12 0 164 KB
LAPORAN PENDAHULUAN INTOLERANSI AKTIVITAS
STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)
Disusun Oleh : DADAN PRIYATNA YUDIANSAH NIM : 20149012012
PROGRAM STUDI PROFESI NERS RSUD KELAS B KABUPATEN SUBANG SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YPIB MAJALENGKA 2020-2021
LAPORAN PENDAHULUAN INTOLERANSI AKTIVITAS A. Konsep Dasar 1. Pengertian Intoleransi Aktivitas Aktivitas adalah kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah, berirama, dan terarah dari lingkungan merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu harus bergerak untuk melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Aktivitas sangat penting bagi kemandirian (Kozier, 2010). Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada seseorang untuk bertahan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang dibutuhkan atau diinginkan (Wartonah, 2013). Sedangkan menurut Asmadi (2013) intoleransi aktivitas adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuataan sistem persarafan dan muskuluskeletal. Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, individu memulainya dengan bergantung pada orang lain dan belajar untuk mandiri melalui sebuah proses. Proses tersebut dipengaruhi oleh pola asuh, lingkungan sekitar, dan status kesehatan individu. Kebanyakan orang menilai tingkat kesehatan seseorang berdasarkan kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Menurut Virginia Handerson, dalam melakukan aktivitas
sehari-hari, individu
dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : a) Terhambat dalam melakukan aktivitas. b) Belum mampu melakukan aktivitas. c) Tidak dapat melakukan aktivitas (Hidayat, 2010). Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari (PPNI, 2017). 2. Penyebab Intoleransi Aktivitas Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) penyebab dari intoleransi aktivitas yaitu : a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen b. Tirah baring c. Kelemahan d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton Gaya hidup monoton meliputi gejala mayor dan gejala minor, yaitu : 1) Gejala mayor Subjektif : Mengeluh lelah Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi sehat. 2) Gejala minor Subjektif : Dispnea saat/setelah beraktivitas, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah. Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah beraktivitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia, sianosis. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Menurut
Dr.
Lyndon
Saputra
(2013),
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi aktivitas adalah sebagai berikut : a. Gaya hidup dan kebiasaan. Orang yang terbiasa berolahraga memiliki mobilitas yang lebih lentur dan yang lebih kuat daripada orang yang tidak terbiasa berolahraga. b. Keadaan sakit atau cidera. Keadaan sakit atau cidera dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh sehingga mempengaruhi pula aktivitas seseorang. Contohnya orang yang keseleo akan lebih sulit melakukan aktiitas daripada orang yang sehat. c. Tingkat energi. Energi merupakan sumber utama untuk melakukan aktivitas. Untuk melakukan aktivitas dibuthkan jumlah energi yang adekuat. d. Usia dan status perkembangan. Aktivitas setiap tingkatan usia dan perkembangan berbeda-beda. Hal ini berhubungan dengan kematangan dan penurunan fungsi alat gerak yang sejalan dengan perkembangan usia. 4. Kondisi Klinis Terkait Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas a. Anemia b. Gagal jantung kongestif c. Penyakit jantung coroner d. Penyakit katup jantung e. Aritmia
f. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) g. Gangguan metabolik h. Gangguan muskuloskeletal 5. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Aktivitas Kemampuan beraktivitas secara umum berhubungan dengan sistem muskuloskeletal dan sistem saraf didalam tubuh. a. Sistem muskuloskeletal Sistem muskuloskeletal terdiri atas tulang, otot dan sendi. Kerjasama ketiganya menyebabkan tubuh dapat bergerak. b. Tulang Fungsi tulang dan dan rangka bagi tubuh antara lain : a. Menyokong atau mendukung jaringan tubuh. b. Memberi bentuk tubuh. c. Melindungi bagian-bagian tubuh yang lunak, misalnya paru-paru dan hati. d. Sebagai tempat melekat otot dan tendon termasuk juga ligamen. e. Sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor. f. Berperan dalam proses produksi sel merah. c. Otot Otot merupakan bagian tubuh yang berperan sebagai alat gerak aktif. Otot dapat berkontaksi dan relaksasi sehingga memungkinkan tubuh bergerak sesuai keinginan. Selain berperan dalam proses pergerakan, otot juga berperan membentuk postur tubuh dan menghasilkan panas melalu kontraksi otot. d. Ligamen Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Contoh ligamen adalah ligamen yang terdapat pada lutut. Ligamen ini berfungsi sebagai struktur yang menjaga kestabilan. e. Sendi Sendi merupakan tempat pertemuan antara dua atau lebih ujung tulang dalam kerangka. Berdasarkan sifat geraknya, sendi dapat dibedakan menjasi sendi mati, sendi kaku, dan sendi gerak. Pada sendi mati tidak dapat celah sehinggan tidak dapat digerakkan. Contohnya sendi-sendi yang menghubungkan tulang-tulang tengkorak. Pada sendi kaku gerakan yang dihasilkan sangat terbatas. Contohnya adalah sendi
antara betis dan tulang kering. Pada sendi gerak dapat terjadi gerakan bebas. Berdasarkan bentuk dan arahnya gerakannya, sendi gerak dibedakan menjadi sendi pelana (persendian pada ibu jari), sendi peluru (persendian antara pangkal paha dan panggul), sendi engsel (persendian pada siku dan lutut), sendi putar (persendian antara tulang tengkorak dan tulang atlas), sendi geser (persendian antar tulang penyusun telapak tangan), serta sendi ovoid (misalnya sendi antara radius dan ulna). f. Sistem saraf Sistem saraf merupakan sistem yang berfungsi mengatur kerja alat tubuh, salah satunya adalah alat-alat tubuh yang terdapat pada sistem muskuloskeletal yang berperan dalm kebutuhan aktivitas. Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf. Sel saraf merupakan sel yang peka terhadap rangsang dan mampu menghantarkan rangsang dari bagian tubuh yang satu ke bagian tubuh yang lain. Secara umum sel saraf dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sel saraf sensorik, sel saraf motorik, dan sel saraf konektor. Sel saraf sensorik berfungsi menghantarkan impuls saraf dari indra ke otak atau medula spinalis. Sel saraf motorik berfungsi menyampaikan impuls dari otak atau medulla spinalis ke efektor, yaitu otot kelenjar tubuh. Sel saraf konektor berfungsi meneruskan rangsang dari sel saraf sensorik ke sel saraf motorik. Secara umum, impuls yang diterima oleh sel saraf akan diproses oleh sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat ini terdiri atas otak dan medulla spinalis.
6. Pathway Mobilisasi
Kehilangan Daya TahanTidak Otot Mampu BeraktivitasJaringan Kulit Tertekan
Penurunan Otot
Tirah Baring yang lama Perubahan Sistem Integumen
Perubahan Sistem Muskuloskeletal Intoleransi Aktivitas
Dekubitus
Gangguan Mobilisasi Fisik Defisit Perawatan DiriGangguan Sistem Metabolik
Ginjal
Gastro Intestinal
Retensi
Gangguan Metabolik
Anoreksia
Konstipasi
B. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian yang benar, akurat, lengkap dan sesuai dengan kenyataan sangat penting sebagai data untuk merumuskan diagnosis keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu yang sesuai dengan standar praktik yang telah ditentukan. Terdapat dua tipe data pada pengkajian keperawatan yaiu data subjektif dan data objektif. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap situasi dan kejadian. Data tersebut didapat melalui suatu interaksi atau komunikasi. Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan, dan ide tentang status kesehatannya. Data yang diperoleh sumber lainnya, seperti keluarga, konsultan dan profesi kesehatan lainnya juga dapat dikategorikan data subjektif jika didasarkan pada pendapat klien. Sedangkan data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur oleh perawat. Data ini diperoleh melalui kepekaan perawat (sense) selama melakukan pemeriksaan fisik melalui 2S (sight, smell), dan HT (Hearing, Touching). Selain itu yang termasuk data objektif adalah frekuensi pernafasan, tekanan darah, adanya edema, dan berat badan. (Nursalam, 2008) Pengkajian pada klien dengan gagal jantung merupakan salah satu aspek penting dalam proses keperawatan. Hal ini penting untuk merencanakan tindakan selanjutnya. Perawat mengumpulkan data dasar mengnai informasi status terkini klien tentang pengkajian sisten kardiovaskuler sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian sistematis pasien mencakup riwayat yang cermat, khususnya yang berhubungan dengan tanda dan gejala. Terjadi kelemahan fisik secara umum, seperti nyeri dada, dispnea, diaphoresis (Muttaqin, 2009) Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan gangguan aktivitas seperti pada intoleransi aktivitas meliputi : 1. Identitas Klien
Meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, no.RM (Rekam Medis), dan diagnosa medis. 2. Keluhan Utama Keluhan utama adalah alasan klien mencari pertolongan. Keluhan utama yang biasa dikeluhkan dan khas pada pasien gagal jantung kongestif adalah dispnea (sesak napas) pada saat/setelah beraktivitas, kelelahan dan kelemahan fisik. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan utama dengan melakukan serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan utama. Pengkajian yang didapat pada klien dengan congestive heart failure adalah dispnea, ortopnea, batuk, edema pulmonal akut,nyeri, kelemahan otot, kelelahan dan apakah menganggu aktivitas lainnya. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji apakah pernah menderita gangguan kebutuhan aktivitas khususnya intoleransi aktivitas sebelumnya. Jika pernah, disebabkan oleh penyakit apa misalnya seperti gangguan kardiovaskuler (gagal jantung, infark miokard), gangguan pernapasan (asma, PPOK). 5. Pemeriksaan Fisik 1) Aktivitas dan istirahat Pada pemeriksaan fisik aktivitas dan istirahat memiiki gejala sebagai berikut : a. Cepat lelah, kelelahan sepanjang hari. b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari misalnya membersihkan tempat tidur dan menaiki tangga. c. Dispnea saat istirahat atau sedang beraktivitas. d. Insomnia, tidak mampu tidur terlentang. Pada pemeriksaan fisik aktivitas dan istirahat memiiki tanda sebagai berikut : a. Toleransi aktivitas terbatas. b. Kelelahan. c. Gelisah, perubahan status mental, misalnya ansietas dan letargi. 2) Sirkulasi
Pada pemeriksaan fisik sirkulasi memiliki gejala sebagai berikut : a. Riwayat hipertensi, infark miokard baru atau akut, episode gagal jantung sebelumnya, penyakit katup jantung, bedah jantung, anemia, syok sepsis. b. Pembengkakan pada tungkai dan distensi abdomen. Pada pemeriksaan fisik sirkulasi memiliki tanda sebagai berikut : a. Tekanan darah (TD) mungkin rendah akibat kegagalan pompa jantung, kelebihan cairan/peningkatan resistensi vaskular sistemik. b. Denyut nadi teraba lemah mengindikasikan penurunan volume sekuncup ventrikel. c. Denyut dan irama jantung seperti takikardia, disritmia, misalnya fibrilasi atrium, blok jantung. d. Nadi apikal menyebar dan bergeser kearah kiri. e. Bunyi jantung S1 dan S2 terdengar lemah, S3 gallop terdiagnosis GJK (Gagal Jantung Kronis), S4 dengan hipertensi, murmur sistolik, dan diastolik dapat menandakan adanya insifiensi katup. f. Denyut : nadi perifer berkurang, nadi sentral teraba kuat, misalnya pada vena jugularis nadi karotis, dan nadi abdominal. g. Kulit pucat, sianosis, kuku pucat, pengisian kapiler lambat, edema khususnya ekstremitas, terdapat distensi vena jugularis. 3) Integritas ego Pada pemeriksaan fisik integritas ego memiliki gejala sebagai berikut yaitu : a. Ansietas, kekhawatiran, ketakutan. b. Stres yang berhubungan dengan penyakit atau kondisi finansial. Pada pemeriksaan fisik integritas ego memiliki tanda seperti ansietas, marah, takut, dan mudah tersinggung. 4) Eliminasi Pada pemeriksaan fisik eliminasi memiliki gejala seperti penurunan frekuensi berkemih, urin berwarna gelap, berkemih dimalam hari. Sedangkan pemeriksaan fisik eliminasi memilki tanda seperti penurunan frekuensi berkemih disiang hari dan peningkatan frekuensi berkemih pada malam hari.
