12 0 257 KB
LAPORAN PENDAHULUAN HIDROSEFALUS Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis Program Profesi Ners
Disusun Oleh: Annida Hasanah, S.Kep 11194692010059
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA BANJARMASIN 2021
1
LEMBAR PERSETUJUAN
JUDUL KASUS
: Hidrosefalus
NAMA MAHASISWA
: Annida Hasanah
NIM
: 11194692010059
Banjarmasin,
Juni 2021
Menyetujui,
Preseptor Klinik (PK) RSUD Ulin Banjarmasin
Program Studi Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia Preseptor Akademik (PA)
Lukmanul Hakim, Ns., M.Kep NIP. 197601161996031002
M. Riduan, Ns., M.Kep NIK. 1166072017105
ii
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL KASUS
: Hidrosefalus
NAMA MAHASISWA
: Annida Hasanah
NIM
: 11194692010059
Banjarmasin,
Juni 2021
Menyetujui,
Preseptor Klinik (PK) RSUD Ulin Banjarmasin
Program Studi Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia Preseptor Akademik (PA)
Lukmanul Hakim, Ns., M.Kep NIP. 197601161996031002
M. Riduan, Ns., M.Kep NIK. 1166072017105
Mengetahui, Ketua Jurusan Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia Banjarmasin
Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM NIK. 1166102012053
iii
LAPORAN PENDAHULUAN HIDROSEFALUS
A. Anatomi dan Fisiologi 1.
Anatomi
Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk di dalam sistem ventrikel serebrum, terutama oleh pleksus koroideus. Masing-masing dari keempat ventrikel mempunyai jaringan pleksus koroideus yang terdiri atas
lipatan
vilosa
dilapisi
oleh
epitel
dan
bagian
tengahnya
yangmengandung jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah. Cairan dibentuk melalui sekresi dan difusi aktif. Terdapat sumber CSS nonkonroid, tetapi aspek pembentukan cairan ini masih belum diketahui sebelumnya. Sistem ventrikel terdiri atas sepasang ventrikellateral, masingmasing dihubungkan oleh akuaduktus Sylvii ke ventrikel keempat tunggal yang terletak di garis tengah dan memiliki tiga lubang keluar, sepasang foramen Luschka di sebelah lateral dan sebuah foramen magendie di tengah. Lubang-lubang ini berjalan menuju ke sebuah sistem yang saling berhubungan dan ruang subaraknoid yang mengalami pembesaran fokal dan disebut sisterna. Sisterna
pada
fosa
posterior
berhubungan
dengan
ruang
subaraknoid diatas konveksitas serebrum melalui jalur yang melintasi tentorium. Ruang subaraknoid spinalis berhubungan dengan ruang subaraknoid intrakranium melalui sisterna basalis. Sementara itu, aliran CSS netto adalah dari ventrikel lateral menuju ventrikel ketiga kemudian ke ventrikel keempat lalu ke sisterna basalis, tentorium, dan ruang subaraknoid di atas konveksitas serebrum
1
ke daerah sinus sagitalis, tempat terjadinya penyerapan ke dalam sirkulasi sistemik. Sebagian besar penyerapan CSS terjadi melalui vilus araknoidalis dan masuk kedalam saluran vena sinus sagitalis, tetapi cairan juga diserap melintasi lapisan ependim system ventrikel dan di ruang subaraknoid spinalis. Pada orang dewasa normal, volume total CSS adalah sekitar 150 mL, yang 25% nya terdapat di dalam sistem ventrikel. CSS
terbentuk
dengan
kecepatan
sekitar
20
mL/jam,
yang
mengisyaratkan bahwa perputaran CSS terjadi tiga sampai empat kali sehari 2.
Fisiologi a.
Pembentukan CSS Normal CSS diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian CSFdi perbaharui setiap 8 jam. Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSS ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSS di bentuk oleh PPA:
b.
1)
Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar.
2)
Parenchym otak.
