LAPORAN PRAKTIKUM Kompleksometri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I PERCOBAAN III KOMPLEKSOMETRI



NAMA : ANNISA SYABATINI NIM : J1B107032 KELOMPOK : 25 ASISTEN : SENIWATY PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2008 PERCOBAAN III KOMPLEKSOMETRI I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan percobaan praktikum ini adalah menentukan kesadahan tetap, dan kesadahan sementara.



kesadahan



total,



II. TINJAUAN PUSTAKA Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri : Ag+ + 2 CN– Ag(CN)2 Hg2+ + 2Cl– HgCl2 (Khopkar, 2002). Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk



melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994). Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan : M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O (Khopkar, 2002). Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995). Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY –. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993). Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002). Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida, CN–, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikelsianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu (Rival, 1995). Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator



logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH) 2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca 2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994). Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk komplekskompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993). III. ALAT DAN BAHAN



A. Alat



Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah buret, statif, erlenmeyer, pipet volum 10 mL, gelas ukur 10 mL, gelas ukur 100 mL, gelas arloji, neraca analitik, kertas saring, pipet volum 50 mL, pembakar bunsen. B. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan ZnCl 0,01 M, larutan buffer pH 10, aquades, indikator EBT-NaCl, larutan EDTA 0,01 M, cuplikan air sumur. IV. PROSEDUR KERJA A. Pembentukan Larutan EDTA 1. Dimasukkan 10 ml larutan ZnCl2 ke dalam labu Erlenmeyer 250ml 2. Ditambahkan 2 ml larutan buffer pH = 10 dan 40 ml akuades 3. Ditambahkan 0,05 gram indikator EBT – NaCl 4. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai larutan berubah warna dari merah ke biru dengan sangat jelas 5. Dilakukan duplo B. Penentuan Kesadahan Total 1. Dipipet 50,0 ml cuplikan air (air sumur) 2. Ditambahkan 1 ml larutan buffer pH = 10 3. Ditambahkan 0,05 gram indikator EBT – NaCl 4. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai warna larutan berubah dari merah menjadi biru 5. Dilakukan duplo C. Penentuan Kesadahan Tetap 1. Diambil 250 ml cuplikan air (air sumur) dan memasukkan dalam gelas beker 2. Dididihkan selama 30 menit 3. Didinginkan, menyaring dengan kertas saring 4. Ditampung filtrat kedalam labu Erlenmeyer 250 ml tanpa pembilasan kertas saring



5. Diambil 50 ml filtrat dan ditambahkan 1 ml larutan buffer pH =10 6. Ditambahkan 0,05 gram EBT – NaCl 7. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M hingga larutan berwarna biru jelas 8. Dilakukan duplo D. Penentuan Kesadahan Sementara 1. Kesadahan sementara diperoleh dari kesadahan total dikurangi kesadahan tetap. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Perhitungan 1. Hasil Langkah Percobaan No.



1. 2.



Hasil Percobaan * Penentuan Kesadahan Total – 25,0 ml cuplikan air sumur di pipet+ 1 ml buffer pH 10 + 50 mg campuran EBT-NaCl. Dikocok dengan baik. – Menitrasi dengan larutan baku EDTA. – Dititrasi secara duplo * Penentuan Kesadahan Tetap – 125 ml cuplikan air diambil ke dalam gelas kimia dan mendidihkan selama 30 menit. Mendinginkan larutan ini. – Disaring g filtrat ke dalam labu takar 250 ml tanpa pembilasan kertas saring. – Dititrasi secara duplo



2. Perhitungan a. Pembakuan larutan ZnCl2 Diketahui : massa ZnCl2 = 0,6814 gram Volume larutan = 500 ml = 0,5 L BM ZnCl2 = 136,38 gr/mol Ditanya : Molaritas ZnCl2 Jawab : Molaritas ZnCl2 =



=



= 0,0099 M b. Pembakuan EDTA ———c. Penentuan Kesadahan Total Diketahui : VEDTA = 0,35mL = 0,00035 L M EDTA = 0,01 M Vsampel = 10 mL = 0,01 L



Titrasi 1 : Volume EDTA = 0,3 ml Titrasi 2 Volume EDTA = 04 ml Vrata-rata = 0,35 ml Perubahan warna = Ungu – Biru muda Titrasi 1 : Volume EDTA = 0,3 ml Titrasi 2 Volume EDTA = 0,3 ml Vrata-rata = 0,3 ml Perubahan warna = Ungu – Biru muda



