Laporan Kasus Strabismus Astid PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS II



Mata Kanan-kiri Eksotropia Kongenital



Disusun Oleh : dr. Astidya Miranti Putri



Pembimbing : dr. Liana Ekowati, Sp.M(K)



PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2017 1



LAPORAN KASUS



Mata Kanan-Kiri Eksotropia Kongenital



:



dr. Astidya Miranti Putri



Pembimbing



:



dr. Liana Ekowati , Sp.M(K)



Dibacakan tanggal



:



26 Februari 2018



I.



Dibacakan oleh



PENDAHULUAN Strabismus berasal dari bahasa Yunani “strabismos” yang berarti melihat secara juling, melihat secara oblik atau melirik, sehingga strabismus berarti ketidaksejajaran mata (ocular misalignment). Kondisi ketidaksejajaran ini dapat disebabkan karena abnormalitas penglihatan binokuler atau karena anomali kontrol neuromuskular pergerakan mata.1,2,4,5 Eksotropia atau juling divergen (divergent squint atau strabismus divergen) adalah suatu keadaan strabismus dimana mata berotasi sehingga kornea berdeviasi ke arah temporal. Eksotropia disebabkan adanya hambatan pada perkembangan penglihatan binokuler atau hambatan pada saat mempertahankan penglihatan binokuler atau adanya kelemahan dari otot rektus medial. Eksophoria ditemukan dalam frekuensi yang cukup tinggi pada populasi normal dan 60-70% bayi baru lahir memiliki eksodeviasi transien yang akan menghilang setelah bayi berusia 4-6 bulan. Eksotropia paling banyak terdapat dalam bentuk eksotropia laten atau intermiten. Eksotropia biasanya terjadi pada 1% dari populasi dan paling banyak dijumpai di Timur Tengah, Afrika dan Asia Timur.1,2,4,5 Kecenderungan mata untuk berdeviasi dapat dikelompokkan menjadi “laten” atau heterophoria yaitu ketika mata tetap sejajar karena adanya mekanisme fusi, dan “manifes” atau heterotropia yaitu ketika mata tidak dipertahankan kesejajarannya oleh mekanisme fusi. 1,2,4,5 Laporan kasus ini membahas seorang wanita berusia 14 tahun dengan mata kanan kiri Exotropia Alternans.. Perjalanan klinis, dasar diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis akan menjadi bahan diskusi pada laporan kasus ini.



2



II. IDENTITAS PENDERITA Nama



: An. J



Umur



: 14 tahun



No CM



: C675674



Alamat



: Pati



Pekerjaan



: Pelajar



III. ANAMNESIS ( 8 Februari 2018 ) Keluhan utama : Mata kanan dan kiri juling keluar Riwayat penyakit sekarang : Saat pasien berusia 12 tahun, mengeluh penglihatan ganda disertai pusing (+), mata kanan juling keluar dan mata kiri sedikit juling keluar, bersifat menetap (+), hilang timbul (-), bergantian mata kanan dan kiri (+), mata kabur bila melihat jauh, mata goyang-goyang (-). Pasien seorang pelajar dan masih dapat beraktivitas di sekolahnya. Namun, saat ini pasien merasa tidak nyaman dengan keadaan ini sehingga pasien berobat ke rumah sakit sekitar dan dirujuk ke RSDK.



Riwayat Penyakit Dahulu :



Sejak lahir, menurut orangtua pasien sudah menyadari adanya kelainan di kedua mata anaknya, namun karena tidak mengganggu sehingga anak tidak diperiksakan ke dokter mata. Mata anak masih dapat memperhatikan benda-benda yang berada disekitarnya, meraih benda, mengikuti gerak benda, mata goyang-goyang (-). Saat usia 7 tahun, pasien mulai merasakan penglihatan ganda dan terkadang disertai pusing, mata goyang-goyang (-), namun pasien tidak memberitahukan kondisinya ke orangtuanya dan sudah mulai merasakan kedua matanya juling keluar. - Riwayat kelahiran normal - Riwayat ibu sakit saat hamil (-) - Riwayat Berat Badan Lahir anak 3200gr - Riwayat kejang dan gangguan neurologik (-) - Riwayat menggunakan kaca mata sebelumnya (+) yaitu



Mka S-1,25 Mki plano - Riwayat trauma pada mata (-) 3



- Riwayat operasi mata (-)



Riwayat Penyakit Keluarga : - Riwayat anggota keluarga lain menderita penyakit seperti ini disangkal. Riwayat Sosial Ekonomi : -



Pasien seorang pelajar, dengan biaya dari orangtua dengan BPJS kelas II NPBI.



-



Kesan sosial ekonomi cukup



IV. PEMERIKSAAN FISIK Status Praesens (8 Februari 2018) Keadaan Umum : baik Kesadaran : composmentis Tanda Vital : Tekanan darah : 120/70 mmHg Nadi : 100x/menit RR : 20x/menit BB : 84kg Suhu : afebris



V. StatusOftalmologi (15 September 2017)



4



Status Oftalmologi: OD Visus Visus koreksi



OS



6/30



6/6 0



6/30 S-1,25 C-0,75x90



6/6



1.0 Bola mata



0



0



-1



0 0 Silia Palpebra



0



0



-1



0



-1



0



0



0 0



0



0



Trichiasis (-)



Trichiasis (-)



Edema (-), spasme (-)



Edema (-), spasme (-)



Konjungtiva Kornea Bilik mata depan Iris Pupil



Injeksi (-), sekret (-)



Injeksi (-), sekret (-)



Jernih



Jernih



Kesan dalam



Kesan dalam



Kripte (+)



Kripte (+)



Bulat, sentral,



Bulat, sentral,



regular, Ø 3mm, refleks



regular, Ø 3mm, refleks



pupil (+) N



pupil (+) N



5



Lensa



Jernih



Jernih



Cemerlang



Cemerlang



Dalam batas normal



Dalam batas normal



Fundus reflex Funduskopi



Pemeriksaan penunjang strabismus : OD



OS



Hirschberg test dekat



150 XT



150 XT



Hirschberg test jauh



300 XT



150 XT



Cover



Shifting (+)



Shifting (-)



Uncover



Shifting (-)



Shifting (+)



Alternans Cover Test



Shifting (+)



Shifting (+)



Krimsky dekat



30 PD



30 PD



Krimsky jauh



45 PD



30 PD



Alternans Prism



30 PD



30 PD



Cover Test



Pemeriksaan laboratorium Hematologi Hemoglobin



: 14,3 g/dl



Leukosit



: 11,1 ribu/uL



Trombosit



: 293 ribu/uL



Kimia darah Glukosa sewaktu



: 72 mg/dl



Ureum



: 16 mg/dl



Creatinin



: 0,7 mg/dl



Imunoserologi HBsAg



: Negatif



Koagulasi PTT



: 12,2 detik



PTTK



: 34,4 detik



6



VI. RESUME Status ophtalmologi



Visus Bola mata



0



OD



OS



6/30



6/6



0



-1



0



-1



0



Pupil



Lensa Fundus reflex Funduskopi



0



-1



0



0



0



0 0



0



0



0



Bulat, sentral,



Bulat, sentral,



regular, Ø 3mm, refleks



regular, Ø 3mm, refleks



pupil (+) N



pupil (+) N



Jernih



Jernih



Cemerlang



Cemerlang



Dalam batas normal



Dalam batas normal



Pemeriksaan penunjang strabismus : OD 0



OS



Hirschberg test dekat



15 XT



150 XT



Hirschberg test jauh



300 XT



150 XT



Cover



Shifting (+)



Shifting (-)



Uncover



Shifting (-)



Shifting (+)



Alternans Cover Test



Shifting (+)



Shifting (+)



Krimsky dekat



30 PD



30 PD



Krimsky jauh



45 PD



30 PD



Alternans Prism



30 PD



30 PD



Cover Test



pemeriksaan laboratorium : dalam batas normal



VII.



DIAGNOSIS KERJA -



Mata Kanan-kiri Eksotropia Kongenital 7



VIII. PENATALAKSANAAN Pro Mka Resesi M. Rectus Medial 7mm, Mki Reseksi M. Rectus Lateralis 6,5mm Konsul Anestesi



IX.



PROGNOSIS OD



OS



Quo ad visam



Dubia ad bonam



Dubia ad bonam



Quo ad sanam



Dubia ad bonam



Dubia ad bonam



Quo ad vitam



Ad bonam



Quo ad kosmetikam



Ad bonam



X. EDUKASI 



Menjelaskan kepada orangtua bahwa kedua mata juling.







Menjelaskan kepada orangtua bahwa kedua ada ketidak imbangnya antara kedua otot mata sehingga bolamata menjadi tidak simetris.







Menjelaskan kepada orangtua bahwa akan dilakukan beberapa penanganan, salah satunya adalah operasi dengan cara pemotongan otot akan menambah kekuatan otot yang dipotong dan menggeser otot sekitar penggerak mata ke belakang untuk mengurangi fungsinya sehingga yang diharapkan dari operasi tersebut kedua mata pasien dapat simetris kembali.



XI.



FOLLOW UP 9 Februari 2018



Visus Bola mata



0



OD



OS



6/30



6/12



0



1



-1



0 -1



1



-1 0



0



0



1



0 1



0 0



8



Pupil



Bulat, sentral, regular, Ø 3mm, refleks



regular, Ø 3mm, refleks



pupil (+) N



pupil (+) N



Jernih



Jernih



Cemerlang



Cemerlang



Dalam batas normal



Dalam batas normal



Lensa Fundus reflex Funduskopi



Bulat, sentral,



Pemeriksaan penunjang strabismus : OD



OS



0



Hirschberg test dekat



15 XT



150 XT



Hirschberg test jauh



300 XT



150 XT



Cover



Shifting (+)



Shifting (-)



Uncover



Shifting (-)



Shifting (+)



Alternans Cover Test



Shifting (+)



Shifting (+)



Krimsky dekat



30 PD



30 PD



Krimsky jauh



45 PD



30 PD



Alternans Prism



30 PD



30 PD



Cover Test



Telah dilakukan Mka Recess M. Rectus Lateral 7mm GA Mki Resect M. Rectus Lateral 6,5mm dr. Liana Ekowati, SpM (K)/ HW,AST Jumat, 9 Februari 2018/ OK GRD 1/13.30



9



follow up post koreksi strabismus H+1



Visus Bola mata



Palpebra Konjungtiva



Kornea Bilik mata depan Iris Pupil



OD



OS



6/30



6/12



Gerak bolamata



Gerak bolamata terbatas



terbatas kesegala arah



kesegala arah



Edema (-), spasme (-)



Edema (-), spasme (-)



Subkonjungtiva bleeding



Subkonjungtiva bleeding



(+)



(+)



Jernih



Jernih



Kesan dalam



Kesan dalam



Kripte (+)



Kripte (+)



Bulat, sentral,



Bulat, sentral, regular, Ø



regular, Ø 3mm, refleks



3mm, refleks pupil (+) N



pupil (+) N Lensa Fundus reflex Funduskopi



Hirschberg test



Jernih



Jernih



Cemerlang



Cemerlang



Dalam batas normal



Dalam batas normal



00



00



10



XII. DISKUSI Strabismus 1,2,3,4,5,7,8,9 Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah. Satu mata bisa terfokus pada satu objek sedangkan mata yang lain dapat bergulir ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah. Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul yang muncul dalam keadaan tertentu saja seperti saat sakit atau stres. Eksotropia adalah suatu keadaan didapat atau kongenital (jarang) dimana sumbu visual dari satu atau kedua mata berdeviasi ke luar, yang bersifat konstan, intermiten, atau laten. Eksotropia alternan merupakan bentuk eksotropia laten dimana bola mata dapat melakukan fiksasi secara bergantian. Hal ini dapat terjadi bila kedua mata masih memiliki tajam penglihatan yang memungkinkan melakukan fiksasi. Terapi eksotropia dapat berupa koreksi terhadap gangguan refraksi yang ada, pemberian kacamata prisma, latihan orthoptik, dan pembedahan. Untuk mendefinisikan arah deviasi pada strabismus berdasarkan posisi axis visual dapat diklasifikasikan sebagai berikut :



11



 Esotropia : mata berotasi sehingga kornea berdeviasi ke arah nasal. Disebut juga strabismus konvergen. 
  Eksotropia : mata berotasi sehingga kornea berdeviasi ke arah temporal. Disebut juga strabismus divergen. 
  Hipertropia : mata berotasi sehingga kornea berdeviasi ke arah superior. Disebut juga strabismus vertikal. 
  Hipotropia : mata berotasi sehingga kornea berdeviasi ke arah inferior. Disebut juga strabismus vertikal. 
  Insiklotorsi : mata berotasi sehingga polus superior dari meridian vertikal mata berputar ke arah nasal. Disebut juga strabismus intorsional. 
  Ekssiklotorsi : mata berotasi sehingga polus superior dari meridian vertikal mata berputar ke arah temporal. Disebut juga strabismus ekstorsional. 
 Ketidaksejajaran mata pada strabismus dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara : 
 1.Berdasarkan arah (horisontal, vertikal, siklotorsional) 
 2.Berdasarkan besar deviasi (komitan atau inkomitan) 
 3.Frekuensi (konstan atau intermiten) 
 4.Keterlibatan sistem akomodasi (akomodatif atau non akomodatif) 
 5.Berdasarkan sistem vergensi, membandingkan magnitudo deviasi saat fiksasi dekat dan jauh (convergence-insufficiency atau divergence-excess exotropia; divergence insuffiency atau convergence-excess exotropia; basic esotropia atau basic exotropia) 
 6.Keterlibatan mata (unilateral atau alternating) 




7.Berdasarkan onset (kongenital atau didapat).




