Laporan Praktikum Biologi Farmasi New [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI FARMASI PEMBUATAN SIMPLISIA MORINDA FRUCTUS



DISUSUN OLEH : KELOMPOK II Okky Maretha Octadevi



( M3511042 )



Pebri Andrianto



( M3511043 )



Pratiwi Hening Puspitaningtyas



( M3511044 )



Previ Rahma Aghnia



( M3511045 )



Pujaningsih Pebriana



( M3511046 )



Rahmawati Firmaningtyas



( M3511047 )



Rasidha Diniyarti Utomo



( M3511048 )



Reiza Nuary Asih Hartono



( M3511049 )



Renita Cahayani



( M3511050 )



LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011



A. TUJUAN 1. Mampu mengolah hasil panen tanaman obat menjadi simplisia yang sesuai standar. 2. Mampu mengolah hasil panen tanaman obat menjadi simplisia yang sesuai standar. 3. Mampu mengolah hasil panen tanaman obat menjadi simplisia yang sesuai standar.



B. DASAR TEORI Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami penolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain. Simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral (Anonim, 2000). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman, atau ekssudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.



Untuk menjalin keseragaman senyawa aktif, keamanan ,aupun kegunaannya maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Untuk memenuhi persyaratan minimal itu, ada beberapa faktor yang berpengaruh antara lain: a. Bahan baku simplisia. b. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia. c. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia. Pemilihan sumber tanaman obat sebagai sumber bahan baku simplisia nabati merupakan salah satu faktor yang sangat berpengfaruh pada mutu simplisia, termasuk di dalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil budidaya) dan pengolahan maupun jenis tanah tempat tumbuh tanaman obat. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau tanaman budidaya. Tumbuhan liar umumnya kurang baik untuk dijadikan sumber simplisia jika dibandingkan dengan tanaman budidaya, karena simplisia yang dihasilkan mutunya tidak tetap, hal ini terutama disebabkan antara lain: 1. Umur tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen tidak tepat dan berbeda-beda. Ini akan berpengaruh pada kadar senyawa aktif. Ini berarti bahwa mutu simplisia yang dihasilkan sering tidak sama karena umur pada saat panen tidak sama. 2. Jenis tumbuhan yang dipanen sering kurang diperhatikan, sehingga simplisia yang diperoleh tidak sama. 3. Lingkungan tidak tumbuh yang berbeda, sering mengakibatkan perbedaan kadar kandungan senyawa aktif. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi tinggi tempat, keadaan tanah, dan cuaca. Proses pembuatansimplisia merupakan proses tindak lanjut setelah bahan baku simplisia selesai dipanen, sehingga sering disebut proses pasca panen. Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang



berfungsi untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah russak dan memiliki kualitas yang baik serat mudah disimpan untuk proses selanjutnya. Penanganan dan pengelolaan pasca panen adalah suatu perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian hingga produk siap dikonsumsi. Penanaman dan pengelolaan pasca panen tanaman obat dillakukan terutama untuk menghindari kerugian-kerugian yang mungkin timbul akibat perlakuan pra panen dan pasca panen yang kurang tepat. Hal-hal yang dapat mengakibatkan kerugian, misalnya terjadinya perubahan sifat zat yang terdapat dalam tanaman, perlakuan dan cara panen yang tidak tepat, masalah daerah produksi yang menyangkut keadaan iklim dan lingkungan, teknologi pasca panen yang diterapkan, limbah, serta masalah sosial/ekonomi dan budaya masyarakat. Bahan tanaman yang akan menjadi bahan baku obat, dalam proses pemilihan bibit, budidaya, hingga pemanenan tentunya memiliki standar prosedur untuk menghasilkan bahan obat yang berkualitas. Standar prosedur secara optimal dilakukan antara lain melalui pemilihan bibit unggul, pemberian pupuk dan pestisida serta pemilihan waktu dan cara panen sesuai bagian tanaman yang akan dipanen untuk bahan obat (biji, daun, buah, rimpang, bunga, kayu, atau herba). Akan tetapi disamping itu penangan pasca panenpun tak kalah penting untuk menjaga kualitas hasil panen saat penyimpanan hingga siap pakai sebagai obat tradisional atau masuk dalam proses formulasi sediaan obat modern. Tujuan dari pasca panen ini adalah untuk menghasilkan simplissia tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan, pengawasan mutu, sampai diproleh produk jadi yang siap untuk



didistribusikan. Pembuatan simplisia



menggunakan cara-cara berikut: 1.



