Laporan Pendahuluan CKB New Edit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA BERAT (CKB) DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UNIVERSITAS TANJUNGPURA



DISUSUN OLEH: FITRI NURUL PRAMESTI NIM.211133009



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK PRODI PROFESI NERS TAHUN 2021/2022



VISI DAN MISI PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK VISI PRODI PROFESI NERS "Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional Tahun 2020"



MISI PROFESI NERS 1.



Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis Kompetensi.



2.



Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis Penelitian.



3.



Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.



4.



Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri, Transparan dan Akuntabel.



5.



Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional



i



HALAMAN PENGESAHAN



LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA BERAT (CKB) DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UNIVERSITAS TANJUNGPURA



Mata Kuliah : Praktek Klinik Keperawatan Gadar Kritis Semester



: 2 (Genap)



Institusi



: Poltekkes Kemenkes Pontianak



Prodi



: Profesi Ners



Pontianak, 14 Maret 2022 Mahasiswa



Fitri Nurul Pramesti NIM. 211133009



Mengetahui, Pembimbing Akademik



Pembimbing Klinik/CI



ii



KATA PENGANTAR Puji Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa Karena Berkat, Rahmat Dan Karunia-Nya Penulis Dapat Membuat Laporan pendahuluan pada pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan dengan kasus Cidera Kepala Berat (CKB) di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Universitas Tanjungpura. Dalam penyusunan laporan pendahuluan penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1.



Bapak Didik Hariyadi, S.Gz., M.Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Pontianak.



2.



Ibu Nurbani, S.Kp., M.Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan



3.



Ibu Ns. Puspa Wardhani, M. Kep selaku Ketua Program Studi Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Pontianak sekaligus koordinator Mata Kuliah Praktik Klinik Keperawatan Penciri



4.



selaku pembimbing akademik



5.



selaku Pembimbing Lapangan (Clinical Instructure).



6.



Semua dosen Program Studi Profesi Ners Pontianak yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasanya serta ilmu yang bermanfaat. Semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat untuk semua pihak



terutama dalam perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan.



Pontianak,



Maret 2022



Penulis



iii



DAFTAR ISI Halaman VISI DAN MISI



i



HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR



ii



iii



DAFTAR ISI iv DAFTAR GAMBARv BAB I KONSEP DASAR A.



1



Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi



1



2. Etiologi



1



3. Klasifikasi



2



4. Tanda dan Gejala 5. Komplikasi



1



2



3



6. Pemeriksaan Penunjang



6



7. Penatalaksanaan Medis



7



BAB II WEB OF CAUSATION (WOC) A.



Web Of Causation



12



12



BAB III PROSES KEPERAWATAN



13



A.



Pengkajian Keperawatan



13



B.



Diagnosa Keperawatan dan Luaran Keperawatan



C.



Intervensi keperawatan



D.



Aplikasi Pemikiran Kritis dalam Asuhan Keperawatan



18



20



DAFTAR PUSTAKA 28



iv



25



DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.2 Web Of Causation (WOC)........................................................................ 7



v



BAB I KONSEP DASAR A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.Cedera otak primer merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera setelah trauma. Cedera kepala berat merupakan cedera kepala yang mengakibatkan penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24 jam. Cidera kepala berat adalah keadaan dimana penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana oleh karena kesadaran menurun (GCS < 8). Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Rusdiana, 2018) Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan cedera kepala berat adalah proses terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang mnyebabkan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa perdarahan interstitial dimana mengalami penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8 dan mengalami amnesia > 24 jam. 2.



Etiologi Penyebab cedera kepala berat adalah (Hariyani, 2015) a. Trauma tajam Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah itu merobek otak, misalnya tertembak peluru/benda tajam b. Trauma tumpul Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya c. Cedera akseleras



1



Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun bukan dari pukulan d. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil e. Kecelakaan pada saat olah raga f. Cedera akibat kekerasan g. Cidera akibat benturan, memar h. Cidera robekan atau hemoragi i. Hematom intracerebral 3. Klasifikasi Klasifikasi cidera kepala sebagai berikut (Sari, 2018) a. Cedera kepala ringan (CKR) Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio atau temotom (sekitar 55%) b. Cedera kepala kepala sedang (CKS) Jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit 24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung ) c. Cedera kepala berat (CKB) Jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema. 4. Tanda dan Gejala Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak (Mendonsa, 2019) a. Cedera kepala ringan 1) Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera 2) Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.