 12



Bayi atau anak dengan eksotropia yang dapat melakukan fiksasi alternans secara bebas biasanya tidak akan mengalami ambliopia. Secara empiris, ambliopia strabismik lebih sering terjadi pada pasien dengan esodeviasi. Adanya tajam penglihatan yang hampir sama pada kedua mata menunjukkan bahwa keduanya digunakan untuk melakukan fiksasi sehingga deviasi bukan disebabkan oleh kehilangan stimulus visual.8 Pengukuran sudut deviasi dilakukan dengan menggunakan tes prisma dan alternate cover test yang dilakukan pada jarak jauh dan jarak dekat, dengan oklusi/penutupan satu mata, atau penambahan lensa + 3,00 D. Eksotropia dapat dikategorikan secara



klasik menjadi basic exotropia,



pseudodivergence excess, dan true divergence excess. Pasien dengan basic exotropia memiliki konvergensi normal, dan tidak memperlihatkan perbedaan deviasi yang bermakna antara deviasi saat melihat jauh (distance deviation) dan melihat dekat (near deviation); bila ada, biasanya -3D pada anak berusia 2-3 tahun. Pada anak dengan strabismus, kacamata diberikan bila miopia ≥-1,25 D pada esotropia, dan >-1D pada eksotropia. Strabismus A-V pattern 11 Strabismus A-V pattern merupakan bagian dari bentuk strabismus horizontal inkomitan yang menggambarkan adanya perbedaan signifikan pada deviasi horizontal antara upgaze dan downgaze dari posisi midline.Terdapat berbagai teori yang menjelaskan etiologi strabismus AV pattern, yaitu disfungsi otot obliq, overaksi dan underaksi otot rektus horizontal, kelemahan otot rektus vertikal, dan sagitalisasi otot obliq. Pada A pattern, mata tampak lebih divergensi pada saat downgaze dibanding pada saat upgaze minimal sebesar 10 Prisma Dioptri (PD).Sedangkan pada V pattern, divergensi meningkat pada upgaze dibandingkan downgaze minimal sebesar 15 PD. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka didapatkan bentuk-bentuk A-V pattern berikut ini (diurut dari frekuensi terbanyak sampai terkecil): 



Esotropia V pattern (ET V pattern)







Esotropia A pattern (ET A pattern)







Eksotropia V pattern (XT V pattern)







Eksotropia A pattern (XT A pattern)



14



Gambar 1. Esotropia V pattern



Gambar 2. Eksotropia V pattern



Gambar 3. Esotropia A pattern



Gambar 4. Eksotropia A pattern 15



Selain bentuk-bentuk diatas, terdapat juga bentuk lain yang merupakan subtipe dari strabismus A-V pattern, yaitu: Subtipe V pattern : 



Y pattern



Pada tipe ini, divergensi terjadi pada upgaze sedangkan pada posisi primer dan downgaze hanya terjadi perubahan kecil deviasi horizontal.Pola ini terjadi karena overaksi obliq inferior bilateral yang sering dikaitkan dengan esotropia infantil, dan juga dapat dilihat pada eksotropia intermiten, Sindroma Brown, serta Sindroma Duane dengan upshoot. 



Arrow pattern



Pada arrow pattern, konvergensi yang besar terjadi pada posisi primer dan downgaze.Terdapatnya arrow pattern dan ekstorsi pada downgaze merupakan diagnostik untuk kelumpuhan obliq superior bilateral.



Subtipe A pattern : 



Lambda pattern



Tipe lambda pattern ditandai dengan divergensi saat downgaze tanpa banyak perubahan deviasi horizontal dari posisi primer ke upgaze. Tipe ini paling sering dikaitkan dengan overaksi obliq superior bilateral. Over reseksi ataupun „slipped muscle’ pada rektus inferior juga akan menyebabkan A pattern subtipe lambda dimana tampak jelas gambaran overaksi obliq superior. Sebaliknya, underaksi obliq inferior menyebabkan A pattern dengan perubahan deviasi horizontal terbesar (konvergensi) saat upgaze. 



X pattern



X pattern terjadi jika terlihat divergensi saat upgaze dan downgaze. Keadaan ini kadang tidak berhubungan dengan penyebab spesifik. Pasien dengan eksotropia sudut besar yang sudah berlangsung lama sering menunjukkan X pattern, hal ini mungkin disebabkan oleh rektus lateral yang kontraktur. Penglihatan Binokular (Binocular Single Vision) 1,4,6 Penglihatan binokuler ( Binoculer Single Vision ) merupakan penglihatan tunggal yang dihasilkan oleh kedua mata secara bersamaan. Binocular single vision dapat dicapai melalui tahapan persepsi simultan, fusi, dan stereopsis.



