Laporan Pendahuluan Hidrocepalus Evd [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN EVD (EXTERNAL VENTRICULO DRAINAGE) ATAS INDIKASI HIDROCEPHALUS DI KAMAR OPERASI EMERGENCY



Oleh : RYAN EKO PURNOMO SIDDIK NIM. 1601410034



INSTALASI BEDAH SENTRAL Rumah Sakit dr. Saiful Anwar MALANG Tahun 2017



A. DEFENISI Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor. Beberapa type hydrocephalus berhubungan dengan kenaikan tekanan intrakranial. 3 (Tiga) bentuk umum hydrocephalus : a. Hidrocephalus Non – komunikasi (nonkommunicating hydrocephalus) Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada system ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala. b. Hidrosefalus Komunikasi (Kommunicating hidrocepalus) Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP) c. Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus) Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan



dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut. B. ANATOMI



LCS (Liquid Cerebro Spinal) terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara normal ± 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan direabsorpsi setiap hari. LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket pelindung dari air. Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi ion, membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan (volume venosus volume cairan cerebrospinal) (Kaplan, 2001). Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air, perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya, pada tumor), volume darah (pada perdarahan) atau volume cairan cerebrospinal (pada hydrocephalus) karena



tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa kenaikan tekanan. LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke ventriculus quartus. Disana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan meninggalkan sistem ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang. Cerebrospinal atau CSS merupakan cairan yang membungkus otak & tulang belakang (Nelson,2000).  Fungsi CSS adalah : 1. Sebagai 'Shock Absorber' & melindungi otak. 2. Mengangkut zat makanan ke neuron SSP dan membuang produk sisa ke darah ketika cairan direabsorpsi. 3. Mengalir antara tempurung kepala & tulang belakang guna mengkompensasi perubahan volume darah dalam otak. 4. Sebagai bantalan SSP. C. FISIOLOGI CAIRAN CEREBRO SPINALIS a.



Pembentukan CSF Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam. Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA; 1). Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar) 2). Parenchym otak 3). Arachnoid



b.



Sirkulasi CSF



Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir kesuperior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri. Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid. D. PATOFISIOLOGI Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar



ruang dibawah tentorium. Klein



dengan type hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional. Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian.



Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan



kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk



mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.



Kelainan Kongenital



Infeksi



Obstruksi salah satu tempat pembentukan (Ventr.III / IV) Obstuksi pada duktus rongga tengkorak Ggn absorbsi LCS (Foramen Monroe, Luscha & Magendie



Keradangan jaringan otak



-



-



Jumlah LCS



Neoplasma



Perdarahan



Meningkatnya jumlah cairan dalam ruang subarachnoid



Obstruksi



Meningkatkan jumlah cairan dalam ruang subarachnoid



tempat pembentukan/ penyerapan LCS Rangsanga n produksi LCS



Peningkatan Tekanan terhadap Jaringan otak (Internal) dan tengkorak (eksternal) Sutura belum menutup sempurna



Pembesaran Relatif Otak/Kepala PK : Peningkatan TIK



Ggn. Rasa Nyaman : Nyeri



Gangguan Aktivitas



Resiko tinggi Cidera



Ggn. Rasa Nyaman : Nyeri



POHON MASALAH Peningkatan Jumlah Cairan Cerebrosinal



Terpasang Shunt



Peningkatan TIK



Pembesaran kepala



Kejang



Resiko cidera



Resiko tinggi



Nyeri



Muntah Ggn Mobilitas



Ggn Integritas kulit



Infeksi Nutrisi kurang dari kebutuhan Resiko gangguan bersihan jalan nafas



E. ETIOLOGI DAN PATOLOGI Hydrosephalus dapat disebabkan oleh kelebihan atau tidak cukupnya penyerapan CSF pada otak atau obstruksi yang muncul mengganggu sirkulasi CSF di sistim ventrikuler. Kondisi diatas pada bayi dikuti oleh pembesaran kepala. Obstruksi pada lintasan yang sempit (Framina Monro, Aquaductus Sylvius, Foramina Mengindie dan luschka ) pada ventrikuler menyebabkan hidrocephalus yang disebut : Noncomunicating (Internal Hidricephalus)



