl 24 u/l 13 u/l



Nilai Rujukan 10-50 mg/dl 0,7-1,2 mg/dl < 33 u/l 3) merupakan faktor risiko kejadian kanker serviks terkait dengan terjadinya eversi epitel kolumner serviks selama kehamilan yang menyebabkan dinamika baru epitel metaplastik imatur yang dapat meningkatkan risiko transformasi sel serta trauma pada serviks sehingga dterjadi infeksi HPV resisten. Hal ini dibuktikan pada suatu studi kohort dimana didapatkan bahwa infeksi HPV lebih mudah ditemukan pada wanita hamil dibandingkan dengan yang tidak hamil. Selain itu pada kehamilan terjadi penurunan kekebalan seluler.10 3. Kontrasepsi Oral Kontrasepsi oral merupakan faktor risiko kanker serviks. Kontrsepsi oral dapat berbentuk pil kombinasi, sekuensial, mini atau pasca senggama dan bersifat reversible. Kontrasepsi oral kombinasi merupakan campuran estrogen sintetik seperti noretrindon. Kontrasepsi ini mengandung kandungan estrogen dan progesterone yang tetap. Pemakaian estrogen dapat berisiko karena merangsang penebalan dinding endometrium dan merangsal sel-sel endometrium sehingga berubah sifat menjadi kanker. Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko relatif 1,53 kali.11 4. Sosial Ekonomi Tingkat ekonomi merupakan faktor risiko kanker serviks. Wanita di kelas sosial ekonomi yang rendah memiliki faktor risiko lima kali lebih besar daripada



15



faktor risiko pada wanita di kelas paling tinggi. Hubungan ini dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistem pelayanan kesehatan.2 Menurut Suwijoga pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah.9 5. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah pula orang tersebut untuk menerima informasi. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan berkaitan dengan sosio ekonomi, kehidupan seks, dan kebersihan. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan, sehingga orang tersebut memiliki kesadaran untuk menjaga kesehatannya dan melakukan upaya-upaya pencegahan agar terhindar dari penyakit khususnya kanker serviks.10 6. Kebiasaan Merokok Wanita yang memiliki kebiasaan merokok berisiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang bukan perokok. Risiko menderita kanker serviks meningkat dengan peningkatan jumlah batang rokok yang dikonsumsi, tetapi tidak berhubungan dengan lamanya merokok. Rokok mengandung karsinogen, yakni bahan kimia yang dapat memicu kanker. Bahan karsinogen tersebut akan diserap ke dalam paru-paru, lalu masuk ke dalam darah, dan selanjutnya dibawa ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Para peneliti menduga bahan kimia tersebut menjadi penyebab kerusakan DNA sel serviks yang kemudian berkembang menjadi kanker serviks. Selain itu merokok dapat menurunkan daya tahan tubuh kita dalam memerangi infeksi HPV.8



7. Umur Umur diatas 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker serviks. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko seseorang terkena kanker serviks. Meningkatnya risiko kanker serviks pada usia lebih dari 35 tahun



16



merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat pertambahan umur.10 8. Defisiensi Gizi Menurut N.Fatimah menganalisis terjadinya peningkatan displasia ringan dan sedang yang berhubungan dengan defisiensi zat gizi seperti beta karotin, vitamin A dan asam folat. Banyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan yang mengandung bahan-bahan antioksidan seperti alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam dan tomat berkhasiat untuk mencegah terjadinya kanker. Dari beberapa penelitian melaporkan defisiensi terhadap asam folat, vitamin C, vitamin E, beta karotin atau retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks.9 9. Karakterisitik Pasangan Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi sekarang hanya dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi case-control menunjukan pasien dengan kanker serviks lebih sering mengalami menjalani seks aktif dengan partner yang melakukan seks berulang kali. Selain itu, partner dari pria dengan kanker penis atau partner dari pria yang istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan meningkatkan risiko kanker serviks.9 10. Etnis dan faktor sosial Wanita di kelas sosioekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko pada wanita di kelas yang paling tinggi. Hubungan ini mungkin dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistem pelayanan kesehatan. Di USA ras negro, hispanik, dan wanita Asia memiliki insiden kanker serviks yang lebih tinggi daripada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini mencerminkan pengaruh dari sosioekonomi.11 2.6. GEJALA KLINIS



17



Pada tahapan pra kanker sering tidak ditemukannya gejala (asimtomatis). Bila ada gejala yang timbul biasanya keluar keputihan yang tidak khas. Namun, beberapa gejala mengarah kepada infeksi HPV menjadi kanker serviks antara lain: -



Terdapat keputihan berlebihan, berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.