16



Penglihatan binokular dapat menjadi : a. Normal – Binocular single vision. Dapat diklasifikasikan sebagai normal ketika bifoveal dan tidak terdapat deviasi manifes. b.Anomalous – Binocular single vision. Dapat diklasifikasikan anomali ketika gambar pada obyek fiksasi diproyeksikan dari area fovea oleh satu mata dan oleh area di luar fovea mata yang lainnya misal ketika arah visual dari elemen retina berubah. Strabismus yang bermanifes selalu terdapat anomalous binocular single vision. Penglihatan binokular yang normal memerlukan : a. aksis visual yang jernih, b. kemampuan elemen retina-corteks untuk berfungsi asosiasi antara satu dengan yang lainnya dalam mendukung proses fusi, c. koordinasi yang presisi dari kedua mata ke semua arah gaze



Keuntungan dari penglihatan binokular adalah a. single vision (satu penglihatan/pandangan). b. Stereopsis yang merupakan persepsi kedalaman yang paling presisi. c. Lapang pandang yang luas. d. Kompensasi atas bintik buta. Faktor Risiko 1,2,3,4,7 Faktor herediter dianggap memiliki peran dalam eksodeviasi, namun etiologi eksotropia adalah multifaktor. Adanya riwayat keluarga sering dijumpai pada kelainan ini. Dikatakan prevalensi strabismus berkisar 23-70% pada anggota keluarga dengan riwayat strabismus di keluarga. Anak-anak yang lahir dengan anomali kraniofasial dan yang memiliki defek neurologi banyak yang menunjukkan eksotropia. Sekitar 50% pasien dengan Sindroma Down terjadi strabismus, 44% pada pasien dengan cerebral palsy, dan 90% pada pasien dengan craniofacial dysostosis seperti Sindroma ApertCrouzon. Ibu hamil yang merokok, bayi yang lahir dengan berat lahir rendah, dan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan faktor risiko dalam perkembangan deviasi horisontal.



Pemeriksaan Oftalmologi 1. Pemeriksaan gerak bola mata 1,2,7 Pemeriksaan gerak bola mata meliputi pemeriksaan posisi primer dan posisi 17



diagnostik.Pemeriksaan posisi primer yaitu posisi kedua mata saat melihat lurus ke depan dan terfiksasi pada obyek yang jauh tak terhingga. Untuk mempermudah pemeriksaan, jauh tak terhingga dianggap sejauh 6 meter atau 20 feet. Posisi kepala harus lurus.Pemeriksaan posisi diagnostik terdiri dari 9 posisi gaze : 6 posisi kardinal, melirik ke atas, melirik ke bawah, dan posisi primer. 2. Pemeriksaan visus/tajam penglihatan 1,2,7 Pemeriksaan visus dasar dan refraksi dengan sikloplegik merupakan pemeriksaan



yang



penting.



Pemeriksaan



Hipermetropia



tinggi



dengan



hipoakomodasi dapat menyebabkan eksodeviasi intermiten. Terapi pada kasus ini adalah memberikan koreksi penuh hipermetropia-nya. Pada pasien diperiksa juga terhadap ada atau tidak adanya ambliopia. Ambliopia dapat terjadi namun jarang, biasanya berkaitan dengan anisometropia. Jika terdapat penurunan tajam penglihatan, sebaiknya dipikirkan kemungkinan adanya penyebab organik (seperti kelainan pada nervus optikus). Pemeriksaan visus pada anak di atas usia 2 tahun dapat digunakan crowded kay pictures, E chart, LEA chart, HOTV char, Landoft “C”. Sedangkan pada anak berusia lebih dari 5 tahun dapat menggunakan Snellen.



3. Pengukuran Sudut Deviasi Terdapat beberapa metode untuk mengukur sudut deviasi : 



Hirschberg Test 1,2,3,4,7 Hirscberg test merupakan perkiraan obyektif kasar besarnya deviasi pada strabismus. Cara memeriksanya adalah pemeriksa duduk di depan pasien dengan memegang lampu senter yang sudah dinyalakan pada jarak 33cm. Pasien diminta berfiksasi pada cahaya senter. Refleks kornea akan tampak pada mata yang berfiksasi. Normalnya (orthophoria) apabila refleks kornea terletak di tengahtengah pupil (0o). Bila refleks kornea terletak di tepi pupil (margin pupil) deviasi sekitar 15o (30 PD). Bila refleks kornea terletak di antara margin pupil dan limbus berarti deviasi 30o (60 PD). Bila refleks kornea terletak di limbus berarti deviasi 45o (90 PD).



18







Prism alternate cover test 1,2,3,4,7 Pengukuran deviasi menggunakan pemeriksaan prism alternate cover test yang lama untuk fiksasi jarak jauh (sedikitnya 6 meter atau 20 feet) dan fiksasi dekat (33 sentimeter) dengan target akomodasi. Pemeriksaan cover test yang lama dapat membantu “memecah” tonus fusi dan menampakkan deviasi penuh. Dipertimbangkan patch test untuk pasien dengan pola divergence excess.







