LAPORAN PENDAHULUAN Gerontik Rematik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS



OLEH :



NI PUTU RIASTINI NIM.199012264 KELOMPOK 15



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI 2020



A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Defenisi Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas (Kusharyadi dalam Listy 2018). Rheumatoid Arthritis adalah penyakit inflamasi sistemik yang kronis dan terutama menyerang persendian, otot-otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah yang ada disekitarnya (Kowalak dalam Hidayati, 2018). Reumatoid artritis (RA) merupakan auto imun yang paling umum, yaitu peradangan pada sendi yang terjadi pada usia dewasa. Reumatoid artritis memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kemampuan beraktivitas, baik suatu pekerjaan ataupun tugas dalam rumah tangga dan mempengaruhi kualitas hidup serta meningkatkan angka kematian (Hidayati, 2018). Rasa nyeri yang dirasakan oleh penderita reumatoid artritis dari bagian sinovial sendi, sarung tendo, serta bursa yang mengalami penebalan akibat dari radang serta adanya erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi (Chabib, dkk, 2016). Terdapat tiga keluhan utama pada system musculoskeletal yaitu rasa nyeri, rasa kaku dan kelemahan, serta terdapat tiga tanda yaitu : pembengkakan sendi, kelemahan otot serta gangguan gerak. Sendi yang biasa mengalami pembengkakan serta kelemahan adalah sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki (Hyulita, 2014). 2. Penyebab Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigenantibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus. Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab reumatoid artritis, yaitu :



a.



Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus



b.



Endokrin



c.



Autoimun



d.



Metabolik



e.



Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya. f. Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor



autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita. 3. Patofisologi Kerusakan sendi yang dialami oleh penderita rheumatoid arthritis dimulai dari adanya faktor pencetus, yaitu berupa autoimun atau infeksi, dilanjutkan dengan adanya poliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliverasi sel-sel endotel, yang mengakibatkan terjadinya neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi.Inflamasi didukung oleh sitokin yang penting dalam inisiasi yaitutumor necrosis factor (TNF), interleukin-1 dan interleukin-6, selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi. Substansi vasoaktif (histamin, kinin, prostaglandin) dilepaskan pada daerah inflamasi, meningkatkan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema, rasa hangat, erythema dan rasa sakit, serta membuat granulosis lebih mudah keluar dari pembuluh darah menuju daerah inflamasi. Inflamasi kronik pada jaringan lapisan sinovial menghasilkan poliferasi jaringan sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, 13 interleukin, proteinase dan faktor petumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik (Suarjana, 2009).



4. Pathway Rheumatoid Arthritis Inflamasi non-bakterial disebabkan oleh infeksi, endokrin, autoimun, metabolic, dan faktor genetic, serta faktor lingkungan



Artritis Reumatoid



Sinovitis



Tenosinovilis



Kelainan pada tulang



Hiperemia dan 5. pembengkakan



Invasi kolagen



Erosi tulang & kerusakan pada tulang rawan



Nekrosis dan kerusakan dalam 6. ruang sendi



Nyeri



Ruptur tendon secara parsial atau total



Hambatan mobilitas fisik



Kelainan pada aringan ekstra-artikular



Miopati Atrofi otot



Instabilitas dan deformitas sendi Gangguan mekanis dan fungsional pada sendi



Kelemahan fisik



sistemik



Kelenjar limfe



Gambaran khas nodul subkutan



Saraf



Anemia Osteoporosis Splenomegali generalisata Neuropati perifer



Gangguan sensorik



Inflamasi keluar ekstraartikular



Gambaran khas nodul subkutan



Ansietas



Perubahan bentuk tubuh pada tulang dan sendi



Kebutuhan informasi Gangguan konsep diri, citra diri



Defisit perawatan diri



Resiko jatuh



Perikarditis, miokarditis, dan radang katup jantung



Kegagalan fungsi jantung



5. Manifestasi klinis Pada lansia, AR dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok. a.  Kelompok 1 adalah RA klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian besar terlibat. Terdapat faktor rheumatoid, dan nodula-nodula rheumatoid sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong ke arah kerusakan sendi yang progresif. b.  Kelompok



