Laporan Pendahuluan Mas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR PENGALAMAN BELAJAR KLINIK (PBK) “STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH” MAHASISWA SEMESTER IV FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DOSEN PEMBIMBING : Ns.Ahmad Ikhlasul Amal, MAN



DISUSUN OLEH : NAMA



: NINDI FATMASARI



NIM



: 40901800072



PRODI



: D3 KEPERAWATAN



FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN



UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2020/2021



LAPORAN PENDAHULUAN PENGALAMAN BELAJAR KLINIK ( PBK ) “STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH” SISTEM PENGINDERAAN PADA MATA ( KATARAK) DOSEN PEMBIMBING : Ns.Ahmad Ikhlasul Amal, MAN



DISUSUN OLEH : NAMA



: NINDI FATMASARI



NIM



: 40901800072



PRODI



: D3 KEPERAWATAN



FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN



UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2020/2021



A. PENGERTIAN  Katarak berasal dari bahasa Yunani yang berarti Katarrahakies, bahasa Inggris Cataract, dan bahasa latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak dapat terjadi akibat hidrasi, denaturasi protein atau keduanya.  Katarak merupakan kerusakan yang menyebabkan lensa mata berselaput dan keruhsehingga pandangan menjadi kabur penyebabnya diantaranya proses penuaan, keturunan, cedera mata,penyakit metabolik (misalnya diabetes), (Sofyan, 2015). B. ANATOMI  Lensa Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 10 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula ( zonula Zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus dan disebelah posterior terdapat vitreus. Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah ataupun saraf di lensa  Kapsul Lensa Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastic FISIOLOGI LENSA Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otototot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.  Metabolisme Lensa Normal Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase.



Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase C. ETIOLOGI 1) Herediter (isolated – tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau sistemik) seperti autosomal dominant inheritance. 2) Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom multisistem.  Kromosom seperti Down’s syndrome (trisomy 21), Turner’s syndrome.  Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome, Myotonicdystrophy.  Kelainan sistem saraf pusat seperti Norrie’s disease.  Kelainan ginjal seperti Lowe’s syndrome, Alport’s syndrome.  Kelainan mandibulo-fasial seperti Nance-Horan cataract-dental syndrome.  Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, incontinentia pigmenti. 3) Infeksi seperti toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex, sifilis, poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat hamil. 4) Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A 5) Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti X-rays 6) Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan dan galaktosemia. 7) Tapi penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu tidak diketahui penyebabnya. D.          



GEJALA dan TANDA Penglihatan akan suatu objek benda atau cahaya menjadi kabur,buram. Bayangan benda terlihat seakan seperti bayangan semu atau seperti asap. Kesulitan melihat ketika malam hari Mata terasa sensitif bila terkena cahaya. Bayangan cahaya yang ditangkap seperti sebuah lingkaran. Membutuhkan pasokan cahaya yang cukup terang untuk membaca atau beraktifitas lainnya. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena merasa sudah tidak nyaman menggunakannya. Warna cahaya memudar dan cenderung berubah warna saat melihat, misalnya cahaya putih yang ditangkap menjadi cahaya kuning. Jika melihat hanya dengan satu mata, bayangan benda atau cahaya terlihat ganda.



E. PATOFISIOLOGI Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar



daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim kan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Komponen terbanyak dalam lensa adalah air danprotein. Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mataakan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Adapun lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang mengakibatkan nukleus lensa terdesak danmengeras (sklerosis nuklear). Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuclear lensa. Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) pada seseorang. Adapun patofisiologi katarak adalah kompleks dan perlu untuk dipahami. Pada semua kemungkinan, patogenesisnya adalah multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks antara proses fisiologis yang bermacammacam. Sebagaimana lensa berkembang seiring usia, berat dan ketebalan terus meningkat sedangkan daya akomodasi terus menurun. Bermacam mekanisme memberikan kontribusi pada hilangnya kejernihan lensa. Epitelium lensa dipercaya mengalami perubahan seiring dengan pertambahan usia, secara khusus melalui penurunan densitas epitelial dan differensiasia peran dari sel-sel serat lensa. Sekali pun epitel dari lensa katarak mengalami kematian apoptotik yang rendah di mana menyebabkan penurunan secara nyata pada densitas sel, akumulasi dari serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan bertambahnya usia lensa, penurunan ratio air dan mungkin metabolit larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport air, nutrien dan antioksidan. Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa pada pertambahan usia terjadi yang mengarahkan pada perkembangan katarak senilis. Berbagai macam studi menunjukkan peningkatan produk oksidasi (contohnya glutation teroksidasi) dan penurunan vitamin antioksidan serta enzim superoksida dismutase yang menggaris-bawahi peranan yang penting dari proses oksidatif pada kataraktogenesis.8 Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa dengan berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul tinggi larut air, fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air. Hasil perubahan protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan menurunkan kejernihan. Area lain yang sedang