Obstruksi biasanya terjadi pada ductus silvius di antara ventrikel ke III dan IV yang diakibatkan perkembangan yang salah, infeksi atau tumor sehingga CSF tidak dapat bersirkulasi dari sistim ventrikuler ke sirkulasi subarahcnoid dimana secara normal akan diserap ke dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan ventrikel lateral dan ke III membesar dan terjadi kenaikan ICP. Type lain dari hidrocephalus disebut : Communcating (Eksternal Hidrocephalus) dmana sirkulasi cairan dari sistim ventrikuler ke ruang subarahcnoid tidak terhalangi, ini mungkin disebabkan karena kesalahan absorbsi cairan oleh sirkulasi vena. Type hidrocephalus terlihat bersama – sama dengan malformasi cerebrospinal sebelumnya. F. TANDA DAN GEJALA Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh. Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan menggambarkan



pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat



sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada



ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik. G. DIAGNOSIS 



CT Scan







Sistenogram radioisotop dengan scan .



H. PERLAKUAN







Prosedur pembedahan jalan pintas (ventrikulojugular, ventrikuloperitoneal) shunt







Kedua prosedur diatas membutuhkan katheter yang dimasukan kedalam ventrikel lateral : kemudian catheter tersebut dimasukan kedalasm ujung terminal tube pada vena jugular atau peritonium diaman akan terjadi absorbsi kelebihan CSF.



I.



PENATALAKSANAAN PERAWATAN KHUSUS Hal – hal yang harus dilakukan dalam rangka penatalaksanaan post – operatif dan penilaian neurologis adalah sebagai berikut : 1) Post – Operatif : Jangan menempatkan klien pada posisi operasi. 2) Pada beberapa pemintasan, harus diingat bahwa terdapat katup (biasanya terletak pada tulang mastoid) di mana dokter dapat memintanya di pompa. 3) Jaga teknik aseptik yang ketat pada balutan. 4) Amati adanya kebocoran disekeliling balutan. 5) Jika status neurologi klien tidak memperlihatkan kemajuan, patut diduga adanya adanya kegagalan operasi (malfungsi karena kateter penuh);gejala dan tanda yang teramati dapat berupa peningkatan ICP.



Hidrocephalus pada Anak atau Bayi Pembagian : Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua (2 ) ; 1. Kongenital Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga ; - Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil - Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu. 2. Di dapat Bayi atau anak mengalaminya pada saat



sudah besar, dengan penyebabnya



adalah penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas. Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital denga di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya..



Penyebab sumbatan ; Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak – anak ; 1. Kelainan kongenital 2. Infeksi di sebabkan oleh perlengketan meningen akibat infeksi dapat terjadi pelebaran ventrikel pada masa akut ( misal ; Meningitis ) 3. Neoplasma 4. Perdarahan , misalnya perdarahan otak sebelum atau sesudah lahir. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagianyaitu : 1. Hidrosefalus komunikan Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dal;am sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. 2. Hidrosefalus non komunikan Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan. Manifestasi klinis 1. Bayi ; -



Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.



-



Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.



-



Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial; 



Muntah







Gelisah







Menangis dengan suara ringgi







Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.



-



Peningkatan tonus otot ekstrimitas



-



Tanda – tanda fisik lainnya ; 



Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas.







Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah –



olah di atas iris. 



Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”







Strabismus, nystagmus, atropi optik.







Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.



2. Anak yang telah menutup suturanya ; Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial : -



Nyeri kepala



-



Muntah



-



Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas



-



Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun.



-



Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer



-



Strabismus



-



Perubahan pupil.



1) Pengkajian Pre Operatif Pengkajian pasien pada fase perioperatif secara umum dilakukan untuk menggali permasalahan pada pasien, sehingga perawat dapat melakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan pasien. Pengkajian pre operatif meliputi: a. Pengkajian Umum -



Identitas pasien.



-



Jenis pekerjaan.



-



Persiapan umum (inform consent, formulir checklist).



b. Riwayat Kesehatan -



Riwayat alergi.



-



Kebiasaan merokok, alkohol, narkoba.



-



Pengkajian nyeri.(PQRST).



c. Pengkajian Psikososiospiritual -



Kecemasan pra operatif.



-



Perasaan.



-



Konsep diri, citra diri.



-



Sumber koping.



-



Kepercayaan spiritual.



-



Pengetahuan, persepsi, dan pemahaman.



d. Pemeriksaan Fisik -



Keadaan umum dan tanda- tanda vital.



-



Pengkajian tingkat kesadaran.



e. Pengkajian Diagnostik -



Pemeriksaan darah lengkap.



