Laporan Praktikum Pilot Plant - STHE - Kelompok 7 - 3TKPB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PILOT PLANT Heat Exchangers



Dosen Pembimbing



: Harita Nurwahyu Chamidy, LRSC., MT



Tanggal Praktikum : 22 September 2021 Tanggal Pengumpulan : 29 September 2021



Disusun Oleh: Tufana Muhallik Jahulan Udyani Lokahita Vini Ivania Pardeny Yusfi Fadilla Busjori



191424029 191424030 191424031 191424032



3A/D4 – Teknik Kimia Produksi Bersih Jurusan Teknik Kimia



POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Jalan Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga Kotak Pos 1234 Bandung 40012 2021



I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah melakukan praktikum ini, kami diharapkan mampu: 1. Memahami fungsi alat penukar panas jenis Shell & Tube. 2. Menjelaskan mekanisme operasi alat penukar jenis Shell & Tube. 3. Menjelaskan komponen-komponen utama alat penukar kalor jenis Shell & Tube. 4. Mengevaluasi kinerja alat penukar panas jenis Shell & Tube dengan menghitung efisiensinya. II. DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Panas adalah suatu energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat dana tau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan. Proses terjadinya peprindahan panas dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Berdasarkan mekanismenya, perpindahan panas dibedakan menjadi: a) Perpindahan panas secara konduksi Perpindahan panas terjadi antara molekul yang saling berdekatan dan tidak diikuti oleh perpindahan molekul tersebut secaar fisik. Konduksi biasanya terjadi melalui medium perantara zat padat, Besarnya energi panas yang berpindah diteliti oleh Fourier dengan model matematis sebagai berikut: q = - k A (∆T/ ∆X) A = luas penampang (m2) k = konduktivitas termal (W/m.K) ∆T = beda suhu (K) ∆X = panjang/tebal (m) b) Perpindahan panas secara konveksi Perpindahan panas terjadi antara bagian panas dan dingin dari suatu fluida karena adanya proses pencampuran atau dapat dikatakan bahwa perpindahan panas yang terjadi disebabkan oleh adanya pergerakan medium. Model matematik untuk perpindahan panas secara konveksi dituliskan oleh Newton sebagai berikut: q = h A (Ts-Tf)



A = luas penampang (m2) h = koefisien konveksi (W/m2.K) Ts = suhu permukaan (°C) Tf = suhu fluida, (°C) c) Perpindahan panas secara radiasi Perpindahan panas terjadi tanpa melalui media. Suatu energi dapat berpindah dengan gelombang elektromagnetik dimana akan diubah menjadi panas apabila diserap oleh benda lain. Model matematik untuk perpindahan panas secara konveksi dituliskan oleh Stefan-Boltzmann sebagai berikut: q = σ T4 σ = tetapan Stefan-Boltzmann (5.669 x 10-8 W/m2 .K) T = suhu absolute (K) 2.2 Pengertian Alat Penukar Panas Alat penukar panas (heat exchanger) merupakan suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari suatu fluida yang memiliki suhu lebih tinggi ke suatu fluida yang memiliki suhu lebih rendah. Media pemanas yang biasa digunakan adalah steam. Sedangkan media pendingin biasanya menggunakan cooling water dan refrigerant. Pertukaran panas dapat terjadi karena adanya kontak antara fluida baik dengan adanya dinding yang memisahkan (indirect contact), maupun fluida bercampur langsung (direct contact).



2.3 Jenis Alat Penukar Panas 2.3.1 Alat penukar panas berdasarkan kontak antara fluida a) Kontak langsung Bahan yang akan dipanaskan/didinginkan dikontakkan langsung dengan bahan pemanas atau pendingin (contoh: Cooling tower atau pendinginan reaktor dengan



memasukkan



es ke dalam reaktor



secara langsung)



b) Kontak tidak langsung Pertukaran panas antara bahan yang dipanaskan/didinginkan dengan pemanas atau pendingin melalui suatu dinding pemisah (contoh: Penukar Panas Pelat atau penukar panas pipa ganda)



2.3.2 Alat penukar panas berdasarkan arah aliran fluida a) Penukar panas searah (co-current/parallel flow) Pada penukar panas co-current kedua fluida masuk pada ujung penukar panas yang sama dan mengalir searah menuju ujung penukar panas yang lain.



