Laporan Patumm Tikus Print [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PATOLOGI UMUM TEKNIK NEKROPSI TIKUS



Dosen Penanggung Jawab Prof. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS.,PhD.,AP.Vet. Dr Drh Sri Estuningsih, MSi, APVet



Oleh : Albet Agus Prayogi Raudhatul Fitri Priscilla Kiki Ilham Nugraha



B04160095 B04160113 B04160122 B04160123



BAGIAN PATOLOGI UMUM DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2018



PENDAHULUAN Latar Belakang Nekropsi merupakan pemeriksaan kondisi jaringan tubuh ternak yang dilakukan dengan cara membedah atau membuka rongga tubuh sehingga fisik organ dalam ternak dapat diamati. Menurut Murtidjo (1992), nekropsi atau bedah bangkai merupakan suatu teknik yang sangat penting dalam penegakan diagnose penyakit pada seekor hewan. Sifat pemeriksaan hasil nekropsi adalah berdasarkan perubahan suatu patologi anatomi yang terjadi pada hewan tersebut. Dalam penggunaanya, nekropsi banyak digunakan dalam hal pemeriksaan unggas yang diduga telah terjangkit penyakit. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui penyakit yang diderita oleh unggas sehingga dapat ditentukan penanganan yang tepat untuk menanggulangi penyakit tersebut agar peternakan terhindar dari kerugian finansial yang lebih besar. Nekropsi harus segera dilakukan setelah kematian hewan agar mencegah terjadinya degenerasi jaringan setelah kematian (Hedrich 2004). Diagnosa penyakit secara cepat dan akurat sangat diperlukan dalam upaya pengendalian maupun pemberantasan sumber penyakit pada hewan. Pencegahan penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan pembedahan atau nekropsi pada hewan mati yang mengalami perubahan patologis. Nekropsi atau bedah bangkai merupakan teknik yang sangat penting dalam penegakan diagnosa penyakit. Sifat pemeriksaan hasil nekropsi adalah berdasarkan perubahan patologi anatomi (Damayanti et al 2012).



Rumusan masalah Rumusan masalah dari praktikum ini adalah: 1. Bagaimana cara nekropsi pada tikus? 2. Perubahan patologis anatomi apa saja yang ditemukan pada saat nekropsi tikus? Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah: 1. Mengetahui cara nekropsi pada tikus. 2. Mengetahui perubahan-perubahan patologis anatomi pada tikus.



PELAKSANAAN KEGIATAN Alat dan Bahan Alat-alat yang dibutuhkan pada saat nekropsi tikus adalah pinset anatomis, scissor, scapel, pisau, masket, gloves dan jas lab. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum nekropsi adalah kadaver tikus. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 14 November 2017, pukul 11.30 – 14.00 WIB di Laboratorium Patologi Rumah Sakit Hewan Pendidikan FKH IPB.



Metode Pelaksanaan



1. Pemeriksaan keadaan luar Pemeriksaan keadaan luar meliputi pemeriksaan kondisi umum, jenis kelamin, kulit dan bulu, lubang-libang kumlah, dan glandula mamari. 2. Penempatan hewan Tempatkan hewan dengan punggung menempel pada styrofoam. Fiksir tiap kakinya dengan jarum pentul. Basahi seluruh kulit dan bulu bagian abdomen dan medial kaki dengan alkohol. Buat sayatan dikulit sepanjang linea alba, mulai dari ujung dagu (regio mentalis) hingga ke tepi anterior tulang pelvis (pecten ossi pubis). 3. Penyayatan kulit Kulit dipreparir hingga dapat dikuakkan ke samping tubuh, termasuk kulit di bagian atas dari kaki-kaki. Fiksir kulit dengan jarum pentul sambil membuka kulit, dilakukan pengamatan pada subcutan. Pada betina terdapat glandula clitoris pada subkutan didekat anus. 4. Pembukaan ruang abdomen Otot perut (dinding abdomen) digunting di linea alba, dimulai dari ujung tulang dada (processus xiphoideus) hingga pecten ossis pubis. Gunting otot perut dibawah kurvatura tulang rusuk dan di daerah sekitar paha, hingga otot-otot perut dapat dikuakkan ke kanan dan ke kiri, untuk lebih memudahkan mengamati organ-organ rongga perut, otot-otot perut disingkirkan. 5. Pemeriksaan saluran pencernaan Periksa keadaan organ-oorgan yang terdapat di rongga abdomen. Perhatikan situs vicerumnya. Potonglah hubungan antara oesophagus dan lambung agar dapat mengeluarkan organ-organ pencernaan dan limpa. Insisi dan buka seluruh organ pencernaan da perhatika perubahan yang terjadi. 6. Pemeriksaan salran urogenital Perhatikan kondisi dan letak ginjal dan kelenjar adrenal. Jika tikus jantan, maka penis dikeluarkan bersamaan dengan kelenjar asesorius (kelenjar vesikularis, vesikula seminalis, prostat, dan bulbouretralis), vesika urinaria, urethra dan penis. Perhatikan kindisi testis, epididymis dan ductus deferens. Jika tikus betina maka perhatikan ovarium, dan uterusnya. 7. Pembukaan rongga dada Tulang rusuk terakhir dipotong ke depan menuju arkus tulang sternum. Pemotongan dilakukan pada sisi kanan maupun kiri, kemudian perlekatan dengan difragma dipreparir, sehingga tulang sternum dan sebagian tulang rusuk berbentuk segitiga dapat dibuang. 8. Pemeriksaan rongga dada Lakukan pemeriksaaan timus didekat jantung. Keluarkan organ-organ yang terdapat pada rongga dada, mulai dari lidah sampai paru-paru, jantung dan tymus. Perhatikan perubahan yang terjadi. 9. Pembukan dan pemeriksaan kranium Buat sayatan pada kulit kepala di bagian tengah dan berakhir sejajar telinga. Buang kulit dan otot-otot di bagian dorsal dan kaudal kranium. Perhatikan kelenjar Harderian didekat mata. Potong tulang frontal antara kedua mata. Potong



