Laporan Pendahuluan - Ketuban Pecah Dini (KPD) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN POST SECTIO CAESARIA (SC) D/I KETUBAN PECAH DINI (KPD)



A.



Definisi Sectio Caesaria Sectio caesaria merupakan prosedur operatif, yang dilakukan di bawah anestesia sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding abdomen dan uterus. Prosedur ini biasanya dilakukan setelah viabilitas tercapai (usia kehamilan >24 minggu) (Fraser, et al, 2009). Sectio caesaria adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi distres janin (Muttaqin & Sari 2009). Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Prawirahardjo, 2010).



B.



Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu, sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2010). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilanmaupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2012).



C.



Etiologi Menurut Manuaba (2010) ketuban pecah dini disebabkan oleh: 1. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan kembar, hidramnion. 2. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang. 3. Kemungkinan



kesempitan



panggul



:



perut



terendahbelum masuk PAP, disproporsi sefalopelvik. 4. Kelainan bawaan dari selaput ketuban.



gantung,



bagian



5. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk preteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah. Menurut Nugroho (2012) faktor predisposisi KPD sebagai beriku t: 1. Kanalis servikalis yang selalu membuka oleh karena kelainan padaserviks uteri (akibat persalinan, curetage). 2. Tekanan



intrauterin



yang



meningkat



secara



berlebihan



(overdistensiuterus) misal trauma, hidramnion, gemeli. 3. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, atau amniosintetis yang biasanya disertai infeksi. 4. Keadaan sosial ekonomi. 5. Faktor lain : a. Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anakyang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaantermasuk kelemahan jaringan kulit ketuban. b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum. d. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C)



D.



Manifestasi Klinis Terdapat beberapa tanda dan gejala ketuban pecah dini menurut Manuaba (2010) antara lain : 1. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Ciri-ciri cairan ketuban : aroma air ketuban berbau amis dan tidakseperti bau amoniak, cairan tersebut masih merembes atau menetes, bewarna pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu hamil duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. 2. Demam 3. Bercak vagina yang banyak, 4. Nyeri perut, dan denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tandatanda infeksi yang terjadi.



E.



Klasifikasi Menurut POGI tahun (2014) KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu, KPD preterm dam KPD aterm, antara lain : 1. KPD Preterm Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauteri. Penatalaksanaan konservatif ketuban pecah dini pada kehamilan preterm antara lain :



1. Rawat di rumah sakit, ditidurkan dalam trendelenburg position, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam mencegah terjadinyai nfeksi dan kehamilan diusahakan mencapai 37 minggu. 2. Berikan antibiotika (ampisilin 4× 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin) dan metronidazol 2× 500 mg selama 7 hari. 3. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. PemberianMagnesium sulfat sebagai brain protector dengan dosis 4 gram sebagai dosis inisial dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 1gram/jam sampai lahir, maksimum 24 jam 4. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Sediaan terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari atau deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali. 5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum partu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. 6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam. 7. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dengan rejimen ampisilin 2 g intravena setiap 6 jam selama 48jam, diikuti oleh amoksisilin (500 mg per oral tiga kali sehari atau 875 mg secara oral dua kali sehari) selama lima hari dan lakukan induksi. 8. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin). Sedangkan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm penatalaksanaan berupa penanganan aktif, antara lain: 1. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 50 μg intra vaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.



2. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan di akhiri : a. Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria. b. Bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginam.



I.



Pengkajian Keperawatan 1. Identitas atau biodata klien Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa keperawatan. 2. Keluhan utama 3. Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan dahulu Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus. b. Riwayat kesehatan sekarang Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatkan cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan. c. Riwayat kesehatan keluarga Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien d. Riwayat psikososial Riwayat klien nifas biasanya cemas bagaimana cara merawat bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga diri rendah. 4. Pola-pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta



kurangnya menjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya b. Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya. c. Pola aktifitas Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri. d. Pola eleminasi Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering/ susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB. e. Pola istirahat dan tidur Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan. f. Pola hubungan dan peran Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain. g. Pola penagulangan sters Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas. h. Pola sensori dan kognitif Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya.



i. Pola persepsi dan konsep diri Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri j. Pola reproduksi dan sosial Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas. k. Pola tata nilai dan kepercayaan Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan klien akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedres total setelah partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh keluarganya. 5. Pemeriksaan fisik a. Kepala Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan b. Leher Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang yang salah. c. Mata Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning. d. Telinga Biasanya



bentuk



telingga



simetris



atau



tidak,



bagaimana



kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga. e. Hidung Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.



f. Dada Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila mamae g. Abdomen Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat h. Genitalia Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak. i. Anus Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur j. Ekstermitas Pemeriksaan



odema



untuk



mrlihat



kelainan-kelainan



karena



membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal. k. Muskulis skeletal Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena adanya luka episiotomi. l. Tanda-tanda vital Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.



