Laporan Pendahuluan DSS Icu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHUALAN KEGAWAT DARURATAN PADA AN.R DENGAN DSS (DENGUE SHOCK SYNDROM) DIRUANG ICU RSI SUNAN KUDUS



DISUSUN OLEH : NAMA



: KELVINA



NIM



: 82021040052



PROGRAM STUDI PROFESI NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS TAHUN 2021



KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Syok pada penyakit DBD yang dikenal dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan syok hipovolemik yang dapat mengakibatkan gangguan sirkulasi dan membuat penderita tidak sadar kerena hilangnya cairan plasma (Anggy 2014). Dengue Shock Syndrome (DSS) yaitu terjadinya kegagalan sirkulasi darah karena plasma darah merembes keluar dari pembuluh darah yang mengakibatkan darah semakin mengental yang ditandai dengan denyut nadi yang lemah dan cepat, disertai hipotensi dengan tanda kulit yang teraba dingin dan lembab serta penderita tampak gelisah hingga terjadinya syok/renjatan berat (denyut nadi menjadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak terukur) Iriaanto 2014. Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan kondisi DBD yang berkembang menjadi lebih parah dan biasanya terjadi pada hari ke 3 hingga ke 7 pada saat suhu tubuh mulai menurun (Permatasari,2015). B. KOMPLIKASI Apabila syok tidak segera diatasi, maka penderita dapat mengalami komplikasi berupa asidosis metabolic dan perdarahan hebat pada gastrointestinal dan organ lainnya.Jika terjadi perdarahan intrakranial penderita dapat mengalami kejang hingga koma, sehingga dapat menyebabkan penderita meninggal dunia. Syok yang dapat diatasi dalam waktu 2-3 hari akan menunjukkan perbaikan berupa pengeluaran urin yang cukup dan peningkatan nafsu makan (Iriaanto 2014). C. ETIOLOGI 1. Faktor agen Agent penyebab penyakit Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah virusdengue yang memiliki 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus dengue ini termasuk kelompok Arthropoda Borne Virus(Arboviroses). 2. Faktor penjamu/ host - Usia anak, anak yang berusia 6-10 tahun berisiko tinggi mengalami kejadian Dengue Shock Syndrome. - jenis kelamin Anak laki-laki lebih rentan terkena infeksi dibandingkan perempuan karena produksi immunoglobulin dan antibodi secara genetika dan hormonal perempuan lebih efisien dalam memproduksi immunoglobulin dari pada laki-laki. - Obesitas - Kadar hematokrit yang tinggi - Kadar trombosit rendah - Riwayat DBD sebelumnya - Faktor lingkungan



-



Keterlambatan berobat Riwayat genetik (Permatasari,2015)



D. MANIFESTASI KLINIS Soedarto (2012), menjelaskan bahwa syok penderita mengalami: - Penurunan suhu tubuh - Letargi dan gelisah - Akral dingin dan lembab - Sianosis disekitar mulut - Nadi cepat, lemah - Perfusi perifer menurun - Peningkatan hematokritdan penurunan trombosit - Penderita mengalami penurunan tekanan darah - Penurunan kesadaran - Oliguria dan anuria - Nyeri kepala, perut dan otot - Mual muntah - Hilang nafsu makan (Permatasari,2015)



E. PAHTOFISIOLOGI



DBD terjadi pada sebagian kecil dari penderita DB.Meskipun DBD dapat terjadi pada pasien yang baru terserang DB untuk pertama kalinya, sebagian besar kasus DBD terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder.Hubungan antara kejadian DBD/DSS