5) Makanan/cairan Pada pemeriksaan fisik makanan dan cairan memiliki gejala sebagai berikut : a. Riwayat diet tinggi garam dan makanan olahan, lemak, gula, serta kafein. b. Penurunan nafsu makan, anoreksia. c. Mual muntah. d. Peningkatan berat badan. e. Penggunanaan obat diuretik. Pada pemeriksaan fisik makanan dan cairan memiliki tanda sebagai berikut : a. Peningkatan berat badan yang cepat atau terus-menerus. b. Edema umum, termasuk pembengkakan pada seluruh badan atau ekstremitas bagian bawah dan piting edema. 6) Hygiene Pada pemeriksaan fisik hygiene memiliki gejala seperti kelelahan, kelemahan, selama melakukan aktivitas. Sedangkan pemeriksaan fisik hygiene memiliki tanda
seperti
penampilan
mengindikasi
adanya
kelalaian dalam perawatan diri. 7) Neuronsensori Pada pemeriksaan fisik neuronsensori memiliki gejala seperti kelelahan dan pusing. Pada pemeriksaan fisik neuronsensori memiliki tanda
seperti
letargi,
kebingungan,
disorientasi
dan
mudah
tersinggung. 8) Nyeri/ketidaknyamanan Pada pemeriksaan fisik nyeri/ketidaknyamanan memiiki gejala seperti nyeri dada, angina akut atau angina kronis, dan nyeri otot. Pada pemeriksaan fisik nyeri/ketidaknyamanan memiiki tanda seperti gelisah, menarik diri dan fokus berkurang. 9) Pernapasan Pada pemeriksaan fisik pernapasan memiliki gejala seperti : a. Dispnea saat beraktivitas atau istirahat. b. Dispnea pada malam hari sehingga mengganggu tidur. c. Tidur dengan posisi duduk atau dengan sejumlah bantal.
d. Penggunaan alat bantu napas, misalnya oksigen atau obatobatan. Pada pemeriksaan fisik pernapasan memiliki tanda seperti : a. Takipnea b. Napas dangkal. c. Penggunaan otot bantu napas, pernafasan cuping hidung. d. Bunyi napas mungkin terdengar lemah, dengan adanya krakels dan mengi. e. Penurunan proses berpikir, letagi, kegelisahan. f. Pucat atau sianosis. 10) Keamanan` Pada pemeriksaan fisik keamanan memiiki tanda seperti perubahan proses berpikir dan kebingungan, penurunan kekuatan dan tonus otot, dan peningkatan risiko jatuh (M.Asikin, 2016). Selain pengkajian umum terdapat pengkajian khusus tentang aktivitas meliputi : 1) Aspek biologis a. Usia Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan ativitas yang terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. b. Riwayat Keperawatan Pengkajian riwayat keperawatan pasien meliputi riwayat adanya gangguan sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahrga yang sering dilakukan klien, mobilitas (misalnya nyeri, kelemahan otot, dan kelelahan), tingkat mobilitas, daerah yang mengalami gangguan moblitas, lama terjadinya gangguan aktivitas. c. Aspek psikologis Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah bagaimana respon psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas. d. Aspek sosiokultural Pengkajian ini meliputi bagaimana dampak yang terjadi akibat gangguan aktivitas yang dialami klien.
e. Aspek spiritual Hal yang perlu dikaji pada aspek ini bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien terkait dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang. Bagaimana pelaksanan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya (Asmadi, 2014). 2) Kemampuan mobilitas Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan. Tabel 2.1 Tingkat Kemampuan Mobilitas (Hidayat, 2010) Tingkat Aktivitas
Kategori
Tingkat 0
Mampu merawat diri sendiri secara penuh.
Tingkat 1
Memerlukan penggunaan alat.
Tingkat 2
Memerlukan bantuan atau pengawasan
Tingkat 3
orang lain dan peralatan. Memerlukan bantuan atau pengawasan
Tingkat 4
orang lain dan peralatan. Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan.
3) Kemampuan rentang gerak. Kemampuan rentang gerak (range of motion – ROM) dilakukan pada daerah seprti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki. Tabel 2.2 Kemampuan Rentang Gerak (Hidayat, 2010) Gerak sendi Bahu:
Derajat rentang gerak 180
Adduksi : gerakan lengan ke lateral dari posisi samping keatas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang paling jauh Siku:
150
Fleksi : angkat lengan bawah kearah depan dan kearah atas menuju bahu Pergelangan Tangan: Fleksi : tekuk jari-jari tangan kea rah bagian
80-90
dalam lengan bawah Ekstensi : luruskan pergelangan tangan
80-90
dari posisi fleksi Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan kea
70-90
rah belakang sejauh mungkin Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke sisi
0-20
ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas Adduksi : tekuk pergelangan tangan kea
30-50
rah kelingking. Telapak tangan menghadap ke atas Tangan dan Jari:
90
Fleksi : buat kepalan tangan Ekstensi : luruskan jari
90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan
30
kebelakang sejauh mungkin Abduksi : kembangakan jari tangan
20
Adduksi : rapatkan jari-jari tangan dari posisi Abduksi
20
1) Kekuatan Otot dan dan Gangguan Koordinasi Tabel 2.3 Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi (Hidayat, 2010) Sk
Presentase
Karakteristik
al
Kekuatan
a 0
Normal 0
1
10
Tidak ada gerakan, kontraksi otot
2
25
dapat dipalpasi atau dilihat Gerakan otot penuh melawan
3
50
gravitasi dengan topangan. Gerakan yang normal melawan
4
75
gravitasi. Gerakan yang normal melawan
Paralisis sempurna.