3)
Arachnoid
Sirkulasi CSS Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSS mengalir dari tempat pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSS mengalir dari II ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSS mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir kesuperior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri. Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid
2
B. Definisi Hidrosefalus Hidrocephalus
adalah
suatu
keadaan
patologis
otak
yang
mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah,2015). Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel cerebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi, 2016). Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam sistem Ventricular. Ketika produksi CSF lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (Nining,2018). C. Etiologi Hidrosefalus Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarackhnoid. akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat pada bayi dan anak ialah : 1. Kongenital
:
disebabkan
gangguan
perkembangan
janin
dalam
rahim,atau infeksi intrauterine meliputi : a.
Stenosis aquaductus sylvi
b.
Spina bifida dan kranium bifida
c.
Syndrom Dandy-Walker
d.
Kista arakhnoid dan anomali pembuluh darah
2. Didapat : disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau perdarahan a.
Infeksi : Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.
b.
Neoplasma : Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di
setiap
tempat
aliran
CSS.
pada
anak
yang
terbanyak
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan
bagian
depan
kraniofaringioma.
3
ventrikel
III
disebabkan
c.
Perdarahan : Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjakdi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
D. Patofisiologi 1.
Hydrocephalus komunikan Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah
terjadinya
hemmorhage
subarachnoid
(klien
memperkembangkan tanda dan gejala-gejala peningkatan ICP). Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP) 2.
Hydrocephalus non komunikan Apabila obstruksinya terdapat di dalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan. Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda
4
dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala. 3. Hidrocephalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus) Ditandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemungkinan ditemukan hubungan tersebut.
5
Pathway
Kelainan
Infeksi
Neoplasma
Perdarahan
kongenital Hydrocephalus
Radang jaringan
Fibrosis leptomeningns pada daerah basal otak
Obstruksi salah satu tempat
Obstruksi tempat
pembentukan
pembentukan/penyerapan
ventrikel III/IV
Obtruksi oleh perdarahan
Hydrocephalus
LCS. Peningkatan
Jumlah cairan dalam ruang
nonkomunikas
jumlah cairan
sub araknoid
serebrospinal Peningkatan TIK
Pembesaran relatif
Tindakan pembedahan
kepala Kes
Herniasi falk
ulit
Penekanan
Pemasangan
pada saraf
VP shunt
optikus
Adanya port de
serebri Gan
Kom
Penekanan
ggu
presi
papile
entry dan benda
total
an
batan
dema
asing masuk
Gang guan
mob Depresi saraf kardiovaskular dan
integr
pernapasan
Disfungsi
Respon
persepsi visual
inflamasi Risiko
spasial Gangguan
itas
infeksi Hipertemia
persepsi sensori
Penurunan
Otak semakin
Kerusakan fungsi
kesadaran
tertekan
kognitif dan
Hipotalamus semakin
psikomotroik Defisit perawatan
tertekan
diri Pembuluh darah
kejang
tertekan Aliran darah menurun
Risiko perfusi serebral
Risiko cedera
Mual
Saraf pusat semakin
muntah
tertekan
Penurunan BB
Kesadaran menurun
Defisit nutrisi
Penurunan
tidak efektif
kapasitas adaptif intrakranial
6
Sakit kepala
Nyeri akut
E. Manifestasi Klinis Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan badan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adanya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik. 1.
Bayi : a.
Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
b.
Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
c.
Tanda- tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain : muntah, gelisah, menangis dengan suara ringgi, peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
d.
Peningkatan tonus otot ekstrimitas
e.
Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas
f.
Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di atas Iris
2.
g.
Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
h.
Strabismus, nystagmus, atropi optic
i.
Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
Anak yang telah menutup suturanya : Tanda peningkatan tekanan intracranial : a.
Nyeri kepala
7
b.
Muntah
c.
Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
d.
Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
F.
e.
Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
f.
Strabismus
g.
Perubahan pupil
Komplikasi Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2014): 1.
Peningkatan TIK
2.
Pembesaran kepala
3.
Kerusakan otak
4.
Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
5.
Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
6.
Kerusakan jaringan saraf
7.
Proses aliran darah terganggu
G. Pemeriksaan Penunjang 1.
Rontgen foto kepala Dengan prosedur ini dapat diketahui: a.
Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b.
Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2.
Transiluminasi Syarat
untuk
transiluminasi
adalah
fontanela
masih
terbuka,
pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
8
3. Lingkaran kepala Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena
hidrosefalus
terjadi
setelah
penutupan
suturan
secara
fungsional.Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh. 4. Ventrikulografi Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan. 5. Ultrasonografi Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat
lain
mengatakan
pemeriksaan
USG
pada
penderita
hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan. 6. CT Scan kepala Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena
terjadi
reabsorpsi
transependimal
dari
CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
9
CT Scan hidrosefalus 7. MRI Kepala MRI kepala dapat menunjukkan gambaran anatomi kepala secara mendetail dan bermanfaat untuk mengidentifikasi tempat obstruksi
MRI hidrosefalus H. Penatalaksanaan Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni: 1.
Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid
(diamox)
yang
menghambat
pembentukan
cairan
serebrospinal. 2.
Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3.
Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
10
a. Drainase ventrikule-peritoneal b. Drainase Lombo-Peritoneal c. Drainase ventrikulo-Pleural d. Drainase ventrikule-Uretrostomi e. Drainase ke dalam anterium mastoid f.
Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
4.
Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
5.
Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. Ada 2 macam terapi pintas (Shunting) a.
Eksternal CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
b.
Internal 1) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (ThorKjeldsen).Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior, Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus, Ventrikulo-Mediastinal,
CSS
dialirkan
ke
mediastinum,
Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum. 2) Lumbo Peritoneal Shunt
11
3) CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan. I.
Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara pengumpulan
riwayat
kesehatan,
pengkajian
fisik,
pemeriksaan
laboratorium dan diagnostik, serta catan riviu sebelumnya (Doengoes, 2011). a. Identitas Identitas klien meliputi : jenis kelamin, pendidikan, agama, tanggal, masuk tanggal pengkajian, alamat, nomor RM, diagnosa medis, identitis penaggung jawab nama, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, hubungan dengan klien. b. Keadaan Umum Klien dengan post-op shunt biasanya lemah, kurang aktif, dan rewel. Kesadaran pada umumnya masih belum composmentis akibat dari efek anastesi. c. Keluhan utama Keluhan pada anak dengan post-op shunt adalah anak sering tertidur dan jarang melakukan aktivitas. d. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien dengan Hidrosephalus datang karena adanya pembesaran kepala, kelainan pada mata, dan kejang. e. Riwayat kesehatan lalu Klien dengan Hidrosephalus biasanya dapat dilatar belakangi dengan adanya cedera kepala selama proses persalinan, infeksi cerebral atau pernapasan. f.
Riwayat kesehatan keluarga Dalam hal ini perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah
menderita
penyakit
Hidrosephalus,
Hidrosephalus akibat kelainan bawaan. g. Riwayat tumbuh kembang
12
karena
terdapat
Pertumbuhan anak biasanya terganggu; penurunan berat badan terganggunya perkembangan; fungsi motorik kasar dan halus, dan fungsi bicara sebelum dilakukan pemasangan shunt.
h. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum Anak dengan post-op shunt biasanya lemah, kurang aktif, dan mudah tertidur, hal itu dikarenakan masih terdapatnya efek dari anastesi. 2) Antropometri Lingkar kepala biasanya masih membesar dengan diameter melebihi normal, namun berjalan dengan waktu lingkar kepala akan semakin mengecil mendekati batas normal. 3) Pemeriksaan sistematis a) Kepala Pada anak dengan pemasangan shunt akan terlihat luka insisi bedah pada bagian pariental, dan teraba adanya selang shunt dari kepala menjalar keleher bagian belakang. b) Mata Nistagmus horizontal, refleks cahaya berkurang, dan sunset phenomena
biasanya
masih
terdapat
walaupun
telah
biasanya
tidak
dilakukan pemasangan selang shunt. c) Hidung Pasien
dengan
post-op
hidrosephalus
mengalami gangguan dengan bentuk hidung, tetapi jika penyebab dari hidrosephalus dari infeksi saluran pernapasan maka pernapasan cuping hidung mungkin terdapat. d) Telinga Biasanya
terdapat
gangguan
pendengaran
akibat
dari
peningkatan tekanan intra kranial. Sebagian besar kien dengan post-op shunt tidak terdapat gangguan pada fungsi pendengaran. e) Mulut Tidak terdapat kelainan pada mulut. f)
Leher
13
Terlihat dan teraba pada leher bagian samping selang shunt yang melintas dari kepala bagian pariental menjalar terus melewati dada klien, biasanya klien merasakan sakit saat menggerakan leher kearah bagian yang terpasang selang shunt. g) Pemeriksaan thorak dan fungsi pernapasan Akan terlihat dan teraba selang shunt yang menjalar dari leher menuju peritoneum pada salah satu bagian dada, pernapasan post-op shunt biasanya melemah akibat efek dari anastesi. h) Abdomen Pada abdomen klien dengan post-op shunt perut terlihat cembung, dan terlihat selang pada daerah epigastrium. i)
Genitalia Tidak terdapat kelainan pada genitalia dan anus.