-



Adanya perdarahan tidak normal. Hanya terjadi bila setelah sel-sel leher rahim menjadi bersifat kanker dan menyerang jaringan-jaringan di sekitarnya.



-



Meningkatnya perdarahan selama menstruasi.



-



Terjadinya siklus diluar menstruasi dan setelah hubungan seks.



-



Nyeri selama berhubungan seks.



-



Kesulitan atau nyeri saat berkemih.



-



Terasa nyeri didaerah sekitar panggul.



-



Perdarahan pada masa pra atau pasca menopause.



-



Bila kanker sudah mencapai stadium tiga ke atas, maka akan terjadi pembengkakan diberbagai anggota tubuh seperti betis, paha, tangan dan sebagainya.9



Pada kanker serviks gejala yang sering ditemukan adalah keputihan, pendarahan sentuh, dan pengeluaran cairan encer. Pada awal penyakit sering tidak terdapat gejala apapun. Jika ditemukan keputihan kemungkinan kanker serviks perlu diwaspadai walaupun gejala tersebut bukanlah gejala yang khas dari kanker serviks dan pada keadaan yang lanjut dapat ditemukan perdarahan dari kemaluan setelah melakukan senggama (perdarahan pasca senggama), jika lebih berat lagi dapat terjadi perdarahan yang tidak teratur (metrorhagia). 10,11  Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi pengeluaran cairan kekuningan kadang-kadang bercampur darah dan berbau sangat busuk dari liang senggama.  Muka penderita tampak pucat karena terjadi perdarahan dalam waktu yang lama. Anemia sering ditemukan sebagai akibat perdarahan-perdarahan pervagina dan akibat penyakit, berat badan biasanya baru menurun pada stadium klinik III. 10,11  Rasa nyeri di daerah pinggul atau di ulu hati dapat disebabkan oleh tumor yang terinfeksi atau radang panggul. Rasa nyeri di daerah pinggang dan punggung



18



dapat terjadi karena terbendungnya saluran kemih sehingga ginjal menjadi membengkak (hidronefrosis) atau karena penyebaran tumor kelenjer getah bening di sepanjang tulang belakang (para aorta). Juga pada stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul, disebabkan penyebaran tumor ke kelenjer getah bening dinding panggul. Timbulnya perdarahan dari saluran kemih dan perdarahan dari dubur dapat disebabkan oleh penyebaran tumor ke kandung kemih dan ke rektum. 10,11  Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit, penderita kanker serviks akan menjadi kurus, anemia, malaise, nafsu makan hilang (anoreksia), gejala uremia, syok dan dapat sampai meninggal dunia.. Tiga puluh persen dari kanker serviks ditemukan pada waktu Tes Pap tanpa keluhan. 10,11 Pada tahap awal, kanker serviks bersifat asimptomatis. Gejala sering tidak muncul hingga kanker telah berkembang lebih jauh dan telah menyebar ke daerah di dekatnya. Gejala kanker serviks seperti di bawah ini : 10,11 -



Perdarahan pervaginam yang bersifat abnormal, seperti perdarahan post coital, perdarahan setelah menopause, perdarahan dan bercak darah antar episode menstruasi, dan periode menstruasi yang lebih lama atau lebih berat dari biasanya.



-



Keputihan yang abnormal, dengan ciri kental, warna kuning/kecoklatan, dapat berbau busuk dan atau gatal.



-



Rasa sakit saat bersenggama.



Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif perdarahan yang dialami segera sehabis senggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%).12,13 Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga diluar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan



19



spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita usia lanjut yang sudah menopause bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta pertolongan. Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai kemungkinan adanya kanker serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia yang menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang. 13,14 Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala



yang disebabkan oleh



metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF=Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kadung kemih, yang menyebabkan obstruksi total. Membuat diagnosis kanker serviks uterus yang klinis sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang menjadi masalah ialah bagaimana mendiagnosis dalam tingkat yang sangat awal, misalnya dalam tingkat pra-invasif, lebih



baik



bila



mendiagnosisnya



dalam



tingkatan



pra-maligna



(displasia/diskariosis serviks).14



2.7. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan atas atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinik.12,13 1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah menjadi kanker invasif, gejala yang paling umum adalah perdarahan (contact bleeding, perdarahan saat berhubungan intim) dan keputihan. Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang menjadi nyeri pinggang atau perut bagian bawah karena