2



3) Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku b. Cedera kepala sedang 1) Kelemahan



pada salah satu tubuh yang disertai



dengan



kebinggungan atau hahkan koma 2) Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit neurologik,



perubahan



tanda-tanda



vital



(TTV),



gangguan



penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan c. Cedera kepala berat 1) Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran 2) Fraktur pada kubah cranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut 3) Ada kontusio, segera terjadi kehilangan kesadaran. Pada hematom kesadaran dapat hilang segera atau secara bertahap seiring dengan membesarnya hematom atau edema interstisium 4) Pola pernafasan dapat secara progresif menjadi abnormal 5) Respon pupil dapat lenyap atau secara progresif memburuk 4 6) Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan TIK 7) Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan TIK 8) Perubahan perilaku, kognitif, dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat 5. Komplikasi Komplikasi cidera kepala sebagai berikut (Mendonsa, 2019) a. Edema Pulmonal Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan



dewasa.



Edema



paru



terjadi



akibat



refleks



cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi 3



dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan tekanan intracranial (TIK) lebih lanjut b. Peningkatan tekanan intracranial (TIK) Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. Yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta kematian. c. Kebocoran cairan serebrospinal Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga cairan serebrosspinal (CSS) akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga d. Kejang pasca trauma Kejang yang terjadi setelah masa trauma yang dialami pasien merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya sebanyak 10%, terjadi di awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 942% (setelah 7 hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi,



4



hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri, glasglow coma scale (GCS) 1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral.Penanganan



farmakologi antara lain dengan



menggunakan antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodiazepine dan terapi modifikasi lingkungan



5



i. Sindrom post kontusio Sindroma Post Kontusio merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama: Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif terhadap suara dan cahaya. Kognitif: perhatian, konsentrasi, memori dan Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil. 6. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan diagnostik 1) X-ray/CT Scan : hematoma serebral, edema serebral, perdarahan intracranial, fraktur tulang tengkorak 2) MRI : dengan/tanpa menggunakan kontras 3) Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral 4) EEG



:



memperlihatkan



keberadaan



atau



berkembangnya



gelombang patologis 5) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan batang otak 6) PET (Positron Emission Tomography) : menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak b. Pemeriksaan laboratorium 1) AGD : PO2, pH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi (mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK 2) Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti diuresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit 3) Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum 4) CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahn subarachnoid (warna, komposisi, tekanan) 6



5) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan kesadaran 6) Kadar antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif mengatasi kejang. 7. Penatalaksanaan Medis a. Cedera kepala sedang (GCS 9 -12) Kurang lebih 10% pasien dengan cedera kepala di Unit Gawat Darurat (UGD) menderita cedera otak sedang. Mereka umumnya masih mampu menuruti perintah sederhana, namun biasanya tampak bingung atau mengantuk dan dapat pula disertai defisit neurologis fokal seperti hemiparesis. Sebanyak 10 -20% dari pasien cedera otak sedang mengalami perburukan dan jatuh dalam koma. Untuk alasan tersebut maka pemeriksaan neurologi secara berkala diharuskan dalam mengelola pasien ini. Saat diterima di UGD, dilakukan anamnesis singkat dan segera dilakukan stabilisasi kardiopulmoner sebelum pemeriksaan neurologis dilaksanakan. CT Scan kepala harus selalu dilakukan dan segera menghubungi ahli bedah saraf. Pasien harus dirawat di ruang perawatan intensif atau yang setara, dimana observasi ketat dan pemeriksaan neurologis serial dilakukan selama 12-24 jam pertama. Pemeriksaan CT Scan lanjutan dalam 12-24 jam direkomendasikan bila hasil CT Scan awal abnormal atau terdapat penurunan status neurologis pasien b. Cedera kepala berat (GCS < 8) Penderita ini biasanya disertai oleh cedera yang multiple, oleh karena itu disamping kelainan serebral juga disertai kelainan sistemik.Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut 1) Resusitasi jantung paru (airway, breathing, circulation =ABC) Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi hipoksia, hipotensi dan hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu tindakan pertama adalah 7



a) Jalan nafas (Air way) Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan b) Pernafasan (Breathing) Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainansentral adalah depresi pernafasan pada lesi medula oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari danatasi faktor penyebab dan kalau perlu memakai ventilator c) Sirkulasi (Circulation) Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor ekstrakranial, yakni berupa hipovolemik akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tempo nadi jantung atau peumotoraks dan syok septik.



Tindakannya



adalah



menghentikan



sumber



perdarahan, perbaikan fungsi jantung dan mengganti darah yang hilang dengan plasma 2) Pemeriksaan fisik Setelah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil, defisit fokal serebral dan cedera ekstrakranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindak lanjuti, setiap perburukan dari salah satu komponen diatas bisa diartikan sebagai adanya kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan menanggulangi penyebabnya 8



3) Tekanan Intrakranial (TIK) Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom intrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang normal adalah berkisar 0 -15 mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan urutan sebagai berikut : a) Hiperventilasi Setelah resusitasi ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27 -30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah serebral. Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas dengan



mengurangi



hiperventilasi,



bila



TIK



naik



lagi



hiperventilasi diteruskan lagi selama 24 -48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom. b) Drainase Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka pendek dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang dipasang ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus c) Terapi diuretic - Diuretik osmotik (manitol 20%) Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui sawar otak yang masih utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis pemberiannya harus dihentikan. Cara pemberiannya : Bolus 0,5 -1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24 -48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm.



9



-



Loop diuretik (Furosemid) Furosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat pembentukan



cairan



serebrospinal



dan



menarik



cairan



interstisial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/IV. d) Terapi barbiturat (Fenobarbital) Terapi ini diberikan pada kasus -kasus yang tidak responsif terhadap



semua



jenis



terapi



yang



tersebut



diatas.



Cara



pemberiannya adalah bolus 10 mg/kgBB/IV selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg dengan dosis sekitar 1 mg/kgBB/jam. Setelah TIK terkontrol 20 mmHg selama 24-48 jam dosis diturunkan bertahap selama 3 hari e) Steroid Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala f) Posisi Tidur Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan posisi fleksi atau laterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar. 4) Keseimbangan cairan elektrolit Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500 -2000 ml/hari diberikan perenteral, sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat, jangan diberikan cairan yang mengandung glukosa oleh karena terjadi keadaan hiperglikemia 10



menambah edema serebri. Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal, yang akan takikardia kembali normal dan volume urine normal >30 ml/jam. Setelah 3-4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik. Pada keadaan tertentu dimana terjadi gangguan keseimbangan cairan elektrolit, pemasukan cairan harus disesuaikan, misalnya pada pemberian obat diuretik, diabetes insipidus, syndrome of inappropriate anti diuretichormone (SIADH). Dalam keadaan ini perlu dipantau kadar elektrolit, gula darah, ureum,kreatinin dan osmolalitas darah



11



BAB II WEB OF CAUSATION (WOC) A. Web Of Causation Cidera Kepala



Respon Biologi



-TIK : Edema & Hematom -Hipoxemia



Cidera Otak Sekunder



Cidera Otak Primer



-Kelainan Metabolisme



Kontusio Kerusakan sel otak



Laserasi



Gangguan Autoregulasi Aliran darah ke otak



`` Gangguan Metabolisme



Asam Laktat



↑ Rangsangan simpatis



Stress



↑ Tahanan vesikuler sistematik td ↑



Katekoalamin sekresi



Tekanan pemb darah pulmonal



Mual, muntah



Tek. Hidrostatik



Defisit Nutrisi



asam lambung



Kebocoran cairan Kapiler



Oedem Otak Perfusi Jaringan Serebral Tidak Efektif



Cardiac output 



Oedema Paru Disfusi O2 terhambat



Perfusi Jaringan Perifer Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif



Gambar 1.2 Web Of Causation (WOC)



