Laporan Koefisien Partisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR FARMASI FISIKA KOEFISIEN PARTISI



OLEH : KELOMPOK 3 GOLONGAN I



NI WAYAN SINTA DARMA ENI



(1508505009)



PUTU NANDYA NANDITA



(1508505010)



NI KADEK MANIK NOVIYANTI (1508505011)



LABORATORIUM FARMASETIKA DASAR JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2017



0



PERCOBAAN II KOEFISIEN PARTISI



I.



LATAR BELAKANG Suatu molekul obat harus dapat melewati membran biologi untuk dapat



berikatan dengan reseptor dan memberikan respon biologis. Membran terdiri dari protein dan bahan lemak yang bertindak sebagai penghalang lipofilik tempat lalu lintas obat. Kecepatan absorpsi obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Koefisien partisi merupakan perbandingan kelarutan di dalam lemak dibanding air Dengan demikian obat-obat yang mudah larut dalam lipida akan dengan mudah melaluinya. Sebaliknya obat-obat sukar larut dalam lipida akan sukar diabsorpsi. Obat-obat yang mudah larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien partisi yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan memiliki koefisien partisi lipida air kecil. Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah, jika dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah Pada percobaan ini dilakukan penentuan pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam hal ini asam salisilat dengan cara mencampur dua zat yang memiliki kepolaran yang berbeda sehingga tidak saling campur. II.



RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroforn-air?



III.



IV.



TUJUAN 1. Mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yangbersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform-air DASAR TEORI



1



4.1



Asam Salisilat Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari



101,0 C7H6O3 dihitung terhadap zat yang dikeringkan. Pemeriannya hablur putih; biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur halus putih; rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau mirip mentol. Asam salisilat sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih dan agak sukar larut dalam kloroform (Depkes RI, 1995). Berikut adalah struktur dari asam salisilat.



Gambar 1. Struktur Asam Salisilat (Depkes RI, 1995) Penetapan kadar asam salisilat dilakukan dengan menimbang lebih kurang 500 mg, larutkan dalam 25 ml etanol encer P yang sudah dinetralkan dengan natrium hidroksida 0,1 N, tambahkan phenolphthalein LP dan titrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N LV. 1 ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 13,81 mg C7H6O3 (Depkes RI, 1995).Asam salisilat mempunyai dua radikal fungsi dalam struktur kimianya, yaitu radikal hidroksi fenolik dan radikal karboksil yang langsung terikat pada inti benzena (Sumardjo, 2008). 4.2



Natrium Hidroksida Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih



dari 100,5% alkali jumlah dihitung sebagai NaOH, mengandung Na 2CO3 tidak lebih dari 3,0%. Pemerian natrium hidroksida berbentuk pelet, serpihan atau batang atau bentuk lain, berwarna putih atau praktis putih, massa melebur, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat



2



menyerap karbon dioksida dan lembab, mudah larut dalam air dan dalam etanol netral serta disimpan dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995). 4.3



Phenolphtalein Indikator phenolphthalein memiliki rumus molekul C22H14O4. Phenolphtalein



merupakan serbuk hablur, putih, atau putih kekuningan lemah, tidak berbau, stabil diudara. Phenolphthalein praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter (Depkes RI, 1995). Berikut adalah struktur dari phenolphthalein.



Gambar 2. Struktur Kimia Phenolphthalein (Watson, 2007). Suatu larutan indikator diperlukan apabila titik akhir titrasi tidak terdeteksi secara fisika dan kimia. Indikator asam atau basa adalah senyawa organik asam lemah atau basa lemah dimana bentuk tak terionnya memiliki warna yang berbeda dari bentuk konjugat basa atau bentuk konjugat asamnya (Skoog, 2004). Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi diharapkan sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar terjadinya kesalahan titrasi. Oleh karena itu pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. (Brady, 1999). Titik akhir ekivalensi merupakan suatu titik dimana jumlah massa atau volume larutan baku yang tepat habis bereaksi dengan analit yang dianalisa dan hanya diperoleh melalui perhitungan (secara teoritis) (Chang, 2010). Kisaran penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nila pKa-nya. Indikator phenolphthalein mempunyai pKa 9,4, terjadi perubahan warna antara 3



pH 8,4-10,4. Struktur phenolphthalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran



8,4-10,4



karena



proton



dipindahkan



dari



struktur



fenol



dari



phenolphthalein sehingga pH-nya meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna (Gandjar dan Rohman, 2007). Berikut penataan ulang struktur pada perubahan warna phenolphthalein.