gravitasi dan melawan tahanan 5
100
minimal. Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan menahan tahanan penuh.
2) Perubahan Intoleransi Aktivitas Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan sistem pernapasan meliputi suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding toraks, serta tidak adanya mukus, batuk produktif yang disertai panas, dan nyeri saat bernapas. Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan sistem kardiovaskuler meliputi nadi dan tekanan darah, serta ada tidaknya gangguan sirkulasi perifer, dan perubahan tanda vital seletah beraktivitas. 4) Indeks Aktivitas Hidup Sehari-hari dari Barthel Tabel 2.4 Indeks Aktivitas Hidup Sehari-hari (Saryono, 2010) NAktivitas
Score Elemen Penilaian
o . Status buang air
0
Inkontinensia
1besar
1
Kadang-kadang(sekali seminggu)
.
2 0
Terkontrol penuh Tidak bisa mengontrol
2kecil
1
Kadang-
.
2
kadang(sekali/24jam)
0
Terkontrol penuh Perlu
1
bantuan
Status buang air
Merawat
diri
3(mencuci .
Mandiri
muka, menyisir, gosok gigi). Penggunaan toilet
4
0
Tergantung orang lain
1
Perlu bantuan tetapi dapat
.
melakukan sesuatu sendiri 2 0
Mandiri Tidak dapat
5
1
Perlu
.
2
bantuan
Berpindah
0
Mandiri Tidak dapat
1
Banyak
2
dibantu
Makan
6 (tidur- duduk) .
3
Dapat duduk dengan sedikit
0
bantuan Mandiri Tidak bergerak/tidak
7
1
mampu Mandiri dengan
.
2
kursi roda Berjalan
Berpakaian
3 0
dengan bantuan Mandiri Tergantung
8
1
Sebagian dibantu/perlu
.
2 0
bantuan Mandiri Tidak
9
1
mampu
.
2
Perlu
Mobilisasi
Naik turun tangga
bantuan Mandi 1
0
Mandiri Tergantung orang
1
lain Mandiri
0 Barthel Score Keterangan : Skor
Kategori
Tingkat kemandirian 20
1
12-19
2
9-11
3
5-8
4
0-4
5
Mandiri Ketergantungan ringan Ketergantugan sedang Ketergantungan berat Ketergantungan total Sumber : (Saryono, 2010) 2. Diagnosa Keperawatan Masalah keperawatan yang lazim muncul pada stroke non hemoragik, yaitu (Nurarif, 2013):
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan sensori persepsi, gangguan neuromuskular, menurunnya kekuatan otot. 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/ hemiplegia, tidak ada mobilisasi fisik, gangguan sirkulasi, gangguan sensasi. 3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi sensori, perubahan integrasi sensori. 4. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak, defek
anatomis
(perubahan
neuromuscular
pada
sistem
penglihatan,
pendengaran, dan aparatus fonatori). 5. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis (stroke)
C. Rencana Tindakan (Secara Teoritis) (Nurarif, 2013 ; Ackley, 2011) : No Diagnosa 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan sensori persepsi, gangguan neuromuskular, menurunnya kekuatan otot
Tujuan Intervensi Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy: ambulation Keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Monitoring tanda-tanda vital sebelum/ gangguan mobilitas fisik teratasi. sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan. Kriteria Hasil : 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang a. Pasien meningkat dalam rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan. aktifitas fisik b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah d. Pasien mampu melakukan 3. Bantu pasien untuk menggunakan tongkat aktivitas secara mandiri saat berjalan dan cegah terhadap cedera 4. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan ROM 5. Latih pasien dalam pemenuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan 6. Damping dan bantu jika pasien memerlukan 7. Berikan alat bantu jika pasien memerlukan 8. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
Rasional 1. Mengidentifikasi kelemahan/kekuatan dapat memberikan informasi bagi pemulihan. 2. Berdasarkan penelitian intervensi untuk peningkatan mobilitas ditentukan sebuah regimen dan aktivitas fisik regular mencakup latihan aerobik dan aktivitas penguatan otot adalah bermanfaat untuk pasien dengan kerusakan mobilitas fisik (Yeom, Keller, & Fleury, 2009). 3. Tongkat dapat membantu mobilisasi pasien (Nelson et al, 2003). 4. Mengkaji kualitas mobilisasi pasien, kemampuan berjalan dan berpindah dan kemampuan lainnya (Kneafsey, 2007). 5. Membantu meningkatkan kemampuan mobilisasi pasien. 6. Membantu pasien supaya tidak cedera dan membantu pemenuhan ADLs pasien. 7. Membantu pasien dalam meningkatkan mobilitas (Yeom, Keller, & Fleury, 2009).