Patch test 1,2,4,7 Patch test yaitu patching atau menutup satu mata selama 30 sampai 60 menit, kemudian diukur deviasi pada jarak jauh dan dekat tanpa memberi waktu pasien untuk mengembalikan kemampuan fusi. Patch test digunakan untuk mengontrol fusi konvergensi sehingga dapat membedakan pseudo-divergence excess dari true divergence excess. Patching satu mata dalam waktu yang lama dapat menghentikan fusi konvergensi dan menunjukkan kondisi eksotropia penuh.







+3,0 D near add test (metode gradien lensa) 1,2,4,7 Tes ini digunakan untuk mendiagnosis pasien dengan tipe divergence excess yang memiliki true divergence excess karena rasio AC/A yang tinggi. Tes ini digunakan terutama pada pasien dengan deviasi jauh yang lebih besar daripada 19



deviasi dekat sebesar 10 prisma dioptri atau lebih setelah patch test. Setelah dilakukan patch test masih terdapat disosiasi, dilakukan pengukuran ulang dengan adisi +3,0 D. Jika eksodeviasi dekat meningkat menjadi 20 prisma dioptri atau lebih, diagnosis eksotropia intermiten rasio AC/A tinggi true divergence excess dapat ditegakkan. 



Pengukuran jarak jauh / Far distance deviation 1,2,3,4,7 Mengukur deviasi dengan memfiksasikan objek jauh mengurangi variabilitas pengukuran dan membantu membuka deviasi penuh dengan mengurangi konvergensi dekat. Deviasi jarak jauh diukur ketika pasien melihat jauh keluar jendela atau pada target sejauh 50-100 feet. Kombinasi patch test dan pengukuran jarak jauh dapat mengurangi kemungkinan koreksi yang kurang (under correction) dan meningkatkan hasil akhir.



4. Penilaian Kontrol Eksodeviasi 1,2,10 Selama pemeriksaan, dibuat penilaian dari kontrol pasien terhadap eksodeviasi, yang dapat dikategorikan sebagai berikut :  Good control : eksotropia hanya bermanifestasi saat cover test, dan pasien segera dapat memperbaiki fusi tanpa berkedip atau re-fiksasi.  Fair control : eksotropia bermanifestasi setelah fusi diganggu dengan cover tes, dan pasien memperbaiki fusi dengan berkedip atau re-fiksasi.  Poor control : eksotropia bermanifestasi secara spontan akan tetap bermanifes untuk beberapa waktu. Beberapa dokter spesialis mata menggunakan Newcastle Control Score untuk menentukan grading kontrol pasien secara kuantitatif (Tabel 2). Dengan menggunakan Newcastle Control Score apabila score yang didapat > 3 mengindikasikan perlunya intervensi terapi.



20



Penatalaksanaan Tidak ada aturan khusus untuk menentukan kapan pasien dengan eksotropia intermiten membutuhkan terapi. Banyak opini terkait waktu pembedahan dan penggunaan metodetanpa pembedahan untuk memperlambat atau mencegah kebutuhan akan intervensi pembedahan. Tatalaksana tanpa pembedahan : 1,2,3,4,7 1. Koreksi Gangguan Refraksi Lensa koreksi sebaiknya diresepkan untuk gangguan refraksi miopia, astigmatisma, maupun hiperopia. Koreksi pada miopia ringan dapa meningkatkan kontrol eksodeviasi. Hiperopia derajat ringan hingga sedang tidak secara rutin dikoreksi pada anak-anak dengan eksotropia intermiten oleh karena memperhatikan perburukan dari kondisi deviasi. Namun demikian, anak-anak dengan hiperopia >+4,00D



atau



>1,50D



anisometropia



hiperopia)



mungkin



tidak



mampu



mempertahankan akomodasi, dan ini berakibat pada gambaran di retina yang kabur dan bermanifes eksotropia. Koreksi optik dapat meningkatkan gambaran retina menjadi lebih jelas dan membantu mengontrol eksodeviasi pada pasien.