tulang kepala dari bagian mata sampai belakang. Buka tulang kepala dan terlhat organ otak dan diangkat. Perhatikan hypophysys setelah mengangkat otak. 10. Pemeriksaan kelenjar ludah Perhatikan kondisi linfonodus, glandula sublingualis dan glandula submandibularis yang terletak di bawah or mandibula. 11. Pemeriksaan Syaraf Nervus dan plexus ischiadichus di periksa setelah otot abductor pada bagian medial paha dipisahkan.



Hasil dan Pembahasan Pada praktikum kali ini tidak ditemukan adanya kelainan pada keadaan umu luar pada hewan tikus yang dinekropsi. Kulit dan rambut berwarna putih, tidak ditemukan adanya lesio pada kulit, tidak terdapat ektoparasit namun sedikit kotor. Warna mukosa merah muda dan tidak pucat. Tidak terlihat adanya kelainan pada mata dan telinga. Lubang kumlah bersih dan tidak ada discharge. Pada rongga abdomen tikus tidak ditemukan adanya kelainan seperti cairan yang berlebihan yang disertai dengan warna yang tidak normal.



Gambar 1. Rongga abdomen tikus Jantung warnanya merah tidak pucat, apex jantung lancip, dan tidak terdapat dilatasi maupun hipertrofi pada ventrikel jantung. Tidak ada kelainan pada aorta jantung maupun pembuluh darah. Fungsi jantung adalah memompa darah dari jantung ke seluruh bagian tubuh dan menampungya kembali setelah dibersihkan oleh paru-paru. Jika terdapat penurunan fungsi jantung, misalnya terjadi infeksi otot jantung, dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen serta nutrisi yang dibutuhkan seluruh tubuh (Herman 2009).



Gambar 2. Jantung tikus



Tidak ditemukan adanya kelainan pada traktus urogenitalia, ginjal berwarna merah tua serta tidak menunjukkan adanya peradangan maupun kongesti dan vesika urinaria berwarna transparan. Tidak terdapat kelainan pada organ reproduksi tikus betina yang dinekropsi. Ginjal merupakan organ utama ekskresi obat. Melalui urin, ginjal mengekskresikan bahan-bahan yang tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh. Urin merupakan jalur utama ekskresi bahan toksikan,



akibatnya ginjal mempunyai volume aliran darah mengkonsentrasikan toksikan (Mangindaan et al. 2014).



yang



tinggi



Gambar 3. Ginjal tikus



Gambar 4. Vesica urinaria tikus



Keadaan umum luar Kulit dan rambut Mukosa Mata Telinga Lubang kumlah Rongga abdomen Situs viserum Traktus sirkulatorius Jantung Pembuluh darah Traktus urogenitalia Ginjal Vesika urinaria Urethra Uterus



Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan



untuk



Traktus Respiratorius Sinus hidung Trakhea Bronkhus Paru-paru



Sistem Limforetikuler Thymus Limpa



Sistem syaraf pusat dan perifer Otak



Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan, saat di insisi tidak terdapat cairan



Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan



Terdapat thymus Tidak ada kelainan, saat di insisi tidak terdapat cairan



Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



Pemeriksaan pada traktus respiratorius dimulai dengan pemeriksaan pada sinus hidung. Tidak ditemukan adanya luka maupun kelainan. Pemeriksaan dilanjutkan dengan memisahkan trakhea, bronkus, dan paru-paru dari tubuh tikus. Paru-paru normal berfungsi untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Inspeksi dari organ menunjukkan bahwa tidak ada kelainan pada paru-paru, tidak ada perluasan maupun lesio dan warnanya homogen.