Pengeringan



2.



Fermentasi



secara



umum



dapat



3.



Proses khusus (penyulingan, pengentalan eksudat)



4.



Dengan bantuan air (misal, pada pembuatan pati)



Kementrian negara risset dan teknologi mengakui bahwa aspek pasca penen merupakan hal yang selama ini kurang diperhatikan secara optimal. Secara garis besar, tahap-tahap pembuatan simplisia khususnya rimpang temu-temuan adalah: 1.



Pengumpulan bahan baku



2.



Sortasi basah



3.



Pencucian



4.



Perajangan



5.



Pengeringan



6.



Sortasi kering



7.



Pengepakaan dan penyimpanan



Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yang menentukan mutu simplisia dalam berbagai artian, yaitu komposisi senyawa kandungan, kontaminasi, dan stabilitas bahan. Namun demikian, simplisia sebagai produk olahan, variasi senyawa kandungan dapat diperkecil, diatur, diajegkan. Hal ini karena penerapan iptek pertanian pasca panen yang terstandar. Dalam hal simplisia sebagai bahan baku dan produk siap dikonsumsi langsung dapat dipertimbangkan tiga konsep ungtuk menyusun parameter standar umum: 1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3 parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan, dan transportasi) 2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memenuhi 3 paradigma seperti produk kefarmasian



lainnya,



(mutu/aman/manfaat).



yaitu:



Quality/safety/Efficacy



3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap respon biologis harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi, komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.



Standarisasi simplisia tidak lain pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dai produk seperti yang telah ditetapkan. Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar yang digunakan adalah persyaratan yang tercantum dalam monografi resmi terbitan DepKes RI seperti Materia Medika Indonesia. Sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi (serbuk jamu dsb) masih harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang berlaku. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuh- tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan (Depkes, 2000), dengan kata lain obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari produk-produk alam. Produk-produk alam dapat berupa keseluruhan organisme seperti tumbuhan, hewan atau mikroorganisme yang padanya belum pernah dilakukan suatu perlakuan kecuali proses pengawetan sederhana seperti pengeringan. Produk-produk alam dapat juga berupa bagian dari suatu organisme seperti daun atau bunga dari suatu jenis tumbuhan, kelenjar terisolasi atau organ lain dari hewan (Samuelsson, 1999). Dari berbagai macam tanaman obat tersebut terdapat satu jenis tanaman yang akan dijadikan penulis sebagai objek penelitian yaitu buah mengkudu yang memiliki nama latin Morinda citrifolia L, tanaman ini termasuk dalam sukuRubiaceae. Buah mengkudu pada jaman dahulu dipercaya merupakan salah satu tanaman yang dibawa oleh para



penduduk asli Polinesia dalam suatu ekspedisi yang kemudian menempati pulau Hawai (Nelson, 2006). Hampir semua bagian tanaman mengkudu dalam berbagai kombinasi digunakan oleh orang-orang polinesia sebagai obat herbal. Dari semua bentuk, yang paling diminati adalah jus buah mengkudu. Mereka mengkonsumsi tanaman tersebut sebagai alternatif pengobatan untuk berbagai jenis penyakit seperti arthritis, diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, nyeri otot, nyeri saat menstruasi, penyakit jantung, nyeri lambung, pencernaan yang kurang baik, AIDS dan berbagai penyakit lainnya. Selain itu mengkudu juga memiliki berbagai efek biologis, diantaranya adalah antibakteri, antiviral, antitumor, antihelmintik, antituberkular, hipotensif, imunologi dan analgesik (Wang, 2002). Mengkudu memiliki komponen mayor yaitu scopoletin, octoanoic acid,potassium, vitamin C, terpenoid, alkaloid, anthrakuinone, karoten, vitamin A, β- sitosterol, flavone Glikosida, asam linoleic, alizarin, asam amino, acubin, L- asperulosid, asam kaproat, asam kaprilat,



asam



ursolic,



rutin



and



proxeronine.(Wang,



2002).