Neraca Massa : m(t1-t2)=M(T2-T1) Untuk mendinginkan air panas dari 90oC menjadi 20oC sebanyak 100 l/mnt. Diperlukan air pendingin sebanyak : m(28-22 )= 100(90-30) m = 1000 l/mnt b) Penukar panas berlawanan arah (counter-current/counter flow) Pada penukar panas counterflow kedua fluida mengalir berlawanan arah dimana fluida yang satu masuk pada satu ujung penukar panas, sedangkan fluida yang lain masuk ke ujung penukar panas yang lain.



Neraca Massa : m(t1-t2)=M(T2-T1) Untuk mendinginkan air panas dari 90oC menjadi 20oC sebanyak 100 l/mnt. Diperlukan air pendingin sebanyak : m(70-22)=100(90-30) m = 125 l/mnt c) Penukar panas aliran silang (cross flow) Pada jenis penukar panas ini kedua fluida yang mengalir sepanjang permukaan bergerak dalam arah saling tegak lurus.



2.3.3 Alat penukar panas berdasarkan konstruksi Berdasarkan konstruksinya, alat penukar panas diklasifikasikan sebagai berikut: a) Tubular heat exchangers-double pipe, shell and tube, coiled tube b) Plate heat exchangers-gasketed, spiral, plate coil, lamella c) Extended surface heat exchangers-tube-fin, plate-fin d) Regenerators-fixed matrix, rotary 2.3.4 Alat penukar panas berdasarkan fungsi a) Condenser Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. b) Cooler Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa. c) Heater



Alat penukar panas ini berfungsi untuk memanaskan fluida cair. Contohnya furnace. d) Evaporator Alat penukar kalor ini digunakan untuk proses penguapan cairan menjadi uap dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi suatu zat dari fasa cair menjadi fasa uap. Alat ini memanfaatkan panas laten dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair. e) Reboiler Alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. f) Heat Exchanger Alat penukar kalor ini bertujuan memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk memanaskan fluida yang lain tanpa perubahan fasa. Dengan demikian, terjadi dua fungsi sekaligus yaitu memanaskan fluida yang dingin dan mendinginkan fluida yang panas. 2.4 Shell and Tube Heat Exchanger



Shell and Tube Heat Exchanger adalah jenis alat penukar panas yang paling umum digunakan pada proses refinery, oil and gas, dan petrochemical. Jenis alat penukar panas ini memiliki aliran kontinyu. Pada alat ini terdapat banyak tube yang dipasang secara paralel dimana didalamnya mengalir fluida yang akan digunakan dalam proses transfer panas. Tube disusun berdekatan di dalam sebuah shell yang merupakan tempat mengalir fluida lainnya. Beberapa keuntungan dari penggunaan alat penukar panas dengan jenis shell and tube (STHE) adalah:



• STHE memberikan luas permukaan perpindahan panas yang besar dan volume yang kecil • Memiliki range luas perpindahan panas yang lebar mulai kurang dari 1 meter kuadrat hingga seribu meter kuadrat bahkan lebih • Memiliki rancangan mekanikal yang baik, mampu dioperasikan pada tekanan tinggi • Mudah dibersihkan baik dengan mechanical ataupun chemical cleaning • Memiliki prosedur thermal dan mechanical design yang baik • Mudah dilakukan penggantian untuk komponen yang cukup mudah rusak seperti gasket dan tube 2.4.1 Cara kerja shell and tube heat exchanger Alat shell and tube heat exchanger terdiri dari serangkaian tube didalam shell. Pada umumnya fluida dengan suhu yang lebih tinggi mengalir melalui tube dan fluida yang lebih rendah suhunya mengalir melalui shell sehingga terjadi transfer panas antara kedua fluida.