diteliti meliputi peran darimnutrisi pada perkembangan katarak secara khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin. F. KOMPLIKASI  nistagmus dan strabismus ketidakmampuan untuk menyempurnakan gambaran terhadap objek  bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan menimbulkan komplikasi penyakit berupa glukoma dan uveitis Terdapat banyak komplikasi yang bisa terjadi dari operasikatarak dan komplikasi ini bisa dibagi menjadi : a. Intraoperation : Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anteriormungkin akan menjadi dangkal karena pemasukan yangtidak adekuat dari keseimbangan solution garam kedalamruangan anterior, kebocoran akibat insisi yang terlalu lebar,tekanan luar bola mata,tekanan positif pada vitreus,perdarahan pada suprachoroidal. b. PostoperationKomplikasi selama postoperative dibagi dalam EarlyComplication Post Operation dan Late Complication PostOperation. 1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalamikerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat masuk kedalam bilik anterior, yang merupakan resiko terjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi). 2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai faerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan. 3. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi. Pasien datang dengan :  Mata merah yang terasa nyeri.  Penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan.  Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior(hipopion). 4. Astigmatisme pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh. 5. Ablasio retina. Tehnik-tehnik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous. 6. Edema macular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous.



G. PATHWAYS



H.    



 



PEMERIKSAAN PENUNJANG Keratometri Oftalmoskop A-Scan Ultrasoundm Kartu mata snellen/mesin telebinokuler: mungkin terganggua dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina. Lapang penglihatan: penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma. Pengukuran Tonografi: TIO (12 –25 mmHg)



    



Pengukuran Gonioskopi: membedakan sudut terbuka dan sudur tertutup glukoma. Tes Provokatif: menentukan adanya/tipe glukoma. Oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optic, papilledema, perdarahan. Darah lengkap, LED: menunjukan anemi sistemik / infeksi EKG, kolesterol serum, lipid, tes toleransi glukosa: Kontrol DM



I. TERAPI Non-bedah 1. Terapi penyebab katarak 2. Pengontrolan diabetes mellitus, menghentikan konsumsi obat-obatan yang bersifat kataraktogenik seperti, kortikosteroid, fenotiasin, dan miotik kuat, menghindari radiasi (inframerah atau sinar-X) dapat memperlambat atau mencegah terjadinya proses kataraktogenesis. 3. Memperlambat progresivitas 4. Penilaian terhadap perkembangan visus pada katarak insipient dan imatur a.Refraksi, dapat berubah sangat cepat, sehingga harus sering dikoreksi. b.Pengaturan pencahayaan: pasien dengan kekeruhan dibagian perifer lensa (area pupil masih jernih) dapat diinstruksikan menggunakan pencahayaan yang terang. Berbeda dengan kekeruhan pada bagian sentral lensa, cahaya remang yang ditempatkan di samping dan sedikit di belakang kepala pasien akan memberikan hasil terbaik. c.Penggunaan kacamata gelap: pada pasien dengan kekeruhan lensa dibagian sentral, hal ini akan memberikan hasil yang baik dan nyaman apabila beraktifitas di luar lingkungan. d.Midriatil: dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lataral aksial dengan kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin 5% atau topikamid 1% dapat memberikan penglihatan yang jelas. 5. Operasi katarak berbasis laser atau Femtosecond Laser-Assisted Cataract Surgery (FLACS) adalah operasi tanpa pembedahan dengan pisau, tindakan cepat, minim risiko dan proses penyembuhannya cepat. Tindakan FLACS setidaknya butuh waktu sekitar 1015menit. Pasien terlebih dahulu dibius topikal atau tetes, baru mata kemudian diblok dengan suatu alat. Mulai dari sini komputer bekerja memindai informasi mata pasien termasuk ketebalan kornea, kapsul lensa dan mengunci letak kapsul lensa.  Karena katarak berkaitan dengan kondisi keruh pada lensa mata atau tepatnya massa lensa, maka pertama laser bertugas membuat insisi atau luka pada kapsul lensa sebagai jalan masuk alat. Tugas kedua, laser akan memotong massa lensa yang keruh menjadi enam bagian. Alat kemudian masuk, menghancurkan massa lensa dan diaspirasi (dihisap).  Pembedahan Katarak 