12



Tidak Efektif



BAB III PROSES KEPERAWATAN A. Pengkajian Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas Klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, penanggung, no. RM, tanggal masuk rumah sakit (MRS), diagnosa medis dan patient’s label. b. Pengkajian primer 1) Airway Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan



adanya



obstruksi



jalan



nafas



yang



dapat



disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher. 2) Breathing Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. 3) Circulation a) Volume darah dan Curah jantung Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam



hitungan



detik



dapat



memberikan



informasi



mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi 13



b) Kontrol Perdarahan 4) Disability Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. 5) Exposure Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas. c. Pengkajian sekunder 1) Anamnesis a) A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obatobatan,



plester, makanan) b) M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum



seperti sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat. c) P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti



penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal) d) L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja



dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini e)



E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan keluhan (kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama).



d. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik mengacu pada pengkajian B1-B6 dengan pengkajian fokus ditujukan pada gejala-gejala yang muncul akibat cedera kepala berat. Keadaan umum pada keadaan cedera kepala berat



umumnya



mengalami



penurunan



kesadaran.



Adanya



perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi dan hipotensi.



14



1) B1 (Breathing) Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf parasimpatis klien mengalami kelumpuhan otot otot pernapasan dan perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatetik desending akibat trauma pada tulangbelakang sehingga mengalami terputus jaringan saraf di medula spinalis, pemeriksaan fisik dari sistem ini akan didapatkan hasil sebagai berikut inspeksi umum didapatkan klien batuk peningkatan produksi sputum, sesak napas. 2) B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan syok hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala berat. Dari hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah menurun nadi bradikardi dan jantung berdebar-debar. Pada keadaan lainnya dapat meningkatkan hormon antidiuretik yang berdampak pada kompensasi tubuh 3) B3 (Brain) Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, pengkajian fungsi serebral dan pengkajian saraf kranial. Pengkajian tingkat kesadaran : tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan. Pengkajian fungsi serebral : status mental observasi penampilan, tingkah laku nilai gaya bicara dan aktivitas motorik klien Pengkajian sistem motorik inspeksi umum didapatkan kelumpuhan pada ekstermitas bawah, baik bersifat paralis, dan paraplegia. Pengkajian sistem sensori ganguan sensibilitas pada klien cedera kepala berat sesuai dengan segmen yang mengalami gangguan 4) B4 (Bladder) Kaji keadaan urine meliputi warna ,jumlah,dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan 15



peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal. 5) B5 (Bowel) Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya ileus paralitik, dimana klinis didapatkan hilangnya bising usus, kembung,dan defekasi, tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. 6) B6 (Bone) Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung pada ketinggian lesi saraf yang terkena trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena.disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan.pada saluran ekstermitas bawah. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit e. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan diagnostik a) X-ray/CT Scan : hematoma serebral, edema serebral, perdarahan intracranial, fraktur tulang tengkorak b) MRI : dengan/tanpa menggunakan kontras c) Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral d) EEG : memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis e) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan batang otak f) PET (Positron Emission Tomography) : menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak 2) Pemeriksaan laboratorium a) AGD : PO2, pH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi (mempertahankan AGD dalam rentang normal 16



untuk menjamin aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK b) Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti diuresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit. c) Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum d) CSS



:



menentukan



kemungkinan



adanya



perdarahn



subarachnoid (warna, komposisi, tekanan) e) Pemeriksaan



toksikologi



:



mendeteksi



obat



yang



mengakibatkan penurunan kesadaran f) Kadar antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif mengatasi kejang



17



B. Diagnosa Keperawatan dan Luaran Keperawatan N o 1



2



3



Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2017)



Luaran Keperawatan (SLKI, 2017)



Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) L.01001- Bersihan Jalan Nafas Penyebab : Diharapkan bersihan jalan nafas meningkat kriteria hasil: a. Spasme jalan napas. a. Batuk efektif meningkat b. Hipersekresi jalan napas. b. Produksi sputum menurun c. Disfungsi neuromuskuler. c. Dipsnea menurun d. Benda asing dalam jalan napas. d. Frekuensi napas embaik e. Adanya jalan napas buatan. e. Pola napas membaik f. Sekresi yang tertahan. g. Hiperplasia dinding jalan napas. h. Proses infeksi . i. Respon alergi. j. Efek agen farmakologis (mis. anastesi) Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017) L.02014 - Perfusi Serebral Faktor risiko Diharapkan perfusi serebral meningkat dengan kriteri hasil : a. Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin a. Tingkat kesadaran membaik parsial b. Tidak ada sakit kepala b. Penurunan kinerja ventikel kiri c. Tidak ada gelisah c. Aterosklrosis aorta d. Tidak ada peningkatan tekanan intra kranial d. Diseksi arteri e. Fibrilasi atrium D.0019 - Desifit nutrsisi L.03030 – Status Nutrisi Penyebab Diharapkan status nutrisi membaik dengan kriteria hasil: a. Ketidakmampuan menelan makanan a. Porsi makan yang dihabiskan meningkat b. Ketidakmampuan mencerma makanan b. Kekuatan otot mengunyah meningkat c. Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient c. Kekuatan otot menelan meningkat