2



termasuk



klien



dari American Rheumatologic



yang



memenuhi



kriteria



Association untuk AR karena



mereka mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari. c.  Kelompok 3, sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu, dan penggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekakuan pada pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan sindrom carpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednisone dosis rendah atau agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik. Jika tidak diistirahatkan, AR akan berkembang menjadi empat tahap. a. Terapat radang sendi dengan pembengkakan membrane synovial dan kelebihan produksi cairan synovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada. b. Secara radiologis, keruakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Klien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi. c. Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan



deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang. d. Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak sepewrti nodula-nodula mungkin terjadi. Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti : a. Nyeri persendian b. Bengkak (Rheumatoid nodule) c. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari d. Terbatasnya pergerakan e. Sendi-sendi terasa panas f. Demam (pireksia) g. Anemia h. Berat badan menurun i. Kekuatan berkurang j. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi k. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal l. Pasien tampak anemik Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti : 1. Gerakan menjadi terbatas



2. Adanya nyeri tekan 3. Deformitas bertambah pembengkakan 4. Kelemahan 5. Depresi 6. Komplikasi Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamsi non steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis. 7. Pemeriksaan penunjang a. Faktor rematoid: positif pada 80%-95% kasus. b. Fiksasi lateks: positif pada 75% dari kasus-kasus khas. c. Reaksi-reaksi aglutinasi: Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas. d. LED: Umumnya meningkat pesat (80-100mm/h). Mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat. e. Protein C-reaktif: Positif selama masa eksaserbasi. f. SDP: Meningkat pada waktu timbul proses inflamasi. g. JDL: Umumnya menunjukkan anemia sedang. h. Ig (IgM dan IgG): Peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR.



i. Sinar x dari sendi yang sakit: Menunjukkan pembengkakkan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan. j. Scan radionuklida: Identifikasi peradangan sinovium. k. Artroskopi langsung: Visualisasi dari area yang menunjukkan iregularitas/degenerasi tulang pada sendi. l. Aspirasi cairan sinovial: Mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal; buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon



inflamasi,



perdarahan,



produk-produk



pembuangan



degeneratif); elevasi SDP dan leukosit, penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4). m. Biopsi membran sinovial: Menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas. 8. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi  : a. Sistem persyarafan      : Tidak ada cedera kepala, tidak ada peningkatan TIK b.  Fungsi sensoris   : 1. Penglihatan : Kurang baik (silau  di siang hari dan berair) 2. Pendengaran : Baik (masih mampu mendegar) 3. Pengecapan : Baik (masih mampu membedakan rasa) 4. Penciuman



: Baik (masih bisa membedakan bau)



c. Sistem kardiovaskuler : Perkusi jantung terdengar pekak, irama jantung terdengar regular. d.  Sistem gastrointestinal            : Tidak ada lesi dan tidak ada benjolan, bising usus terdengar 815x/menit, perkusi terdengar tymphani.



e. Sistem perkemihan  : BAK 5-6 kali sehari, tidak sakit saat BAK dan lancar. f. Sistem integumen   : Kulit tampak keriput, warna kulit sawo matang, tampak ada lesi, elastisitas kulit berkurang. g. Sistem muskuloskeletal : Kedua kaki dan tangan sejajar dan sama besar dan panjang. Kemampuan mengubah posisi baik, pergerakan kedua tangan dan kaki baik, kekuatan otot baik, sering merasa linu dan kesemutan. 9. Penatalaksanaan Tujuan utama dari penatalaksanaan atau program pengobatan ialah untuk