j)
Pemeriksaan syaraf kranial Terdapat kelainan pada nervus 2, 3, 4, dan 6 akibat dari peningkatan tekanan inta cranial sebelum pemasangan shunt, kadang terjadi gangguan pada nervus
k) Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan CT-scan biasanya terlihat akumulasi cairan serebro spinal pada ventrikel atau saluran cairan serebro spinal, terlihat pembesaran pada tengkorak, sutura terlihat lebih melebar. 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut b. Gangguan integritas kulit c. Gangguan mobilitas fisik d. Gangguan persepsi sensori e. Defisit nutrisi f.
Hipertermia
g. Deficit perawatan diri h. Risiko cedera i.
Risiko perfusi serebral tidak efektif
j.
Risiko infeksi
k. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
14
3. Intervensi Keperawatan No. 1.
Diagnosa
SLKI
SIKI
Keperawatan Nyeri akut b.d agen
Setelah dilakukan tindakan
Manajemen Nyeri (1.08238)
pencedera fisik
keperawatan selama 1 x 24 Jam
Observasi
(D.0077)
tingkat nyeri klien menurun dengan
Identifikasi
lokasi,
kriteria hasil :
karakteristrik,
Tingkat Nyeri (L.08066)
frekuensi,
Keluhan
nyeri
dari
skala
3
durasi, kualiats
dan
intensitas nyeri Identitas skala nyeri
(sedang) ke skala 5 (menurun) Meringis dari skala 3 (sedang) menjadi 5 (menurun)
Identifikasi
faktor
yang
memperberat nyeri
Gelisah dari skala 3 (sedang) menjadi 5 (menurun)
Terapeutik Berikan
Pola tidur dari skala 3 (sedang) menjadi 5 (menurun)
tehnik
farmakologis
non dalam
menangani nyeri Control
lingkungan
yang
memperberat rasa nyeri Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi Jelaskan strategi mengurangi nyeri Anjurkan
memonitor
nyeri
secara mandiri Ajarkan
tehnik
farmakologis
non untuk
mengurangi nyerimk Kolaborasi Kolaboratif pemberian analgetik, 2.
Gangguan
Setelah
integritas kulit b.d
keperawatan
faktor
diharapkan resiko gangguan integritas
mekanis
dilakukan selama
15
tindakan 1x24
jam
jika perlu Perawatan (I.11353) Observasi
integritas
kulit
(Penekanan tonjolan
pada tulang
(D.0129)
kulit pasien berkurang dengan kriteria hasil:
Identifikasi
penyebab
gangguan integritas kulit
Integritas kulit (L.14125)
Terapeutik
Elastisitas meningkat dari skala 3
Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
(sedang) ke skala 5 (meningkat)
baring
Hidrasi meningkat dari skala 3
Edukasi Anjurkan
(sedang) ke skala 5 (meningkat) Kerusakan lapisan kulit menurun dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun)
untuk
minum
air
yang cukup Anjurkan untuk menigkatkan nutrisi Anjurkan utuk meningkatkan
3.