BM CaO = 56,08 g/mol Ditanya : Kesadahan total sebagai CaO = … ? Jawab : Berat CaO = M EDTA x V EDTA x BM CaO = 0,01 x 0,00035 x 56,08 = 1,9628 x 10-4 g = 0,19628 mg Berat CaO ppm CaO



=



Vsampel 0,19628 0,01



== =



19,628 ppm



d. Penentuan Kesadahan Tetap Diketahui : Vsampel = 10 mL = 0,01 L Molaritas EDTA = 0,01 M VEDTA = 0,3 mL = 0,00003 L BM CaO = 56,08 g/mol Ditanya : Kesadahan Tetap sebagai CaO = … ? Jawab : Berat CaO = M EDTA x VEDTA x BM CaO = 0,01 x 0,0003 x 56,08 = 1,6824x 10-4g = 0,16824 mg Berat CaO =



Vsampel



ppm CaO 0,16824 0,01 == =



16,824 ppm



e. Penentuan Kesadahan Sementara Diketahui : Kesadahan Total = 19,628 ppm Kesadahan Tetap = 16,824 ppm Ditanya : Kesadahan Sementara = … ? Jawab : Kesadahan Sementara = Kesadahan Total – Kesadahan Tetap = 19,628 – 16,824 = 2,804 ppm B. Pembahasan



Pada percobaan ini mencoba menentukan tingkat kesadahn suatu sampel air dengan menggunakan reaksi pembentukkan ion kompleks. Mula-mula melakukan standarisasi titran dalam hal ini adalah EDTA. Titran



ini distandarisasi menggunakan larutan ZnCl 2yang volume dan molaritasnya telah diketahui. Dari hasil titrasi ternyata molaritas EDTA yang terukukur adalah 6,986.10 -3 M.Langkah selanjutnya adalah penentuan kesadahan cuplikan air yaitu pada kesadahan tetap, kesadahan sementara, dan kesadahan totaldari air sumur yang diamati. Pada penentuan kesadahan tetap didapatkan nilai CaO sebesar 1,2145 mg dengan nilai ppm sebesar24,29. Sedangkan kesadahan total didapatkan massa CaO sebesar3,761 mg dan nilai ppm CaO sebesar 75,22, dan yang terahkir kesadahan sementara dalam air sumur sebagai CaO didaptkan nilia ppm yang didapatkan dari kesadahan tetap dengan kesdahan total sebesar 50,93 ppm. Dalam air sumur selalu terlarut sejumlah garam kalsium dan atau magnesium baik dalam bentuk garam klorida maupun garam sulfat. Adanya garam-garam ini menyebabkan air menjadi sadah yaitu tidak dapat menghasilkan busa jika dicampur dengan sabun. Ukuran kesadahan air dinyatakan dalam ppm (satu per sejuta bagian). Bila ion kalsium dititrasi dengan EDTA, terbentuk suatu kompleks kalsium yang relatif stabil. Ca2+ + H2Y2- CaY2- + 2H+ Pada percobaan ini seharusnya larutan sampel jika dititrasi akan mengalmi perubahan warna dari merah menuju biru. Hal itulah yang menjadi bukti bahwa terdapat kesadahan di dalm sampel air yang digunkana. Namun ternyata pda percobaan ini, air sampel yang digunakan langsung berubah menjadi biru setelah ditambahkan indikator EBT-NaCl. Titrasi in sendiri seharusnya dilakukan pada pH 10 dan konstan sepanjang titrasi. Sedangkan EBT-NaCl itu sendiri dapat menjadi indikator logam dapat juga mnejadi indiktor pH. Oleh karena itu, pH larutan perlu dijaga dengan menambahkan larutan buffer pada larutan yang akan dititrasi. Seperti kita ketahui air ayang sadah berarti mengandung ion Ca 2+ dan Mg2+. Ion Ca2+ akan lebih dahulu bereaksi dan kemudian disusul dengan ion Mg2+ sehingga menimbulkan perubahan warna darimerah menjai biru. Reaksi pada ion Mg2+ yang akan terjadi sandainya dialakukan penitrasian adalah : MgD– (merah) + H2Y2- MgY2- + HD2- (biru) + H+ Adanya perubahan warna dari merah menjadi biru pada tanpa penitrasian pada percobaan ini mungkin disebabkan oleh adanya pengompleks yang lebih kuat di alam (dalam sampel air sumur), atau mungkin juga memang di dalam sampel tersebut tidak memiliki atau mengandung ion Ca2+ dan Mg2+. VI. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah : 1. Kesadahan merupakan besar konsentrasi Ca dan Mg dalam air ataupun dapat diartikan sebagai daya serap air untuk mengendapkan sabun. 2. Kesadahan total dari sampel air sumur pada percobaan ini sebesar 75,22 ppm. 3. Kesadahan tetap dari sampel air sungai sumur sebesar 24,29 ppm. 4. Kesadahan sementara diperoleh dari selisih besarnya kesadahan total dengan kesadahan tetap yaitu sebesar 50,93 ppm.