J.



Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan



agen injury biologis (kontraksi dan



pembukaan serviks uteri) 2. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan 3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumbersumber informasi 4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini



I.



Intervensi Keperawatan



No. 1.



Diagnosa Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi



NOC



NIC



NOC  Pain level (tingkat nyeri)  Pain control (rasa sakit)  Comfort level (tingkat kenyamanan) Kriteria hasil :  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu meggunakan teknik non faramakologi untuk mengurani nyeri, mencari bantuan)  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri  Mampu menegnali nyeri (skala, insensitas, frekuensi dan tand nyeri)  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang



NIC Pain Management (Manajemen Nyeri) 1. Mampu menegnali nyeri (skala, insensitas, frekuensi dan tand nyeri) 2. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi , frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi 3. Observasi reaksi nnonvernal dari ketikdanyamanan 4. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 5. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri 6. Evluasi pengalaman nyeri masa lampau 7. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau 8. Bantu pasien dan jeluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 9. Kontrol lingkungan yang dapat mempengatuhi nyeri 10. Pilih dan lakukan pengangan nyeri 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 12. Ajarakan teknik non farmakologi 13. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 14. Tingkatkan istirahat 15. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 16. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Analgesic Administration 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat 2. Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi 3. Cek riwayat alergi 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasai dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu 5. Tentukan pilihan analgesik pilihan, rute, pemberian dan dosis optimal 6. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur 7. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 8. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri berat 9. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala



2.



Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan



3.



Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan penatalaksanaan dan proses penyakit.



NOC  Anxiety self-control  Anxiety level  Coping Kriteria hasil :  Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tekhnik untuk mengontrol cemas  Vital sign dalam batas normal  Postur tubuh, ekspirasi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan. NOC  Knowledge : Disesase Process  Knowledge : Health Behavior Kriteria hasil :  Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi prognosis dan program pengobatan  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainnya



NIC 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur 3. Dengarkan dengan penuh perhatian 4. Identifikasi tingkat kecemasan 5. Intruksikan pasien menggunakan tekhnik relaksasi.



NIC 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat 7. Hindari jaminan yang kosong 8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat 9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan dating dan atau proses pengontrolan penyakit 10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan 12. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat 13. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat



4.



Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi



NOC  Status Imun  Penegtahuan : Pengendalian Infeksi  Pengendalian Resiko Kriteria Hasil :  Klien bebas dari tanda dan gejala ifeksi  Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi serta penatalaksanaannya.  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi atau timbulnya infeksi.  Jumlah leukosit dalam batas normal  Menunjukkan perilaku hidup sehat



NIC Infection Control (Kontrol Infeksi) 1. Pertahankan teknik isolasi 2. Gunakan sabun antimirobia untuk cuci tangan 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung 5. Pertahnakan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 6. Ganti letak IV perifer dan line sentral dan dressing sesuai dengan pentunjuk umum 7. Tingkatakan intake nutrisi Infection protection 8. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 9. Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang berisiko 10. Pertahankan teknik isolasi K/P 11. Berikan perawatan kulit pada area epidema 12. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas , drainase 13. Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah 14. Dorong masukan nutrisi yang cukup 15. Dorong masukan cairan 16. Dorong istirahat 17. Instruksikan pasien untuk minum antibbiotik sesuai resep 18. Ajarkan pasien dan keluarga tand adan gejala infeksi 19. Ajarkan cara menghindari infeksi 20. Laporkan kecurigaan infeksi 21. Laporkan kultur positif



DAFTAR PUSTAKA



Duff, P., Lockwood, Cj., & Barss, VA. (2016). Preterm Premature (Prelabor) Rupture of Membranes. International Journal of Women’s Health and Reproduction Sciences, 3(4). Eskicioglu, F., & Bahar, GE. (2015). Diagnostic Modalities in Premature Rupture of Membranes. International Journal of Women’s Health and Reproduction Sciences, 3(2). Manuaba, I. A. C., Manuaba, I. B. G. F., & Manuaba, I. B. G. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Muttaqin, A., & Sari, K. (2009). Asuhan Keperawatan perioperatif: Konsep, Proses, dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. Fraser, D. M., Cooper, M. A., & Fletcher, A. (2009). Myles Buku Ajar Bidan, Edesi ke 14. Jakarta : EGC. Nugroho, T. (2012). Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. Nurarif, A. H., & Kusuma, H., (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Media Action. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). (2015). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Ketuban Pecah Dini. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). Prawirahardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan, Edisi ke 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo. Wiknjosastro, H., Saifuddin, A., & Rachimhadhi, T. (2010). Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.