Senyawaflavonoid yang merupakan salah satu komponen utama mengkudu memiliki efek antiradang melalui mekanisme penghambatan lipooksigenasi yang merupakan jalur pertama menuju hormon eikosanoid (Robinson, 1995). Dengan demikian dapat diasumsikan mengkudu memiliki efek analgesik, sebab kandungan senyawaflavonoid di dalamnya memiliki kemampuan untuk menghambat pembentukan leukotrien yang disebut juga enzim eikosanoid.



Flavonoid ditemukan pada sebagian besar tumbuhan tingkat tinggi, dan dapat berada dalam bentuk bebas maupun sebagai glikosida. Sampai saat ini sudah 2000 jenis senyawa dapat diisolasi dan merupakan kelompok senyawa fenol nonsintetik terbesar di alam (Samuelsson, 1999).Flavonoid memiliki berbagai efek, yaitu antioksidan, analgesik, anti radang, antivirus, antibakteri, antifungal, antidiare, antihepatotoksik,



antihiperglikemik dan sebagai vasodilator (de Padua dkk, 1999; Samuelsson, 1999; Wilmana, 1955). SenyawaFla vonoid memiliki efek antiradang dengan cara penghambatan lipooksigenasi yang merupakan jalur pertama menuju hormon eikosanoid (Robinson, 1995). Dengan demikian mekanisme penghambatan sintesisleukotrien pada jalur lipooksigenasi dapat membantu menjelaskan asumsi efek analgesik yang dimiliki oleh buah mengkudu yang memiliki kandunganflavone glikosida sebagai salah satu komponen mayor.



Nama lain yang dikenal di Indonesia adalahPace (Jawa Tengah),bentis (Jawa Timur), Cangkudu (Jawa Barat), Kondha(Madura), Neteu(Men tawai), Wungkudu, tibah (Bali) (Suprapti, 2005).



Morfologi Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia, L.) Tanaman Mengkudu merupakan tanaman tahunan (perennial) yang berbentuk perdu, dengan ketinggian antara 3 m - 8 m. Batang tanaman keras (berkayu), tumbuh mengarah ke atas dan memiliki banyak percabangan. Cabang-cabang tumbuh mendatar dengan arah ke luar kanopi tanaman. Daun tanaman termasuk daun tunggal, terdiri atas satu helai daun pada setiap satu tangkai daun. Daun berbentuk lonjong, dengan ukuran panjang antara 10 cm-40 cm dan lebar antara 15 cm - 17 cm. Tangkai daun pendek dan melekat pada batang atau cabang secara berselang-seling atau berpasangan (Rukmana, 2002).



Buah Mengkudu stadium tua



Kandungan kimia mengkudu (Morinda citrifolia,L.)



Mengkudu memiliki komponen mayor yaitu scopoletin, octoanoic acid, potassium, vitamin C, terpenoid, alkaloid, anthrakuinone, karoten, vitamin A, β- sitosterol, flavone Glikosida, asam linoleic, alizarin, asam amino, acubin, L- asperulosid, asam kaproat, asam kaprilat, asam ursolic, rutin and proxeronine. (Wang, 2002). Senyawa flavonoid merupakan salah satu komponen utama mengkudu, memiliki efek antiradang melalui mekanisme penghambatan lipooksigenasi yang merupakan jalur pertama menuju hormon eikosanoid (Robinson, 1995). Sebuah penelitian di Jepang berhasil menemukan beberapa efek Isoliquiritigenin (ILTG) yaitu sebuah senyawa yang termasuk dalam grup flavonoid. Senyawa tersebut memiliki beberapa kemampuan diantaranya adalah menurunkan produksi Prostaglandin E2 (PGE2) (Takahashi, 2004).