DAFTAR PUSTAKA Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta. Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.



Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia . UI Press. Jakarta.



Laporan Titrasi Kompleksometri



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang



Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri kimia. Dalam setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat pendeteksi yang disebut titran. Pencapaian titik ekivalen umumnya ditandai oleh perubahan zat tertentu yang sengaja dimasukkan ke dalam larutan analit yang dikenal sebagai indikator. Perubahan indikator terjadi bila semua analit telah bereaksi dengan titran.[1] 1



Titrasi kompleksometri atau kelatometri adalah suatu jenis titrasi dimana reaksi antara bahan yang dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa. Kompleks senyawa ini dsebut kelat dan terjadi akibat titran dantitrat yang saling mengkompleks. Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komonen yang membentukligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati. Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komponen yang membentuk ligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati.[2] Setiap ion logam dapat dititrasi dengan menggunakan EDTA pada pH tertentu untuk setiap logam, kadar kalsium (Ca) dalam suatu sampel dapat ditentukan dengan menggunakan titrasi kompleksometri menggunakan garam natrium (Na2H2Y) yang akan menunjukkan perubahan warna saat titik ekivalen telah tercapaiakibat reaksi antara kompleks logam-indikator. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukanlah percobaan ini.



B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari percobaan ini adalah berapa kadar kalsium (Ca) dalam sampel dengan metode titrasi kompleksometri ?



C. Tujuan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar kalsium (Ca) secara kompleksometri.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Metode Analisis Volumetri atau Titrimetri Analisis volumetri adalah bagian dari analisis kimia kuantitatif untuk menentukan banyaknya suatu zat dalam volume tertentu dengan mengukur banyaknya larutan standar yang dapat bereaksi secara kuantitatif dengan analit (zat yang akan ditentukan). Prinsip dasar analisis volumetri berdasarkan reaksi : aA + tT ↔ Hasil dimana a molekul analit A (titrat) bereaksi dengan t molekul pereaksi T (titran). Dengan



titrasi



dimaksudkan



suatu



proses



pengerjaan



di



mana



titran



ditambahkan sedikit demi sedikit melalui buret ke dalam larutan analit untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen dimaksudkan pada saat titrasi dimana jumlah titran yang ditambahkan ekivalen dengan jumlah analit dalam larutan. Selain itu dikenal juga titik akhir titrasi yaitu saat terjadi perubahan warna indikator. Selisih antara titik ekivalen dan titik akhir titrasi dikenal sebagai kesalahan titrasi.[3] Menurut Sitti Chadijah (2001), dalam analisa volumetri reaksi yang terjadi antara titran dan titrat harus memenuhi syarat-syarat berikut : 1. 3



Reaksi harus sederhana, mudah dituliskan dengan suatu persamaan reaksi. Analit harus dapat bereaksi secara kuantitatif dengan titran. 2. Reaksi harus dapat terjadi dengan cepat (bila perlu tambahkan katalisator atau suhu tinggi).



3. Saat titik ekivalen, harus terjadi perubahan baik sifat fisik maupun sifat kimia dalam larutan yang cukup jelas. 4. Indikator harus dapat memberikan ketentuan (perubahan warna atau struktur yang jelas) pada saat tercapainya titik ekivalen. Menurut M. Sodiq Ibnu, et. al. (2005), jenis metode titrimetri didasarkan pada jenis reaksi kimia yang terlibat dalam proses titrasi. Berdasarkan jenis reaksinya, maka metode titrimetri dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: asidialkalimetri, oksidimetri, kompleksometri dan titrasi pengendapan. 1. Asidi-alkalimetri didasarkan pada reaksi asam basa atau prinsip netralisasi. Larutan analit yang berupa larutan asam dititrasi dengan titran yang berupa larutan basa atau sebaliknya. Metode ini cukup luas penggunaannya untuk penetapan kuantitas analit asam atau basa. Jika HA mewakili asam dan BOH mewakili basa, maka reaksi antara analit dengan titran dapat dirumuskan secara umum sebagai berikut : HA + OH-  A- + H2O (analit asam, titran basa) BOH + H3O+  B+ + 2H2O (analis basa, titran asam) Titran umumnya berupa larutan standar asam kuat atau basa kuat, misalnya larutan asam klorida (HCl) dan larutan natrium hidroksida (NaOH). 2. Kompleksometri didasarkan pada pembentukan kompleks stabil hasil reaksi antara analit dengan titran. Misalnya reaksi antara Ag + dan CN- yang mengikuti persamaan reaksi : Ag+ + 2CN-  Reaksi antara Ag+ dengan CN- dikenal sebagai metode Liebig untuk penetapan sianida. Reagen lain adalah EDTA (etilen diamina tetraasetat) yang banyak digunakan sebagai pengompleks berbagai ion logam melalui metode titrasi. 3. Oksidimetri didasarkan pada reaksi oksidasi – reduksi antara analit dan titran. Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau sebaliknya. Berbagai reaksi redoks dapat digunakan sebagai dasar reaksi oksidimetri, misalnya penetapan ion besi(II)



(Fe2+) dalam analit dengan menggunakan titran larutan standar cesium(IV) (Ce 4+) yang mengikuti persamaan reaksi : Fe2+ + Ce4+  Fe3+ + Ce3+ Oksidator lain yang banyak digunakan dalam oksidimetri adalah kalium permanganat (KMnO4), misalnya pada penetapan kadar ion besi(II) dalam suasana asam. 4. Titrasi pengendapan didasarkan reaksi pengendapan analit oleh larutan standar titran yang mampu secara spesifik mengendapkan analit. Metode ini banyak digunakan



untuk



menetapkan



kadar



ion



halogen



dengan



menggunakan



pengendap Ag+, yang reaksi umumnya dapat dinyatakan dengan persamaan : Ag+ + X-  AgX(s) (X- = Cl-, Br-, I-, SCN-)



B. Titrasi Kompleksometri Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun



pembentukan



molekul



netral



yang



terdisosiasi



dalam



larutan.



Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks tersebut adalah kompleks logam dengan EDTA. Berbagai logam membentuk kompleks pada pH yang berbeda-beda. Peristiwa pengompleksan tergantung pada aktivitas anion bebas, misalkan Y 4- (jika asamnya H4Y dengan tetapan ionisasi pK 1 = 2,0; pK2 = 2,64; pK3 = 6,16 dan pK4 = 10,26). Ternyata variasi aktivitas Y 4- bervariasi terhadap perubahan pH dari 1,0 sampai 10 dan secara umum perubahan ini sebanding dengan (H +) pada pH 3,0 – 6,0.[4] Menurut Achmad Mursyidi dan Abdul Rohman (2008), cara-cara titrasi dengan EDTA terbagi menjadi 5, yaitu : 1. Titrasi langsung merupakan metode yang paling sederhana dan sering dipakai. Larutan ion yang akan ditetapkan ditambah dengan dapar, misalnya dapat pH 10 lalu ditambahkan indikator logam yang sesuai dan dititrasi langsung dengan larutan baku dinatrium edetat.



2. Titrasi kembali, cara ini penting untuk logam yang mengendap dengan hidroksida pada pH yang dikehendaki untuk titrasi. Untuk senyawa yang tidak larut misalnya sulfat, kalsium oksalat, untuk senyawa yang membentuk kompleks yang sangat lambat dan ion logam yang membentuk kompleks lebih stabil dengan natrium edetat daripada dengan indikator. Pada keadaan demikian, dapat ditambahkan larutan baku dinatrium edetat berlebihan kemudian larutan di dapa pada pH yang diinginkan dan kelebihan dinatrium edetat dititrasi kembali dengan larutan baku ion logam. 3. Titrasi substitusi, cara ini dilakukan bila ion logam tersebut tidak memberikan titik akhir yang jelas apabila dititrasi secara langsung atau dengan titrasi kembali, atau juga jika ion logam tersebut membentuk kompleks dengan dinatrium edetat lebih stabil daripada logam lain seperti magnesium dan kalsium. 4. Titrasi tidak langsung, cara titrasi tidak langsung dapat digunakan untuk menentukan kadar ion-ion seperti anion yang tidak bereaksi dengan pengkelat. Sebagai contoh barbiturat tidak bereaksi dengan EDTA akan tetapi secara kuantitatif dapat diendapkan dengan ion merkuri dalam keadaan basa sebagai ion kompleks 1:1. Setelah pengendapan dengan kelebihan Hg(II), kompleks dipindahkan dengan cara penyaringan dan dilarutkan kembali dalam larutan baku EDTA berlebihan. Larutan baku Zn(II) dapat digunakan untuk menitrasi kelebihan EDTA ini menggunakan indikator yang sesuai untuk mendeteksi titik akhir. 5. Titrasi alkalimetri, pada metode ini proto dari dinatrium edetat (Na 2H2Y) dibebaskan oleh logam berat dan dititrasi dengan larutan baku alkali sesuai dengan persamaan reaksi berikut : Mn+ + H2Y2- ↔ (MY)+n-4 + 2H+ Larutan logam yang ditetapkan dengan metode ini sebelum dititrasi harus dalam suasana netral terhadap indikator yang dipergunakan.Penetapan titik akhir menggunakan indikator asam-basa atau secara potensiometri.



Kelebihan titrasi kompleksometri adalah EDTA stabil, mudah larut dan menunjukkan komposisi kimiawi yang tertentu. Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal magnesium (Mg), krom (Cr), kalsium (Ca) dan barium (Ba) dapat dititrasi pada pH = 11; mangan (Mn 2+), besi (Fe), kobalt (Co), nikel (Ni), seng (Zn), kadmium (Cd), aluminium (Al), timbal (Pb), tembaga (Cu), titian (Ti) dan vanadium (V) dapat dititrasi pada pH 4,0 – 7,0. Terakhir logam seperti raksa (Hg), bismut (Bi), kobalt (Co), besi (Fe), krom (Cr), kalsium (Ca), indium (In), scandium (Sc), titian (Ti), vanadium (V) dan thorium (Th) dapat dititrasi pada pH 1,0 - 4,0. Etilen diamin tetra asetat (EDTA) sebagai garam natrium (Na2H2Y) sendiri merupakan standar primer sehingga tidak perlu standarisasi lebih lanjut. Kompleks yang mudah larut dalam air ditemukan. Suatu titik ekivalen segera tercapau dalam titrasi demikian dan akhirnya titrasi kompleksometri dapat digunakan untuk penentuan beberapa logam pada operasi skala semimikro.[5] Dalam praktek, kestabilan kompleks-kompleks logam EDTA dapat diubah dengan (a) mengubah-ubah pH dan (b) adanya zat-zat pengkompleks lain. Maka tetapan kestabilan kompleks EDTA akan berbeda dari nilai yang dicatat pada suatu pH tertentu, dalam larutan air EDTA akan memiliki nilai yang berbeda dari nilai



yang



telah



dicatat.



Kondisi



baru



ini



dinamakan tetapan



kestabilan nampak atau tetapan kestabilan menurut kondisi.[6]



C. Indikator Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat.[7] Indikator metalokromik visual yang penting dapat masuk dalam tiga golongan utama, yaitu: (a) senyawaan hidroksiazo, (b) senyawaan fenolat dari trifenilmetana yang tersubstitusi oleh hidroksi



serta



(c)



senyawaan



yang



mengandung



suatu



gugus



aminometildikarboksimetil. Banyak dari indikator ini juga merupakan senyawaansenyawaan trifenil metana.[8]



Menurut Ikhsan Firdaus (2009), beberapa indikator metalokromik yang dapat digunakan, yaitu : 1. Mureksida Mureksida adalah garam amonium dari asam purpurat dan anionnya, mempunyai struktur : (Gambar 1. mureksida)



Mureksida dapat digunakan untuk titrasi langsung dengan EDTA terhadap kalsium pada pH = 11, perubahan warna pada titik akhir adalah dari merah menjadi violet biru, tetapi jauh dari ideal. Perubahan warna pada titrasi langsung dari nikel pada pH 10-11 adalah dari kuning menjadi violet biru. Perubahan warna untuk kalsium adalah dari hijau zaitun melalui abu-abu, menjadi biru mendadak. 2. Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T) Zat



ini



adalah



natrium



1-(1-hidroksi-2-naftilazo)-6-nitro-2-naftol-4-



sulfonat(II) dan mempunyai acuan indeks warna C.I.14645. Dalam larutan yang sangat asam, zat warna ini cenderung untuk berpolimerisasi menjadi produk yang berwarna coklat-merah, akibatnya indikator ini jarang digunakan dalam titrasi EDTA dengan menggunakan larutan yang lebih asam daripada pH = 6,5. (Gambar 2. Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T))



Gugus asam sulfonat dalam indikator ini akan menyerahkan protonnya sebelum range pH 7-12, yang merupakan perhatian paling utama bagi penggunaan indikator ion logam. Kedua nilai pK untuk atom-atom hidrogen ini masing-masing adalah 6,3 dan 11,5. Di bawah pH = 5,5, larutan hitam solokrom (Hitam Eriokrom T) adalah merah (disebabkan oleh H 2D-), antara pH 7 dan 11 warnanya biru (disebabkan oleh HD2-) dan di atas pH = 11,5 indikator ini berwarna jingga-kekuningan (disebabkan oleh D 3-). Dalam range pH 7-11, penambahan garam logam menghasilkan perubahan warna yang cemerlang dari biru menjadi merah. 3. Indikator Patton dan Reeder



Indikator Patton dan Reeder adalah asam 2-hidroksil-1-(2-hidroksi-4-sulfat1-naftilazo)-3-naftoat(III);



nama



ini



boleh



disingkat



menjadi



HHSNNA.



Penggunaannya yang utama adalah dalam titrasi langsung dari kalsium, terutama dengan adanya magnesium. Perubahan warna yang tajam dari merah angur menjadi biru murni diperoleh bila ion-ion kalsium dititrasi dengan EDTA pada nilai pH antara 12 dan 14. (Gambar 3. Indikator Patton dan Reeder)



4. Biru tua solokrom Biru tua solokrom atau kalkon kadang-kadang disebut Hitam Eriokrom RC, zat ini sebenarnya adalah natrium 1-(2-Hidroksi-1-naftilazo)-2-nafto-4-sulfonat. Zat warna ini mempunyai 2 atom hidrogen fenolat yang dapat terionisasi, proton-proton ini terionisasi secara bertahap dengan pK masing-masing 7,4 dan 13,5. Suatu penerapan penting dari indikator ini adalah pada titrasi kalsium secara kompleksometri dengan adanya magnesium, titrasi ini harus dilakukan pada



pH



kira-kira



12,3



(misalnya



yang



diperoleh



dengan



suatu



buffer



dietilamina). Pada kondisi-kondisi ini, magnesium diendapkan secara kuantitatif sebagai hidroksidanya. Perubahan warna adalah dari merah jambu menjadi biru murni. (Gambar 4. Biru tua Solokrom atau kalkon)



5. Kalmagit Kalmagit



merupakan



asam



1-(1-hidroksil-4-metil-2-fenilazo)-2-naftol-4-



sulfonat (V), mempunyai perubahan warna yang sama seperti hitam solokrom (Hitam Eriokrom T), tetapi perubahan warnanya agak lebih jelas dan tajam. Kelebihan indikator ini adalah tetap stabil hampir tanpa batas waktu. Zat ini digunakan sebagai ganti Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T) tanpa mengubah eksperimen untuk titrasi kalsium ditambah magnesium. (Gambar 5. Kalmagit)



BAB III METODE PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Waktu dan tempat dilaksanakannya percobaan ini, yaitu sebagai berikut : Hari/Tanggal : Rabu/ 6 Juni 2012 Pukul



: 13.30 – 16.00 WITA



Tempat



: Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar



B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat - alat yang digunakan pada percobaan ini adalah pH meter, neraca analitik, buret asam 50 mL, erlenmeyer 250 mL, gelas kimia 300 mL, pipet volume 25 mL dan 5 mL, labu takar 100 mL, statif dan klem, bulp, botol semprot dan corong. 2. Bahan Bahan – bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquabides, aquades, buffer natrium hidroksida (NaOH) 2 M, indikator EBT, padatan kalsium karbonat (CaCO3) dan natrium etilen diamin tetra asetat (Na2EDTA) 0,089 M. 13