Gambar 3. Pengaturan ulang struktural yang menyebabkan perubahan warna pada phenolphthalein (Watson, 2007). 4.4



Koefisien Partisi Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam



pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Apabila molekul semakin larut dalam lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989). Ketika suatu zat terlarut ditambahkan kedalam campuran pelarut yang saling tidak bercampur, zat terlarut akan mendistribusikan dirinya sendiri diantara kedua pelarut berdasarkan afinitas pada masing-masing fase. Senyawa polar (misalnya gula, asam amino, atau obat-obatan yang terion) akan cenderung menyukai fase berair atau polar, sedangkan senyawa-senyawa non polar (misalnya obat-obatan yang tidak terion) akan menyukai fase organik atau fase non polar. Senyawa yang ditambahkan mendistribusikan dirinya sendiri diantara kedua pelarut yang tidak bercampur sesuai dengan hukum partisi (Cairns, 2004). Hukum partisi menyatakan bahwa suatu senyawa tertentu pada suhu dan tekanan tertentu akan terpatisi dengan sendirinya diantara dua pelarut yang tidak saling campur



4



dengan perbandingan konsentrasi yang konstan atau tetap (Gandjar dan Rohman, 2012). Perbandingan yang tetap ini dikenal dengan koefisien partisi senyawa tersebut dan dapat dirumuskan sebagai berikut : P merupakan koefisien partisi senyawa organik; (organik) adalah konsentrasi senyawa dalam fase organik atau fase minyak; dan (berair) adalah konsentrasi senyawa dalam fase air (Gandjar dan Rohman, 2007). Hubungan antara konstanta disosiasi dengan kelarutan dalam lemak, dan pH pada tempat absorpsi serta karakteristik absorpsi dari berbagai obat merupakan dasar teori pH-partisi. Penentuan derajat ionisasi atau harga pKa dari zat obat merupakan suatu karakteristik fisika-kimia yang relatif penting terhadap evaluasi dari efek-efek yang mungkin pada absorpsi dari berbagai tempat pemberian. (Ansel, 1989). Menurut hipotesis pH-partisi, jika pH pada satu sisi membran sel berbeda dengan pH sisi lain, maka: a. Obat (asam atau basa lemah) akan terionisasi pada tingkat yang berbeda pada masing-masing sisi membrannya. a. Konsentrasi total obat (obat yang terionisasi dan tak terionisasi) pada setiap sisi membrane tidak sama. b. Kompartemen dimana obat lebih banyak terionisasi akan mengandung konsentrasi total obat lebih besar (Shargel dan Andrew, 1989). Perhitungan untuk menghitung fraksi obat yang tidak terionkan dapat digunakan persamaan Handerson-Hasselbach, yaitu: Obat asam lemah: [H+] = Ka



pH=pKa+log Ka adalah konstanta disosiasi dari asam lemah, pKa = - log Ka, dan [HA] dan [A] adalah molaritas asam lemah dan basa konjugasinya 5



Obat basa lemah pOH = pKb + log (Henry dan Senozan, 2001). V.