-



Analisis elektrolit serum, koagulasi, kreatinin serum, dan urinalisis.



-



Pemeriksaan skrining tambahan apabila usia di atas 40 tahun, atau pasien yang mempunyai riwayat penyakit jantung, maka diperlukan pemeriksaan foto dada, EKG atau pemeriksaan yang lainnya sesuai dengan kebutuhan diagnosis pra bedah. Tabel 2-2. Pengkajian Karakteristik Nyeri secara PQRST Provoking Incident



Apakah peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri? Apakah nyeri berkurang saat istirahat? Atau bertambah saat beraktivitas? Faktor apa yang bisa meredakan nyeri? Quality or Qu-antity of Seperti apa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah nyeri Pain bersifat tumpul, atau terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk. Region,Radiation, Di mana lokasi nyeri? Menjalar atau menyebar? Di mana Relief rasa nyeri terjadi? Severity (Scale) of Pain Seberapa jauh nyeri dirasakan? Pengkajian nyeri menggunakan skala nyeri deskriptif. Time Berapa lama nyeri berlangsung? Bersifat akut atau kronik? Apakah ada waktu- waktu tertentu yang menambah rasa nyeri? 2) Diagnosa Perawatan Pre Operatif Di ruang prabedah, diagnosa keperawatan yang muncul pada keperawatan preoperatif menurut Doenges M.E., 1999 adalah: a. Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang pembedahan. b. Risiko tinggi injury berhubungan dengan transfer dan transport pasien ke branchart/ meja operasi. c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan. 3) Rencana Intervensi Pre Operatif Tabel 2-3. Intervensi dan Kriteria Evaluasi Pre Operatif Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang pembedahan Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam kecemasan pasien berkurang / hilang. Kriteria Evaluasi : Pasien melaporkan kecemasan menurun sampai tingkat yang dapat ditangani.



Intervensi



Rasional Mandiri: Pasien merasa diterima, mendapat dukungan Saat pasien ma-suk ruang psikologis yang menurunkan stimulus rasa cemas. semen-tara, sambut dan Pemanggilan nama memberi rasa nyaman, penegasan panggil namanya. bahwa pasien adalah seorang yang benar untuk mendapatkan intervensi. Beri lingkungan yang tenang, Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak ja-ngan bicara ten-tang diperlukan. Suasana tenang mening-katkan pembedah-an. efektivitas pemberian premedikasi. Orientasikan pa-sien terhadap Orientasi dapat menurunkan kecemasan. prosedur prain-duksi dan aktivi-tas yang di-harapkan. Beri kesempatan pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap me-ngungkapkan ke- kekuatiran yang tidak diekspresikan. cemasannya. Kolaborasi: Beri-kan anti Meningkatkan relaksasi dan menurunkan tingkat cemas sesuai indikasi. kecemasan. Risiko tinggi injury berhubungan dengan transfer dan transport pasien ke branchart/ meja operasi. Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi injury pada pasien. Kriteria Evaluasi : Persiapan prabedah terlaksana dengan optimal. Intervensi Rasional Bantu pasien ber-pindah dari Menjaga pasien supaya tidak jatuh. bran-chart ke kursi roda kamar operasi. Angkat pasien dari branchart Memberikan keamanan kepada pasien. ke meja operasi dengan 3 orang. Dorong pasien ke ruang Memberikan keamanan kepada pasien. tindakan dengan hati- hati. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan. Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam pemahaman pasien terhadap informasi terpenuhi. Kriteria Evaluasi : Adanya saling pengertian tentang prosedur pembedahan dan penanganannya, pasien berpartisipasi dalam program pengobatan. Intervensi Dorong pasien mengekspresikan pikiran, perasaan dan pandangan dirinya. Dorong pasien untuk bertanya mengenai masalah penanganan, perkembangan, dan prognosa kesehatan.



Rasional Pasien mampu berkomunikasi dengan orang lain. Memberikan keyakinan kepada pasien tentang penyakit yang dialami.