Tindakan operasi katarak dilakukan jika memang sudah ada indikasi visus, medis, dan atau kosmetik yang dirasakan atau dikeluhkan oleh pasien. 1. Indikasi visus atau tajam penglihatan : jika seseorang yang mengalami katarak sudah mengalami penurunan tajam penglihatan untuk kegiatan sehari-hari dan indikasi ini berbeda-beda pada tiap individu. 2. Indikasi medis  :  jika seseorang yang dengan katarak tersebut sudah mengalami komplikasi akibat katarak yang dideritanya seperti glaukoma, atau ada kelainan medis lainnya di mata sehingga harus dilakukan operasi misalnya karena terdapat kelainan pada retina (lapisan syaraf mata) akibat penyakit gula (retinopati diabetik) yang membutuhkan tindakan laser.Indikasi kosmetik, terkadang pasien meminta operasi katarak karena ti 3. dak mau manik matanya terlihat berwarna putih meskipun secara tajam penglihatan tidak akan nada perbaikan setelah operasi. J. PENGKAJIAN FOKUS 1. Aktivitas/Istirahat Gejala :Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan 2. Neurosensori Gejala :Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap.Perubahan pengobatan tidak memperbaiki penglihatan. Tanda :Tampak kecoklatan /putih susu pada pupil.Peningkatan air mata. 3. Nyeri/Kenyamanan Gejala:Ketidaknyamanan ringan/mata berair K. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre, intra, dan post operasi) : 1. Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan 2. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan prosedure tindakan invasiv insisi aringan tubuh 3. Nyeri berhubungan dengan perlukaan sekunder operasi miles prosedur 1.



1.



2.



B.



L. PERENCANAAN KEPERAWATAN 1. Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan Tujuan/kriteria evaluasi: o Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya. o Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi. o Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan. Intervensi  Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda-tanda verbal dannonverbal. 1.















2.



     



















Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya. Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya. Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedurtindakan Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan yang akan digunakan 3.



4.



5.



6.



2. Nyeri berhubungan dengan perlukaan sekunder operasi miles prosedur Tujuan/kriteria evaluasi: o Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang o Tidak merintih atau menangis o Ekspresi wajah rileks o Klien mampu beristrahat dengan baik Intervensi  Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik dan  intensitas nyeri (skala 0-10).  Motivasi untuk melakukan teknik pengaturan nafas dan mengalihkan perhatian.  Hindari sentuhan seminimal mungkin untuk mengurangi rangsangan nyeri.  Berikan analgetik sesuai dengan program medis. 







1.



3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan prosedure tindakan invasiv insisi jaringan tubuh (miles prosedur) Tujuan/kriteria evalusi: o Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan ditandai dengan penggunaan teknik antiseptik dan desinfeksi secara tepat dan benar. Intervensi  Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan secara tepat.  Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari kontaminasi dunia luar Jaga area kesterilan luka operasi  Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi 



2.







3.







4.



Daftar Pustaka (n.d.). https://studylibid.com/doc/4279950/lp-katarak. Andika, R. (2014). katarak kongental. banda aceh. Mutiarasari, D., & Handayani , F. (n.d.). Katarak Juvenil. Sari, A. N. (2019). cegah kebutaan akibat katarak dengan terapi. jakarta: http://www.yankes.kemkes.go.id/read-cegar-kebutaan-akibat-katarak-dengan-terapi-yangtepat-7109.html.



https://www.scribd.com/doc/88991674/Askep-Katarak Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC: Jakarta. http://www.shoutmix.com/ www.jakarta eye center.com Arif, mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius.: Jakarta. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC: Jakarta Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta



LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN Tanggal Pengkajian



: 15 Juni 2020



Jam



: A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN I. DATA UMUM 1. IDENTITAS a. Identitas Pasien Nama



: Ny. S



Umur



: 46 Tahun



Jenis kelamin



: Perempuan



Agama



: Islam



Pendidikan



: SMA



Pekerjaan



: Swasta



Suku/bangsa



: Jawa



Alamat



: Desa Pedawang Rt 3/3



Diagnosa medis



: katarak



Tanggal



:



Jam masuk



:



b. Identitas Penanggungjawab Nama



: Tn. S



Umur



: 50 Tahun



Jenis kelamin



: Laki-laki



Agama



: Islam



Suku/bangsa



: Jawa



Pendidikan terakhir



: SMP



Pekerjaan



: Swasta



Alamat



: Desa pedawang Rt3/3



Hubungan dengan pasien 2. Status Kesehatan saat ini



: Suami



Keluhan utama



: Klien mengeluh pandangan kabur



Alasan masuk RS : Factor pencetus



:



Lamanya keluhan : Timbulnya keluhan



:



Upaya yang dilakukan untuk mengatasi Factor yang memperberat



:



3. Riwayat kesehatan lalu Penyakit yang pernah dialami Kecelakaan



:



Pernah dirawat



:



Alergi obat



:



Imunisasi



:



4. Riwayat Kesehatan keluarga a. Genogram



:



:



b. Penyakit yang pernah diderita anggota keluarga



:



c. Penyakit yang sedang diderita keluarga :



a.



b.



5. Riwayat kesehatan lingkungan Kebersihan rumah dan lingkungan :



Kemungkinan terjadinya bahaya



:



II POLA KESEHATAN FUNGSIONAL (DATA FOKUS) ► TULIS DATA SEBELUM SAKIT DAN SETELAH DIRAWAT 1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan a. Persepsi pasien tentang kesehatan diri



:



b. Pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakit dan perawatannya



:



c. Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan (gizi /makanan yang kuat pemeriksaan kesehatan berkala, perawatan kebersihan diri, imunisasi, dll ) :



d. Kemampuan pasien untuk mengontrol kesehatan (apa yang dilakukan pasien bila sakit, kemana pasien biasa berobat bila sakit) :



e. Kebiasaan hidup (konsumsi obat-obatan/ jamu, konsumsi alkohol, konsumsi rokok, konsumsi kopi, kebiasaan berolahraga) :



f.



Faktor sosioekonomi yang berhubungan dengan kesehatan (penghasilan, asuransi/ jaminan kesehatan, keadaan lingkungan tempat tinggal) :



2. Pola eliminasi a. Eliminasi feses 1) Pola BAB (frekwensi, waktu, warna, konsistensi, penggunaan pencahar/enema, adanya keluhan diare/konstipasi) Sebelum sakit



Setelah sakit



2) Adakah perubahan dalam kebiasaan BAB (terpasang kolostomi/ileostomy) Sebelum sakit



Setelah sakit



b.



Pola BAK (frekwensi, waktu, warna, jumlah) Sebelum sakit



Setelah sakit



3. Pola aktifitas dan latihan a. Kegiatan dalam pekerjaan Sebelum sakit



Setelah sakit



b. Olahraga yang dilakukan (jenis dan frekwensi) Sebelum sakit



Setelah sakit



c. Kesulitan /keluhan dalam aktifitas 1) Pergerakan tubuh



2)



Perawatan diri (mandi, mengenakan pakaian, bersolek, makan, dll)



3)



Berhajat (BAK/BAB)



4)



Keluhan sesak nafas setelah melakukan aktifitas



5)



Mudah merasa kelelahan



4. Pola Istirahat dan Tidur a. Kebiasaan tidur (Waktu tidur, lama tidur dalam sehari) Sebelum sakit



Setelah sakit



b.



Kesulitan tidur (mudah terbangun, sulit memulai tidur, insomnia, dll) Sebelum sakit



Setelah sakit



5. Pola Nutrisi-Metabolik Pola makan :



Pola minum



:



Diet khusus



:



Nafsu makan



:



Mual



:



Muntah:



Stomatitis



:



BB naik turun 6 bulan terakhir :



Kesulitan menelan



:



6. Pola Kognitif-Perseptual sensori a. Keluhan yang berkenaan dengan kemampuan sensasi (penglihatan, pendengaran) Sebelum sakit



Setelah sakit



b. Kemampuan kognitif (kemampuan mengingat, bicara dan memahami pesan yang diterima, pengambilan keputusan yang bersifat sementara) Sebelum sakit



Setelah sakit



c. Kesulitan yang dialami (sering pusing, menurunnya sensitifitas terhadap nyeri dan panas/dingin) Sebelum sakit



Setelah sakit



d. Persepsi terhadap nyeri dengan menggunakan pendekatan P, Q, R, S,T P= Q= R= S= T= 7. Pola persepsi diri dan konsep diri a. Persepsi diri (hal yang dipikirkan saat ini, harapan setelah menjalani perawatan, perubahan yang dirasa setelah sakit) Sebelum sakit



Setelah sakit



b.