C. Prosedur Kerja



Prosedur kerja pada percobaan ini, yaitu sebagai berikut : 1. Pembuatan CaCO3 0,01 M a. Menimbang 0,1 gram padatan kalsium karbonat (CaCO 3) menggunakan neraca analitik. b. Melarutkan padatan kalsium karbonat (CaCO 3) dengan memberikan sedikit aquabides dalam gelas kimia. c. Memindahkan padatan yang telah larut ke dalam labu takar 100 mL. d. Mengimpitkan



sampai



tanda



batas



menggunakan



aquabides



dan



menghomogenkan larutan. e. Menyaring larutan yang telah dibuat menggunakan kertas saring biasa. 2. Titrasi Kompleksometri a. Memipet 25 mL larutan kalsium karbonat (CaCO3) 0,01 M dan memasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. b. Menambahkan 25 mL aquabides ke dalam erlenmeyer, mengocok erlenmeyer. c. Menambahkan 1 mL buffer natrium hidroksida (NaOH) 2 M ke dalam erlenmeyer hingga pH = 12, mengecek pH larutan menggunakan pH meter. d. Menambahkan



3



tetes



indikator



EBT



ke



dalam



erlenmeyer



dan



menghomogenkan larutan. e. Menitrasi larutan dengan Na2EDTA 0,0089 M sampai larutan berubah warna menjadi biru. f.



Melakukan secara duplo dan menghitung kadar kalsium (Ca) dalam sampel.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



A. Hasil Hasil pengamatan dari percobaan ini, yaitu sebagai berikut : 1. Tabel Pengamatan No. 1.



Perlakuan



Hasil



25 mL kalsium karbonat



Larutan berwarna



(CaCO3) 0,01 M + 25 mL



bening



Keterangan



aquabides 2.



+



1



mL



natrium



hidroksida (NaOH) 2 M 3.



+ 3 tetes indikator EBT



Larutan berwarna bening Larutan berwarna merah anggur



4.



15



Larutan berwarna



+ titrasi dengan Na2EDTA 0,089 M



biru



2. Analisa Data a. Pembuatan kalsium karbonat (CaCO3) 0,01 M Diketahui : Mr CaCO3



= 100 gram/mol



Volume larutan



= 25 mL



M CaCO3



= 0,01 M



Ditanyakan : bobot CaCO3 … ? Penyelesaian : Bobot CaCO3 = volume larutan x konsentrasi CaCO3 x Mr CaCO3 = 0,025 L x 0,01 mol/L x 100 gram/mol



= 0,025 gram b. Titrasi kompleksometri Diketahui : Volume titrant1



= 6 mL



Volume titrant2



= 4,1 mL



M Na2EDTA



= 0,0089 M



Ar Ca



= 40 gram/mol



Ditanyakan : % Ca ….? Penyelesaian : % kalsium (mg/L) = x 100 % = x 100 % = 0,0719 x 100 % = 7,19 % % kalsium (ppm) = = = 71,91 mg/L = 71,91 ppm



B. Pembahasan Pada



praktikum



ini



dilakukan



percobaan



titrasi



kompleksometri



menggunakan pengompleks garam etilen diamin tetra asetat (Na 2EDTA). Sampel yang



mengandung



ion



kalsium



akan



dititrasi



dengan



larutan



Na 2EDTA.



Penggunaan Na2EDTA dalam percobaan ini dilakukan karena EDTA sebagai garam natrium (Na2H2Y) sendiri merupakan larutan standar primer sehingga tidak perlu distandarisasi lebih lanjut. Kompleks logam dengan menggunakan titran ini mudah larut dalam air dimana titik ekivalennya segera tercapai dalam titrasi. Sebelum melakukan titrasi, dilakukan penambahan buffer natrium hidroksida (NaOH) ke dalam larutan sampel karena warna dari zat kompleks logam-indikator sangat dipengaruhi oleh pH larutan, oleh karena itu penting untuk menggunakan larutan buffer untuk dapat menjaga pH yang dikehendaki selama titrasi. Setelah



itu, dilakukan penambahan indikator EBT ke dalam larutan yang kemudian dilakukan titrasi. Indikator EBT digunakan dalam percobaan ini karena indikator ini dapat menitrasi secara langsung ion kalsium (Ca 2+) menggunakan indikator EBT ini.