menghilangkan



mempertahankan



atau



bahkan



mengurangi



nyeri



mengoptimalkan



dan



fungsi



peradangan, sendi



dan



memaksimalkan kemampuan pasien, serta mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan yang dirancang untuk mencapai tujuan tersebut ialah pendidikan kesehatan, istirahat yang adekuat, latihan fisik secara rutin dan berkala, pemberian gizi seimbang serta obat analgesik atau antiinflamasi nonsteroid (Ningsih & Lukman, 2013). Rheumatoid arthtritis sulit untuk disembuhkan, oleh karenanya pengobatan yang diberikan hendaknya dilaksanakan secara rutin, berkala, dan dimulai sejak dini. Pendidikan kesehatan kepada pasien tentang penyakitnya dapat membantu proses penyembuhan. Dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat juga mampu untuk meningkatkan mental serta psikologis pasien (Ningsih & Lukman, 2013). Pada kondisi akut terkadang dibutuhkan pemberian steroid atau imunosupresan, sedangkan pada kondisi kronik tindakan sinovektomi mampu meringankan apabila tidak terjadi destruksi sendi yang luas. Pada pasien yang mengalami destruksi sendi atau deformitas dapat dianjurkan



pemberian tindakan antrodesis atau antroplastik, sebaiknya pada revalidasi disediakan alat bantu untuk menunjang aktivitas sehari-hari (Ningsih & Lukman, 2013). Pemberian pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga maupun orang yang sering berinteraksi dengan pasien merupakan tahap awal dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis. Pendidikan kesehatan yang harus dijelaskan secara terperinci adalah pengertian, patofisiologis, penyebab dan prognosis, semua komponen program penatalaksanaan termasuk obatobatan yang kompleks, serta sumber bantuan untuk mengatasi keluhan dari rheumatoid arthtritis itu sendiri. Pendidikan kesehatan ini hendaknya diberikan secara terusmenerus agar melekat dalam ingatan pasien dan orang-orang terdekat. Istirahat yang adekuat juga merupakan komponen penting dari penatalaksanaan rheumatoid arthtritis. Pendidikan kesehatan perlu diimbangi dengan peningkatan istirahat yang adekuat. Istirahat perlu ditingkatkan karena pada umumnya penderita rheumatoid arthtritis sering mengeluh kelelahan. Istirahat yang cukup harus diimbangi dengan aktivitas fisik. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat timbul atau meningkat saat pasien beristirahat. Hal ini dapat memicu pasien mudah terbangun pada malam hari karena mengeluh nyeri. Latihan atau aktivitas fisik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan fisik yang diberikan sebaiknya dilakukan oleh tenaga ahli yang sudah mendapatkan pelatihan sebelumnya, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Nyeri hampir tidak dapat dipisahkan dari rheumatoid arthtritis, maka dari itu diperlukan obat-obatan yang berfungsi untuk mengurangi nyeri, dan meredakan peradangan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) (Ningsih & Lukman, 2013). Teknik komplementer dengan pemberian boreh jahe, senam, dan kompres jahe juga mampu mengurangi nyeri yang diderita penderita rheumatoid arthritis. Jahe memiliki sifat pedas, pahit dan aromatic dari oleoresin seperti zingaron, gingerol dan



shogaol. Gingerol dan shogaol memiliki berat molekul yang menunjukan potensi yang baik untuk penetrasi kulit. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1.



Pengkajian Fisik a. Aktivitas/ istirahat Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan. Tanda  



Malaise Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/



kelaianan pada sendi. b. Kardiovaskuler Gejala Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal). c. Integritas ego Gejala a. Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, b. Faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan ) c. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain). d. Makanan/ cairan Gejala a.



 



Ketidakmampuan



untuk



menghasilkan/



makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia b. Kesulitan untuk mengunyah



mengkonsumsi



Tanda Penurunan berat badan, Kekeringan pada membran mukosa. e. Hygiene Gejala Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. f. Neurosensori Gejala  Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan. g. Nyeri/ kenyamanan Gejala Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ). h. Keamanan Gejala Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki.