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi dan berikan bantuan jika diperlukan 9. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit (ROM)
2.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/ hemiplegia, tidak ada mobilisasi fisik, gangguan sirkulasi, gangguan sensasi
Setelah dilakukan tindakan Pressure Management Keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Ajarkan pasien untuk menggunakan pakaian diharapkan integritas kulit pasien yang longgar mengalami perbaikan. Kriteria Hasil : a. Luka pasien sudah tertutup dengan baik b. Pasien tidak mengeluh nyeri pada luka c. Kerusakan jaringan tertangani d. Tidak ada tanda/gejala infeksi
2. Hindari karatan pada tempat tidur 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali 5. Monitor kulit dari kemerahan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
Rasional 8. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi membantu mencegah kontraktur. 9. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur dan dapat berespon baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu 1. Pakaian yang longgar berguna untuk mengurangi rasa panas pada tubuh sehingga pasien tidak mudah Berkeringat. 2. Kerutan pada tempat tidur menyebabkan lecet pada bagian kulit yang tertekan. 3. Kulit yang kotor dan lembab rentan mengalami kerusakan kulit 4. Ubah posisi pasien berguna agar kulit pasien tidak lecet sehingga pasien tidak mengalami dekubitus 5. Merah merupakan salah satu tanda infeksi 6. Lotion/minyak/baby oil merupakan barrier untuk mencegah kerusakankulit bagi pasien yang sering bed rest total 7. Aktivitas dan mobilisasi pasien yang
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 8. Monitor status nutrisi pasien 9. Memandikan pasien
3.
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak, defek anatomis (perubahan neuromuscular pada sistem penglihatan, pendengaran, dan aparatus fonatori)
Setelah dilakukan tindakan Comunication Enhancement : Keperawatan selama 3 x 24 jam, Speech Deficit hambatan komunikasi verbal pasien 1. Beri satu kalimat simpel setiap bertemu jika mengalami penurunan. diperlukan 2. Konsultasikan dengan dokter kebutuhan Kriteria Hasil : terapi wicara a. Komunikasi : penerimaan, interpretasi dan ekspresi pesan 3. Dorong pasien untuk berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan non verbal perlahan dan mengulangi permintaan meningkat. 4. Dengarkan dengan penuh perhatian b. Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara) : ekspresi pesan verbal dan non verbal yang 5. Berdiri didepan pasien ketika berbicara bermakna. c. Pengolahan informasi : pasien mampu untuk memperoleh, 6. Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa mengatur, dan menggunakan tubuh, gambar, daftar, kosakata bahasa informasi. asing, komputer, dan lain-lain untuk memfasilitasi komunikasi dua arah yang optimal
Rasional berat bisa menyebabkan kerusakan kulit 8. Nutrisi yang kurang membuat perbaikan kulit menjadi berkurang 9. Mandi mencegah adanya penumpukan bakteri pada bagian-bagian lipatan kulit. Kulit yang bersih terhindar dari kerusakkan kulit 1. Untuk memberikan latihan berbicara dimulai dengan kata-kata yang mudah. 2. Terapi wicara terbukti mampu mengembalikan cara bicara pasien menjadi normal 3. Untuk melatih komunikasi menjadi lancar 4. Perhatian yang baik dari perawat menandakan bahwa perawat peduli dengan pasien 5. Untuk mengetahui ekspresi yang diungkapkan oleh pasien dan meningkatkan BHSP 6. Mempermudah komunikasi 2 arah
No
4.