Pada saat penambahan indikator terjadi reaksi antara ion kalsium (Ca 2+) dengan indikator EBT, seperti reaksi di bawah ini : CaCO3 + In3-  CaI(ungu) Kompleks logam-indikator yang terbentuk menghasilkan warna ungu dimana setelah penambahan garam EDTA, ion logam akan bebas dan berikatan dengan Na2EDTA sehingga indikator akan berubah warna dari warna indikator yang membentuk kompleks dengan ion logam ke warna indikator yang bebas dari ion logam. Hal ini disebabkan karena kompleks logam-indikator lebih lemah daripada kompleks logam-EDTA sehingga EDTA yang ditambahkan selama titrasi akan mengikat ion logam bebas. Reaksi yang terjadi antara ion logam, Na 2EDTA dan indikator dapat terlihat di bawah ini : CaI- + Na2EDTA  CaEDTA + I3- + 2Na+ (ungu)



(biru)



Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisa data, kadar kalsium yang diperoleh adalah 1,79 % dan 71,91 ppm. Dari hasil analisa data dapat diketahui bahwa dalam 1 liter sampel yang digunakan terdapat 71,91 mg ion kalsium (Ca2+). Dalam percobaan ini, pH larutan yang digunakan adalah 12 sedangkan trayek pH untuk indikator EBT adalah 8,0 – 10,3 sehingga perubahan warna yang dihasilkan pada saat terjadi titik ekivalen tidak signifikan dan tidak memberikan perubahan warna yang tajam sehingga kesalahan titrasi yang lebih besar dapat terjadi.



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari percobaan ini adalah kadar kalsium (Ca) dalam sampel kalsium karbonat (CaCO3) 0,01 M yang digunakan adalah 1,79 %, sedangkan kadar kalsium (Ca) dalam ppm adalah 71,91 ppm. B. Saran Saran dari percobaan ini adalah sebaiknya pada percobaan berikutnya digunakan indikator lain yang memiliki trayek pH 12 seperti indikator mureksid sehingga perubahan warna yang terbentuk saat titrasi lebih jelas.



DAFTAR PUSTAKA



Chadijah, Sitti. Dasar-dasar Kimia Analitik (Kimia Analitik I). Kendari: Universitas Haluoleo, 2001 Firdaus, Ikhsan, “Contoh Indikator Ion Logam”. Chem-is-try.org-Situs Kimia Indonesia. 5 Maret 2009. http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kompleksometri/contoh-indikator-ionlogam/. Diakses pada tanggal 10 Mei 2012 _______, “Kestabilan Kompleks-kompleks Logam EDTA”. Chem.-is-try.org-Situs Kimia Indonesia. 7 Maret 2009.http://www.chem-istry.org_kimia/instrumen_analisis/kompleksometri/kestabilan-kompleks-komplekslogam-edta. Diakses pada tanggal 10 Juni 2012 Ibnu, M. Sodiq Ibnu, et al.. Kimia Analitik I . Malang: Universitas Negeri Malang, 2005



Khopkar, S. M.. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia, 2010 Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta: UGMPress, 2008 “Titrasi Kompleksometri”. Wikipedia The Free Encylopedia. 31 Mei 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Titrasi_kompleksometri. Diakses pada tanggal 10 Juni 2012



[1]M. Sodiq Ibnu, et. al., Kimia Analitik I (Malang: Universitas Negeri Malang, 2005), h. 89-90 [2]“Titrasi Kompleksometri”, Wikipedia The Free Encylopedia. 31 Mei 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Titrasi_kompleksometri (10 Juni 2012) [3]Sitti Chadijah, Dasar-dasar Universitas Haluoleo, 2001), h. 45



Kimia



Analitik



(Kimia



Analitik



I) (Kendari:



[4]S. M. Khopkar, Konsep Dasar Kimia Analitik (Jakarta: Universitas Indonesia, 2010), h. 76-77 [5]S. M. Khopkar, op. cit., h. 88 [6]Ikhsan Firdaus, “Kestabilan Kompleks-kompleks Logam EDTA”, Chem.-is-try.orgSitus Kimia Indonesia. 7 Maret 2009.http://www.chem-istry.org_kimia/instrumen_analisis/kompleksometri/kestabilan-kompleks-kompleks-logamedta (10 Juni 2012) [7]S. M. Khopkar, op. cit., h. 85 [8]Ikhsan Firdaus, “Contoh Indikator Ion Logam”, Chem-is-try.org-Situs Kimia Indonesia. 5 Maret 2009. http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kompleksometri/contoh-indikator-ion-logam/ (10 Mei 2012)