18



d. Peningkatan kebutuhan metabolisme e. Faktor ekonomi f. Faktor psikologis 4



d. e. f. g.



Serub albumin meningkat Verbalisasi keinganan untuk meningkatkan nutrisi Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat L.02011-Perfusi Perifer Diharapkan perfusi perifer meningkat dengan kriterias hasil: a. Kekuatan nadi perifer meningkat b. Penyembuhan meningkat c. Sensasi meningkat d. Warna kulit pucat menurn e. Nyeri ekstremitas menurun f. Nekrosis menurun g. Akral membaik h. Turgor kulit membaik



D.0015 – Perfusi perifer tidak efektif Penyebab a. Hiperglikemia b.Peningkatan tekanan darah c. Punurunan konsentrasi hemoglobin d.Kurang aktifitas fisik e. Kekurangan volume carian



19



C. Intervensi keperawatan No 1



Diagnosa (SDKI) Bersihan jalan napas tidak efektif



Tujuan Luaran Keperawatan (SLKI) L.01001- Bersihan Jalan Nafas Diharapkan bersihan jalan nafas meningkat kriteria hasil: a. Batuk efektif meningkat b. Produksi sputum menurun c. Dipsnea menurun d. Frekuensi napas embaik b. Pola napas membaik



20



Intervensi keperawatan (SIKI) Menejemen Jalan Napas (I. 01011) 1. Observasi a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) b. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering) c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) 2. Terapeutik a. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical) b. Posisikan semi-Fowler atau Fowler c. Berikan minum hangat d. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu e. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum g. Penghisapan endotrakeal h. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill i. Berikan oksigen, jika perlu 3. Edukasi a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi. b. Ajarkan teknik batuk efektif 4. Kolaborasi a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu



2



3



Risiko Perfusi Serebral L.02014 - Perfusi Serebral 1. Manajemen peningkatan Tidak Efektif (D.0017) Diharapkan perfusi serebral meningkat tekanan intrakaranial Observasi Faktor risiko dengan kriteri hasil : a. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, a. Keabnormalan masa e. Tingkat kesadaran membaik gangguan metabolisme, edema serebral) protrombin dan/atau masa f.Tidak ada sakit kepala b. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK (mis. tromboplastin parsial g. Tidak ada gelisah Tekanan darah meningkat, bradikardi, pola napas b. Penurunan kinerja h. Tidak ada peningkatan tekanan intra ireguler, kesadaran menurun) ventikel kiri kranial c. Monitor status pernapasan monitor MAP (mean c. Aterosklrosis aorta arterial pressure d. Diseksi arteri d. Monitor CVP (central venuos pressure), JIKA e. Fibrilasi atrium PERLU e. Monitor PAWP, jika perlu f. Monitor PAP, jika perlu g. Monitor ICP (intra cranial pressure) h. Monitor glombang icp Terapeutik a. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang b. Berikan posisi semiflower c. Cegah terjadinya kejang d. Pertahankan suhu tubh normal Kolaborasi a. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konsulvan , jika perlu b. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis,jika perlu Kolaborasi pemberian pelunak tinja Desifit nutrsisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen nutrisi Penyebab diharapkan status nutrisi membaik dengan Observasi a. Ketidakmampuan kriteria hasil : a. Identifikasi status nutrisi menelan makanan a. Porsi makan yang dihabiskan b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan b. Ketidakmampuan meningkat c. Identifikasi makanan yang disukai



21



mencerma makanan c. Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient d. Peningkatan kebutuhan metabolisme e. Faktor ekonomi f. Faktor psikologis



b. c. d. e.