PROSEDUR PENELITIAN



5.1



Alat dan Bahan



5.1.1



Alat 1. Gelas beaker 100 mL 2. Gelas ukur 10 mL; 25 mL; 100 mL 3. Labu Erlenmeyer 5 mL; 25 mL 4. Pipet tetes 5. Ball filler 6. pH meter 7. Statif 8. Buret 20 mL 9. Batang pengaduk 10. Timbangan analitik 11. Sendok tanduk 12. Kertas perkamen 13. Aluminium foil



5.1.2



Bahan 1. Larutan asam salisilat 0,1 N 2. Larutan daapar salisilat pH 3; pH 4; pH 5 3. Larutan natrium hidroksida 0,01 N 4. Kloroform 5. Akuades 6. Indikator fenolftalein



5.2



Prosedur Kerja



6



5.2.1



Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,01 N 1. Perhitungan Diketahui : Molaritas NaOH.= 0,01 M Volume NaOH = 100 ml BM NaOH = 40 Ditanya : Massa NaOH yang diperlukan = …. ? Jawab :



massa = 0,04 gram 2. Skema Kerja Ditimbang 0,04 gram NaOH, lalu dimasukkan ke dalam gelas beaker



Ditambahkan akuades secukupnya sambil diaduk hingga larut



Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL



Akuades ditambahkan sampai tanda batas kemudian digojog hingga homogen



5.2.2



Pembuatan Larutan Dapar Salisilat 0,1 M 1. Perhitungan



7



Diketahui : MolaritasAsam Salisilat = 0,1 M Volume Asam Salisilat = 25 mL (dibuat 3x) BM Asam Salisilat



= 138,12 g/mol



Ditanya : Massa Asam Salisilat yang diperlukan = …. ? Jawab :



Massa = 0,3453 gram = 345,3 mg. 2. Skema kerja Ditimbang 0,3453 gram asam salisilat, lalu dimasukkan ke dalam gelas beaker.



Akuades ditambahkan secukupnya sambil diaduk..



Larutan tersebut kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL.



Akuades ditambahkan sampai tanda batas kemudian digojoghingga homogen. Diulangi langkah diatas 2x.



5.2.3



Percobaan Koefisien Partisi Dibuat larutan dapar salisilat 0,1 M dengan pH 3, 4, dan 5 dari asam salisilat yag ditanbah natrium hidroksida hingga pH diketahui



8



Diambil masing-masing larutan 25 mL, dimasukkan ke dalam tabung percobaan.



Ditambahkan 10 mL kloroform, lalu disupersonik selama 15 menit. Kemudian diaduk.



Setelah 15 menit ditentukan kadar salisilat ke dalam fase air dan diulangi tiap 15 menit.



Kesetimbangan dicapai apabila beberapa kali penentuan kadar hasilnya sudah konstan, tidak ada penurunan kadar salisilat pada fase air.



Dihitung masing-masing koefisien partisinya pada ketiga macam pH.



Dibuat kurva hubungan antara kosentrasi dan waktu



5.2.4



Penentuan Kadar Asam Salisilat Diambil 5 mL larutan uji.



Ditambahkan indicator fenolftalein.



Dititrasi dengan NaOH 0,01 M hingga berwarna merah muda stabil.



9



5.3



Analisis Data



5.3.1



Hasil Tabel 1. Volume NaOH yang digunakan dalam tiap Titrasi pH



15 menit



3,00 4,00 5,00



ke-1 6,2 mL 9,3 mL 12,3 mL



V NaOH (mL) 15 menit ke15 menit 2 6,4 mL 9,4 mL 13,4 mL



ke-3 6,6 mL 9,8 mL 14,05 mL



15 menit ke-4 6,8 mL 10,1 mL 13,2 mL



Tabel 2. Konsentrasi dan Kadar Asam Salisliat pada Fase Air Perla-



5.2.5



kuan



Molaritas Asam Salisilat (M) 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit



pH 3,00 4,00 5,00



ke-1 0,062 M 0,093 M 0,123 M



ke-2 0,064 M 0,094 M 0,134 M



ke-3 0,066 M 0,098 M 0,1405 M



Kadar



ke-4 0,068 M 0,101 M 0,132 M



8,97785 g/L 13,328 g/L 0,132 g/L



Perhitungan 1. Perhitungan Konsentrasi Asam Salisilat pada Fase Air a. pH 3 Diketahui : pH asam salisilat = 3 Ka = 1,06 10-3 Ditanya : Konsentrasi asam = ..? Jawab : pH = -log [H+] 3 = -log [H+] [H+] = 1 10-3