Seorang ahli kimia bernama Dr. Ralph Heinicke menyatakan bahwa buah mengkudu memiliki kandungan prekursor Xeronine alami yang bernama Proxeronine. Di dalam tubuh prekursor tersebut diubah menjadi Xeronine oleh enzim yang bernama proxeroninase, dalam hipotesisnya dikatakan bahwa Xeronine memiliki kemampuan untuk bekerja pada struktur molekuler dari protein sehingga dengan demikian memiliki aktivitas biologis yang luas, misalnya terdapat protein seperti enzim, reseptor, transduktor yang tidak berada pada bentuk yang semestinya sehingga protein tersebut tidak dapat bekerja seperti biasanya, maka xeronine akan berinteraksi dengan protein tersebut dan akan memperbaiki struktur molekulnya sehingga dapat bekerja dengan normal (Wang, 2002). Khasiat dan efek biologis mengkudu (Morinda citrifolia, L.) Tanaman mengkudu mengandung zat kimia dan nutrisi yang berguna bagi kesehatan, sehingga disebut tanaman multi guna (Rukmana, 2002). Mengkudu memiliki aktifitas antibakteri, beberapa senyawa yang terkandung di



dalamnya



seperti



acubin,



L-asperuloside,



Anthraquinon dan alizarin telah terbukti mempunyai efek antibakteri terhadap beberapa strain bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa, Proteus morgaii, Staphylococcus aureus, Baciillis subtilis, Escherichia coli, Salmonella dan Shigela (Wang, 2002). Beberapa senyawa kimia yang telah diketahui berkhasiat obat adalah senyawa Terpenoid, Skopoletin, Xeronine, Acubin, Alizarin dan Anthraquinon. Senyawa terpenoid adalah hidrokarbon isomerik yang berfungsi untuk membantu tubuh dalam proses sintesis organik dan pemulihan sel-sel tubuh. Skopoletin berfungsi untuk memperlebar saluran pembuluh darah dan memperlancar peredaran darah, serta berkhasiat sebagai anti bakteri, anti alergi dan anti radang. Xeronine adalah salah satu alkaloid yang berfungsi untuk mengaktifkan enzim-



enzim dan mengatur serta membentuk struktur protein yang memungkinkan protein tersebut mengonsentrasikan sejumlah besar energi untuk melakukan tugas-tugas mekanis, khemis dan elektris dalam setiap sel, dengan demikian sel-sel yang sudah rusak dapat memperbaiki dirinya sendiri dan sel-sel yang masih baik dapat berfungsi secara efisien. Acubin, Alizarin dan anthraquinon termasuk zat-zat antibakteri yang dapat membunuh bakteri Pseudomonas aeruginosa, Proteus morgaii, Staphylococcus aureus, Baciillis subtilis, Escherichia coli, dan bahkan bakteri yang mematikan seperti Salmonella dan Shigela (Rukmana, 2002). Selain itu mengkudu juga memiliki kemampuan biologis lain diantaranya adalah antiviral, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Umezawa menemukan suatu komponen yang dinamakan 1-methoxy-2formyl-3-hydroxyanthraquinone yang mampu menekan efekcytopathic dari sel MT-4 yang terinfeksi virus HIV tanpa mempengaruhi pertumbuhan sel (Wang, 2002). Kandungan zat-zat kimia dalam buah mengkudu dapat berfungsi antara lain sebagai pain killer, disebutkan bahwa sari buah mengkudu mampu mengurangi rasa sakit waktu menstruasi. Selain itu sari buah mengkudu dapat memulihkan kondisi dan fungsi hati (liver), bahkan dinyatakan sebagai adaptogen yang turut meningkatkan daya penyembuhan tubuh tanpa efek negatif (Rukmana, 2002).



