Laporan Praktikum Farmakologi Antikoalgulan Pada Mencit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI “ANTIKOAGULAN”



DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4 B



NAMA ANGGOTA: LAIYINATUL AFIDAH



11171020000033



SHANIFA DIAN MURDEDI



11171020000036



DEA YULIA FITRIS



11171020000041



SAKINAH RAMADHANI FARDIANI 11171020000048 TIFANY PUTRI SAHARA



11171020000049



NADHIA PUTRI KARIMAH



11171020000050



DOSEN PEMBIMBING: VIA RIFKIA S. Farm., M.Si



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA APRIL/2019



KATA PENGANTAR Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum “Antikoagulan” ini dengan baik. Kami menyadari laporan praktikum ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki kesalahankesalahan yang ada. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan praktikum ini, sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada tim dosen pengajar matakuliah Praktikum Farmakologi yang telah memberikan arahan dan bimbingannya.



Ciputat, April 2019



Penyusun



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Darah merupakan jaringan ikat khusus yang beredar di seluruh tubuh, berperan dalam pengangkutan gas-gas pernafasan, hasil pencernaan, komponen-komponen fungsional seperti enzim, hormon, dan berbagai molekul lainnya, serta pembuangan limbah metabolisme. Darah tersusun dari komponen sel dan cairan yang disebut plasma. Sel-sel darah terdiri atas eritrosit, leukosit, dan trombosit. Masing-masing sel memiliki tugas yang penting untuk menunjang aktivitas tubuh (Keohane et al., 2015). Oleh karena itu, pemeriksaan darah dapat menunjukkan kondisi fisiologis suatu individu sebagai bentuk tanggapan terhadap perubahan status fisiko-kimia di lingkungannya. (Fitria dan Sarto, 2014). Antikoagulan adalah terapi utama untuk pencegahan dan pengobatan akut dan jangka panjang dari berbagai macam tipe penyakit tromboemboli. Atrial fibrilasi merupakan salah satu penyakit yang banyak menggunakan antikoagulan untuk pencegahan stroke tromboemboli. Selain itu, antikoagulan juga banyak digunakan pada pasien dengan sindrom koroner akut. (Erlanda,2018) Antikoagulan mempunyai cara kerja yang berbeda-beda yaitu, antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion Ca2+, antikoagulan yang bekerja dengan cara mengaktifkan antitrombin, dan antikoagulan yang bekerja dengan penghambatan reduksi vitamin K. ( Sadikin, 2002) Untuk mengevalusi efek obat antikoagulan maka dilakukanlah beberapa metode eksperimental. Salah satunya dengan melakukan pengujian efek antikoagulan pada hewan percobaan yaitu pada mencit, tikus, atau kelinci. Prinsip pengujian efek antikoagulan secara eksperimental pada hewan uji adalah dengan mengukur kemampuan obat untuk menahan proses pembekuan darah yang diberikan secara eksperimental kepada hewan percobaan, yaitu seperti dengan pemberian luka pada salah satu bagian tubuh hewan uji.



1.2. Tujuan Percobaan a. Mampu melaksanakan pengujian antikoagulan. b. Mengetahui dan memahami mekanisme kerja yang mendasari manifestasi efek antikoagulan.



BAB II DASAR TEORI 2.1. Koagulasi Koagulasi (penggumpalan) adalah proses dimana perubahan darah dari cairan menjadi gel. Ini berpotensi menghasilkan hemostatis, penghentian kehilangan darah dari pembuluh yang rusak, diikuti dengan perbaikan. Mekanisme koagulasi melibatkan aktivasi, adhesi, dan agregasi trombosit bersama dengan deposisi dan pematangan fibrin. Gangguan koagulasi adalah penyakit yang dapat mengakibatkan perdarahan (perdarahan atau memar) atau pembekuan obstruktif (trombosis). (Goodman and Gilman, 2012).



2.2. Antikoagulan Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Antikoagulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya trombus dan emboli maupun untuk mencegah bekunya darah in vitro pada pemeriksaan laboratorium atau transfusi (Delina dkk, 2018). Obat ini tidak melarutkan bekuan yang sudah ada tetapi bekerja sebagai pencegahan pembentukan bekuan baru. Antikoagulan dipakai pada klien yang memiliki gangguan pembuluh arteri dan vena yang membuat mereka berisiko tinggi untuk pembekuaan darah. Gangguan pada vena mencakup trombosis vena dalam dan emboli paru (akhirnya adalah masalah arteri), dan gangguan arteri mencakup trombosis koronaria (infark miokardium), adanya katup jantung buatan, dan serangan pembuluh darah otak (CVA, atau stroke) (Joyce L, 1996). Antikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu heparin, antikoagulan oral, dan antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium. a. Heparin, diperkenalkan pada tahun 1938, adalah substansi alami yang berasal dari hati yang berfungsi untuk mencegah pembentukan bekuan. Heparin dipakai pada bedah jantung terbuka untuk mencegah pembekuan darah dan pada klien gawat darurat yang menderita koagulasi intravaskular



diseminata (DIC). Fungsi utamanya adalah untuk mencegah trombosis vena yang bisa menimbulkan emboli paru. Karena heparin tidak diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna, obat ini diberikan secara subkutan untuk pencegahan atau intravena untuk mengobati trombosis akut. Heparin dapat diberikan sebagai bolus intravena (IV) atau dalam cairan intravena yang terus diinfuskan. Heparin memperpanjang masa pembekuan, dan PTT (masa tromboplastin parsial) dan APTT (waktu tromboplastin parsial teraktivasi), dipantau selama pemberian terapi. Heparin dapat menurunkan hitung trombosit, menyebabkan trombositopenia. b. Antikoagulan Oral. Seperti halnya heparin, antikoagulan oral berguna untuk pencegahan dan pengobatan tromboemboli. Untuk pencegahan, umumnya obat ini digunakan dalam jangka panjang. Terhadap trombosis vena, efek antikoagulan oral sama dengan heparin, tetapi terhadap tromboemboli



sistem



arteri,



antikoagulan



oral



kurang



efektif.



Antikoagulan oral diindikasikan untuk penyakit dengan kecenderungan timbulnya tromboemboli, antara lain infark miokard, penyakit jantung rematik, serangan iskemia selintas, trombosis vena, emboli paru. Contoh obatnya warfarin, nicumalone, anisindione, kumarin dan dicumarol. c. Antikoagulan pengikat ion kalsium. Natrium sitrat dalam darah akan mengikat kalsium menjadi kompleks kalsium sitrat. Bahan ini banyak digunakan dalam darah untuk transfusi, karena tidak tosik. Tetapi dosis yang terlalu tinggi umpamanya pada transfusi darah sampai 1.400 ml dapat menyebabkan depresi jantung. Asam oksalat dan senyawa oksalat lainnya digunakan untuk antikoagulan di luar tubuh (in vitro), sebab terlalu toksis untuk penggunaan in vivo (di dalam tubuh). Natrium edetat mengikat kalsium menjadi kompleks dan bersifat sebagai antikoagulan.



2.3.Warfarin Warfarin adalah contoh antagonis vitamin K. Warfarin bekerja dengan menghambat reduksi vitamin K epoksid yang merupakan ko-faktor dalam sintesis faktor II, VII, IX, dan X. Warfarin diberikan melalui oral sebagai profilaksis dan pengobatan trombosis vena dalam dan emboli paru, profilaksis



embolisasi pada fibrilasi atrial dan penyakit rematik, dan pada pasien katup jantung prostetik. Warfarin tidak boleh digunakan untuk trombosis serebral, oklusi arteri perifer, ulkus peptik, hipertensi, dan kehamilan. Efek samping dari penggunaan warfarin adalah terjadi perdarahan. (Battista, 2015) Dosis lazim dewasa warfarin (Coumadin) untuk dewasa adalah 5 mg/hari selama 2 hingga 4 hari, diikuti dengan 2 hingga 10 mg/hari sebagaimana ditunjukkan melalui pengukuran rasio normalisasi internasional (international normalized ratio, INR), suatu nilai yang diperoleh dari nilai PT pasien. Ketersediaan hayati larutan warfarin natrium rasemat hampir lengkap jika diberikan secara oral, intramuskular, intravena, atau rektal. Warfarin biasanya dapat dideteksi di plasma dalam waktu 1 jam setelah pemberian oral dan konsentrasi puncak dicapai dalam 2 hingga 8 jam. Rentang waktu paruh 25 hingga 60 jam, dengan rata-rata sekitar 40 jam dan durasi kerja warfarin 2 hingga 5 hari. (Goodman and Gilman, 2012)