Kesulitan



dalam



ringan



dalam



menangani



tugas/



pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa. i. Interaksi sosial Gejala Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi. 2.



Pengkajian Fungsional lansia Pengkajian fungsional terdiri dari aktivitas dan latihan, personal hygiene, makan/minum menggunakan Indeks KATZ dan Barthel Indeks dan resiko jatuh menggunakan The Timed Up and Go.



3.



Pengkajian Kognitif Pengkajian Kognitif menggunakan SPMSQ dan MMSE



4.



Pengkajian Status Emosional Pengkajian status emosional terdiri dari pola tidur, permasalahan individu dan dukungan keluarga.



5.



Pengkajian Psikososial Pengkajian psikososial terdiri dari bagaimana individu menghadapi penyakit yang dideritanya



6.



Pengkajian Spiritual Pengkajian spiritual yaitu bagaimana individu akan menghadapi kematian, melakukan pendekatan diri kepada Tuhan.



7.



Pengkajian Depresi Pengkajian depresi terdiri dari Interaksi sosial, peran individu menggunakan GDS (Geriatric Depression Scale).



8.



APGAR Keluarga Pengkajian status emosional terdiri dari pola tidur, permasalahan individu dan dukungan keluarga.



9.



Diagnosa Keperawatan a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disuse, kaku sendi c. Defisit



perawatan



diri



berhubungan



dengan



gangguan



muskulusletal d. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik, rheumatoid arthritis 10. Intervensi Keperawatan No 1.



Diagnosa Nyeri



akut Setelah



berhubungan dengan cedera fisik



Tujuan dan Kriteria Hasil



(NOC) (NIC) 3x pertemuan Manajemen nyeri



diharapkan



nyeri



agen berkurang,



dengan



hasil :



Intervensi



pasien 1. Lakukan kriteria



nyeri durasi,



pengkajian



komprehensif, frekuensi,



1) Nyeri pasien terkontrol



kualitas,



2) Pasien mampu mengenali



berat nyeri dan faktor



nyeri



intensitas,



pencetus.



3) Nyeri pasien berkurang



2. Obervasi reaksi verbal dan non verbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan



strategi



komunikasi terapeutik untuk



mengetahui



pengalaman nyeri 4. Berikan



terapi



nonfarmakologi dengan akupresure 5. Ajarkan



teknik



nonfarmakologi relaksasi nafas dalam 6. Kolaborasi dokter



dengan jika



ada



keluhan dan tindakan 2.



Hambatan



Setelah



mobilitas



fisik diharapkan,



berhubungan dengan



3x



nyeri tidak berhasil pertemuan 1. Pertahankan tirah



pasien



mampu



ADLs



secara



melakukan



disuse, mandiri dengan kriteria hasil :



kaku sendi



baring/duduk. Jadwal aktivitas



untuk



memberikan periode



mampu



istirahat



mempertahankan posisi



menerus



dengan



malam hari.



1) Pasien



pembatasan



dan



tidur



2. Bantu rentang gerak



kontraktur. 2) Pasien



terus-



mampu



meningkatkan kekuatan



aktif/pasif,



latihan



resistif dan isometrik.



dan fungsi dari bagian 3. Dorong



pasien



tubuh.



mempertahankan



3) Pasien



mampu



postur



tegak



dan



mendemonstrasikan



duduk tinggi, berdiri



teknik



serta berjalan.



yang



4. Konsul dengan ahli



memungkinkan melakukan aktivitas,



terapi



fisik



atau



okupasi dan spesialis vokasional. 5. Berikan obat sesuai indikasi (Steroid) 3.