C. CARA KERJA I 1. Tanaman obat terpilih (Morinda citrifolia) ditentukan praktikan sesuai dengan kondisi yang ada dilingkungan seperti kemudahan akses pemanenan tanamna, jarak tempuh pemanenan, dan lain-lain 2. Morinda citrifolia didentifikasikan menggunakan 3. Pembuatan simplisia dimulai dengan tahapan yaitu, mulai dari pemanenan, pensortiran (segar), pencucian, penirisan/pengeringan, perajangan, pengeringan, pensortiran kering, pengemasan, penyimpanan, dan pembuatan serbuk. 4. Masing-masing tahapan tersebut dibuat deskripsi tentang apa yang telah dilakukan dan disertakan bukti fisiknya seperti, saat tahap pemanenan maka waktu kapan dan bagaimna cara panen dapat dijelaskan dengan rinci dan disertakan juga foto saat melakukan pemanenan. 5. Tahapan-tahapan yang harus dilakukan adalah : 1. WAKTU DAN CARA PANEN a. Deskripsi pemanenan sesuai dengan yang dilakukan b. Bukti fisik berupa foto pemanenan 2. PENSORTIRAN (SEGAR) a. Deskripsi pensortiran sesuai dengan yang dilakukan b. Bukti fisik berupa foto pensortiran 3. PENCUCIAN a. Deskripsi pencucian sesuai dengan yang dilakukan b. Bukti fisik berupa foto pencucian 4. PENIRISAN / PENGERINGAN a. Deskripsi penirisan sesuai dengan yang dilakukan b. Bukti fisik berupa foto penirisan 5. PERAJANGAN a. Deskripsi perajangan sesuai dengan yang dilakukan b. Bukti fisik berupa foto perajangan 6. PENGERINGAN a. Deskripsi pengeringan sesuai dengan yang dilakukan b. Bukti fisik berupa foto pengeringan D. HASIL  Deskripsi Tanaman Nama Simplisia : Morinda citrifolia fructus Nama lain (local) : Buah Mengkudu Nama tanaman asal : Mengkudu (Morinda citrifolia ) Familia : Rubiaceae Zat berkhasiat utama : Metil, asetilester dari kapron danasamkapril, morindadiol dan soranyidiol



Pemerian : Kulit hijau, daging putih dan kecoklatan. Dibagian luar terdapat bintik-bintik coklat, di dalam daging terdapat biji yang tersusun melingkar. Bagian yang digunakan: Buah



E. 1.



PEMBAHASAN WAKTU DAN CARA PANEN



Tanaman mengkudu salah satu tanaman herbal dapat mulai berbuah sekitar 9 bulan setelah ditanam. Buah dapat dipanen pada tahap awal, meskipun mereka umumnya kecil dan sedikit. Beberapa petani lebih memilih untuk tidak memanen buah mengkudu sebagai produk herbal pada tahun pertama, tetapi dilakukan pada tahun kedua, kemudian dlakukan pemangkasan cabang-cabang yang tidak baik dan tidak produktif. Dengan pemangkasan, tanaman akan lebih lebat dengan cabang-cabang yang lebih vertikal dan lateral dan akhirnya menghasilkan hasil buah yang lebih besar. Buah mengkudu merupakan hasil dari salah satu jenis tanaman herbal dapat dipanen sepanjang tahun, meskipun ada kecenderungan musiman dalam produksi buah, mungkin dipengaruh atau dimodifikasi oleh cuaca dan penggunaan pupuki. Produksi buah bisa berkurang sedikit selama musim kering atau musim dingin. Pemanenan dilakukan sebelum buah matang sepenuhnya dengan warna kuning keputihan. Buah yang belum matang sepenuhnya tersebut cocok untuk pengiriman dan akan lebih matang selama perjalanan, kecuali dipanen untuk segera dilakukan pengolahan buah segar, maka buah dipetik saat betul-betul matang, yaitu tepat sebelum buah jatuh secara alami dari pohon. 2.



PENSORTIRAN (SEGAR)



Sortasi (segar) dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran, buah yang masih bagus, atau bahan-bahan asing lainnya dari buah mengkudu. Dengan cara memilah-milah dan mengamati satu persatu buah mengkudu tersebut apakah ada kotoran-kotoran yang secara jelas terlihat jika ada maka kita bersihkan, atau kita memilih buah mengkudu yang masih segar atau tidak busuk. 3.