2.4.Aspirin Aspirin adalah asam asetilsalisilat, berasal dari pohon willow. Aspirin bekerja dengan memblok sintesis tromboksan A2 dari asam arakidonat dengan cara



asetilasi



pada



trombosit/platelet,



sehingga



menghambat



enzim



siklooksigenase. Tromboksan A2 menstimulasi fosfolipase C, sehingga meningkatkan kadar kalsium dan menyebabkan agregasi trombosit. Namun, efek ini hanya berlangsung singkat karena sel endotel dapat mensintesis siklooksigenase yang baru, berbeda dengan trombosit. (Battista, 2015) Aspirin diberikan secara oral untuk pencegahan dan pengobatan infark miokard dan stroke iskemik. Aspirin juga digunakan sebagai analgesik dan antiinflamasi. Aspirin tidak boleh digunakan untuk anak di bawah usia 12 tahun (risiko sindrom Reye), selama menyusui, hemofilia, ulkus peptik atau reaksi hipersensitivitas. Efek samping dari penggunaan aspirin adalah bronkospasme dan pendarahan gastrointestinal. (Battista, 2015) Aspirin cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan dan segera dihidrolisis menjadi asam salisilat, dengan kadar puncak asam salisilat dalam plasma tercapai dalam 1‐2 jam (Beckman Coulter, 2003). Sediaan tablet salut selaput



menunjukkan kecepatan absorpsi yang bervariasi, dimana konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam 4‐6 jam setelah pemberian, namun onset ini dapat tertunda sampai 8‐12 jam pada dosis tinggi (Chyka et al., 2007). Kecepatan absorpsi ini dipengaruhi oleh bentuk sediaan, ada tidaknya makanan dalam lambung, tingkat keasaman lambung, dan faktor fisiologis lainnya (Beckman Coulter, 2003). Aspirin dihidrolisis menjadi asam salisilat di dalam sistem gastrointestinal dan sirkulasi darah (dengan waktu paruh aspirin 15menit) (Chyka et al., 2007). Dalam bentuk asam salisilat, waktu paruh dalam plasma dalam dosis terapetik menjadi 2‐4,5 jam, namun dalam dosis yang berlebihan (overdosis) waktu ini dapat lebih panjang, antara 18 sampai 36 jam (Ijaz et al., 2003).



2.5. Klopidogrel Klopidogrel menghambat aktivasi reseptor glikoprotein Iib/IIIa pada permukaan trombosit/platelet, yang diperlukan untuk agregasi. Klopidogrel diberikan secara oral untuk pencegahan sekunder kejadian kardiovaskuler dan serebrovaskular. Klopidogrel dapat digunakan pada pasien yang alergi terhadap aspirin. Efek samping dari penggunaan klopidogrel adalah terjadi perdarahan, gangguan abdominal, mual dan muntah. (Battista, 2015) Klopidogrel merupakan prodrug dengan onset kerja lambat. Dosis lazim adalah 75 mg/hari dengan atau tanpa dosis muatan 300 mg. (Goodman and Gilman, 2012). Klopidogrel memiliki waktu paruh obat selama 8 jam dan biasanya dieliminasi melalui feses atau ginjal (Sigit, J.I, 2003).



BAB III METODE KERJA 3.1. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain: a) Mencit b) Kandang mencit c) Sarung tangan d) Masker e) Jarum oral f) Kanulla g) Gunting h) Alkohol swab i) Timbangan mencit j) Gelas beker k) Stopwatch Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain: a) Suspensi Na CMC b) Suspensi warfarin c) Suspensi aspirin d) Suspensi klopidogrel Hewan yang digunakan: Hewan yang digunakan dalam praktikum ini adalah mencit betina dengan berat badan 22, 26, dan 28 gram.



3.2. Prosedur Kerja 3.2.1. Percobaan Pada Hewan Coba 1. Hewan coba dipuasakan semalam sebelum percobaan. 2. Hewan coba ditimbang terlebih dahulu. 3. Pada bagian tertentu dari hewan coba diberikan tanda untuk menyatakan berat hewan coba.



