@ Laporan Pendahuluan Takikardi Supraventrikular [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS



Nama NIM RS Tempat Praktik Tgl Praktik Pembimbing Berkas dikumpulkan



: USWATUN HASANAH : 170507065 : RS. ANNA PEKAYON : 14 Mei s/d 28 Juni 2018 : Ns. ADHITYA LAZUARDI S.Kep : 1. Laporan Pendahuluan 2. Laporan Kasus Kelolaan 3. Target Pencapaian 4. Resume Keperawatan



PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JAKARTA TAHUN 2018



LAPORAN PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS



Nama NIM RS Tempat Praktik Tgl Praktik Pembimbing Berkas dikumpulkan



: YULIA FITRI YANTI : 170507072 : RS. ANNA PEKAYON : 14 Mei s/d 28 Juni 2018 : Ns. ADHITYA LAZUARDI S.Kep : 1. Laporan Pendahuluan 2. Laporan Kasus Kelolaan 3. Target Pencapaian 4. Resume Keperawatan



PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JAKARTA TAHUN 2018



LAPORAN PENDAHULUAN TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR LAPORAN PENDAHULUAN TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR A. DEFINISI a. Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung (Aslinar, 2010). b. Supraventrikular takikardi (SVT) adalah detak jantung yang cepat dan reguler berkisar antara 150-250 denyut per menit. SVT sering juga disebut Paroxysmal Supraventrikular Takikardi (PSVT). Paroksismal disini artinya adalah gangguan tiba-tiba dari denyut jantung yang menjadi cepat.



B. ELEKTROFISIOLOGI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta penghantaran rangsang. 1. Gangguan pembentukan rangsang Gangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terbentuk secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan irama ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama pengganti). a. Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan fenomena reentry. b. Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian jantung yang belum atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis untuk mengeluarkan rangsangan instrinsik yang memacu jantung berkontraksi.



c. Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan kecepatan automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang melebihi keadaan normal. d. Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional (blokade terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah lain masuk kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami blokade tadi setelah masa refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara ektopik. Bila reentry terjadi secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak teratur (pada beberapa tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardi ektopik atau fibrilasi. 2. Gangguan konduksi Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi) aliran rangsang yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya aliran rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang untuk dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras kanan kiri sampai pada percabangan purkinye dalam miokard. 3.Gangguan pembentukan dan konduksi rangsangan Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan rangsang bersama gangguan hantaran rangsang.



C. KLASIFIKASI Terdapat 3 jenis TSV yang sering ditemukan pada bayi dan anak, yaitu: 1. Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik) Terdapat sekitar 10% dari semua kasus TSV, namun TSV ini sukar diobati. Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer, tampak adanya gelombang “p” yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu irama sinus, tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan).



2. Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT) Pada AVRT pada sindrom Wolf-Parkinson-White (WPW) jenis orthodromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras his-purkinye (slow conduction) sedangkan konduksi retrograd



terjadi pada jaras tambahan (fast conduction). Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang antidromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras tambahan sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras his-purkinye. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS yang lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang jauh setelah kompleks QRS.



3. Atrioventricular nodal reentry tachycardia (AVNRT) Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini merupakan mekanisme yang paling sering menimbulkan TSV pada bayi dan anak. Sirkuit tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS tersebut dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena gelombang p tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis atypical (fast-slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh setelah komplek QRS.



D. PENYEBAB 1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini biasanya terjadi lebih sering pada bayi daripada anak. 2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan interval PR yang pendek daninterval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan. 3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle, L-TGA)



E. TANDA DAN GEJALA 1. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat. 2. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil. 3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah 4. Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis. 5. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan



F. PATOFISIOLOGI Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme terjadinya takikardi supraventrikular yaitu Otomatisasi (automaticity) dan Reentry. Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction, bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis. Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah Adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada jalur konduksi tersebut.



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung. 2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia. 3. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup. 4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa. 5. Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia. 6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia. 7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin. 8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia. 9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia. 10. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia



H. PENATALAKSANAAN 1.



Penatalaksanaan segera a.



Pemberian adenosine



Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal. Adenosin dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.



Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi TSV karena dapat menghilangkan hampir semua TSV. Efektivitasnya dilaporkan pada sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush saline, mulai dengan dosis 50 µg/kg dan dinaikkan 50 µ/kg setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 250 µ/kg). Dosis yang efektif pada anak yaitu 100 – 150 µg/kg. Pada sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi berulang. Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing, dan terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi sinus node, gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang mempengaruhi A-V node (seperti beta blokers, calsium channel blocker, amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma. b.



Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif.



Obat ini bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat loading dose diberikan. c.



Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan TSV pada



anak. Digoksin tidak digunakan lagi untuk penghentian segera TSV dan sebaiknya dihindari pada anak yang lebih besar dengan WPW sindrom karena ada risiko percepatan konduksi pada jaras tambahan. Digitalisasi dipakai pada bayi tanpa gagal jantung kongestif. Penelitian oleh Wren dkk tahun 1990, pada 29 bayi dengan TSV, pengobatan efektif dengan digoksin. Digoksin memperbaiki fungsi ventrikel, baik melalui pengaruh inotropiknya maupun melalui blokade nodus AV yang ditengahi vagus. d.



Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung



kongestif atau kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel. Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan tindakan invasif.



e.



Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat



digitalis secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah sebesar ½ dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan ¼ dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut berselang 8 jam. f.



Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa



digunakan, dan digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi cepat ke irama sinus. Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan mengubah takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-synephrine) sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode ini tidak direkomendasikan pada bayi dengan CHF karena dapat meningkatkan afterload sehingga merugikan pada bayi dengan gagal jantung. Dosis phenylephrin 10 mg ditambahkan ke dalam 200 mg cairan intravena diberikan secara drip dengan pengawasan doketr terhadap tekanan darah. Tekanan sistolik tidak boleh melebihi 150-170 mmHg. 2. Penanganan Jangka Panjang Umur pasien dengan TSV digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang TSV. Di antara bayi-bayi yang menunjukkan tanda dan gejala TSV, kurang lebih sepertiganya akan membaik sendiri dan paling tidak setengah dari jumlah pasien dengan takikardi atrial automatic akan mengalami resolusi sendiri. Berat ringan gejala takikardi berlangsung dan kekerapan serangan merupakan pertimbangan penting untuk pengobatan. Pada sebagian besar pasien tidak diperlukan terapi jangka panjang karena umumnya tanda yang menonjol adalah takikardi dengan dengan gejala klinis ringan dan serangan yang jarang dan tidak dikaitkan dengan preeksitasi. Bayi-bayi dengan serangan yang sering dan simptomatik akan membutuhkan obat-obatan seperti propanolol, sotalol atau amiodaron, terutama untuk tahun pertama kehidupan. Pada pasien TSV dengan sindrom WPW sebaiknya diberikan terapi propanolol jangka panjang. Sedangkan pada pasien dengan takikardi resisten digunakan procainamid, quinidin, flecainide, propafenone, sotalol dan amiodarone.



I.



DIAGNOSIS Diagnosis TSV berdasarkan pada gejala dan tanda sebagai berikut: a.



Pada bentuk akut: pucat, gelisah, takipneu dan sukar minum



b.



Denyut jantung; 180-300 kali/menit (mungkin sulit dihitung)



c.



Dapat terjadi gagal jantung (bila dalam 24 jam tidak membaik)



d.



EKG:



e.



Pemeriksaan esophageal electrophysiology dapat digunakan sebagai prediktor



apakah bayi membutuhkan obat anti aritmia



KONSEP ASKEP A.



PENGKAJIAN



1.



Pengkajian primer : a. Airway Apakah ada peningkatan sekret ? Adakah suara nafas : krekels ? b. Breathing Adakah distress pernafasan ? Adakah hipoksemia berat ? Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ? Apakah ada bunyi whezing ? c. Circulation Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ? Apakah ada takikardi ? Apakah ada takipnoe ? Apakah haluaran urin menurun ? Apakah terjadi penurunan TD ? Bagaimana kapilery refill ? Apakah ada sianosis ?



2.



Pengkajian sekunder a. Riwayat penyakit a) Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi b) Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi c) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi b. Kondisi psikososial 1) Pengkajian fisik a) Aktivitas : kelelahan umum b) Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat. c) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis. d) Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit e) Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.



f) Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah g) Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis. h) Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan B.



DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung, perubahan sekuncup jantung: preload, afterload, penurunan kontraktilitas miokard 2. Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakkeimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. 4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik. 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi. 6. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan otot pernapasan, defornitas dinding dada.



C.



INTERVENSI TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung, perubahan sekuncup jantung: preload, afterload, penurunan kontraktilitas miokard. Tujuan: Penuruanan curah jantung teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil: Pasien tidak mengeluh pusing Pasien tidak mengeluh sesak EKG normal Kulit elastis BB normal Suhu: 36-37C/axila Pernapasan 12-21x/mnt Tekanan darah 120-129/80-84mmHg Nadi 60-100x/mnt Intervensi: a. Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi. R/mengetahui keadaan pasien b. Monitor bunyi napas, bunyi jantung R/mengetahui perubaha napas /bunyi jantung c. Monitor edema R/mengetahui keadaan pasien



d. Batasi garam sesuai program R/menghindari penimbunan cairan e. Anjurkan untuk bed rest R/mempercepat pemulihan kondisi f. Beri posisi semi fowler R/memenuhi kebutuhan oksigen g. Kolaborasi/lanjutkan program EKG R/mengetahui kelainan jantung h. Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen R/mencukupi kebutuhan oksigen i. Kolaborasi/lanjutkan terapi obat R/mempercepat proses penyembuhan 2. Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat. Tujuan: Perpusi jaringan serebral teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil: Pasien tidak mengeluh pusing Pasien tidak mengeluh sesak napas Pernapasan 12-21x/mnt Tekanan darah 120-129/80-84mmHg Nadi 60-100x/mnt CRT: