10 0 177 KB
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KEGAWATDARURATAN OBSTETRIC PADA NY.N.B G2P1A0 UK ATERM OLIGO DENGAN LILITAN TALI PUSAT DI RUANGAN IBS RSUD SK LERIK
OLEH EMERENSIANA SUSANA BENGA 74202822
MENGETAHUI Pembimbing lahan/CI
(
Pembimbing /CT
)
(
)
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG 2023
KONSEP TEORI LILITAN TALI PUSAT a. Definisi Lilitan tali pusat adalah tali pusat yang dapat membentuk lilitan sekitar badan, bahu, tungkai atas/ bawah dan leher pada bayi. Keadaan ini dijumpai pada ait ketuban yang berlebihan, tali pusat yang panjang, dan bayinya yang kecil. Tali pusat atau Umbilical cord adalah saluran kehidupan bagi janin selama dalam kandungan, dikatakan saluran kehidupan karena saluran inilah yang selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat – zat gizi dan oksigen janin. (Sarwono, 2008). Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan lagi sehingga harus dipotong dan diikat atau dijepit. (Sarwono, 2008). Tali pusat sangatlah penting. Janin bebas bergerak dalam cairan amnion, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik. Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang besar kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Tali pusat dapat membentuk lilitan sekitar badan, bahu, tungkai atas / bawah, leher. Keadaan ini dijumpai pada air ketuban yang berlebihan, tali pusat yang panjang, dan bayinya yang kecil. Sebenarnya lilitan tali pusat tidaklah terlalu membahayakan namun, menjadi bahaya ketika memasuki proses persalinan dan terjadi kontraksi rahim (mules) dan kepala janin turun memasuki saluran persalinan. Lilitan tali pusat bisa menjadi semakin erat dan menyebabkan penurunan utero-placenter, juga menyebabkan penekanan / kompresi pada pembuluhpembuluh darah tali pusat. Akibatnya suplai darah yang mengandung oksigen dan zat makanan ke bayi menjadi hipoksia. b. Etiologi Pada usia kehamilan sebelum 8 bulan umumnya kehamilan janin belum memasuki bagian atas panggul. Pada saat itu ukuran bayi relative kecil dan jumlah air ketuban berlebihan ( polihidramnion) kemungkinan bayi terlilit tali pusat. Tali pusat yang panjang menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali pusat bayi rata-rata 50–60 cm, namun tiap bayi mempunyai tali pusat
bebeda-beda. Dikatakan panjang jika melebihi 100 cm dan dikatakan pendek jika kurang dari 30 cm. Puntiran tali pusat secara berulang-ulang kesatu arah. Biasanya terjadi pada trimester pertama dan kedua. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin melalui tali pusat terhambat total. Karena dalam usia kehamilan umumnya bayi bergerak bebas. Lilitan tali pusat pada bayi terlalu erat sampai dua atau tiga lilitan, hal tersebut menyebabkan kompresi tali pusat sehingga janin mengalami hipoksia / kekurangan oksigen. c. Tanda dan gejala Pada bayi dengan umur kehamilan dari 34 minggu namun bagian terendah janin (kepala/bokong) belum memasuki bagian atas rongga panggul. Pada janin letak sungsang/lintang yang menetap meskipun telah dilakukan usaha memutar janin (versi luar/ knee chest position) perlu dicurigai pada adanya lilitan tali pusat. Tanda penurunan DJJ dibawah normal, terutama pada saat kontraksi. d. Patofisiologi. Kesulitan yang mungkin terjadi berkaitan dengan tali pusat dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Tali pusat pendek, artinya kurang dari 40 cm. 2. Gerak janin terbatas sehingga ada kemungkinan tumbuh kembangnya terganggu. 3. Tarikan yang keras pada tali pusat pendek dapat menimbulkan solusio plasenta. 4. Tali pusat yang pendek dapat terjadi karena: Absolute pendek kurang dari 40 cm. Terjadi karena lilitan tali pusat khususnya pada leher janin. 5. Tarikan tali pusat pendek karena lilitan tali pusat pada leher dapat menimbulkan gangguan aliran nutrisi dengan akibat fetal distress. 6. Turunnya kepala janin ke PAP, dapat pula menimbulkan fetal distress, karena lilitannya makin erat, sampai meninggal jika tindakan terlambat. 7. Saat inpartu, tali pusat pendek dapat menimbulkan komplikasi:
Bagian terendah tidak dapat/sulit masuk pintu atas panggul, jalan lahir sehingga tetap di atas simfisis.