Defisit perawatan



Setelah



3x



diri diharapkan



pasien



berhubungan



melakukan



dengan



secara mandiri



gangguan



kriteria hasil :



muskuluskletal



pertemuan 1. Diskusikan mampu



perawatan



tingkat



fungsi umum (0-4)



diri



sebelum



, dengan



penyakit



timbul



2. Kaji



1) Melaksanakan perawatan



aktivitas



diri



pada



respons



emosional



klien



terhadap



merawat



tingkat yang konsisten



kemampuan merawat



dengan



diri yang menurun



kemampuan



dan beri dukungan



individual



emosional.



2) Mendemonstrasikan perubahan gaya



teknik



hidup



memenuhi



atau 3. Pertahankan untuk



kebutuhan



mobilitas,



control



terhadap nyeri dan program latihan



perawatan diri



3) Mengidentifikasi sumber 4.  Kaji



hambatan



pribadi atau komunitas



terhadap



yang



dalam perawatan diri.



dapat



memenuhi



kebutuhan perawatan diri.



Identifikasi modifikasi



partisipasi



lingkungan. 5. Beri dorongan agar berpartisipasi dalam merawat



diri.



Aktivitas



yang



terjadwal memungkinkan waktu untuk merawat diri. 6. Biarkan



klien



mengontrol lingkungan sebanyak mungkin, bantu klien hanya jika diminta. 7. Jelaskan berapa lama kemampuan merawat diri yang menurun diharapkan



untuk



bertahan,



jika



diketahui. 8. Kolaborasi ahli terapi 4.



Resiko



jatuh Setelah



3x



berhubungan



diharapkan



dengan



mengalami



gangguan



kriteria hasil:



mobilitas



okupasi. pertemuan 1. Mengidentifikasi



fisik, 1) Pantau



rheumatoid



perilaku



arthritis



lingkungan



pasien tidak jatuh faktor pribadi



2) Mengembangkan mengikuti



dengan resiko dan



defisit kognitif atau fisik



pasien



yang



dapat



meningkatkan



potensi jatuh dalam lingkungan tertentu 2. Mengidentifikasi



dan strategi



perilaku dan faktor yang



mempengaruhi



pengendalian resiko



resiko jatuh



3) Mempersiapkan lingkungan 3. Mendorong yang aman 4) Mengidentifikasikan



untuk yang



dapat meningkatkan resiko jatuh



pasien pemakaian



menggunakan tongkat atau pembantu jalan 4. Anjurkan pemakaian kacamata ketika



sesuai



keluar



dari



tempat tidur 5. Ajarkan



pasien



bagaiman jatuh untuk meminimalkan cedera 6. Berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain



untuk



meminimalkan



efek



samping



obat



yang



dari



berkontribusi



terhadap



jatuh



(misalnnya, hipotensi, ortostastik) 11. Implementasi Tahap pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dan merupakan tahapan dimana perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam tindakan keperawatan nyata, langsung pada klien.Tindakan keperawatan itu sendiri merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah diktentukan dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. 12. Evaluasi DX I



:



 Nyeri pasien terkontrol  Pasien mampu mengenali nyeri  Nyeri pasien berkurang DX II



:  Mempertahankan



fungsi



posisi



dengan



pembatasan



kontraktur.  Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi



dari dan/atau kompensasi bagian tubuh.  Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan



melakukan aktivitas DX III



:  Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang



konsisten dengan kemampuan individual  Mendemonstrasikan perubahan teknik atau gaya hidup



untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri  Mengidentifikasi sumber pribadi atau komunitas yang dapat



memenuhi kebutuhan perawatan diri. DX 1V



:



 Pantau faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan  Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko  Mempersiapkan lingkungan yang aman  Mengidentifikasikan yang dapat meningkatkan resiko jatuh



DAFTAR PUSTAKA



Hidayati, Diana P. 2018. Gambaran Respon Fisiologis Penderita Rheumatoid Arthritis



di



Komunitas.



Skripsi.



Universitas



Muhammadiyah



Surakarta. Nuratif dan Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis, Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC – NOC Dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta: MediAction Publishing.