Jika [asam] = x [garam] = 0,01



x



10



x = 0,9434 (0,01 x = 9,434



x) 0,9434x



1,9434x = 9,434 x = 4,854 Jadi, konsentrasi asam salisilat pada pH 3 adalah 4,854



M



b. pH 4 Diketahui : pH asam salisilat = 4 Ka = 1,06 10-3 Ditanya : Konsentrasi asam = ..? Jawab : pH = -log [H+] 4 = -log [H+] [H+] = 1 10-4



Jika [asam] = x [garam] = 0,01



x



x = 8,62 x 10-4 M Jadi, konsentrasi asam salisilat pada pH 4 adalah 8,62



M



c. pH 5 Diketahui : pH asam salisilat = 5 Ka = 1,06 10-3 Ditanya : Konsentrasi asam = ..? Jawab : pH = -log [H+] 5 = -log [H+] [H+] = 1 10-5



11



Jika [asam]



=x



[garam] = 0,01



x



x = 9,346 x 10-5 M Jadi, konsentrasi asam salisilat pada pH 5 adalah 9,346 x 10-5 M. 2. Perhitungan Konsentrasi Asam Salisilat Setelah Mencapai Kesetimbangan Reaksi yang terjadi antara asam salisilat dengan natrium hidroksida adalah : C7H6O3 + NaOH → C7H5O3Na + H2O a. pH 3 Diketahui : pH buffer asam salisilat = 3 Volume fase air yang diambil = 5 mL M NaOH = 0,01 M Volume NaOH yang digunakan Titrasi I = 6,2 mL Titrasi II = 6,4 mL Titrasi III = 6,6 mL Titrasi IV = 6,8 mL Ditanya : Konsentrasi asam = ..? Jawab : - 15 menit I M1 x V1 x Ek1 = M2 x V2 x Ek2 M1 x 5 mL x 1 grek/mol = 0,01 M x 6,2 mL x 1 grek/mol



M asam = 0,0124 M M asam salisilat



= Mtitrasi x Faktor Pengenceran



Faktor pengenceran =



= =5 Masam salisilat



= 0,0124 M x 5



M asam salisilat



= 0,062 M



12



Jadi, konsentrasi asam salisilat dalam fase air adalah 0,062 M. Kadar



= konsentrasi x BM = 0,062 M x 138,12 g/mol = 8,5634 g/L - 15 menit II M1 x V1 x Ek1 = M2 x V2 x Ek2 M1 x 5 mL x 1 grek/mol = 0,01 M x 6,4 mL x 1 grek/mol



M asam = 0,0128 M M asam salisilat



= Mtitrasi x Faktor Pengenceran



Faktor pengenceran =



= =5 Masam salisilat



= 0,0128 M x 5



M asam salisilat



= 0,064 M



Jadi, konsentrasi asam salisilat dalam fase air adalah 0,064 M. Kadar



= = =



konsentrasi x BM 0,064 M x 138,12 g/mol 8,84 g/L



- 15 menit III M1 x V1 x Ek1 = M2 x V2 x Ek2 M1 x 5 mL x 1 grek/mol = 0,01 M x 6,6 mL x 1 grek/mol



M asam = 0,0132 M M asam salisilat



= Mtitrasi x Faktor Pengenceran



Faktor pengenceran =



=



13



=5 Masam salisilat



= 0,0132 M x 5



M asam salisilat



= 0,066 M



Jadi, konsentrasi asam salisilat dalam fase air adalah 0,066 M. Kadar -



= konsentrasi x BM = 0,066 M x 138,12 g/mol = 9,116 g/L 15 menit IV M1 x V1 x Ek1 = M2 x V2 x Ek2 M1 x 5 mL x 1 grek/mol = 0,01 M x 6,8 mL x 1 grek/mol