20



desakan tumor di daerah pelvik ke arah lateral sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ yang terkena, misalnya: fistula vesikovaginal, fistula rektovaginal, edema tungkai. 12,13 2. Pemeriksaan Fisik -



Pemeriksaan inspekulo dilakukan Pada stadium awal terlihat normal, seiring makin progresifnya kanker, akan menimbulkan ulkus, erosi, atau massa.12



-



Pemeriksaan Rectal Vaginal Toucher, ditemukan pada stadium lanjut dapat teraba massa.12



3. Penegakkan Diagnosis Diagnosis definitif harus didasarkan pada konfirmasi histopatologi dari hasil biopsi lesi sebelum pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut dilakukan.13,14 1. Sitologi Pemeriksaan sitologi dikenal dengan pemeriksaan Pap’s Smear. Sitologi bermanfaat untuk mendeteksi sel-sel serviks yang tidak menunjukkan adanya gejala, dengan tingkat ketelitiannya mencapai 90%. Untuk deteksi diambil dari dinding vagina atau dari serviks dengan spatel ayre atau kapas lidi kemudian dibuat sediaan apus kaca benda yang bersih dan segera diberi alkohol 95%.12,14



21



Gambar 2.1 Proses Pap’s Smear14



2. Kolposkopi Kolposkosi merupakan pemeriksaan serviks dengan menggunakan alat kolposkopi yaitu alat yang disamakan dengan mikroskop bertenaga rendah pembesaran antara 6-40 kali dan terdapat sumber cahaya didalamnya. Kolposkopi dapat meningkatkan ketepatan sitologi menjadi 95%. Alat ini pertama kali diperkenalkan di Jerman pada tahun 1925 oleh Hans Hinselmann untuk memperbesar gambaran permukaan porsio sehingga pembuluh darah lebih jelas dilihat. Pada alat ini juga dilengkapi dengan filter hijau untuk memberikan kontras yang baik pada pembuluh darah dan jaringan. Pemeriksaan kolposkopi dilakukan untuk konfirmasi apabila hasil tes pap smear abnormal dan juga sebagai penuntun biopsy pada lesi serviks yang dicurigai.14 3. Biopsi Menurut Sjamsuddin (2001) biopsy dilakukan di daerah yang abnormal jika sambungan skuamosa-kolumnar (SSK) yang terlihat seluruhnya dengan menggunakan kolposkopi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus tajam dan harus diawetkan dalam larutan formalin 10% sehingga tidak merusak epitel.14



22



4. Konisasi Konisasi serviks adalah pengeluaran sebagian jaringan serviks sehingga bagian yang dikeluarkan berbentuk kerucut. Konisasi dilakukan apabila: 14 -



Proses dicurigai berada di endoserviks.



-



Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.



-



Ada kesenjangan antara hasil sitologik dengan histopatologik



2.8. STAGING CA SERVIKS Tabel 2.1. Derajat Kanker Serviks berdasarkan FIGO Derajat I



Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus dapat



IA



diabaikan) Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop. Semua lesi yang terlihat secara makroskopik, meskipun invasi hanya superfisial, dimasukkan



IA1



ke dalam stadium IB Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya dan 7,0 mm atau



IA2



kurang pada ukuran secara horizontal Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0mm dengan



IB



penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara mikroskopik



IB1



lesi lebih besar dari IA2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau



IB2



kurang Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0



II



cm Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding panggul atau



IIA IIA1



mencapai 1/3 bawah vagina Tanpa invasi ke parametrium Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau



IIA2



kurang Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0



IIB III



cm Tumor dengan invasi ke parametrium Tumor meluas ke dinding panggul/ atau mencapai 1/3 bawah vagina



IIIA IIIB



dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding panggul Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan / atau menimbulkan



IVA



hidronefrosis atau afungsi ginjal Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan/atau meluas



23



keluar panggul kecil (true pelvis) Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal, keterlibatan dari



IVB



kelenjar getah bening supraklavikula, mediastinal, atau para aorta, paru, hati, atau tulang)