21



2. Over minus 1,2,4,7 Meresepkan spheris -2,00 hingga -4,00 melebihi yang dibutuhkan oleh refraksi sikloplegik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan atau menstimulasi akomodasi konvergensi dan membantu untuk mengontrol eksotropia intermiten. Terapi ini hanya efektif untuk deviasi yang ringan/kecil pada pasien miopia. Terapi ini dapat menyebabkan astenopia pada anak usia sekolah. Terapi ini dapat efektif sebagai pengukuran sementara untuk meningkatkan fusi dan memperlambat operasi ketika sistem visual masih imatur. Untuk pasien dengan hasil awal overkoreksi yang terkontrol, peresepan dapat dikurangi bertahap (tapered) dan operasi dapat dihindari. 3. Terapi Oklusi 1,2,3,4,7 Patching pada pasien dengan ambliopia dapat meningkatkan kontrol terhadap deviasi eksotropik. Untuk pasien tanpa ambliopia, patching paruh waktu pada mata dominan (yang tidak berdeviasi) ataupun patching bergantian setiap hari dapat menjadi terapi yang efektif untuk ukuran deviasi ringan hingga sedang, terutama pada anak-anak. Perbaikan biasanya berlangsung lama dan kebanyakan pasien tetap memerlukan tindakan pembedahan/operasi. Oklusi satu mata beberapa saat atas mata yang dominan yaitu 3-4 jam sehari. Hal ini bertujuan untuk membentuk terapi anti supresi yang bekerja dengan menstimulasi mata yang tidak dominan (nonpreferred eye). Pada pasien dengan preferensi mata yang seimbang, penutupan mata secara bergantian merupakan indikasi. 4. Terapi Orthoptik Aktif 1,2,4,7 Terapi antisupresi atau kewaspadaan diplopia dan pelatihan fusi konvergensi dapat digunakan sendiri ataupun kombinasi dengan patching, lensa minus, dan pembedahan. Untuk deviasi 20 prisma dioptri atau kurang, terapi orthoptik sendiri telah dilaporkan mempunyai tingkat keberhasilan jangka panjang dibandingkan dengan pembedahan. Namun ada juga yang berpendapat bahwa terapi ini tidak memiliki keuntungan sama sekali dalam mengkoreksi eksodeviasi jarak jauh dan tetap merekomendasikan pembedahan untuk setiap kasus deviasi dengan kontrol yang buruk. Resiko dari terapi antisupresi orthoptik ini adalah hilangnya kemampuan untuk mensupresi ambliopia.Terapi orthoptik dengan olahraga konvergensi (pencil 22



push-up atau base out prisms) merupakan terapi pilihan untuk kondisi convergenceinsufficiency. 5. Prisma 1,2,4,7 Meskipun prisma dapat digunakan untuk meningkatkan fusi pada eksotropia intermiten, prisma base-in jarang dipilih sebagai terapi jangka panjang dikarenakan prisma dapat menyebabkan reduksi amplitudo fusi vergensi. Tatalaksana dengan pembedahan : 1,2,3,4,6 1. Indikasi pembedahan :  Peningkatan fase tropia dengan berkurangnya kontrol fusi  Recovery fusi yang buruk pada cover uncover test  Eksotropia yang bermanifes lebih dari 50% waktu pasien terjaga (tidak tidur)  Ukuran deviasi eksotropia lebih dari 15 PD.



2. Waktu pembedahan Pembedahan dikerjakan saat terdapat perubahan yang menuju eksotropia konstan, seperti adanya deviasi manifes yang lebih sering muncul, menurunnya kontrol, atau menurunnya stereoacuity jarak jauh. Tidak ada konsensus mengenai indikasi spesifik pembedahan, namun keluaran sensoris terbaik dapat dicapai pada usia kurang dari 7 tahun atau durasi strabismus kurang dari 5 tahun, atau juga deviasi masih intermitten. Kebanyakan para ahli bedah mata menggunakan ukuran deviasi manifes yang terjadi lebih dari 50% sehari sebagai kriteria operasi.



3. Tipe pembedahan Pada divergence excess exotropia, reseksi simetris terhadap otot rektus lateral bilateral merupakan prosedur operasi yang paling banyak dikerjakan. Pasien dengan basic eksotropia intermitten akan lebih baik dengan kombinasi reseksi otot rektus lateral dan reseksi otot rektus medial, atau reseksi otot rektus lateral yang lebih besar daripada yang dikerjakan pada pasien dengan pseudodivergence excess. Untuk pasien dengan deviasi yang lebih kecil, reseksi otot rektus lateral unilateral dapat dikerjakan. Pasien dengan true divergence excess exotropia memiliki resiko yang lebih



23



besar terhadap esodeviasi jarak dekat setelah reseksi otot rektus lateral dan mungkin membutuhkan kacamata bifokal jika esodeviasi jarak dekat dengan rasio AC/A tinggi. Botulinum toxin dapat digunakan untuk terapi eksotropia intermitten meskipun injeksi berulangkali akan diperlukan.



4. Tujuan pembedahan Tujuan dari operasi strabismus pada eksotropia intermiten adalah untuk mengembalikan kesejajaran dan untuk menjaga atau mengembalikan fungsi binokular. Keberhasilan terapi jangka panjang membutuhkan koreksi berlebih (overcorrection) dalam beberapa waktu. Hal ini disebabkan mata cenderung bergerak termasuk ke arah luar.