PENCUCIAN



Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Pada pencucian kali ini menggunakan air kran yang mengalir. Menurut



Frazier (1978), pencucian sayur-sayuran atau buah-buahan satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal; jika dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. 4. PENIRISAN / PENGERINGAN Setelah dilakukan pencucian, buah mengkudu langsung ditiriskan ke tempat seperti piring, setelah itu tunggu beberapa menit hingga buah tersebut sudah tampak kering.



5.



PERAJANGAN



Dalam simplisia ini yaitu buah mengkudu harus dilakukan perajangan terlebih dahulu sebelum dikeringkan. Perajangan dilakukan dengan cara memotong tipis-tipis buah mengkudunya. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap.



6.



PENGERINGAN



Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim tertentu dalam sel, masih dapat bekerja, menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme. Yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseim- bangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Pengeringan buah menkudu pada percobaan kali ini menggunakan pengering buatan yaitu oven pada suhu 50 °C dalam jangka waktu 7 hari. Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10 sampai 1 2%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.



F.



CARA KERJA II



1.



Simplisia yang sudah di keringkan dalam oven dikeluarkan.



Kemudian ditimbang terlebih dahulu sebelum dilakukan penyortiran. , karena setelah pengeringan maka simplisia mengkerut dan susut sehingga bobot menjasdi lebih kecil. 2.



Kemudian baru dilakukan penyortiran, yaitu memisahkan simplisia



yang baik dan kering. 3.



Simplisia yang kering dsitimbang, sedsangkam simplisia yang



masih basah sdilakukukan pengeringan lagi. 4.



Simplisia yang baik dan kering kemudian dimasukkan ke dalam



plastik serta diberi label. Pada label terdapat : o



Nama bahan



o



Bagian dari tanaman : buah



o



Tanggal pengemasan : 15 November 2011



o



Kode produksi



: FMIPA



o



Alamat



: D3 Farmasi-Uns, kentingan



o



Beras bersih



: 25 gram



o



Metode penyimpana : simpan di tempat kering dan sejuk



5.



Setelah itu simplisia di masukkan ke dalam lemari.



: Morinda citrifolia



G. HASIL Simplisia yang dihasilkan sebanyak 65 g dan dibagi menjadi 3 bungkus. Dengan berat per bungkus 20 g, 20 g, 25 g Label : o Nama bahan : Morinda citrifolia o



Bagian dari tanaman : buah



o



Tanggal pengemasan : 15 November 2011



o



Kode produksi



: FMIPA



o



Alamat



: D3 Farmasi-Uns, kentingan



o



Beras bersih



: 25 gram



o



Metode penyimpana : simpan di tempat kering dan sejuk



H.



PEMBAHASAN Percobaan kali ini yang dilakukan adalah perlakuan terhadap



simplisia yang telah dikeringkan dengan oven. Tahap- tahap yang harus dilakuakan: 1. Penyortiran (kering) Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas atau benda asing lainnya. Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia ditimbang untuk mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan. 2. Pengemasan Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah dikeringkan. Jenis kemasan yang di-gunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni. Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit penanganan, dapat melindungi isi pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik. Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan ; nama bahan, bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal pengemasan, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, metode pe-nyimpanan. Pada percobaan ini didapatkan 3 kantong simplisia yang masing-masing beratnya 20 gram, 20 gram, dan 25 gram. Dengan begitu didapatkan berat simplisia yang digunakan total 65 gram. Perbedaan yang amat sangat drastis dari awal simplisian dimasukkan kedalam pemanas oven. Hal ini disebabkan Morinda citrifolia memiliki kandungan air yang banyak sehingga saat berlangsungnya pemnasan banyak kadar air yang menguap sehingga simplisia banyak kehilangan bobotnya. Selain itu penyortiran kering yang dilakukan dengan memilih simplisia yang layak dikemas juga akan mengurangi bobot simplisia.



3.