M asam = 0,0136 M M asam salisilat



= Mtitrasi x Faktor Pengenceran



Faktor pengenceran =



= =5 Masam salisilat



= 0,0136 M x 5



M asam salisilat



= 0,068 M



Jadi, konsentrasi asam salisilat dalam fase air adalah 0,068 M. Kadar



= = =



konsentrasi x BM 0,068 M x 138,12 g/mol 9,392 g/L



M rata-rata = (0,063 M + 0,064 M + 0,066 M + 0,068M) / 4 = 0,065 M Jadi, molaritas rata-rata asam salisilat pada pH 3 adalah 0,065 M. Kadar rata-rata = (8,5634 gram/L + 8,84 gram/L + 9,116 gram/L + 9,392 gram/L) / 4 = 8,97785 g/L



14



Jadi, kadar rata-rata asam salisilat pada pH 3 adalah 8,97785 g/L. b. pH 4 Diketahui



: pH buffer asam salisilat = 4 Volume fase air yang diambil = 5 mL M NaOH = 0,01 M Volume NaOH yang digunakan Titrasi I = 9,3 mL Titrasi II = 9,4 mL Titrasi III = 9,8 mL Titrasi IV = 10,1 mL Ditanya : Konsentrasi asam = ..? Jawab : - 15 menit I M1 x V1 x Ek1 = M2 x V2 x Ek2 M1 x 5 mL x 1 grek/mol = 0,01 M x 9,3 mL x 1 grek/mol



M asam = 0,0186 M M asam salisilat



= Mtitrasi x Faktor Pengenceran



Faktor pengenceran =



= =5 Masam salisilat



= 0,0186 M x 5



M asam salisilat



= 0,093 M



Jadi, konsentrasi asam salisilat dalam fase air adalah 0,062 M. Kadar -



= konsentrasi x BM = 0,093 M x 138,12 g/mol = 12,845 g/L 15 menit II M1 x V1 x Ek1 = M2 x V2 x Ek2 M1 x 5 mL x 1 grek/mol = 0,01 M x 9,4 mL x 1 grek/mol



M asam = 0,0188 M 15



M asam salisilat



= Mtitrasi x Faktor Pengenceran



Faktor pengenceran =



= =5 Masam salisilat



= 0,0188 M x 5



M asam salisilat



= 0,094 M



Jadi, konsentrasi asam salisilat dalam fase air adalah 0,094 M. Kadar -



= konsentrasi x BM = 0,094 M x 138,12 g/mol = 12,983 g/L 15 menit III M1 x V1 x Ek1 = M2 x V2 x Ek2 M1 x 5 mL x 1 grek/mol = 0,01 M x 9,8 mL x 1 grek/mol



M asam = 0,0916 M M asam salisilat



= Mtitrasi x Faktor Pengenceran



Faktor pengenceran =



= =5 Masam salisilat



= 0,0916 M x 5



M asam salisilat



= 0,098 M



Jadi, konsentrasi asam salisilat dalam fase air adalah 0,098 M. Kadar -



= konsentrasi x BM = 0,098 M x 138,12 g/mol = 13,536 g/L 15 menit IV M1 x V1 x Ek1 = M2 x V2 x Ek2 M1 x 5 mL x 1 grek/mol = 0,01 M x 10,1 mL x 1 grek/mol



16



M asam = 0,0202 M M asam salisilat



= Mtitrasi x Faktor Pengenceran



Faktor pengenceran =



= =5 Masam salisilat



= 0,0202 M x 5



M asam salisilat



= 0,101 M



Jadi, konsentrasi asam salisilat dalam fase air adalah 0,101 M. Kadar



= = =



konsentrasi x BM 0,101 M x 138,12 g/mol 13,950 g/L



M rata-rata = (0,093 M + 0,094 M + 0,098 M + 0,101 M) / 4 = 0,0965 M Jadi, molaritas rata-rata asam salisilat pada pH 3 adalah 0,0965 M. Kadar rata-rata = (12,845 gram/L + 12,983 gram/L + 13,536 gram/L + 13,950 gram/L) / 4 = 13,328 g/L Jadi, kadar rata-rata asam salisilat pada pH 3 adalah 13,328 g/L. c. pH 5 Diketahui