dengan



infeksi



DB



sekunder



melibatkan



sistem



imun



pada



patogenesisnya. Baik imunitas alamiah seperti sistem komplemen dan sel NK, maupun imunitas adaptif termasuk humoral dan imunitas dimediasi sel terlibat dalam proses ini. Kenaikan aktivasi imun, khususnya pada infeksi sekunder, menyebabkan respon sitokin yang berlebihan sehingga merubah permeabilitas pembuluh darah. Selain itu, produk dari virus seperti NS1 juga berperan dalam mengatur aktivasi komplemen dan permeabilitas pembuluh darah. Tanda penting dari DBD adalah meningkatnya permeabilitas vaskular sehingga terjadi kebocoran plasma, volume intravaskular berkurang, dan syok di kasus yang parah.Kebocoran plasma bersifat unik karena plasma yang bocor selektif, yaitu di pleura dan rongga abdomen serta periodenya pendek (24-48 jam). Pemulihan cepat dari syok tanpa sequele dan tidak adanya inflamasi pada pleura dan peritoneum mengindikasikan mekanisme yang terjadi adalah perubahan fungsi integritas vaskular, bukan kerusakan struktural dari endotel. Antibodi IgG dan IgM akan mulai terbentuk pada infeksi primer dan akan meningkat (booster effect) pada infeksi sekunder. Antibodi tersebut dapat ditemukan dalam darahpada demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama-ketiga, dan 15menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat pada demam hari ke-14 sedangkan pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari ke-2. Hal ini berhubungan dengan cara diagnosis melalui antibodi yang host.Infeksi sekunder apabila terdapat dengue blot dengan hasil Ig G+ dan Ig M-dan Ig G+ dan Ig M+. Patofisiologi yang utama pada dengue shock syndrome ialah reaksi antigenantibodi dalam sirkulasi yang mengakibatkan aktifnya system komplemen C3 dan C5 yang melepaskan C3a dan C5a dimana 2 peptida tersebut sebagai histamine tubuh yang merupakan mediator kuat terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak sebagai akibat terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk ke dalam ruang interstitial



sehingga



menyebabkan



hipotensi,



peningkatan



hipoproteinemia dan efusi cairan pada rongga serosa.



hemokonsentrasi,



Pada penderita dengan renjatan/shock berat maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang lebih 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Renjatan hipovolemia ini bila tidak ditangani segera akan berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolic sehingga terjadi pergeseran ion kalsium dari intraseluler ke extraseluler. Mekanisme ini diikuti oleh penurunan kontraksi otot jantung dan venous pooling sehingga lebih memperberat kondisi renjatan/shock. Selain itu kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi secaraa dekuat. Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan.Kelainan system koagulasi, DIC (Desiminata Intravakuler Coagulasi) Pada masa dini DBD peranan DIC tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan perembesan plasma,namun apabila penyakit memburuk sehingga terjadi renjatan dan asidosis metabolic maka renjatan akan mempercepat kejadian DIC sehingga peranannya akan menonjol. Renjatan dan DIC salig mempengaruhi sehingga kejadian renjatan yang irreversible yang disertai perdarahan hebat disemua organ vital dan berakhir dengan kematian ((Suganda, 2015).



F. PAHTWAY



Arbovirus Beredar Dalam Mengaktivasi Aliran Darah



Peningkatan Reabsorbsi Na+ Dan H2O



Permeabilitas Membran Meningkat



Agregrasi Trombosit



Hipertermi



Infeksi Virus Dengue



Sistem Komplemen



PGE2 Hipotalamus



Membentuk Dan Melepaskan Zat C3a C5a



Renjatan Hipovolemik Dan Hipotensi



Resiko syok



Kerusakan Endotel Pembuluh Darah



Kebocoran Plasma



Ansietas



Keextravaskuler Trombositopeni



Merangsang Dan Mengaktivasi Faktor Pembekuan Hepar



Abdomen



Hipoksia Jaringan Asidosis Jaringan Death



Hepatomegali pengobatan



Ascites



Mual Dan Muntah



Sumbatan saluran perkemihan Ketidakseimbangan nutri kurang dari kebutuhan tubuh Retensi urine



(Suganda, 2015)



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG



1. 2. 3. 4.



Pemeriksaan laborat Pemeriksaan darah lengkap Foto rontegen USG (Risniati,2011) ASUHAN KEPERAWATAN



1. PENGKAJIAN PRIMER a. Airway ( jalan Nafas ) Apakah ada sumbatan pada jalan nafas, seperti : benda asing, darah, lidah yang jatuh, sekret/lendir b. Breathing ( Pernafasan ) Apakah klien mengalami sesak nafas, apakah menggunakan otot-otot bantu nafas, Frekuensi pernafasan, irama, kedalaman, bunyi nafas c. Circulation ( sirkulasi ) Frekuensi nadi, irama nadi ( teratur/tidak teratur, kuat/lemah), tekanan darah, akral pada ekstremitas, capilary refill. Suhu tubuh, turgor kulit. d. Disability ( Tingkat kesadaran ) Nilai GCS, reflek pupil dan reflek cahaya,riwayat kejang dan kelemahan pada ekstremitas atas atau bawah e. Expose, Examine dan Evaluate Menanggalkan pakaian pasien, perhatikan tanda-tanda perdarahan di bawah kulit ( petekie, ekimosis, purpura ). Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah



mengekspos pasien hanya selama



pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011). 2. PENGKAJIAN SEKUNDER a. Riwayat Kesehatan. 1) Riwayat penyakit sekarang. Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek,



nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit 2) Riwayat penyakit yang pernah diderita. Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang DHF. b. Pemeriksaan fisik 1) Kepala dan leher. Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri. Mulut  : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadangkadang) sianosis. Hidung   : Epitaksis Tenggorokan  : Hiperemia Leher  : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal posterior. 2) Dada (Thorax). Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal. Pada Stadium IV : Palpasi  : Vocal – fremitus kurang bergetar. Perkusi  : Suara paru pekak. Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah. 3)  Abdomen (Perut). Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV). 4) Anus dan genetalia. Eliminasi alvi  : Diare, konstipasi, melena. Eliminasi uri  : Dapat terjadi oligouria sampai anuria. 5) Ekstrimitas atas dan bawah. Stadium I              : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test. Stadium II – III    : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas. Stadium IV           : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan dan kaki.



c. Diagnosa keperawatan 1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit 2. Ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah 3. Resiko syok berhubungan dengan sindrom respons inflamasi sistemik 4. Retensi urine berhubungan dengan sumbatan saluran perkemihan 5. Ansietas berhubungan dengan perubahan kesehatan d. Intervensi keperawatan NO



DIAGNOSA 1. Hipertermia



TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh pasien kembali normal dengan kriteria hasil : 1. Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Nadi dan RR dalam rentang normal 3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing



5. Ketidakseimb Setelah dilakukan tindakan angan nutrisi keperawatan diharapkan 2. kurang dari kebutuhan nutrisi terpenuhi kebutuhan dengan kriteria hasil : tubuh 1. Nafsu makan meningkat 2. Mukosa bibir lembab 3. Bising usus normal



INTERVENSI 1. Monitor ttv pasien 2. Berikan kompres hangat 3. Anjurkan memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat 4. Kolaborasi dalam pemberian terapi obat



1. Monitor asupan makanna pasien 2. Berikan makanan sesuai diet pasien 3. Anjurkan pasien untuk makan makanan yang disukai 4. Kolaborasi dengan tim medis lain terkain terapi



3



6. Resiko syok



Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak terjadi syok dengan kriteria hasil: 1. Ttv dalam batas normal 2. Output urine dalam batas normal 3. Hasil laborat dalam batas normal



1. Monitor ttv pasien 2. Monitor nilai laborat sebagai bukti terjadinya perfusi jaringan yang inadekuat 3. Monitor status mental 4. Berikan pasien posisi supinasi 5. Edukasi keluarga tentang tanda gejala syok 6. Berkolaborasi dengan tim medis lain untuk



4. Retensi urine



5. Ansietas



Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien bisa bak dengan lancar dengan kriteria hasil : 1. Eliminasi urine tidak terganggu (jumlah, warna) 2. Tidak mengalami nyeri kandung kemih 3. Kandung kemih kosong Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak menunjukan kecemasan dengan kriteria hasil : 1. TTV dalam batas normal 2. Pasien menunjukan tingkat kecemasan berkurang 3. Mampu mengontrol kecemasan



1. 2. 3. 4.



pemberian terapi obat Observasi derajat distensi kandung kemih dengan palpasi Observasi dan catat jumlah urine dan warnanya Pantau asupan dan pengeluaran urine Berikan stimulasi refleks kadung kemih (dengan kompres dingin)



1. Kaji tingkat kecemasan pasien 2. Berikan tehnik pengalihan distraksi ( menonton film anak dari handphone) untuk mengurangi ansietas 3. Anjurkan ibu pasien untuk menemani anaknya saat jam kunjung 4. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian diet



REFERENSI Iriaanto, Koes, 2014, Epidemiologi Penyakit Menular Dan Tidak Menular Panduan Klinis. Bandung : Penerbit Alfabeta. Anggy, 2014, Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok Dengue. Sari Pediatri, Vol. 15, No.5, 332-340. Permatasari, Yanuar, dkk, 2015, Hubungan Status Gizi, Umur dan Jenis Kelamin Dengan Derajat Infeksi Dengue Pada Anak. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah Vol.2, No.1, 34-45. Risniati, Yenni, 2011, Leukopenia Sebagai Prediktor Terjadinya Sindrom Syok Dengue Pada Anak Dengan Demam Berdarah Dengue Di RSPI. Prof. dr. Sulianti Saroso. Media Litbang Kesehatan Vol.21 No. 3, 96-103. Suganda Yatra, I Made, 2015, Faktor Risiko Kejadian Dengue Shock Syndrome Pada Pasien Demam Berdarah Dengue Yang Dirawat Inap Di RSUD Wangaya Kota Denpasar. Tesis, Universitas Udayana Denpasar 2015.