Berikan informasi yang dapat Membina hubungan saling percaya. dipercaya dan diperkuat dengan informasi yang diberikan. 1. Fase Intra Operatif Fase intra operatif adalah suatu masa di mana pasien sudah berada di meja pembedahan sampai ke ruang pulih sadar. Asuhan keperawatan intra operatif merupakan salah satu fase asuhan yang dilewati pasien bedah dan diarahkan pada peningkatan keefektifan hasil pembedahan (Muttaqin, A., 2007). Pada fase ini pasien akan menjalani berbagai prosedur yaitu pemberian anesthesi, pengaturan posisi bedah, manajemen asepsis, dan prosedur tindakan invasif. Peran perawat perioperatif adalah meminimalkan resiko cedera dan resiko infeksi yang merupakan dampak dari setiap prosedur bedah. 1) Pengkajian Intra Operatif Pengkajian keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu: a. Safety manajemen Merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur pembedahan. b. Pengaturan posisi pasien Bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada pasien dan mempermudah jalannya pembedahan. c. Monitoring fisiologis a)



Melakukan balance cairan (intake output).



b)



Memantau kondisi cardio pulmunal (fungsi pernapasan, pulse, TD, saturasi oksigen, perdarahan).



d. Monitoring psikologis (bila pasien dalam keadaan sadar) a)



Memberi dukungan emosional kepada pasien.



b)



Mengkaji status emosional pasien dan mengkomunikasikannya kepada tim bedah bila terjadi adanya suatu perubahan yang tidak diharapkan. (Baradero, Mary, 2008).



Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan anggota tidak steril: a. Anggota steril: a)



Ahli bedah utama (operator).



b)



Asisten ahli bedah.



c)



Scrub nurse (perawat instrumen).



b. Anggota tim yang tidak steril: a)



Ahli atau penata anesthesi.



b)



Perawat sirkulasi.



c)



Anggota lain (tehnisi yang mengoperasikan alat- alat pemantau yang rumit).



Dalam pelaksanaan operasi ada beberapa prinsip tindakan keperawatan yang harus dilakukan yaitu: a. Persiapan psikologis pasien b. Pengaturan posisi a) Posisi yang diberikan oleh perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien. b) Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah letak bagian tubuh yang akan dioperasi, umur dan ukuran tubuh pasien, tipe anesthesi yang digunakan, kemungkinan rasa sakit yang dirasakan pasien. c) Prinsip dalam pengaturan posisi pasien adalah atur posisi senyaman mungkin bagi pasien, sedapat mungkin jaga privacy,amankan pasien di atas meja operasi dengan sabuk pengaman, saraf, otot dan tulang dilindungi dari terjadinya kerusakan, jaga pernapasan dan sirkulasi vaskular tetap adekuat, hindari tekanan pada dada/ bagian tubuh tertentu, untuk posisi litotomy naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara bersamaan untuk menjaga lutut supaya tidak terjadi dislikasi. c. Pengkajian psikososial a) Membersihkan dan menyiapkan kulit. b) Penutupan daerah steril. c) Mempertahankan surgical asepsis. d) Menjaga suhu tubuh pasien. e) Penutupan luka pembedahan. f) Perawatan drainage. g) Pemindahan pasien ke ruang pemulihan. d. Pengkajian fisik a) Tanda – tanda vital b) Transfusi. c) Cairan.



d) Pengeluaran urine (normal 1cc/kg BB/jam). 2) Diagnosis Perawatan Intra Operatif Pada kondisi prosedur intra operatif, diagnosis keperawatan yang lazim keperawatan perioperatif menurut Arif Muttaqin, 2008 adalah: a. Resiko tinggi cedera intra operatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan prosedur invasif bedah. b. Resiko infeksi intra operatif berhubungan dengan adanya port de entree prosedur bedah. 3) Rencana Intervensi Tabel 2-4. Intervensi dan Kriteria Evaluasi Intra Operatif Resiko tinggi cedera intra operatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan prosedur invasif bedah Tujuan : Resiko cedera intra operatif sekunder pengaturan posisi bedah tidak terjadi. Kriteria Evaluasi : Selama intra operatif tidak terjadi gangguan hemodinamik. Penghitungan sponges dan instrumen sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan. Pasca operatif tidak ditemukan cedera tekan dan cedera listrik. Intervensi Rasional Kaji ulang identitas pa-sien. Memeriksa kembali identitas, persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, rencana perawatan pre operatif yang berkaitan dengan rencana perawatan intra operatif. Siapkan kamar bedah sesuai dengan Beberapa jenis pembedahan tertentu harus jenis pembedahan pasien. dilaksanakan pada ruangan khusus seperti kamar bedah syaraf. Memastikan semua peralatan siap untuk digunakan. Siapkan sarana pen-dukung Sarana pendukung seperti alat penghisap, pembedahan. sponges, mesin couter harus dalam keadaan siap pakai. Siapkan alat hemotasis dan Alat hemostatis merupakan pondasi dari cadangan dalam kondisi siap pakai. tindakan operasi untuk mencegah perdarahan serius akibat kerusakan pembuluh darah arteri. Lakukan pemasangan katheter Untuk menghindari keluarnya urine pada saat dengan tehnik steril. intra operatif akibat hilangnya kontrol menahan urin efek dari anesthesi. Lakukan pengaturan posisi bedah. Memudahkan akses atau pajanan pada dokter bedah. Fungsi status sirkulasi serta pernapasan adekuat. Posisi tidak boleh mengganggu struktur neurovaskular.