Ditanya Jawab :



: pH buffer asam salisilat = 5 Volume fase air yang diambil = 5 mL M NaOH = 0,01 M Volume NaOH yang digunakan Titrasi I = 12,3 mL Titrasi II = 13,4 mL Titrasi III = 14,05 mL Titrasi IV = 13,2 mL : Konsentrasi asam = ..?



17



-



15 menit I M1 x V1 x Ek1 = M2 x V2 x Ek2 M1 x 5 mL x 1 grek/mol = 0,01 M x 12,3 mL x 1 grek/mol



M asam = 0,0246 M M asam salisilat



= Mtitrasi x Faktor Pengenceran



Faktor pengenceran =



= =5 Masam salisilat



= 0,0246 M x 5



M asam salisilat



= 0,123 M



Jadi, konsentrasi asam salisilat dalam fase air adalah 0,123 M. Kadar -



= konsentrasi x BM = 0,123 M x 138,12 g/mol = 16,989 g/L 15 menit II M1 x V1 x Ek1 = M2 x V2 x Ek2 M1 x 5 mL x 1 grek/mol = 0,01 M x 13,4 mL x 1 grek/mol



M asam = 0,0268 M M asam salisilat



= Mtitrasi x Faktor Pengenceran



Faktor pengenceran =



= =5 Masam salisilat



= 0,0268 M x 5



M asam salisilat



= 0,134 M



Jadi, konsentrasi asam salisilat dalam fase air adalah 0,134 M. 18



Kadar



-



= =



konsentrasi x BM 0,134 M x 138,12 g/mol



=



18,508 g/L



15 menit III M1 x V1 x Ek1 = M2 x V2 x Ek2 M1 x 5 mL x 1 grek/mol = 0,01 M x 14,05 mL x 1 grek/mol



M asam = 0,0281 M M asam salisilat



= Mtitrasi x Faktor Pengenceran



Faktor pengenceran =



= =5 Masam salisilat



= 0,0281 M x 5



M asam salisilat



= 0,1405 M



Jadi, konsentrasi asam salisilat dalam fase air adalah 0,1405 M. Kadar



= =



konsentrasi x BM 0,1405 M x 138,12 g/mol =



-



19,405 g/L



15 menit IV M1 x V1 x Ek1 = M2 x V2 x Ek2 M1 x 5 mL x 1 grek/mol = 0,01 M x 13,2 mL x 1 grek/mol



M asam = 0,0264 M M asam salisilat



= Mtitrasi x Faktor Pengenceran



Faktor pengenceran =



= =5 19



Masam salisilat



= 0,0264 M x 5



M asam salisilat



= 0,132 M



Jadi, konsentrasi asam salisilat dalam fase air adalah 0,132 M. Kadar



= =



konsentrasi x BM 0,132 M x 138,12 g/mol =



18,232 g/L



M rata-rata = (0,123 M + 0,134 M + 0,1405 M + 0,132 M) / 4 = 0,132 M Jadi, molaritas rata-rata asam salisilat pada pH 3 adalah 0,132 M. Kadar rata-rata = (16,989 gram/L + 18,508 gram/L + 19,405 gram/L + 18,232 gram/L) / 4 = 18,2835 g/L Jadi, kadar rata-rata asam salisilat pada pH 3 adalah 18,2835 g/L. VI.