Gambar 2.2 Stadium Kanker Serviks menurut FIGO 15



Penyebaran ke korpus uterus tidak mempengaruhi stadium. Penumbuhan ke dinding panggul pendek dan induratif. Kalau tidak, nodular dimasukkan sebagai stadium IIB, bukan stadium IIIB. Induratif sulit dibedakan apakah proses kanker ataukah peradangan. Penemuan postoperasi dicatat tetapi tidak merubah stadium yang ditetapkan praoperasi.15



2.9. SKRINING



24



Ada beberapa metode pemeriksaan untuk skrining kanker serviks, seperti tes Pap (Pap Smear), Pap net, servikografi, Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA), tes HPV, kolposkopi dan sitologi berbasis cairan (Thin-Layer Pap Smear Preparation).19 Namun metode yang sekarang ini sering digunakan diantaranya adalah Tes Pap dan Inspeksi Visual Asetat (IVA). Tes pap memiliki snesitivitas 51% dan spesifisitas 98%. Selain itu pemeriksaan Pap Smear masih memerlukan penunjang laboratorium sitologi dan dokter ahli patologi yang relatif memerlukan waktu dan biaya besar. Sedangkan IVA memiliki sensitivitas sampai 96% dan spesifisitas 97% untuk program yang dilaksanakan oleh tenaga medis yang terlatih.19 a. Tes IVA Definisi Tes visual dengan menggunakan asam cuka (asam asetat 3-5%) pada serviks dam melihat adanya perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker serviks.11 Teknik Oleskan larutan asam asetat secara merata pada serviks, tunggu 1-2 menit untuk terjadinya perubahan warna. Amati setiap perubahan pada serviks, perhatikan dengan cermat daerah di sekitar zona transformasi. Lalu lihat apakah ada plak berwarna putih dan tebal (epitel acetowhite) bila menggunakan larutan asam asetat.18



Interpretasi Hasil IVA Klasifikasi IVA sesuai temuan klinis:18 Klasifikasi IVA Hasil Tes-Positif



Temuan Klinis Plak putih tebal atau epitel acetowhite, biasanya



Hasil Tes-Negatif



dekat SSK Permukaan polos dan halus, berwarna merah



25



Kanker



jambu, ektropion, polip, servisitis, inflamasi. Massa mirip kembang kol atau bisul



b. Pap Smear Definisi Tes Pap Smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan portio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio (displasia) sbegai tanda awal keganasan serviks atau prakanker.11 Indikasi American Cancer Society (2009) merekomendasikan semua wanita sebaiknya memulai skrining 3 tahun setelah pertama kali aktif secara seksual. Pap Smear dilakukan setiap tahun. Wanita yang berusia 30 tahun atau lebih dengan hasil tes Pap Smear normal sebanyak tiga kali, melakukan tes kembali setiap 2-3 tahun, kecuali wanita dengan risiko tinggi harus melakukan tes setiap tahun.20 Prosedur Pemeriksaan Pap Smear Prosedur Pemeriksaan Pap Smear adalah:11,20,21 1.



Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve (cocor bebek), spatula Ayre, kaca objek yang telah diberi label atau tanda, dan alkohol 95%.



2.



Pasien berbaring dengan posisi litotomi.



3.



Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior, serviks uterus, dan kanalis servikalis.



4.



Periksa serviks apakah normal atau tidak.



5.



Spatula dengan ujung pendek dimasukkan ke dalam endoserviks, dimulai dari arah jam 12 dan diputar 360˚ searah jarum jam.



6.



Sediaan yang telah didapat, dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang telah diberi tanda dengan membentuk sudut 45˚ satu kali usapan.



7.



Celupkan kaca objek ke dalam larutan alkohol 95% selama 10 menit.



8.



Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam wadah transpor dan dikirim ke ahli patologi anatomi



26



Interpretasi Hasil Pap Smear Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap Smear, sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma (CIN), dan sistem Bethesda. Klasifikasi Papanicolau membagi hasil menjadi 5 :23 1.



Kelas I



: tidak ada sel abnormal.



2.



Kelas II



: terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya keganasan.



3.



Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan sampai sedang.



4.



Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.



5.



Kelas V



: keganasan



Klasifikasi CIN dibagi menjadi 3 :24 1.



CIN I



: Merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada kurang dari sepertiga lapisan epitelium.



2.



CIN II



: Merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium.



3.



CIN III



: Merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium



Klasifikasi Bethesda dibagi menjadi : 24 1.



2.