Kekuatan otot mengunyah meningkat Kekuatan otot menelan meningkat Serub albumin meningkat Verbalisasi keinganan untuk meningkatkan nutrisi f. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat g. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat h. Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman



22



d. Identifikasi kebuthan kalori dan jenis nutrien e. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastik f. Monitor asupan makanan g. Monitor berat badan h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik a. Lakukan oral hygiene sebelum makan b. Fasilitasi menentukan pedoman diet c. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai d. Berikan makanan tinggi erat untuk mencegah konstipasi e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein f. Berikan suplemen makanan g. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu b. Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang di butuhkan 2. Promosi barat badan Observasi i. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang j. Monitor adanya mual dan muntah k. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-hari l. Monitor berat badan m. Monitor albumin, limfosit dan elektrolit serum



4



D.0015 – Perfusi perifer tidak efektif



L.02011-Perfusi Perifer Diharapkan perfusi perifer meningkat dengan kriterias hasil: i. Kekuatan nadi perifer meningkat j. Penyembuhan meningkat k. Sensasi meningkat l. Warna kulit pucat menurn m. Nyeri ekstremitas menurun n. Nekrosis menurun o. Akral membaik p. Turgor kulit membaik



23



Terapeutik a. Berikan perawtaan mulut sebelum pemberian makan b. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien c. Hidangkan makanan secara menarik d. Berikan suplemen e. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk peningkatan yang dicapai Edukasi a. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau b. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan Perawatan Sirkulasi (I.02079) 1. Observasi a. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema, pengisian kalpiler, warna, suhu, angkle brachial index) b. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi) c. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas 2. Terapeutik a. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi b. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada keterbatasan perfusi c. Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang cidera d. Lakukan pencegahan infeksi



e. Lakukan perawatan kaki dan kuku f. Lakukan hidrasi 3. Edukasi a. Anjurkan berhenti merokok b. Anjurkan berolahraga rutin c. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar d. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu e. Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara teratur f. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta g. Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis. Melembabkan kulit kering pada kaki) h. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler



24



D. Aplikasi Pemikiran Kritis dalam Asuhan Keperawatan 1. Definisi Posisi head up tiga puluh derajat adalah cara memposisikan kepala seseorang lebih tinggi sekitar tiga puluh derajat dari tempat tidur dengan posisi tubuh sejajar dan kaki lurus atau tidak menekuk. Posisi head-up tiga puluh derajat bertujuan untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi di otak sehingga menghindari terjadinya hipoksia pasien dan tekanan intrakarnial menjadi stabil dalam batas normal. Selain itu, posisi ini lebih efektif untuk mempertahankan tingkat kesadaran karena sesuai dalam posisi anatomis dari tubuh manusia yang kemudian mempengaruhi hemodinamik pasien (Alfandi, 2020) 2. Etiologi Cedera kepala merupakan salah satu kegawat daruratan yang banyak mengancam jiwa, maka dari itu harus ditangani dengan tepat dan cepat. Penanganan awal dapat meminimalisir seorang pasien terkena cedera kepala sekunder. Ada banyak cara untuk melalukan penanganan pasien dengan cedera kepala diantaranya dengan menjaga jalan nafas. Salah satu cara untuk menjaga jalan nafas adalah dengan pemberian terapi oksigenasi. Oksigen merupakan komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel. Elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara setiap kali bernafas. Penyampaian oksigen kejaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler dan hematologi. Kekurangan oksigen ditandai dengan keadaan hipoksia, dalam proses lanjut menyebabkan kematian jaringan dan dapat mengancam kehidupan (Wahidin & Supraptini, 2020)



3. Inovasi Posisi head up 30 derajat merupakan posisi menaikkan kepala dari tempat tidur dengan sudut sekitar 30 derajat dan posisi badan sejajar dengan kaki. Posisi head up 30 derajat memiliki manfaat untuk menurunkan tekanan intrakranial pada pasien cedera kepala. Prosedur kerja pengaturan posisi head up 30 derajat adalah sebagai berikut (Kusuma & Anggraeni, 2019) a. Meletakkan posisi pasien dalam keadaan terlentang