PEMBAHASAN Praktikum kali ini dilakukan penetapan koefisien partisi suatu senyawa



obat dalam campuran pelarut yang tidak saling campur, yaitu kloroform dan air. Koefisien partisi lipida-air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah dicapai kesetimbangan. Prinsip koefisien partisi didasarkan pada suatu senyawa tertentu pada suhu dan tekanan tertentu akan terpartisi dengan sendirinya diantara dua pelarut yang tidak saling campur dengan perbandingan konsentrasi yang konstan atau tetap. Percobaan ini menggunakan fase air berupa larutan dapar asam salisilat dan fase lipoid berupa kloroform. Penentuan pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan yang memiliki pH 4 kemudian dikalibrasi kembali dengan larutan yang memiliki pH 7. Tujuan dari proses



20



kalibrasi adalah agar hasil pH sampel yang di peroleh tidak dipengaruhi oleh adanya pH lain misalnya dari pengotor. Digunakan dapar asam salisilat karena dapar asam salisilat ini memiliki sifat yang mampu mempertahankan pH, meskipun ditambahkan sedikit asam ataupun basa. pH yang digunakan pada percobaan kali ini adalah pH 3, pH 4, dan pH 5. Hal tersebut dilakukan agar dapat mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi. Koefisien partisi sangat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat. Semakin besar koefisien suatu obat, maka semakin cepat pula obat tersebut terabsorbsi atau dapat dikatakan jika obat mudah larut dalam lipid berarti koefisien partisi lipid-airnya besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipid akan memiliki koeisien partisi yang sangat kecil. Asam salisilat termasuk asam lemah yaitu senyawa yang memiliki pH mendekati 7 atau lebih besar daripada pH asam kuat. Jika pH semakin tinggi, maka asam salisilat tidak akan terionkan sempurna sehingga dalam fase lipoid akan larut, tetapi pada fase air akan tidak larut (menunjukkan bahwa pada pH yang tinggi, kadar asam salisilat dalam air rendah dan dalam fase lipoid tinggi sehingga absorbansinya juga tinggi). Masing-masing larutan dapar tersebut di tambahkan dengan kloroform. Penambahan kloroform pada larutan dapar karena kloroform merupakan n-oktanol yang dapat di gunakan sebagai membran biologis. (Gandjar dan Rohman, 2007). Setelah di tambahkan kloroform, larutan tersebut diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37ºC. Dari dua fase pelarut yang tidak saling campur tersebut dapat dipastikan bahwa kloroform akan berada pada bagian bawah dan air akan berada pada bagian atas. Hal ini disebabkan berat jenis kloroform sebesar 1,47 gram/mL lebih besar dibandingkan massa jenis fase air 1 gr/mL. Setelah kedua fase terpisah sempurna (± selama 1 jam), dilakukan penetapan kadar asam salisilat. Untuk penetapan kadar asam salisilat dapat diambil salah satu fase, pada praktikum ini diambil fase air karena penetapan kadar dilakukan secara titrasi asam basa secara langsung. Dapar salisilat yang telah disonikasi diambil 5 mL fase air kemudian diencerkan hingga 25 mL kemudian diambil kembali sebanyak 5 mL. Hasil pengenceran yang sebanyak 5 mL tersebut ditirasi dengan menggunakan NaOH 0,01 N hingga memunculkan warna merah muda stabil, titrasi ini dilakukan pada 21



setiap sampel dengan masing-masing pH sebanyak 3 kali kemudian diulangi kembali pada 15 menit ke-0, ke-1, ke-2, dan ke-3. Titrasi dihentikan apabila kadar asam salisilat dalam fase air konstan. Kesetimbangan dicapai apabila beberapa kali penentuan kadar hasilnya sudah konstan dan tidak ada penurunan kadar salisilat pada fase air. Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode titrasi asam basa. Penggunaan titrasi asam-basa pada penetuan kadar ini karena jika solut/obat merupakan asam lemah atau basa lemah, maka adanya ionisasi dalam bentuk anion atau kation akan mengubah profil kelarutan obat secara nyata. Titrasi dilakukan dengan menggunakan larutan standar NaOH 0,01 N. Secara tidak langsung tetesan NaOH pada titrat akan mempengaruhi pH-nya menjadi lebih besar. Penambahan indikator phenolphthalein pada titrat karena indikator tersebut akan bereaksi pada kisaran pH 8,4 – 10,4. (Gandjar dan Rohman, 2007) Berikut merupakan kadar asam salisilat dalam fase air. Waktu