Sel skuamosa -



Atypical Squamous Cells Undetermined Significance (ASC-US)



-



Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL)



-



High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL)



-



Squamous Cells Carcinoma



Sel glandular



27



2.10.



-



Atypical Endocervical Cells



-



Atypical Endometrial Cells



-



Atypical Glandular Cells



-



Adenokarsinoma Endoservikal In situ



-



Adenokarsinoma Endoserviks



-



Adenokarsinoma Endometrium



-



Adenokarsinoma Ekstrauterin



-



Adenokarsinoma yang tidak dapat ditentukan asalnya (NOS)



TATALAKSANA



a. Tatalaksana Lesi Prakanker Tatalaksana lesi prakanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan kesehatan, kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada. Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas, dapat dilakukan program skrining atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara single visit approach atau see and treat program, yaitu bila didapatkan temuan IVA positif maka selanjutnya dapat dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh dokter umum atau bidan yang sudah terlatih.18 Pada



skrining



dengan



tes



Papsmear,



temuan



hasil



abnormal



direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan kolposkopi. Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan diagnostik maupun sekaligus terapeutik. Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi total. Temuan abnormal hasil setelah dilakukan kolposkopi.18 -



Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL), dilakukan LEEP dan observasi 1 tahun.



-



High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL), dilakukan LEEP dan observasi 6 bulan



28



Berbagai Metode Terapi Lesi Prakanker Serviks, seperti terapi NIS dengan Destruksi Lokal. Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain krioterapi dengan N2O dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan untuk destruksi lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada fase penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.18 b. Tatalaksana Kanker Serviks Invasif Tatalaksana kanker serviks invasif tergantung dari stadium berapa kanker serviks tersebut. Penatalaksanaan karsinoma serviks dibagi berdasarkan stadium 1.



Karsinoma



serviks



mikroinvasive



:



Histerektomi totalis 2.



Stadium IA1 : Total Abdominal Histerektomi (TAH)/Total Vaginal Histerektomi (TVH). Bila disertai Vaginal Intra Epitelial Neoplasma (VAIN) dilakukan pengangkatan vaginal cuff.



3.



Stadium IA2 : Histerektomi radikal tipe 2 dan limfe adenektomi pelvis



4.



Ca invasive : Biopsi untuk konfirmasi diagnosis



5.



Stadium IB1 – IIA < 4cm : Jika mempunyai prognosis baik dapat dikontrol dengan operasi dan radioterapi



6.



Stadium IB2 – IIA >4cm - Kemoradiasi primer - Histerektomi radikal primer + limfadenektomi + radiasi neoadjuvan - Kemoterapi neo adjuvan



7.



Ca serviks stadium lanjut meliputi stadium IIB, III, IVA : Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna dilanjutkan intrakaviter radioterapi. Terapi variasi yang sering diberikan khemoradiasi, khemoterapi yang sering diberikan antara lain cisplatinum, pachitaxel, docetaxel, fluorourasil, gemcitabine



29



8.



Stadium IV B : Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi paliatif yang diberikan



2.11.



PENCEGAHAN Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam usaha pencegahan terjadinya



knaker serviks antara lain : a.



Vaksin HPV Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis dapat melindungi tubuh dalam



melawan kanker yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan 18). Salah satu vaksin dapat membantu menangkal timbulnya kutil di daerah genital yang diakibatkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16 dan 18.12,17 b.



Penggunaan Kondom Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka punya



bukti pendukung bahwa kondom benar-benar mengurangi risiko penuaran virus penyebab kutil kelamin dan banyak kasus kanker leher rahim. Hasil pengkajian atas 82 orang yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine memperlihatkan bahwa wanita yang mengaku pasangannya selalu menggunakan kondom saat berhubungan seksual kemungkinan 70% lebih kecil untuk terkena infeksi human papilloma virus (HPV) dibanding wanita yang pasangannya sangat jarang menggunakan kondom.12,17 c.



Sirkumsisi pada pria Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan



dengan penurunan risiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria dengan riwayat multiple sexual partners, terjadi penurunan risiko kanker serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang.17 d.



Tidak merokok Tembakau mengandung bahan—bahan karsinogen baik yang didhisap



sebagai roko atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclicaromatic



30



hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah menurukan status imun lokal sehingga dapat menjadi ko-karsinogen infeksi virus.17 e.



Nutrisi Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan anti-oksidan dan



berkhasiat mencegah kanker misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat, vitamin C, vitamin E, beta-karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta-karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk dari oksidasi karsinogen bahan kimia.17



2.12.