Status emosi: bagaimana perasaan pasien saat ini, apakah perilaku non verbal sesuai dengan perilaku verbalnya. Sebelum sakit



Setelah sakit



c. 1)



Konsep diri: Citra diri/body image Sebelum sakit



Setelah sakit



2)



Identitas Sebelum sakit



Setelah sakit



3)



Peran Sebelum sakit



Setelah sakit



4)



Ideal diri Sebelum sakit



Setelah sakit



5)



Harga diri Sebelum sakit



Setelah sakit



8. Pola Mekanisme Koping



a.



Bagaimana pasien dalam mengambil keputusan (sendiri atau dibantu) Sebelum sakit



Setelah sakit



b.



Yang dilakukan jika menghadapi masalah Sebelum sakit



Setelah sakit



c.



Bagaimana upaya pasien dalam menghadapi masalahnya sekarang Sebelum sakit



Setelah sakit



d.



Menurut pasien apa yang dapat dilakukan perawat agar pasien merasa nyaman Sebelum sakit



Setelah sakit



9. Pola Seksual-Reproduksi a. Bagaimana pemahaman pasien tentang fungsi seksual. Sebelum sakit



Setelah sakit



b.



Adakah gangguan hubungan seksual disebabkan oleh berbagai kondisi Sebelum sakit



Setelah sakit



c.



Adakah permasalahan selama melakukan aktifitas seksual Sebelum sakit



Setelah sakit



d.



Pengkajian pada perempuan terutama pada pasien dengan masalah tumor atau keganasan system reproduksi 1) Riwayat menstruasi (keteraturan, keluhan selama menstruasi) 2)



Riwayat kehamilan (jumlah kehamilan, jumlah kelahiran, jumlah anak)



3)



Riwayat pemeriksaan ginekologi misal pap smear



10. Pola Peran-Berhubungan dengan orang lain a. Kemampuan pasien dalam berkomunikasi Sebelum sakit



Setelah sakit



b.



Siapa orang yang terdekat dan lebih berpengaruh pada pasien Sebelum sakit



Setelah sakit



c.



Kepada siapa pasien meminta bantuan bila mempunyai masalah Sebelum sakit



Setelah sakit



d.



Adakah kesulitan dalam keluarga Sebelum sakit



Setelah sakit



11. Pola Nilai dan Kepercayaan a. Bagaimana pasien menjalankan kegiatan agama atau kepercayaan Sebelum sakit



Setelah sakit



b. Masalah yang berkaitan dengan aktifitasnya tersebut selama dirawat Sebelum sakit



Setelah sakit



c. Adakah keyakinan atau kebudayaan yang dianut pasien yang bertentangan dengan kesehatan. Sebelum sakit



Setelah sakit



d. Adakah pertentangan nilai/keyakinan/kebudayaan terhadap pengobatan yang dijalani. Sebelum sakit



Setelah sakit III. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe) 1. Kesadaran 2. Penampilan 3. Vital sign a. Suhu Tubuh : b. Tekanan Darah : c. Respirasi : d. Nadi : 4. Kepala



5. Mata 6. Hidung 7. Telinga 8. Mulut dan Tenggorokan 9. Dada a. Jantung: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi b. Paru- paru Inspeksi



:



Palpasi Perkusi Auskultasi 10. Abdomen  : Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi 11. Genetalia



:



12. Ekstremitas atas dan bawah a. Inspeksi kuku, kulit : b. Capilarry refill



:



c. Kemampuan berfungsi :



d. Bila terpasang infus : 13. Kulit



14. Data Penunjang a. Hasil Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan laborat



2)



b.



Pemeriksaan Radiologi



Diit yang diperoleh



c.



Therapy



B. ANALISA DATA Tgl / jam



Data Fokus



Problem



Etiologi



TTD



C. DIAGNOSA KEPERAWATAN



D. PLANNING / INTERVENSI Tgl / jam



Diagnosa keperawatan



Tujuan & Kriteria Hasil



Planning



TTD



E. IMPLEMENTASI Tgl / jam



Diagnosa keperawatan



Implementasi



Respon



TTD



F. EVALUASI Tgl / jam



Diagnosa keperawatan



Catatan Perkembangan



TTD