25



b. Mengatur posisi kepala lebih tinggi dan tubuh dalam keadaan datar c. Kaki dalam keadaan lurus dan tidak fleksi d. Mengatur ketinggian tempat tidur bagian atas setinggi 30 derajat. 4. Dampak Posisi head up 30 derajat merupakan posisi menaikkan kepala dari tempat tidur dengan sudut sekitar 30 derajat dan posisi badan sejajar dengan kaki. Posisi head up 30 derajat memiliki manfaat untuk menurunkan tekanan intrakranial pada pasien cedera kepala. Selain itu posisi tersebut juga dapat meningkatkan oksigen ke otak. Hal ini akan menambah rileks serta memindahkan fokus perhatian pada nyeri yang dialami seseorang. Sehingga muncul kenyaman yang berdampak pada nyeri yang berkurang Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan posisi head up 30 derajat adalah fleksi, ekstensi dan rotasi kepala akan menghambat venous return sehingga akan meningkatkan tekanan perfusi serebral yang akan berpengaruh pada peningkatan TIK (Kusuma & Anggraeni, 2019) Selain itu posisi tersebut juga dapat meningkatkan oksigen ke otak. Posisi head up 300 perfusi dari dan ke otak meningkat sehingga kebutuhan oksigen dan metabolisme meningkat ditandai dengan peningkatan status kesadaran diikuti oleh tanda-tanda vital yang lain. 2 responden memiliki pupil tidak normal (anisokor, reaksi+/+), kemungkinan terjadi penekanan terhadap saraf. okulomotor ipsilateral akibat edema serebri post optrepanasi. Pasien dengan hematoma yang besar yang memberikan efek massa yang besar dan gangguan neurologis. Otak yang normal memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kemampuan organ mempertahankan aliran darah meskipun terjadi perubahan sirkulasi arteri dan tekanan perfusi. Autoregulasi menjamin aliran darah yang konstan melalui pembuluh darah serebral diatas rentang tekanan perfusi dengan mengubah diameter pembuluh darah dalam merespon perubahan tekanan arteri. Pada klien dengan gangguan autoregulasi, beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan darah seperti batuk, suctioning, dapat meningkatkan aliran darah otak sehingga juga meningkatkan tekanan TIK (Wahidin & Supraptini, 2020) 26



5. Referensi Alfandi, M. (2020). Penerapan evidenbase pemberian posisi head up tiga puluh derajat terhadap penurunan nyeri kepalapada ny.r Dengan cedera kepala ringan di ruang igdrsud Dr. Achmad mochtarbukittinggi Tahun 2020. Kusuma, A. H., & Anggraeni, A. D. (2019). Pengaruh Posisi Head Up 30 Derajat Terhadap Nyeri Kepala Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 10, 417–422. Wahidin, & Supraptini, N. (2020). Penerapan Teknik Head Up 30° Terhadap Peningkatan Perfusi Jaringan Otak Pada Pasien Yang Mengalami Cedera Kepala Sedang. Nursing Science Journal (NSJ), 1, 7–13.



27



DAFTAR PUSTAKA Alfandi, M. (2020). Penerapan evidenbase pemberian posisi head up tiga puluh derajat terhadap penurunan nyeri kepalapada ny.r Dengan cedera kepala ringan di ruang igdrsud Dr. Achmad mochtarbukittinggi Tahun 2020. Hariyani, V. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Ny. C Dengan Cidera Kepala Berat (Ckb) Di Instlasai Gawat Darurat (Igd) RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kusuma, A. H., & Anggraeni, A. D. (2019). Pengaruh Posisi Head Up 30 Derajat Terhadap Nyeri Kepala Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 10, 417–422. Mendonsa, J. D. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Sdr. P.P Dengan Cedera Kepala Sedang Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Rusdiana, A. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Tn Y. T. Dengan Cedera Kepala Berat Di Ruangan Kelimutu Rsud. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Sari, D. D. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Tn ”A” Dengan Kasus : Cedera Kepala Berat Di Ruang Igd Rsud H.Hanafie Muara Bungo Tahun 2019. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI. Wahidin, & Supraptini, N. (2020). Penerapan Teknik Head Up 30° Terhadap Peningkatan Perfusi Jaringan Otak Pada Pasien Yang Mengalami Cedera Kepala Sedang. Nursing Science Journal (NSJ), 1, 7–13.



28