Gangguan
Setalah dilakukan tindakan
asupan buah dan sayur Dukungan ambulasi (I.06171)
mobilitas fisik b.d
keperawatan dalam 1 x 24 jam
Observasi
gangguan
diharapkan gangguan mobilitas fisik
Identifikasi adanya nyeri atau
neuromuscular
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
(D.0054)
Mobilitas Fisik (L.05042)
keluhan fisik lainnya Identifikasi
Pergerakan ekstremitas dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (meningkat) Kekuatan
otot
dari
skala
3
(sedang) ke skala 5 (meningkat)
Monitor tanda tanda vital Monitor keadaan umum saat melakukan ambulasi Terapeutik
(sedang) ke skala 5 (meningkat)
Fasilitasi
fisik
dari
skala
fisik
melakukan ambulasi
Rentang gerak ROM dari skala 3 Kelemahan
toleransi
3
(sedang) ke skala 5 (menurun)
aktivitas
ambulasi
dengan alat bantu Fasilitasi melakukan mobilitasi
Gerakan terbatas dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (menurun)
fisik, jika perlu Libatkan membantu
keluarga
untuk
pasien
dalam
meningkatkan ambulasi Edukasi Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi Anjurkan melakukan ambulasi dini Anjurkan ambulasi sederhana 4.
Hipertermia b.d
Setelah
proses penyakit
keperawatan
(D.0130)
diharapkan
dilakukan selama suhu
tindakan 1x24
tubuh
16
jam pasien
yang bisa dilakukan Managemen hipertermia (I.15505) Observasi
Identifikasi
membaik dengan kriteria hasil: Termoregulasi (L.14134)
penyebab
hipertermia
Pucat menurun dari skala 3
Monitor suhu tubuh
(sedang) ke skala 5 (menurun)
Monitor kadar elektrolit
Suhu tubuh membaik dari skala 3
Monitor haluaran urine
(sedang) ke skala 5 (membaik)
Monitor
Pengisian kapiler
membaik
dari
skala 3 (sedang) ke skala
5
(membaik)
komplikasi
akibat
hipertermia Terapeutik Sediakan
lingkungan
yang
dingin Longgarkan
atau
lepaskan
pakaian Berikan cairan per oral Edukasi Anjurkan untuk tirah baring Kolaborasi Kolaborasi pemberian cairan dan 5.
Defisit perawatan
Setelah dilakukan perawatan selama 1
elektrolit , jika perlu Dukungan Perawatan Diri
diri b.d kelemahan
x 30 menit perwatan diri membaik
(I.11348)
(D.0109)
dengan kriteria hasil :
Observasi
Perawatan Diri (L.11103) Kemampuan mandi dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (meningkat) Kemampuan mengenakan pakaian dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (meningkat)
Identifikasi
aktivitas perawatn diri sesuai usia Monitor tingkat kemandirian Identifikasi bantu
Minta melakukan perawatan diri dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (meningkat)
kebiasaan
kebutuhan
kebersihan
berpakaian,
alat diri,
berhias
dan
makan Terapeutik
Mempertahankan kebersihan diri dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (meningkat)
Sediakan lingkungan yang terapeutik Siapkan keperluan pribadi Dampingi dalam melakukan perawatan
diri
sampai
mandiri Fasilitasi
untuk
menerima
keadaan ketergantungan
17
Fasilitasi kemandirian Jadwalkan rutinitas perawatn diri Edukasi Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai 6.
Risiko perfusi
Setelah
dilakukan
serebral tidak
keperawatan
efektif (D.0017)
diharapkan perfusi serebral meningkat
selama
tindakan 1x24
jam
kemampuan Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.06194) Observasi Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil: Perfusi Serebral (L.02014)
peningkatan TIK (mis, lesi,
Tingkat kesadaran dari skala 3
gangguan metabolism,
(sedang) ke skala 5 (meningkat)
edema serebral)
Sakit kepala dari skala 3 (sedang)
Monitor tanda/gejala
ke skala 5 (menurun)
peningkatan TIK (mis,
Gelisah dari skala 3 (sedang) ke
tekanan darah meningkat,
skala 5 (menurun)
tekanan nadi melebar,
Kecemasan dari skala 3 (sedang)
bradikardia, pola napas
ke skala 5 (menurun)
ireguler, kesadaran menurun) Monitor CVP Monitor status pernapasan Monitor intake dan output cairan Monitor cairan srebrospinalis (mis, warna, konsistensi Terapeutik Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang Berikan posisi semi fowler Hindari pemberian cairan IV hipotonik Atur ventilator agar PaCO2 optimal Pertahankan suhu tubuh
18
normal Kolaborasi Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu Kolaborasi pemberian 7.