Diagnosa
Kerusakan berhubungan gangguan (stroke)
Tujuan
memori Setelah dilakukan tindakan dengan Keperawatan selama 3 x 24 jam, neurologis pasien menunjukkan penurunan kerusakan memori. Kriteria Hasil : a. Mampu untuk melakukan proses mental yang komplek b. Orientasi kognitif c. Kondisi neurologis : kesadaran d. Kondisi neurologis : kemampuan sistem syaraf perifer dan sistem saraf pusat untuk menerima, memproses, dan memberi respon terhadap stimuli internal dan eksterna.
Intervensi 7. Ajarkan bicara dari esophagus diperlukan
Rasional 7. Memodifikasi komunikasi sehingga memudahkan pasien untuk berkomunikasi 8. Berikan pujian positif, jika diperlukan 8. Pujian mampu memberikan semangat kepada pasien 9. Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur 9. Kunjungan bertujuan agar 10. Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain memberikan stimulus komunikasi dalam menyampaikan informasi (bahasa 10. Untuk mempermudah komunikasi 2 isyarat) arah Neurologi Monotoring 1. Memantau ukuran pupil, bentuk. Simetri 1. Masalah pada pupil menandakan dan reaktivitas adanya gangguan pada nervus III 2. Memantau tingkat kesadaran 2. Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan GCS 3. Memantau tingkat orientasi 3. Orientasi yang baik menandakan bahwa pasien tidak ada masalah kognitif 4. Memantau GCS 4. Memonitor tingkat kesadaran pasien 5. Memonitor memori baru, rentang perhatian, 5. Gangguan pada otak menyebabkan memori masa lalu, suasana hati, dan hilangnya memori baik itu jangka perilaku pendek atau jangka panjang 6. Memantau perkembangan keadaan 6. Memonitor tanda vital pasien 7. Status pernafasan mengidentifikasi 7. Memonitor status pernafasan terjadi hipoksia otak 8. Masalah pada kornea menandakan 8. Memantau refleks kornea adanya gangguan pada nervus V 9. Pergerakkan otot dan motorik yang jika
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Rasional bermasalah menandakan ada Memantau otot dan gerakan motorik gangguan pada otak 10.Gemetar atau tremor adalah salah satu tanda adanya terjadinya SNH Memantau untuk gemetar 11.Mengetahui adanya gangguan pada komunikasi verbal Memantau simetri wajah 12.Tonjolan abnormal pada lidah menandakan ada masalah pada nervus Memantau tonjolan lidah XII 13.Tanggapan yang salah bisa diindentifikasikan sebagai tanda Memantau tanggapan pengamatan adanya stroke 14.Stroke dapat menyebabkan hilangnya koordinasi melihat Memantau untuk gangguan visual 15.Sakit kepala dan pusing menandakan pasien mengalami vertigo Catatan keluhan sakit kepala 16.Gangguan komunikasi verbal mengidentifikasi ada masalah pada Memantau karakteristik berbicara : nervus kelancaran, keberadaan aphasias, atau kata 17.Paresthesia menandakan adanya temuan kesulitan penyumbatan pembuluh darah pada Memantau adanya paresthesia : mati rasa otak dan kesemutan 18.Respon Babinski menandakan abnormalitas pada otak Memantau respon Babinski 19.Untuk secara dini terjadinya kegawatan Meningkatkan frekuensi pemantauan neurologis 20.Meningkatnya tekanan intrkranial bisa
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional menyebabkan kelumpuhan dan 20. Hindari kegiatan yang meningkatkan kesadaran menurun tekanan kranial 21.Pasien bisa mendapatkan tindakan medis terkait pemberian obat 21. Beritahu dokter dari perubahan kondisi pasien 22.Mengusahakan keselamatan pasien 22. Melakukan protokol darurat
DAFTAR PUSTAKA Asmadi. (2013). Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Guyton AC & Hall JE, 2014. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Edisi 12. Penerjemah : Ermita I, Ibrahim I. Elsevier. Nurarif.
A
H.
dan
Kusuma.
H.
(2015).
APLIKASI
Asuhan
Keperawatan Berdasarkan. Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta : EGC. Wartonah.
Tarwoto.
(2015).
Kebutuhan
dasar
keperawatan. Salemba Medika. Jakarta
manusia
dan
proses