4. Dosis pemberian obat antikoagulan dan VAO dihitung sebelum diberikan kepada hewan coba. 5. Hewan coba diinjeksikan dengan obat antikoagulan. 6. 30 menit setelah diinjeksi, ekor mencit dipotong dengan gunting kira-kira 0,3 cm dari ujung paling distal. 7. Setelah ekor dipotong, ekor mencit cepat-cepat dicelupkan ke dalam NaCl fisiologis. 8. Waktu pendarahan mulai pada saat memotong ekor sampai darah berhenti mengalir dicatat. 9. Waktu pendarahan antara kontrol dengan perlakuan antara kelompok-kelompok obat lain dibandingkan. 10. Hasil percobaan dibahas dan disimpulkan.



3.2.2. Pembuatan Suspensi 1. 0,05 gram Na CMC dikembangkan dalam 1 ml air hangat. 2. 49 ml aquadest di ad dan dicampur hingga homogen. 3. 5 ml suspensi Na CMC diambil kemudian dicampur hingga homogen dengan obat antikoagulan (warfarin, aspirin, dan klopidogrel) yang telah digerus terlebih dahulu. 4. Injeksikan 0,05 ml suspensi Na CMC ke mencit 1 dan 5 ml suspensi warfarin, aspirin, dan klopidogrel ke mencit 2, 3, dan 4.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Mencit 1 Bobot badan Suspensi Na



Obat



CMC



Mencit 2



Mencit 3



Mencit 4



22 g



28 g



26 g



Warfarin



Aspirin



Klopidogrel



325 mg



300 mg



Dosis manusia



-



5 mg



Konsentrasi



-



2 mg/5 ml



Dosis mencit



-



VAO



0,05 ml



Waktu pendarahan mulai-berhenti



1 menit 59 detik



1,028 mg/kg 0,056 ml



0 detik



100 mg/5 ml 66,8 mg/kg



75 mg/5 ml 61,728 mg/kg



0,093 ml



0,1069 ml



5 menit 32



27 menit 59



detik



detik



4.2. Pembahasan Pada praktikum antikoagulan kali ini, hewan percobaan yang digunakan adalah mencit. Mencit dipilih karena struktur dan sistem organ yang mirip dengan manusia. Mencit yang diperlakukan merupakan mencit betina sehingga hormon pada saat siklus menstruasi mempengaruhi efek kerja obat. Sebelum diperlakukan, mencit dipuasakan terlebih dahulu dengan tujuan untuk mempercepat proses absorbsi. Pemberian obat dilakukan secara oral, yaitu dengan memberikan suspensi Na CMC (sebagai kontrol negatif), suspensi warfarin, suspensi aspirin, dan suspensi klopidogrel pada tiap mencit yang berbeda. Mencit yang diberikan Na CMC berperan sebagai kontrol negatif dikarenakan Na CMC tidak memberikan efek sebagai pembeku darah atau pengencer darah. Terjadinya pembekuan darah yang ditandai dengan berhentinya darah yang mengalir dari ekor mencit disebabkan oleh adanya



antikoagulan alami yang terdapat di dalam mencit. Bukan dikarenakan pemberian Na CMC. Pemberian suspensi Na CMC secara oral sebagai zat pensuspensi adalah CMC-Na, golongan ini bersifat non toksik dan aman digunakan sebagai zat pensuspensi, CMC-Na dapat larut dengan mudah dalam air panas atau dingin membentuk larutan kental (Anief, 2000). Waktu pendarahan yang terjadi pada mencit yang diberikan suspensi Na CMC berakhir pada 1 menit 59 detik, hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa kisaran waktu terjadinya koagulasi darah adalah 15 detik sampai 2 menit dan umumnya akan berakhir dalam waktu 5 menit. Gumpalan darah normal akan mengkerlit menjadi sekitar 40% dari volume semula dalam waktu 24 jam. (Frandson, 1992) Pada mencit kedua diberikan suspensi warfarin dengan dosis hewan yaitu sebanyak 1,028 mg/kg untuk berat badan mencit 22 gram dan VAO 0,05 ml. Namun berdasarkan hasil pengamatan, setelah diperlakukan dengan memotong 3 mm dari ujung ekor mencit menggunakan gunting jaringan, pendarahan tidak terjadi dan bagian ekor mencit yang dipotong berubah warna menjadi merah. Warfarin merupakan antagonis vitamin K, yaitu antikoagulan oral yang diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan trombosis vena dan perluasannya serta pencegahan dan pengobatan komplikasi tromboemboli yang terkait dengan fibrilasi atrium. Onset warfarin biasanya 24 hingga 72 jam. Efek terapi puncak terlihat 5 sampai 7 hari setelah inisiasi. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa efek kerja warfarin setelah 30 menit pemberian belum bereaksi karena onset yang dibutuhkan warfarin belum tercapai. Kemungkinan lain tidak berdarahnya ekor mencit karena praktikan memotong ekor mencit pada jaringan ekor yang sudah mati sehingga ekor tersebut tidak mengeluarkan darah. Pada mencit ketiga diberikan suspensi aspirin dengan dosis hewan yaitu 66,8 mg/kg untuk berat mencit 28 gram dan VAO 0,093 ml. Berdasarkan hasil pengamatan, pendarahan ekor mencit terjadi sampai 5 menit 32 detik. Aspirin