Bantu ahli bedah pada saat mulainya insisi, melakukan intervensi hemostasis, membuka jaringan lapis demi lapis, lakukan pengisapan bila diperlukan, dan bantu ahli bedah pada saat akses bedah tercapai sesuai dengan tujuan pembedah-an yang dilakukan, sam-pai dengan penutupan jaringan.



Perawat instrumen bertanggung jawab memberikan alat- alat yang diperlukan dalam tindakan operasi selama fase intra operatif sampai dengan selesai.



Resiko infeksi intra operatif berhubungan dengan adanya port de entree prosedur bedah. Tujuan



: Optimalisasi tindakan asepsis dapat dilaksanakan selama prosedur intra bedah. Kriteria Evaluasi : Luka pasca bedah tertutup rapi dengan kasa steril. Intervensi Rasional Siapkan sarana scrub.



Sarana scrub meliputi cairan cuci tangan antiseptik pada tempatnya, scort operasi kedap air, duk penutup dan duk berlubang dalam kondisi lengkap dan siap pakai.



Siapkan instrumen sesuai dengan jenis pembedah-an.



Manajemen sebelum pembedahan disesuaikan dengan jenis pembedahan. Sebagai antisipasi bila diperlukan instrumen tambahan perawat mempersiapkan alat cadangan dalam tromol steril yang memudahkan pengambilan bila diperlukan tambahan instrument.



Lakukan manajemen asepsis pra bedah.



Manajemen asepsis selalu berhubungan dengan pembedahan dan perawatan perioperatif. Asepsis pra bedah meliputi scrubbing cuci tangan.



Lakukan manajemen asepsis intra operasi.



Lakukan penutupan pembedahan.



Dilakukan untuk menghindari kontak dengan zona steril meliputi gowning, gloving, persiapan kulit, drapping, penyerahan alat yang diperlukan perawat scrub dengan perawat sirkulasi. Manajemen asepsis intra operasi merupakan tanggung jawab perawat instrumen dengan mempertahankan integritas lapangan steril selama pembedahan dan bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan kepada tim bedah untuk setiap pelanggaran tehnik aseptik atau kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.



luka Penutupan luka bertujuan untuk menurunkan resiko infeksi. Perawat biasanya mengambil sponges dan plester adhesif yang menutupi seluruh sponges.



2. Fase Post Operatif Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra operatif yang dimulai saat pasien diterima di ruang pemulihan. 1) Pengkajian Post Operatif Tabel 2-5 Pedoman Pengkajian Post Operatif. Pengkajian



Implikasi dan Hasil Pengkajian



Pengkajian Awal



Pengkajian awal post operatif adalah sebagai berikut: Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan. Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan napas, TTV. Anesthesi dan medikasi lain yang digunakan. Semua masalah yang terjadi di ruang operasi yang mungkin mempengaruhi perawatan post operatif (henti jantung, perdarahan, syok). Cairan yang diberikan, kehilangan,penggantian. Segala selang, drain, katheter atau alat bantu pendukung lainnya. Informasi spesifik tentang siapa ahli bedahatau ahli anesthesi yang akan diberitau.



Sistem Pernapasan



Kontrol Pernapasan Obat anesthesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernapasan. Perawat perlu waspada pernapasan yang dangkal dan lemah.



Sistem Sirkulasi



Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi napas, warna membran mukosa. Kepatenan Jalan Napas Oral airway masih dipasang untuk mempertahankan kepatenan jalan napas sampai tercapai pernapasan yang nyaman dengan kecepatan normal. Salah satu kekhawatiran perawat adalah obstruksi jalan napas akibat aspirasi muntah, akumulasi sekresi mukosa di faring, atau spasme faring. Respon TTV Pasien beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler akibat kehilangan darah, efek samping anesthesi, ketidakseimbangan elektrolit. Pengkajian denyut dan irama jantung dan TD menunjukkan status krdiovaskuler pasien. Beritahu dokter bila terjadi kelainan.



Pengkajian



Implikasi dan Hasil Pengkajian Respon Perdarahan post Operatif Masalah sirkulasi yang sering terjadi adalah perdarahan. Perdarahan dapat mengakibatkan turunnya TD, meningkatnya denyut jantung dan pernapasan, pulse lemah, kulit dingin, pucat dan gelisah. Perawat harus selalu waspada dengan drainage di bawah tubuh pasien.



Kontrol Suhu



Lingkungan ruang operasi dan ruang pemulihan sangat dingin. Ukur suhu tubuh pasien dan berikan selimut hangat. Menggigil mungkin disebabkan oleh pengaruh obat anesthesi tertentu.



Status Neurologi



Bersamaan dengan hilangnya efek anesthesi maka refleks, kekuatan otot dan tingkat orientasi pasien akan kembali normal. Perawat mengkaji tingkat kesadaran pasien (berespon, bingung, atau disorientasi). Perawat dapat memeriksa pupil, reflek muntah. Kaji tingkat respon sensibilitas dengan membandingkan peta dermatom untuk menilai kembalinya fungsi sensasi taktil. Jelaskan bahwa pembedahan telah selesai dan beri gambaran tentang prosedur dan tindakan perawatan di ruang pulih sadar. Nyeri mulai terasa sebelum kesadaran pasien kembali penuh. Nyeri akut akibat insisi menyebabkan pasien gelisah TTV berubah. Skala nyeri merupakan metode efektif untuk mengkaji nyeri post operatif, digunakan sebagai dasar bagi perawat untuk mengevaluasi efektivitas intervensi selama pemulihan.



Respon Nyeri



Genitourinari



Pengkajian



Dalam waktu 6-8 jam setelah anesthesi pasien akan mendapatkan kontrol fungsi berkemih secara volunter. Kandung kemih yang penuh menyebabkan nyeri. Bila telah terpasang katheter sedikitnya harus 2cc/kgBB/jam untuk dewasa dan 1cc/kgBB/jam untuk anak- anak. Observasi warna dan bau urine. Pembedahan yang melibatkan saluran perkemihan akan menyebabkan urine mengandung darah ± selama 12-24 jam setelah pembedahan. Implikasi dan Hasil Pengkajian



Sistem GastrointesTinal



Anesthesi memperlambat motilitas usus dan menyebabkan mual. Kaji adanya distensi abdomen yang mungkin terjadi akibat akumulasi gas, perdarahan internal.



Keseimba-ngan cairan dan elektrolit



Kaji status hidrasi, monitor fungsi jantung dan neurologi untuk melihat adanya perubahan elektrolit. Satu- satunya sumber asupan cairan untuk pasien segera setelah pembedahan adalah melalui infus. Jaga kepatenan infus IV. Catatan intake output berguna membantu proses pengkajian fungsi ginjal dan sirkulasi. Kaji kondisi kulit pasien, melihat adanya kemerahan, ptekie, abrasi atau luka bakar. Kemerahan menunjukkan adanya sensitivitas terhadap obat atau alergi. Abrasi dan ptekie dapat terjadi karena posisi yang kurang tepat atau pengikatan yang menyebabkan cedera pada lapisan kulit. Luka bakar menunjukkan bahwa bantalan arde couter listrik tidak terpasang dengan benar. Observasi jumlah, warna, bau, dan konsistensi drainage. (Sumber: Arif Muttaqin, 2008)



Integritas Kulit, Kondisi Luka, dan Drainage



Di bawah ini merupakan petunjuk perawatan/ observasi di ruang pemulihan: a. Pasien dengan general anesthesi posisi kepala lebih rendah dan dimiringkan. Pada pasien dengan anesthesi regional posisi semi fowler. b. Pasang pangaman pada tempat tidur. c. Monitor TTV setiap 15 menit. d. Penghisapan lendir pada mulut dan trachea. e. Beri oksigen 2-3 liter sesuai program. f.