5. Manajemen Paska Operasi Tujuan paska operasi yang diharapkan adalah tercapainya esodeviasi ringan sekitar 8-15 PD. Anak-anak dibawah usia 4 tahun berisiko untuk berkembangnya ambliopia pada keadaan tersebut sehingga oklusi/penutupan paruh waktu kedua mata secara bergantian dapat digunakan untuk mencegah terjadinya ambliopia sampai dengan kondisi esotropia menghilang. Esotropia dengan sudut kecil pada periode awal paska operatif diharapkan karena hal ini berkaitan dengan penurunan resiko rekurensi eksotropia. Residual eksotropia ringan - sedang sering diterapi dengan observasi jika kontrol fusi masih baik. Prisma base-in, patching, dan manajemen optik digunakan sebagai terapi pada pasien-pasien tersebut. Jika deviasi masih berlanjut, pilihan pembedahan meliputi re-reseksi otot rektus lateral, reseksi otot rektus medial, atau injeksi toksin botulinum.



Penjelasan pada kasus ini dimulai pada anamnesis dan alloanamnesis ditemukan riwayat kehamilan baik, anak lahir normal dengan berat badan lahir 3200gr, tidak ada riwayat kejang ataupun gangguan neurologik, adanya deviasi mata pada pasien ini telah diamati sejak kecil. Disertai dengan hasil pemeriksaan menunjukkan deviasi terdapat perbedaan yang lebih besar antara jarak dekat dan jarak jauh yaitu jarak dekat 30 PD dan jarak jauh 45 PD, deviasi menetap, tidak hilang timbul yang muncul sejak usia dini. Hal ini menunjukkan adanya suatu True divergence excess exotropia. Riwayat keluarga tidak ada yang mengalami hal serupa kemungkinan penyebabnya 24



bukan karena faktor genetik melainkan adanya kelainan kongenital. Tajam penglihatan yang tidak maksimal yaitu mata kanan 6/30 dan mata kiri 6/6 menunjukkan adanya ambliopia. Kelainan refraksi dan adanya strabismus merupakan suatu gangguan stimulasi visual yang telah terjadi sejak masa pertumbuhan (saat usia tujuh tahun menurut alloanamnesis). Hal ini mungkin saja telah terjadi sebelum usia tujuh tahun, akan tetapi orangtua tidak menyadari hal itu. Riwayat pasien menggunakan kacamata dapat juga dikatakan adanya kelainan refraksi yang merupakan salah satu faktor resiko terjadinya strabismus. Penanganan pada pasien ekstropia meliputi koreksi kelainan refraksi, ambliopia, diplopia dan perbaikan posisi bolamata. Pada pasien ini, penanganan yang dilakukan dengan perbaikan posisi bolamata dikarenakan adanya deviasi dan diplopia yang menetap yaitu resesi otot rektus lateral dan reseksi otot rektus lateral agar posisi bolamata berada di sentral. Hirschberg test paska operasi 00 dengan hasil gaze 9 paska operasi masih tampak adanya keterbatasan gerak bolamata kemungkinan terjadi dikarenakan pasien masih merasakan nyeri paska operasi.



25



DAFTAR PUSTAKA



1. The Eye M.D. Association. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Basic Clinical Science Course Section 6. American Academy of Ophthalmology. San Francisco. 2014 2. Bhola,MD, Rahul. Intermittent Exotropia. Diunduh dari : http://medicine.uiowa.edu/eye 3. Rutstein RP, Cogen MS, Cotter SA, Daum KM, Mozlin RL, Ryan JM. Care of The Patient With Strabismus : Esotropia and Exotropia. American Optometric Association. 2011. 4. Wright KW. Handbook of Pediatric Ophthalmology and Strabismus 3rd edition. Springer. San Francisco. 2006. 5. Nielsen Vision Development Center. Strabismus and Amblyopia. Diunduh dari : http://nvdctherapy.com/vision-therapy-research/strabismus 6. Bhola



R.



Binocular



Vision.



Diunduh



dari



:



http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/tutorials/Bhola-BinocularVision.htm 7. Clark RA. The Role of Extraocular Muscle Pulleys in Incomitant Non-Paralytic Strabismus. Diunduh dari : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4502169/ 8. Sigmund I. E. Tumewu, Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado : Ambliopia Bilateral Disertai Eksotropia Alternans dan Astigmatisma



Miopia



Kompositus.



https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/2046/2127 9. American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course. Exodeviation. In: Pediatric Ophtalmology and Strabismus, Section 6. San Fransisco: The Foundation of American Academy of Ophtalmology, 2011 p.101-3 10. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes on Ophthalmology. Ninth Edition. Blackwell Science Ltd. 2003. 11. Sri Handayani Mega Putri. Tinjauan Pustaka Strabismus A-V pattern. Jurnal Kesehatan Andalas. http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/201/196



26