PROGNOSIS Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-



years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira-kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.12,17



BAB III DISKUSI Pada kasus ini, dari hasil anamnesis pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir dialami sejak ± 2 bulan sebelum masuk Rumah Sakit Umum Haulussy, darah yang keluar berwarna merah segar, kadang-kadang disertai



31



dengan lendir dan berbau. Darah yang keluar sedikit, keluhan disertai nyeri perut bagian bawah yang dirasakan hilang timbul,



nyeri juga dirasakan saat



berhubungan seksual dengan suami, contact bleeding ada. Pasien juga mengaku mengalami keputihan sejak ± 2 bulan, terus menerus, dan bau. Pasien mengaku merasa cepat lelah, lemas, pusing, mengalami penurunan nafsu makan. Tidak ada penurunan berat badan, buang air besar dan buang air kecil baik, tidak ada keluhan. Keluhan pada pasien ini sesuai dengan keluhan yang sering dijumpai pada pasien karsinoma cervix yaitu terdapat perdarahan abnormal, contact bleeding, fluor abnormal, dan nyeri perut di bagian bawah. Contact bleeding terjadi pada 75-80% kasus carcinoma cerviks uteri. Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah, makin lama makin sering terjadi, bahkan terjadi perdarahan spontan. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut, terutama pada kanker yang bersifat eksofitik dan dapat menyebabkan anemia. Keputihan juga merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Rasa nyeri pada perut terjadi akibat infiltrasi sel kanker ke serabut saraf. Pada pasien karsinoma cervix biasanya juga disertai gangguan kencing (disuria) dikarenakan adanya infiltrasi kanker ke ureter sehingga menyebabkan obstruksi total dan terjadi gangguan kencing namun karena pasien ini tidak didapatkan gangguan BAK sehingga kemungkinan tidak terdapat metastasis ke ureter. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah, 140/100 mmHg, nadi 88x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu, 36,5ºC, tampak konjungtiva anemis +/+. Pada pemeriksaan gynecologis, In speculo ditemukan portio yang tampak rapuh dan mudah berdarah, fluxus +, carcinoma exofilik. Pada pemeriksaan dalam ditemukan, vulva intak, vagina inferior infiltrasi 1/3 distal, porsio carcinomatous exofilik berukuran 6x5x4 cm, parametrium infiltasi +/+., serviks rapuh, mudah berdarah, adnexa parametrium kanan-kiri tegang, cavum douglas tak menonjol. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 12/11/2019 yaitu Hb 6,3 g/dl, leukosit 697000 mm3, 371000 mm3, Ureum/kreatinin 17/0,9 mg/dl, SGOT/SGPT 24/13 u/l. Hasil Biopsi tangggal 21/11/2019 yaitu sediaaan jaringan menunjukan



32



satu keping jaringan yang sebgaian kecil permukaannya di laspisi sel-sel squamous atipik yang tumbuh menginfiltrasi stroma bawahnya. Pada stoma juga terdapat sarang-sarang sel tumor dengan inti atipik, pleomorfik, kromatin vesikuler, kasar, nukleoli prominen, sitoplasma eosinofilik sedikit dan gambaran mitosisis atipil dapat ditemukan. Dua keping lainnya terdiri dari jaringa nekrotik. Tidak ditemukan invasi pembuluh darah/ limfe pada sediaan ini, dengan diagnosis Squamous cell carcinoma. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan biopsi maka sudah menegakkan diagnosis bahwa pasien ini mengalami Ca cervix stadium IIIA yaitu tumor sudah mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding panggul, disertai Anemia, berdasarkan hasil Labortorium pasien dengan Hemoglobin 6,3 gr/dl. Sehingga perlu untuk dilakukan terapi lanjutan seperti radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna dilanjutkan intrakaviter radioterapi. Terapi variasi yang sering diberikan khemoradiasi, khemoterapi yang sering diberikan antara lain cisplatinum, pachitaxel, docetaxel, fluorourasil, gemcitabine.



Oleh sebab itu



pasien dan keluarga sudah mendapatkan edukasi dari dokter Spesialis Obsgyn mengenai penyakit yang diderita dan sudah disarankan untuk dirawat di Rumah Sakit dan mendapatkan transfusi darah, kemudian di rencanakan untuk dirujuk pada fasilitas rumah sakit yang dilengkapi oleh tenaga medis dan peralatan medis untuk dilakukan radioterapi dan kemoterapi, namun keluarga dan pasien menolak dengan alasan tidak memiliki biaya untuk melakukan pengobatan diatas.