Tarikan tali pusat pendek dapat menimbulkan inversion uteri dengan segala komplikasinya.
8. Tali pusat panjang. Karena tali pusat terlalu panjang dapat terjadi lilitan beberapa kali di leher. Aktivitas janin yang banyak dapat menimbulkan simpul tali pusat sehingga apabila terjadi tarikan, maka simpul dapat menyebabkan aliran nutrisi dan O2 berkurang dan mengakibatkan fetal distress sampai janin meninggal intrauteri. Pada janin hamil ganda monoatomik, tali pusatnya saling berlilitan sehingga menimbulkan fetal distress dan kematian intrauteri. Tali pusat satu janin dapat saja melilit pada janin lainnya dengan akibat yang sama (Manuaba, 2007).
e. Pathway Usia Kehamilan ≤ 8 bulan
Janin masuk atas panggul
Bayi kecil
Air ketuban berlebih
Aliran nutrisi terganggu
Fetal distres Tali pusar panjang
Kurang terpapar informasi
Ansietas
sc
Insisi abdomen
Jalan masuk organisme Resiko infeksi
Tali pusar terlilit
Tindakan invasif
Perdarahan
Perfusi O2 ↓ Ke jaringan
PO2 darah & PCO2
Hipoventilasi Risiko Perdarahan Asfiksia
pola napas tidak efektif
Sumber : (Manuaba, 2007).
f. Penanganan medis Melalui pemeriksaan teratur dengan bantuan USG untuk melihat apakah ada gambaran tali pusat disekitar leher. Namun tidak dapat dipastikan sepenuhnya bahwa tali pusat tersebut melilit leher janin/tidak. Apalagi untuk erat/tidaknya lilitan. Namun dengan USG berwarna (Coller Doppen) atau USG tiga dimensi dan dapat lebih memastikan tali pusat tersebut melilit/tidak dileher atau sekitar tubuh yang lain pada janin, serta menilai erat tidaknya lilitan tersebut. Memberikan oksigen pada ibu dalam posisi miring. Namun, bila persalinan masih akan berlangsung lama dengan DJJ semakin lambat (bradikardia), persalinan harus segera diakhiri dengan operasi Caesar. Jika tali pusat melilit longgar di leher bayi, melepaskan melewati kepala bayi namun jika tali pusat melilit erat dileher dengan menjepit tali pusat dengan klem di dua tempat, kemudian memotong diantaranya, kemudian melahirkan bayi dengan segera. Dalam situasi terpaksa bidan dapat melakukan pemotongan tali pusat (Prawirohardjo, 2006). g. Konsep Perawatan Tali Pusat a. Definisi Perawatan Tali Pusat Perawatan tali pusat merupakan suatu tindakan merawat dan membersihkan tali pusat, serta untuk mencegah terjadinya infeksi pada tali pusat bayi dan mempercepat penyembuhan luka bekas pemotongan tali pusat (Sodikin, 2009). Perawatan tali pusat juga sebagai pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan fisik terakhir antara ibu dan bayi, kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan steril, bersih, kering, puput dan terhindar dari infeksi tali pusat (Hidayat, 2007). b. Tujuan Perawatan Tali Pusat Menurut Sodikin (2012) tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada bayi diantaranya tetanus neonatorum dan omfalitis dengan tindakan sederhana. Tujuan lain perawatan tali pusatpun berfungsi untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir, penyakit ini disebabkan karena masuknya spora kuman tetanus kedalam tubuh bayi melalui tali pusat, baik dari alat steril, pemakaian obat-obatan, bubuk atau daun-daunan yang ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi (Boycell, 2011).
c. Metode Perawatan Tali Pusat Ada beberapa metode perawatan tali pusat, antara lain yaitu : Teknik Perawatan Tali Pusat Kasa Kering Menurut Prawirohardjo (2010), bahwa penatalaksanaan dalam merawat tali pusat dengan cara yaitu : mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh tali pusat bayi dengan menggunakan sabun dan air bersih, kemudian bersihkan dengan lembut kulit disekitar tali pusat dengan kapas basah, setelah itu bungkus tali pusat dengan longgar jangan terlalu rapat dengan menggunakan kassa bersih atau steril, kemudian pastikan popok atau celana bayi diikat dibawah tali pusat. Popok atau celana tersebut tidak boleh menutupi tali pusat agar tali pusat tidak terkena feses dan urin, hindari penggunaan kancing, koin (uang logam) pada area tali pusat. d. Teknik Perawatan Tali Pusat Terbuka Menurut Varney (2008) bahwa sebelum menyentuh tali pusat bayi anjurkan kepada ibu bayi agar mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh tali pusat dengan menggunakan sabun dan air bersih, dan ketika pada saat memandikan bayi usahakan tidak merendam seluruh badan bayi kedalam air.Jangan merendam seluruh badan sampai ujung tali pusat lepas dan kering, hindari membasahi tali pusat ketika membasuh bayi dengan lap basah. Tidak dianjurkan mengoleskan salep atau zat lain ke ujung tali pusat, ataupun mengusap alkohol atau povidone iodine meskipun masih diperkenankan asal tidak menyebabkan tali pusat menjadi basah atau lembab. Hindari pembungkusan tali pusat denagn tujuan supaya tali pusat cepat mengering dan puput, kemudian pastikan popok atau celana bayi diikat dibawah tali pusat. Popok atau celana tersebut tidak boleh menutupi tali pusat agar tali pusat tidak terkena feses dan urin, dan apabila terdapat sisa tali pusat kotor, bersihkan dengan hati-hati menggunakan air Desinfektan Tingkat Tinggi (DTT), selanjutnya keringkan secara dengan menggunakan kain bersih atau kassa kering (JNPK-KR, 2008). Banyak pendapat yang menyatakan tentang cara terbaik dalam merawat tali pusat. Telah dilakukan ataupun dilaksanakan beberapa uji klinis untuk membandingkan cara perawatan tali pusat agar tidak terjadi peningkatan infeksi adalah dengan cara membiarkan tali pusat dalam keadaan terbuka, dan apabila terdapat luka pada area tali pusat maka bersihkan luka tersebut cukup hanya dengan menggunakan air bersih (Dewi, 2010).
e. Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Pada Saat Perawatan Tali Pusat Untuk mencegah tali pusat dari infeksi, maka tali pusat harus tetap bersih dan kering. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tali pusat yaitu : Cuci tangan sebelum menyentuh tali pusat pada bayi, dan apabila tali pusat kotor atau memiliki banyak darah kering bersihkanlah dengan alkohol 50%, dan juga bisa menggunakan air dan sabun, dan jangan meletakan benda apapun di atas tali pusat untuk menghindari terjadinya infeksi. Sisa tali pusat biasanya jatuh sekitar hari ke 5-7setelah lahir. Mungkin akan keluar beberapa tetes darah ataupun lendir saat tali pusat terlepas, ini normal-normal saja. Namun jika ternyata masih keluar banyak darah atau muncul nanah, segera minta bantuan medis (Siti Saleha, 2009). f.