Defisit nutrisi b.d
Setelah
dilakukan
ketidakmampuan
keperawatan
mengabsorbsi
diharapkan
nutrient (D.0019)
dengan kriteria hasil:
selama
tindakan 1x24
jam
nutrisi pasien terpenuhi
Porsi
makan
yang
dihabiskan
skala 5 (meningkat) Verbalisasi
nutrisi
untuk
meningkat
makanan
yang
dam jenis nutrein Monitor asupan makanan Monitor BB Terapeutik
Frekuensi makan membaik dari
Fasilitasi
5
menentukan
pedoman diet Berikan makanan tinggi kalori
Nafsu makan membaik dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (membaik)
dan
disukai
(meningkat)
(membaik)
Identifikasi
dari skala 3 (sedang) ke skala 5
skala 3 (sedang) ke skala
alergi
Identifikasi kebutuhan kalori
keinginan
meningkatkan
Identifikasi status nutrisi intoleransi makanan
meningkat dari skala 3 (sedang) ke
Observasi Identifikasi
Status nutrisi (L.03030)
diuretik, jika perlu Managemen nutrisi (I.03119)
dan tinggi protein Berikan suplemen makanan,
Bising usus membaik dari skala 3
jika perlu
(sedang) ke skala 5 (membaik)
Edukasi
Membran mukosa baik dari skala 3
Ajarkan
(sedang) ke skala 5 (membaik)
tentang
diet
yang
diprogramkan Kolaborasi
Berat badan (L.03018)
Kolaborasi
IMT membaik dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (membaik)
8.
pemberian
medikasi antiemetik, jika perlu Kolaborasi dengan ahli gizi
Berat badan meningkat dari skala 3
untuk
(sedang) ke skala 5 (membaik)
kalori dan jenis nutrein yang
Penurunan
Setelah
dilakukan
kapasitas adaptif
keperawatan
intrakranial b.d
diharapkan
gangguan
intracranial dengan kriteria hasil:
metabolisme
Kapasitas
selama
tindakan 1x24
kapasitas adaptif
jam adaptif
intrakranial
19
menentukan
jumlah
dibutuhkan Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.06194) Observasi Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis, lesi,
(D.0065)
(L.06049)
gangguan metabolism,
edema serebral)
Tingkat kesadaran dari skala 3
Monitor tanda/gejala
(sedang) ke skala 5 (meningkat)
Fungsi
kognitif
dari
skala
3
(sedang) ke skala 5 (meningkat)
tekanan darah meningkat,
Sakit kepala dari skala 3 (sedang)
tekanan nadi melebar,
ke skala 5 (menurun)
bradikardia, pola napas
Gelisah dari skala 3 (sedang) ke
ireguler, kesadaran
skala 5 (menurun)
menurun)
Tekanan
darah
dari
skala
3
Monitor CVP
(sedang) ke skala 5 (menmbaik)
Monitor status pernapasan
Tekanan nadi dari skala 3 (sedang)
Monitor intake dan output
ke skala 5 (membaik)
peningkatan TIK (mis,
Pola napas dari skala 3 (sedang) ke skala 5 (membaik)
cairan Monitor cairan srebrospinalis (mis, warna, konsistensi Terapeutik Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang Berikan posisi semi fowler Hindari pemberian cairan IV hipotonik Atur ventilator agar PaCO2 optimal Pertahankan suhu tubuh normal Kolaborasi Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
20
DAFTAR PUSTAKA
Mc Closky & Bulechek. (2012). Nursing Intervention Classification (NIC). United States of America:Mosby. Meidian, JM. (2012). “Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America:Mosby. Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba Medika. PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI Price,Sylvia Anderson. 2015. Patofisiologi; Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta;EGC. Riyadi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC. Vanneste
JA.
2013.
Diagnosis
and
hydrocephalus. J. Neurol; 247 : 5-14.
21
management
of
normal-pressure