Kadar pada pH (gr/L) 3,00 4,00 5,00 15 menit ke-0 8,5634 12,845 16,989 15 menit ke-1 8,84 12,983 18,508 15 menit ke-2 9,116 13,536 19,405 15 menit ke-3 9,392 13,950 18,232 Dalam biofarmasetika dan pada berbagai tujuan yang lain, umumnya memiliki kondisi non ideal dan tidak disertai koreksi, sehingga hasilnya adalah koefisien partisi semu. Biasanya sebagai fase lipoid adalah oktanol, kloroform, sikloheksan, isoprapil miristat, dan lain-lain. Fase air yang biasanya digunakan adalah larutan dapar. Pada keadaan ini berlaku persamaan: APC= (C2O – C2’)a C2’. b O Dimana : C2 = kadar obat dalam fase air mula-mula C2’ = kadar obat dalam fase air setelah mencapai kesetimbangan a = volume fase air b = volume fase lipoid Sehingga diperoleh kurva sebagai berikut :



22



Gambar 4. Kurva APC asam salisilat terhadap pH Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai APC atau koefisien partisi semu dari asam salisilat menurun seiring dengan meningkatnya pH larutan. Hasil ini telah sesuai dengan pustaka yang menyebutkan bahwa seiring dengan meningkatnya pH, senyawa atau obat yang bersifat asam lemah akan mengalami penurunan koefisien partisi. Hal ini dikarenakan seiring dengan meningkatnya pH, asam lemah akan semakin banyak yang terionisasi dan semakin banyak asam lemah yang larut dan terdistribusi dalam fase air. Dimana koefisien partisi merupakan perbandingan nilai konsentrasi senyawa pada fase lipida berbanding dengan konsentasi senyawa pada fase air. Dengan meningkatnya konsentrasi asam salisislat pada fase air, sehingga hasil perbandingan konsentrasi asam salisilat pada fase lipida dengan fase air akan menjadi semakin kecil dan menyebabkan nilai koefisien partisi asam salisilat juga semakin kecil. VII. 7.1



PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan data yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa pH berpengaruh terhadap koefisien partisi suatu senyawa. Seiring peningkatan pH koefisien partisi asam salisilat dalam campuran pelarut air-kloroform menurun. Hal ini terbukti dalam kurva APC yang dihasilkan.



7.2



Saran Dari praktikum yang telah dilaksanakan, sebaiknya data yang diambil dalam pengukuran haruslah secara sempurna. Selain itu, sebelum 23



melakukan praktikum para praktikan sebaiknya sudsh menguasai bahanbahan materi yang akan dipraktikumkan sehingga memudahlan untuk pemahamannya. Bimbingan dari asisten juga sangat diperlukan.



DAFTAR PUSTAKA Ahluwalia, V. K.; S. Dhingra; dan A. Gulati. 2005. College Practical Chemistry. Hyderabad: Universities Press. Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas, Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa Aksara. Cairns, Donald. 2004. Intisari Kimia Farmasi, Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.



24



Chang, R. 2010. Kimia Dasar Konsep Inti Jilid E. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Henry N. Po dan N. M. Senozan. 2001. The Henderson–Hasselbalch Equation: Its History and Limitations. No. 11 Vol. 78 Hal. 1499. Shargel, L. dan B.C.Y. Andrew. 1989. Biofarmasetika dan Farmakokinetika. Surabaya: Airlangga University Press. Skoog, D. A. 2004. Fundamentals of Analytical Chemistry.8th Edition. Belmont: Thomson-Brooks Cole. Sumardjo, D. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteraan EGC. Watson, D. G. 2007. Analisis Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.



25



LAMPIRAN



26