Penyimpanan Penyimpanan simplisia dapat di-lakukan di ruang biasa (suhu



kamar) ataupun di ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan ber-ventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara yang lembab dan panas. Perlakuan sim-plisia dengan iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat menurunkan jumlah patogen yang dapat meng-kontaminasi simplisia tanaman obat (Berlinda dkk, 1998). Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia selama penyimpanan 3 - 6 bulan. Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus diperhati-kan adalah cara penanganan yang tepat dan higienes. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai 1.



penyimpanan



simplisia



adalah



:



Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya



ataupun 2.



tempat



penyimpanan



alat



dan



dipelihara



dengan



baik.



Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-



mungkinan



masuk gudang



tidak



air



hujan.



melebihi



300C.



3.



Suhu



4.



Kelembabab udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (650



C) untuk mencegah terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi



dapat



memacu



pertumbuhan



mikroorganisme



se-hingga



menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering. 5.



Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus



dicegah. 6.



Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering me-



makan simplisia yang disimpan harus dicegah. I.



PEMBAHASAN III Percobaan ini bertujuan untuk mengolah hasil panen tanaman obat



menjadi simplisia yang sesuai standar. Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Peralatan yang digunakan adalah Alat yang sesuai untuk pemanenan atau alat yang sesuai untuk perajangan.



Penetapan Susut Pengeringan atau susut pegeringan adalah



kadar



bagian yang menguap. Kecuali dinyatakan lain, suhu 105°C. Susut pengeringan ini ditetapkan dengan sebagai berikut : Timbang dengan saksama 1 g samapai 2 g zat dalam botol timbnag dangkal bertotop yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika suhu lebur zatnya lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5°C dan 10°C dibawah suhu leburnya selama 1 jam dan sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap. Setelah itu, dilakukan penetapan bahan organic asing yaitu bahan simplisai ditimbang antara 25 g dan 500 g simplisia, ratakan. Dan simplisia dipisahkan sesempurna mungkin dengan bahan organic asing, kemudian ditimbang, dan ditetapkan jumlahnya dalam persen terhadap simplisia yang digunakan. Makin kasar simplisia yang diperiksa makin banyak jumlah simplisia yang ditimbang



LAMPIRAN



1. Gambar cara pemanenan buah mengkudu



2. Gambar proses penyortiran



3. Gambar proses pencucian



4. Gambar proses penirisan



5. Gambar proses perajangan



Gambar proses penyortiran



Gambar proses pengeringan



Gambar penyortiran kering



DAFTAR PUSTAKA Depkes, 2000, Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat, ed. I, Jakarta Nelson,



S.



C.,



2006,



Noni’s



Natural



Habitats



in



Hawai,



http://



www.ctahr.hawaii.edu, 11/05/06. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi (terj.), Edisi IV, ITB Press, Bandung, h. 157-8, 191. Rukmana, H.R., 2002, Mengkudu; Budi daya dan Prospek Agribisnis, Kanisius, Yogyakarta, h. 17-30. Samuelsson, G., 1999, Drugs of Natural Origin: A Textbook of Pharmacognosy, 4th revised edition, Apotekarsocieteten-Swedish Pharmaceutical Press, Stockholm, p. 226-9. Suprapti, M. L., 2005, Aneka Olahan Mengkudu Berkhasiat Obat, Kanisius, Yogyakarta, h. 12-23. Supriyadi, dkk, 2001, Tumbuhan Obat Indonesia: Penggunaan dan Khasiatnya, Jakarta Takahashi, T., et al, 2004, Isoliquiritigenin, a flavonoid from licorice, reduces prostaglandin E2 and nitric oxide, causes apoptosis, and suppresses aberrant crypt foci development, J. of Cancer Sci., 95(5): 448-453. Tan , H. T. & Kirana, R., 1978, Obat-Obat Penting, Edisi V, Depkes RI, Jakarta, h. 146-231. Wang, M. Y., et al, 2002, Morinda citrifolia (Noni) : A Literature Review and Recent Advances in Noni Research, J. of Acta Pharmacol Sin., Dec; 23 (12) : 1127-1141