Dampak Perawatan Tali Pusat Adapun dampak yang muncul setelah perawatan tali pusat, antara lain yaitu : 1. Perawatan Tali Pusat Steril Menurut Hidayat (2009) bahwa perawatan tali pusat yang steril akan berdampak pada bayi, bayi akan sehat dengan kondisi tali pusat yang bersih, tidak terjadi infeksi serta tali pusat akan pupus lebih cepat yaitu antara hari ke 5-7 tanpa adanya suatu komplikasi. 2. Perawatan Tali Pusat Tidak Steril Dampak permasalahan perawatan tali pusat yang tidak baik akan menimbulkan permasalahan infeksi berupa mengeluarkan cairan nanah, darah, dan tali pusat berbau, karena kondisi kotor pada tali pusat yang dapat menjadi media pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat menyebabkan infeksi, bahkan dapat mendorong terjadinya penyebaran infeksi (Paisal, 2007). Sedangkan menurut Riksani (2012), perawatan tali pusat yang tidak steril akan mengakibatkan beberapa gangguan kesehatan pada bayi, diantaranya : a.Tetanus Neonatorum Tetanus neonatorum adalah suatu penyakit pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh spora yang disebut (Clostridium tetani) yang masuk melalui tali pusat. Hal ini disebabkan akibat perawatan atau tindakan yang tidak memenuhi syarat
kebersihan.Misalnya, pemotongan tali pusat dengan menggunakan bambu atau digunting secara tidak steril atau setelah tali pusat digunting, dibubuhi dengan berbagai benda yang tidak seharusnya tidak steril. Tetanus neonatorum(tetanus pada bayi baru lahir) ini terjadi berawal dari pemotongan atau perawatan tali pusat yang tidak memperhatikan prinsip kesterilan alat yang digunakan saat merawat tali pusat. Gejala yang jelas terlihat adalah adannya mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah dan sering kejang disertai sianosis/pucat, suhu meningkat, kaku kuduk hingga kejang. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk memastikan bahwa peralatan yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk membantu proses persalinan adalah alat-alat yang steril. b. Omphalitis Salah satu infeksi yang disebakan oleh adanya bakteri seperti staphylococcus, streptokokus, atau bakteri lainya. Bila infeksi tidak segera diobati ketika tandatanda infeksi ini ditemukan, akan terjadi penyebaran ke daerah sekitar tali pusat sehingga menyebabkan kemerahan, bengkak dan bernanah pada daerah vena tali pusat. Pada keadaan lebih lanjut, infeksi dapat menyebar ke bagian dalam tubuh di sepanjang umbilikus dan akan menyebabkan trombosis vena/penyumbatan vena. Oleh sebab itu, penting dilakukan perawatan tali pusat dengan rutin dan cermat. g. Manfaat Perawatan Tali Pusat Menurut World Health Organization (WHO) 2014 mengatakan bahwa manfaat perawatan tali pusat pada bayi merupakan suatu perlindungan terhadap resiko infeksi, dan mengoptimalkan perkembangan pada kesehatan bayi. Sedangkan manfaat perawatan tali pusat bagi ibu itu sendiri merupakan suatu bentuk tindakan untuk mengurangi resiko stress dan khawatir yang akan dialami oleh ibu- ibu yang pertama kalinya melahirkan. Ada beberapa manfaat perawatan tali pusat menurut admin (2009) yaitu dapat membersihkan tali pusat dan sekitarnya dari berbagai macam jenis kotoran, dan dapat mencegah terjadinya infeksi oleh dari adanya bakteri dan virus.
Konsep Asuhan Keperawatan Proses keperawatan adalah suatu konsep yang diterapkan dalam praktik keperawatan terdiri dari lima tahap yang saling berhubungan yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Berikut lima tahap konsep asuhan keperawatan pada klien: a. Pengkajian Pengkajian adalah pengumpulan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi pasien baik secara fisik, mental, sosial, maupun spiritual. 1) Biodata klien Mengkaji identitas klien dan pasangan klien yang meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, pernikahan, lama pernikahan, agama, suku, no. Rekam medis, sumber informasi dan tanggal dilakukan pengkajian. 2) Keluhan utama Keluhan yang dirasakan klien pada saat pengkajian untuk menentukan priortas intervensi keperawatan, keluhan utama pada post sectio caesarea lilitan tali pusat biasanya adanya nyeri pada bagian abdomen, pusing, dan sakit pinggang. 3) Riwayat Kesehatan Penyakit ibu sekarang dan riwayat penyakit yang lalu yang perlu dikaji, mengkaji ibu menderita penyakit akut atau kronis, penyakit keturunan, penyakit menular yang pernah diderita keluarga. Kemudian mengkaji riwayat obstetri dan gynekologi ibu yang meliputi riwayat menstruasi termasuk menerche. Riwayat antenatal care juga perlu dikaji, status obstetric ibu, riwayat persalinan yang lalu, riwayat perkawinan serta riwayat permakaian alat kontrasepsi. 4) Pola aktifitas sehari-hari
a) Makan dan minum meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dan saat dirawat di rumah sakit. Makanan pada masa post sc harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran, dan buah buahan. Termasuk mengalami peningkatan berat badan atau tidak b) Eliminasi, pola dan defekasi, jumlah, warna, konsistensi. Adanya perubahan pola BAK dan BAB. BAB harus 3-4 hari post SC sedangkan BAK secepatnya. c) Istirahat dan tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan. d) Personal hygiene, meliputi pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, cuci rambut sebelum dan saat dirawat di rumah sakit termasuk menggantu balutan. 5) Psikososial spiritual Emosi selama pasca sectio caesarea 6) Pemeriksaan Fisik a) Kepala Mengkaji bentuk kepala, warna rambut, kebersihan rambut, dan terdapat benjolan pada bagian kepala atau tidak. b) Mata Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, kongjutiva, anemia (pucat) pada selaput mata karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning. c) Telinga Bentuk telinga simetris atau tidak, kebersihan telinga, ada cairan yang keluar dari telinga. d) Hidung Lubang hidung simetris, adanya polip atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak, adanya benjolan, adanya perdarahan, adanya pernapasan cuping hidung atau tidak, terpasang oksigen atau tidak e) Mulut dan gigi Mulut bersih atau kotor, mukosa bibir kering atau lembab, terdapat caries gigi atau tidak. f) Leher Saat dilakukan palpasi ditemukan ada atau tidak pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat nyeri tekan, tidak mengalami kaku kuduk, dan tidak terdapat pembesaran vena jugularis
g) Payudara Simetris antara kanan dan kiri, tidak ada kelainan pada payudara, aerola, puting inverted atau eksverted, air susu menetes, lancar atau tidak keluar h) Paru-paru Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri, ada pembengkakan atau tidak, gerakan saat inspirasi dan ekspirasi seirama, tidak terdapat otot bantu napas, tidak terdapat jejas, tidak terdapat lesi Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak, teraba massa atau tidak Perkusi : redup atau sonor Auskultasi : suara napas vesikuler atau terdapat suara napas tambahan (wheezing atau ronkhi) i) Jantung Inspeksi : bentuk simetris, tidak terdapat jejas, ictus cordis teraba atau tidak Palpasi : ictus cordi terabata atu tidak di intra costae, tidak terdapat nyeri tekan Perkusi : redup atau tympani Auskultasi : bunyi jantung lup dup atau ada suara tambahan j) Abdomen Inspeksi : apakah terdapat luka jahitan post operasi, bentuk luka, panjang luka, tertutup oleh kassa atau tidak, ada strie gravidarium atau tidak Palpasi : terdapat nyeri tekan pada luka atau tidak, konsistensi uterus lembek atau keras Perkusi : redup Auskultasi : bising usus k) Genetalia Pengeluaran darah ada atau tidak, darah keluar berapa banyak dan berwarna apa, terdapat luka pada jalan lahir atau tidak
l) Ekstremitas Pemeriksaan ekstremitas terdapat oedema atau tidak karena pembesaran uterus atau karena preeklampsia m)Tanda-tanda vital Apabila terjadi perdarahan pada post sectio caesara maka tekanan darah akan menurun, nadi cepat, pernapasan meningkat, suhu tubuh menurun b. Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan merupakan kondisi klinis seseorang akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial 1. PRE OPERASI Ansietas b.d krisis situasional (D. 0080) 2. INTRA OPERASI Risiko Perdarahan b.d tindakan pembedahan 3. POST OPERASI Risiko infeksi d.d prosedur invansif (D. 0142) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (D. 0005) c. intervensi keperawatan No
SDKI
1
Ansietas
SLKI b.d
krisis Tingkat
situasional (D. 0080)
SIKI Ansietas
(L. Reduksi Ansietas (I. 09314)
09093)
Observasi
Setelah tindakan
dilakukan keperawatan
1. Identifikasi berubah
saat
(Mis.
tingkat
ansietas
Kondisi,
waktu,
selama 1 x 4 jam maka
stresor) - Identifikasi kemampuan
di
mengambil keputusan
harapkan
ansietas
tingkat menurun
dengan kriteria hasil : 1. Perilaku gelisah
2. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
menurun 2. Perilaku tegang
Terapeutik 3. Ciptakan suasana teraupetik untuk
menurun
menumbuhkan kepercayaan 4. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan 5. Pahami
situasi
yang
membuat
ansietas dengarkan dengan penuh perhatian 6. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan 7.
Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
8. Motivasi
mengidentifikasi
situasi
yang memicu kecemasan 9.
Diskusikan perencanaan realisitis tentang peristiwa yang akan datang Edukasi
10. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami 11. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis 12. Anjurkan
keluarga
untuk
tetap
bersama pasien, Jika perlu 13.
Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
14. Latih
penggunaan
mekanisme
pertahanan diri yang tepat 15. Latih teknik relaksasi Kolaborasi 16. Kolaborasi
pemberian
antlansietas, Jika perlu
obat
INTRA OPERASI Risiko Perdarahan b.d tindakan pembedahan No
SDKI
1
Risiko Perdarahan tindakan pembedahan
SLKI b.d
SIKI
Setelah tindakan
dilakukan keprawatan
pencegahan perdarahan (I.02067).
selama 1 x 4 jam maaka Observasi di
harapkan
perdarahan
tingkat menurun
dengan kriteria hasil : 1.
Perdarahan pasca
operasi
menurun 2.
1.
Monitor tanda dan gejala perdarahan
2.
Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah
3.
Monitor tanda-tanda vital ortostatik
4.
Monitor koagulasi (mis: prothrombin time (PT), partial thromboplastin
Hemoglobin
time (PTT), fibrinogen, degradasi
membaik 3.
fibrin dan/atau platelet)
Tekanan darah membaik
Terapeutik 5.
Pertahankan
bed
rest
selama
perdarahan 6.
Batasi tindakan invasive, jika perlu
7.
Gunakan kasur pencegah decubitus
8.
Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi 9.
Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
10.
Anjurkan menggunakan kaus kaki
saat ambulasi 11.
Anjurkan
meningkatkan
asupan
cairan untuk menghindari konstipasi 12.
Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
13.
Anjurkan
meningkatkan
asupan
makanan dan vitamin K 14.
Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi 15.
Kolaborasi
pemberian
obat
pengontrol perdarahan, jika perlu 16.
Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
17.
Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
POST OPERASI No
SDKI
1
Risiko
infeksi
d.d
prosedur
invansif
(D. (L.14128)
0142)
SLKI
SIKI
Kontrol
Observasi
Setelah tindakan
Risiko Pencegahan Infeksi (I.14539) dilakukan
1. Monitor tanda gejala infeksi local dan
keperawatan
sistemik
selama 1 x 4 jam maka di
harapkan
kontro
risiko meningkat dengan
Terapeutik 2. Batasi jumlah pengunjung 3. Berikan perawatan kulit pada daerah
kriteria hasil : 1. Kemampuan
edema 4.
Cuci tangan sebelum dan sesudah
mencari
kontak dengan pasien dan lingkungan
informasi
pasien
tentang
faktor
5. Pertahankan
risiko meningkat
teknik
aseptic
pada
pasien berisiko tinggi
2. Kemampuan
Edukasi
mengidentifikasi
6.
faktor
7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
risiko
meningkat 3. Kemampuan melakukan strategi
benar 8. Ajarkan etika batuk 9.
control
resiko meningkat
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
10. Anjurkan cairan
meningkatkan
- Anjurkan
asupan
meningkatkan
asupan nutrisi Kolaborasi 11.
Kolaborasi pemberian imunisasi, Jika perlu
2
Pola napas tidak efektif
Manajemen Jalan Napas (I. 01011)
b.d
Observasi:
hambatan
napas (D. 0005)
upaya
1. Monitor
pola
napas
(frekuensi,
kedalaman, usaha napas) 2.
Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik 4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head tilt dan chin lift (jaw thrust, jika curiga trauma servikal) 5. Posisikan semi fowler atau fowler Berikan minuman hangat 6. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu -
Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik 7.
Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
8.
Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
9.
Berikan oksigen, jika perlu Edukasi
10. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontra indikasi 11. Anjurkan teknik batuk efektif Kolaborasi 12. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
d. Implementasi keperawatan Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali, 2014). Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (self care) dengan penyakit yang ia
alami sehingga klien
mencapai derajat kesembuhan yang optimal dan efektif. e. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan fase kelima atau fase terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika klien dan perawatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan atau hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA Manuaba.(2008). Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Nugroho, T. (2010).Buku ajar obstetric. Yogyakarta: Nuha Medika Prawirohardjo, S. (2006).Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sujiyatini.(2009). Asuhan patologi kebidanan. Jakarta: Nuha Medika Saifuddin, A. B. (2002). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal neonatal. Jakarta: JHPIEGO Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R (2012). Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.