DAFTAR PUSTAKA 1. Snell Richard: Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.EGC. Jakarta. 2006 2. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed.11 th. Jakarta: EGC, 2007.



33



3. Vinoshini, 2015, Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Padang Bulan Tahun 2015, skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 4. Darmawati. Kanker serviks wanita usia subur. Idea Nursing Journal. 2012. 5. Haryani, S., Defrin, Yenita,



2016, ‘Prevalensi Kanker Serviks



Berdasarkan Paritas di RSUP. DR. M. Djamil Padang Periode Januari 2011-Desember 2012, Kesehatan Andalas, vol. 5, no. 3, pp. 647-652. 6. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran, 2016, Kanker Serviks, draft, Bakti Husda, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 7. Hidayat, E., Hasibuan, D.H.S., Fitriyani, Y., 2014, Hubungan Kejadian Kanker Serviks Dengan Jumlah Paritas di RSUD DR. Meowardi Tahun 2013, JKKI, vol. 6, no. 3, pp. 128-136. 8. Manoppo, I.J., 2016, ‘Hubungan Paritas dan Usia Ibu Dengan Kanker Serviks di RSU Prof. Kandou Manado Tahun 2014, Skolastik Keperawatan, vol. 2, no. 1, pp. 46-58. 9. Fatimah, A.N., 2009, Studi Kualitatif Tentang perilaku Keterlambatan Pasien Dalam Melakukan Pemeriksaan Ulang Pap Smear di Klinik Keluarga Yayasan Kusuma Buana Tanjung Priuk Jakarta Tahun 2008, Skripsi, Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Indonesia. 10. Hestuningtyas, N.S., 2016, Faktor Risiko kanker Serviks Di RSUD Tugurejo Kota Semarang Tahun 2015, skripsi, Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro, Semarang. 11. Rasjidi, H.I., 2008, Edisi Pertama : Manual Prakanker Serviks , Cv Sagung Seto, Jakarta. 12. Komite penanggulangan kanker nasional. Panduan penatalaksanaan kanker serviks. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 13. Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Kanker Serviks 14. Arisusilo, C, 2012, ‘Kanker Serviks Sebagai Pembunuh Wanita Terbanyak di



Negara Berkembang’, Sainstis, vol. 1, no. 1, pp. 112-123.



34



15. Departemen Kesehatan. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata L aksana Kanker serviks.2018. Kanker Serviks, draft, Bakti



Husda,



Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 16. WHO guidance note. Comprehensive cervical cancer prevention and control: a healthier future for girls and women. WHO. Switzerland. 2013. 17. Laras L. 2009. Analisa Faktor Pendidikan pada Wanita Penapisan Kanker leher Rahim dengan Pendekatan “See & Treat”: untuk Deteksi Lesi Prakanker dan Pengobatan dengan Terapi Beku. Jakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 18. Departemen Kesehatan. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata L aksana Kanker serviks.2018. Kanker Serviks, draft, Bakti



Husda,



Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 19. Nuranna, L. penanggulangan Kanker Serviks yang Sahih dan Andal dengan metode Proaktif-VO (Proaktif, koordinatif dengan skrining IVA dan terapikrio). Desertasi Doktor. jakarta: FKUI; 2005. 20. American Cancer Society, 2009. Cervical Cancer. Available from http://www.cancer.org/docroot/CRI/content/CRI_2_2_2x_Can_Cancer_of _the_Cervix_Be_Prevented.asp?rnav=cri 21. Soepardiman, H.M., 2002. Tes Pap dan Interpretasi. In: Ramli, H.M., et al, eds. Deteksi Dini Kanker. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 123-129. 22. Manuaba, I.B.G., 2005. Pemeriksaan Pap Smear. In: Rusmi & Sari, L., eds. Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi. Jakarta: EGC, 100-104. 23. Saviano, E.C., 1993. Papanicolaou Smear & Cervical Intraepithelial Neoplasia. In: Brown, J.S., Crombleholme, W.R., eds. Handbook of Gynecology & Obstetrics. Stamford: Appleton & Lange, 36-40. 24. Feig, R.L., et al., 2001. First Aid For The Obstetrics & Gynecology Clerkship. US: McGraw-Hill.



35