Observasi adanya muntah.



g. Catat intake output cairan. Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan terjadinya situasi krisis:



a. Tekanan sistolik < 90-100mmHg atau > 150-160mmHg; diastolik 90mmHg. b. HR < 60 kali/ menit. c. Suhu > 38.3 C atau kurang dari 35 C. d. Meningkatnya kegelishan pasien. e. Tidak BAK selama 8 jam setelah operasi. Kriteria pemulangan dari ruang pemulihan: a. Pasien harus pulih dari efek anesthesi. b. TTV stabil. c. Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh. d. Efek fisiologis dari pembiusan harus stabil. e. Pasien harus sudah sadar dalam tingkat yang sempurna. f.



Urine yang keluar harus adekuat (pengeluaran harus dicatat).



g. Semua pesan post operasi harus sudah ditulis dan dibawa ke masing- masing bangsal. h. Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untukkehadiran pasien tersebut oleh seorang perawata khusus yang bertugas pada unit pasien akan dipindahkan. i.



Staf dari unit di mana pasien harus dipindahkan, perlu menyiapkan dan menerima pasien tersebut. Hal yang harus diperhatikan selama memindahkan pasien ke ruangan adalah keadaan



pasien serta pesanan dokter, usahakan pasien jangan sampai kedinginan, kepala pasien sedapat mungkin dimiringkan untuk menghindari terjadinya aspirasi. 2) Diagnosa Perawatan Post Operatif Berdasarkan data pada pengkajian, diagnosa keperawatan post operatif menurut Arif Muttaqin, 2008 dapat mencakup beberapa diagnosis, diantaranya adalah: a. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol pernapasan efek sekunder anesthesi. b. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak, kerusakan neurovaskular pasca bedah. 3) Rencana Intervensi Tabel 2-6. Intervensi dan Kriteria Evaluasi Post Operatif Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol pernapasan efek sekunder anesthesi. Tujuan : Mengefektifkan jalan napas, mempertahankan ventilasi pulmonal, mencegah hipoksemia (penurunan oksigen dalam



darah) dan hiperkapnea (kelebihan karbondioksida dalam darah). Kriteria Evaluasi : Frekuensi pernapasan dalam batas normal (12-20x/ menit). Pasien tidak menggunakan otot bantu napas. Tidak terdengar suara napas tambahan. Oral airway dapat dilepas tanpa komplikasi. Intervensi Rasional Atur tempat pasien dekat Pasien masih memerlukan oksigenasi sampai sadar dengan akses oksigen dan penuh. suction. Kaji dan observasi jalan Deteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya. napas. Pertahankan kepatenan Jalan napas oral/ oral airway tetap terpasang untuk jalan napas. mempertahankan kepatenan jalan napas sampai tercapai pernapasan yang nyaman dengan kecepatan normal. Atur posisi kepala untuk Tindakan untuk mengatasi obstruksi hipofaring. mempertahankan jalan napas. Beri oksigen 3 liter/ menit Pemenuhan oksigen dapat membantu meningkatkan atau sesuai indikasi. tekanan oksigen di cairan otak yang mempengaruhi pengaturan pernapasan. Intervensi Rasional Bersihkan sekret pada jalan Kesulitan bernapas dapat terjadi akibat sekresi lendir napas. yang berlebihan. Bila pasien muntah, miringkan kepala ke salah satu sisi. Mukus/muntah yang menyumbat faring atau trachea dihisap dengan ujung penghisap faringeal atau katheter nasal.



Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak, kerusakan neurovaskular pasca bedah. Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam rasa nyeri teratasi. Kriteria Evaluasi : TTV dalam batas normal. Nyeri pada tingkat 0 atau 1 dari skala 0-4. Intervensi Rasional Kaji tanda nyeri verbal/ nonverbal, catat lokasi, intensitas (skala 0-10) dan lama nyeri. Letakkan pasien dalam posisi semi fowler, sokong kepala/ leher de-ngan bantal pasir. Ajarkan tehnik relaksasi dan



Mencegah hiperekstensi leher , melindungi integritas kulit pada jahitan operasi. Membantu mengatasi nyeri, memberi rasa nyaman. Menurunkan



nyeri,



memberi



rasa



nyaman,



distraksi. meningkatkan istirahat. Kolaborasi dengan tim medis Membantu menurunkan rasa nyeri, memberi rasa dalam pemberian obat nyaman. analgetik.