adalah



antikoagulan



oral



yang



diindikasikan



untuk



menghambat pembentukan tromboksan yang merupakan senyawa yang



berperan dalam pembekuan darah. Onset aspirin sekitar 5-30 menit, serta akan tereliminasi dalam 3-6 jam. Dari hal tersebut, dapat dilihat waktu pendarahan mencit berhenti yang menandakan bahwa kerja aspirin berefek pada menit ke 5 dan berakhir dalam 3-6 jam. Hal ini berbeda dengan hasil percobaan pada mencit yang diberikan aspirin yang diketahui efek aspirin berakhir pada menit ke 5 dan detik ke 32 yang ditandai dengan berhentinya darah yang keluar dari ekor mencit yang dipotong. Namun, setelah mencit dibiarkan beraktivitas kembali ditempatnya, dalam beberapa menit kemudian tampak bercak darah di sekitar mencit yang berarti ekor mencit masih mengalami pendarahan. Dengan demikian, hasil atau waktu pengamatan yang didapat tersebut kurang tepat disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam menentukan waktu akhir pendarahan pada ekor mencit. Pada mencit keempat diberikan klopidogrel dengan dosis hewan 64,39 mg/kg untuk berat mencit 26 gram dan VAO 0,1 mL. Klopidogrel adalah antikoagulan oral yang bekerja menghambat Adenosine Diphosphate (ADP) dengan mengikat reseptor P2Y12 pada permukaan trombosit dalam mencegah aktivasi dan agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP. Onset klopidogrel yaitu 2 jam setelah diinjeksikan serta akan tereliminasi dalam 5 hari. Berdasarkan hasil pengamatan, efek klopidogrel muncul setelah 30 menit pemberian dan berlangsung selama 27 menit 59 detik. Cepatnya efek yang muncul pada mencit tersebut disebabkan oleh laju absorbsi yang meningkat karena mencit telah dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam. Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui antikoagulan yang memiliki efek paling lama secara berturut-turut adalah klopidogrel, aspirin, dan warfarin. Menurut Goodman and Gilman (2012), warfarin biasanya dapat dideteksi di plasma dalam waktu 1 jam setelah pemberian oral dan konsentrasi puncak dicapai dalam 2 hingga 8 jam. Rentang waktu paruh 25 hingga 60 jam, dengan rata-rata sekitar 40 jam dan durasi kerja warfarin 2 hingga 5 hari. Menurut Ijaz et al (2003), waktu paruh warfarin dalam plasma dalam dosis terapetik menjadi 2‐4,5 jam, namun dalam dosis yang berlebihan (overdosis)



waktu ini dapat lebih panjang, antara 18 sampai 36 jam. Menurut Sigit, J.I (2003), klopidogrel memiliki waktu paruh obat selama 8 jam dan biasanya dieliminasi melalui feses atau ginjal. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa berdasarkan waktu obat mengalami eliminasi maka antikoagulan yang memiliki efek kerja yang lama secara berturut-turut adalah warfarin, klopidogrel, dan terakhir aspirin. Adanya ketidaksesuaian ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pertama disebabkan oleh kesalahan memotong bagian ekor mencit yaitu memotong pada bagian jaringan ekor yang telah mati. Kedua disebabkan oleh kesalahan menentukan waktu saat pendarahan pada ekor mencit berakhir.



BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Koagulasi (penggumpalan) adalah proses dimana perubahan darah dari cairan menjadi gel. Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Antikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu heparin, antikoagulan oral, dan antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium. Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui antikoagulan yang memiliki efek paling lama secara berturut-turut adalah klopidogrel, aspirin, dan warfarin. Berdasarkan waktu obat mengalami eliminasi maka antikoagulan yang memiliki efek kerja yang lama secara berturut-turut adalah warfarin, klopidogrel, dan terakhir aspirin. Adanya ketidaksesuaian ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pertama disebabkan oleh kesalahan memotong bagian ekor mencit yaitu memotong pada bagian jaringan ekor yang telah mati. Kedua disebabkan oleh kesalahan menentukan waktu saat pendarahan pada ekor mencit berakhir.



DAFTAR PUSTAKA Anief. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Cetakan ke sembilan, 169, 210211. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Battista, Elisabetta. 2012. Crash Course Pharmacology, 4th edition. Indonesia: Elsevier. (Diterjemahkan oleh Dr. Med. Abraham Simatupang, dr., Mkes) Beckman Coulter. 2003. Salicylate (SALY), Bulletin 9282 tdm 9. Beckman Cuolter, Inc. www.beckmancoulter.com, diakses pada 7 April 2019 Chyka P.A., Erdman A.R., Christianson G., Wax P.M., Booze L.L., Manoguerra A.S., et al. 2007. Salicylate poisoning: An evidence‐based consensus guideline for out‐of‐ hospital management. Clin Toxicol 45:95‐131.DOI: 10.1080/15563650600907140 Erland, Wiza dan Yerizal Karani. 2018. Penggunaan Antikoagulan pada Penyakit Ginjal Kronik. FK UNAND PRESS Frandson, R.D. 1992. Anatomi Dan Fisiologi Ternak. Edisi Ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. (Diterjemahkan Oleh B. Srigandono Dan Praseno) Goodman & Gilman. 2012. Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Editor Joel. G. Hardman & Lee E. Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman. Diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Ijaz,A., Bhatti,H.N., Rasheed, S., Sadaf, B., dan Nawaz, R. 2003. Pharmacokinetic Study of Aspirin in Healthy Female Volunteers. Pakistan J of Biol Sci 6:1404‐ 1407 Laksmindra Fitria et al. 2016. Pengaruh Antikoagulan dan Waktu Penyimpanan terhadap Hematologis Tikus (Rattus novergicus Berkenhout,1769) Galur Wistar. Biosfera vol 33(1):22-30 Yardi,dkk. 2019. Penuntun Praktikum Farmakologi. Jakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta



LAMPIRAN 1. Lampiran Perhitungan Diketahui: Dosis warfarin



= 5 mg/60 kg



Dosis aspirin



= 325 mg/60 kg



Dosis klopidogrel



= 300 mg/60 kg



Konsentrasi warfarin



= 2 mg/5 ml



Konsentrasi aspirin



= 100 mg/5 ml



Konsentrasi klopidogrel = 75 mg/5 ml a. Dosis warfarin Berat mencit = 22 g 







HED



= dosis mencit x (hewan (km):manusia (km)



5 mg/60 kg



= dosis mencit x (3:37)



0,0833 mg/kg



= dosis mencit x 0,08



Dosis mencit



= 0,0833 mg/kg : 0,08



Dosis mencit



= 1,028 mg/kg



VAO = (dosis x bobot mencit) : konsentrasi = (1,028 mg/kg x 0,022 kg) : 2 mg/5 ml = 0,056 ml



b. Dosis aspirin Berat mencit = 28 g 







HED



= dosis mencit x (hewan (km):manusia (km)



325 mg/60 kg



= dosis mencit x (3:37)



5,42 mg/kg



= dosis mencit x 0,08



Dosis mencit



= 5,42 mg/kg : 0,08



Dosis mencit



= 66,8 mg/kg



VAO = (dosis x bobot mencit) : konsentrasi = (66,8 mg/kg x 0,028 kg) : 100 mg/5 ml = 0,093 ml



c. Dosis klopidogrel Berat mencit = 26 g 



HED



= dosis mencit x (hewan (km):manusia (km)







300 mg/60 kg



= dosis mencit x (3:37)



5 mg/kg



= dosis mencit x 0,08



Dosis mencit



= 5 mg/kg : 0,08



Dosis mencit



= 64,39 mg/kg



VAO = (dosis x bobot mencit) : konsentrasi = (64,39 mg/kg x 0,026 kg) : 75 mg/5 ml = 0,1116 ml



2. Lampiran Dokumentasi a. Kelompok 2



b. Kelompok 3



c. Kelompok 4