Gambar 5 Paru-paru tikus Sistem limforetikuler merupakan sistem kendali dari semua respon imun, yang terdiri dari organ primer yaitu thymus dan sumsum tulang, serta organ sekunder seperti limpa (Antari 2017). Limpa merupakan organ yang paling penting dalam siklus limfosit. Sirkulasi ini menunjukkan distribusi limfosit ke semua organ limfatik sekunder serta emigrasi jaringan lainnya dalam darah (Steiniger dan Barth 2000). Limpa terletak pada abdomen. Inspeksi organ limpa menunjukkan bahwa tidak ada kelainan pada permukaan limpa dan saat dilakukan insisi tidak terdapat cairan. Limpa tikus yang tidak memiliki kelainan berbentuk memanjang dan pipih serta berwarna merah kecoklatan (Baker et al. 2013). Thymus tikus terletak diatas jantung dan terlihat seperti lemak. Hasil dari pengamatan menunjukkan tidak ada kelainan pada thymus.



Gambar 6 Thymus tikus



Gambar 7 Limpa tikus



Pemeriksaan otak dimulai dengan membuat sayatan pada kulit kepala dan membuka kranium. Inspeksi pada otak menunjukkan tidak adanya kelainan pada otak.



Gambar 8 Otak tikus Pemeriksaan saluran pencernaan dimulai dengan inspeksi pada rongga mulut hewan, tidak ditemukan adanya kelainan pada rongga mulut hewan. Pembukaan saluran pencernaan dimulai dari esofagus, lambung, duodenum dan dilanjutkan dengan membuka usus halus dan usus besar pada bagian penggantung. Hasil inspeksi pembukaan saluran pencernaan menunjukkan adanya beberapa cacing di usus mencit. Cacing-cacing yang sering terdapat pada mencit adalah Syphacia obvelata, Aspicularis tetrapetra, atau Trichosomides crassicauda. Parasit ini umum ditemukan dalam koloni mencit yang sanitasinya kurang baik.



Gambar 9 Organ pencernaan mencit



Gambar 10 Cacing pada usus mencit Pemeriksaan juga dilakukan terhadap organ-organ pendukung pencernaan yaitu pankreas dan hati. Pankreas tidak mengalami kelainan dan dpaat dipreparir dengan baik. Inspeksi pada hati menunjukan warna yang homogen dan tidak mengindikasikan adanya kelainan pada hati. Insisi pada hati menunjukkan adanya genangan darah yang mengindikasikan adanya kongesti hati.



Gambar 11 Organ hati mencit



Kesimpulan Nekropsi merupakan salah satu prosedur yang digunakan untuk mengetahui sebab kematian seekor hewan secara cepat dan tepat. Nekropsi dilakukan dengan cara memeriksa seluruh organ, dimulai organ pencernaan, organ pernapasan hingga otak. Berdasarkan hasil pengamatan organ dari nekropsi tikus yang telah dilakukan hampir tidak ditemukan adanya perubahan atau kelainan pada seluruh organ, kecuali saluran pencernaan. Pada saluran pencernaa (usus) ditemukan adanya cacing.



Daftar Pustaka Antari A. 2017. Imunologi Dasar. Yogyakarta (ID): Deepublish. Baker HJ, Lindsey JR, Wesibroth SH. 2013. The Laboratory Rat: Biology and Diseases Volume 1. New York (US): Academic Press. Damayanti Y, Winaya I , Udyanto M. 2012. Evaluasi Penyakit Virus Pada Kadaver Broiler Berdasarkan Pengamatan Patologi Anatomi Di Rumah Pemotongan Unggas. Indonesia Medicus Veterinus. 1(3): 417–427. Getty R. 1975. Sissonand Grossman’s the anatomy of domestic animal. 5th ed. Philadelphia (US): WB Sauders Company. Hedrich H. 2004. The Laboratory Mouse. Amsterdam(NL): Elsevier. Herman R. 2009. Buku ajar Fisiologi Jantung. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hussey KL. 1957. Syphacia muris vs. Syphacia obvelata in laboratory rats and mice. J Parasitol. 43:555-559. Malole MBM dan Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Mangindaan PY, Berata IK, Setiasih NLE. 2014. Pemberian Ekstrak Kulit Batang Kelor Terhadap Gambaran Mikroskopis Ginjal Tikus yang diinduksi Aloksan. Indonesia Medicus Veterinus. 3(2) : 142-146. Murtidjo BA. 1992 Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Yogyakarta(ID): Kanisius. Steiniger B, Barth P. 2000. Microanatomy and function of the spleen. Marburg (DE): Springer. Setijono MM. 1985. Mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.