2.4.2 Komponen utama shell and tube heat exchanger • Tube Tube atau pipa merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang mengalir sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. • Tube sheet Berfungsi sebagai tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi satu yang disebut tube bundle. • Tie rods



Merupakan batangan besi yang dipasang sejajar dengan tube dan ditempatkan di bagian paling luar dari baffle yang berfungsi sebagai penyangga agar jarak antara baffle yang satu dan lainnya tetap. • Shell Berbentuk silinder yang merupakan badan dari heat exchanger dimana terdapat tube bundle dan berfungsi sebagai wadah mengalirkan fluida. • Baffle Pemasangan sekat pada heat exchanger bertujuan untuk membuat turbulensi aliran fluida baik pada shell dan tube serta menambah waktu tinggal. 2.4.3 Pemilihan fluida yang dialirkan ke dalam shell dan tube • Korosi. Cairan yang lebih korosif harus dialokasikan ke bagian tabung. Hal ini akan mengurangi biaya komponen logam paduan yang mahal. • Fouling. Cairan yang memiliki kecenderungan untuk mengerak pada permukaan perpindahan panas seharusnya ditempatkan di bagian tabung. Hal ini akan memberikan kontrol yang lebih baik terhadap desain kecepatan fluida, dan semakin tinggi kecepatan cairan dalam tabung yang diijinkan akan mengurangi fouling. Selain itu, apabila terjadi kerak, bagian tabung akan lebih mudah dibersihkan daripada di bagian shell. • Suhu cairan. Jika suhu yang cukup tinggi membutuhkan pemakaian bahan logam paduan khusus, penempatan fluida yang memiliki suhu lebih tinggi akan mengurangi biaya keseluruhan. Jika suhu sedang, penempatan cairan panas di bagian tabung akan mengurangi suhu permukaan bagian shell. Hal ini akan mengurangi kehilangan panas, dan mengurangi biaya isolasi serta untuk alasan keamanan. • Tekanan operasi. Aliran cairan dengan tekanan yang lebih tinggi harus dialokasikan ke bagian tabung. Tabung bertekanan tinggi akan lebih murah daripada cangkang (shell) bertekanan tinggi. • Penurunan tekanan (pressure drop).



Untuk penurunan tekanan yang sama, koefisien perpindahan panas di sisi tabung lebih tinggi dibandingkan di bagian cangkang (shell), dan cairan dengan penurunan tekanan terendah harus dialokasikan ke bagian tabung. • Viskositas. Umumnya, koefisien perpindahan panas yang lebih tinggi akan diperoleh dengan mengalokasikan bahan yang lebih kental ke sisi cangkang, yang memberikan aliran turbulen. Bilangan Reynolds kritis untuk aliran turbulen di bagian cangkang (shell) berada di wilayah 200. Jika aliran turbulent tidak bisa dicapai di bagian cangkang, maka lebih baik menempatkan cairan viscous tersebut di bagian tabung, karena koefisien perpindahan panas di bagian tabung dapat diprediksi dengan pasti. • Laju Alir cairan. Mengalokasikan cairan dengan laju aliran terendah ke bagian cangkang (shell) umumnya memberikan desain yang paling ekonomis 2.5 Analisis Kinerja Alat Penukar Panas Shell and Tube Seorang Insinyur di pabrik kimia seringkali dihadapkan pada permasalahan 1. Memilih suatu alat penukar panas yang akan mencapai perubahan suhu tertentu untuk suatu kecepatan aliran fluida yang sudah diketahui - the log mean temperature difference (or LMTD) method. 2. Memprediksi suhu keluar aliran fluida panas dan fluida dingin dalam suatu alat penukar panas yang sudah ditentukan - the effectiveness - NTU method Kecepatan perpindahan panas dalam suatu alat penukar panas (yang diisolasi) adalah sebagai berikut:



Apabila



Maka kecepatan perpindahan panas menjadi:



Pada keadaan dimana fluida menglami perubahan fasa, maka kecepatan perpindahan panas:



Persamaan umum untuk perpindahan panas melalui permukaan pipa adalah: Q = UAs ΔTm



2.5.1 Analisis kinerja alat penukar panas metoda LMTD



Untuk perpindahan panas dalam alat penukar panas “double pipe” aliran paralel dan aliran berlawanan arah (parallel flow dan counter flow). Log mean temperature difference(ΔTlm) adalah representasi rata rata aritmatik perbedaan suhu antara fluida panas dan fluida dingin, yaitu ΔTam = ½ (ΔT1 + ΔT2) Catatan: Apabila ΔTlm



lebih kecil dari



ΔTam . Maka penggunaan ΔTam dalam



perhitungan



menyebabkan kelebihan



akan terjadinya



nilai



kecepatan



perpindahan dalam alat yang dihitung. Untuk itu sebaiknya menggunakan ΔTlm . Apabila nilai ΔT1 berbeda dari nilai ΔT2 tidak lebih dari 40 persen, maka kesalahan menggunakan rata rata aritmatik beda suhu untuk menghitung kecepatan perpindahan panas akan lebih kecil dari 1 persen. Tetapi apabila nilai perbedaannya besar maka kesalahan perhitungan kecepatan perpindahan panas akan menjadi besar. Counter-Flow Heat Exchangers Fluida dingin dialirkan berlawanan arah dengan aliran fluida panas. Fluida dingin keluar dari bagian aliran masuk fluida panas. Namun, suhu keluar dari fluida dingin ini tidak akan melebihi suhu fluida panas masuk. Untuk kondisi suhu tertentu, nilai ΔTlm aliran berlawanan (CF) selalu lebih besar dari aliran paralel/searah (PF). Oleh sebab itu untuk alat penukar panas aliran berlawanan arah,



dan dengan demikian untuk mencapai suatu kondisi kecepatan perpindahan panas tertentu luas permukaan perpindahan panas pada alat penukar panas aliran berlawanan arah kecil (alat penukar panasnya kecil. Multipass and Cross-Flow Heat Exchangers Untuk menghitung log mean temperature multipass and CrossFlow Heat Exchangers diperlukan faktor koreksi yang tergantung pada bentuk geometri alat penukar panas dan suhu masuk dan keluar fluida panas dan fluida dingin. ΔTlm = F ΔTlm.CF



F adalah faktor koreksi. F untuk alat penukar panas jenis crossflow and shell-and tube dapat dilihat pada gambar dan rasio suhu sebagaimana didefinisikan:



Diagram faktor koreksi, F untuk alat penukar panas shell & tube



Metoda LMTD sangat cocok untuk menentukan ukuran alat penukar panas untuk perpindahan panas yang kecepatan massa serta suhu masuk dan keluar fluida panas dan fluida dingin sudahditentukan. Dengan metoda LMTD, seorang insinyur dapat memilih alat penukar panas yang sesuai untuk keperluan perpindahan panas yang diinginkan. Prosedur untuk pemilihan alat penukar panas tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pilih jenis alat penukar panas yang sesuai untuk kebutuhan tertentu. 2. Determine any unknown inlet or outlet temperature and the heat transfer rate using an energy balance. 3. Calculate the log mean temperature difference ΔTlm and the correction factor F, if necessary. 4. Obtain (select or calculate) the value of the overall heat transfer coefficient U 5. Calculate the heat transfer surface area As .



2.5.2 Analisis kinerja alat penukar panas metoda Effectiveness-NTU



Persoalan kedua untuk analisis alat penukar panas adalah menentukan kecepatan perpindahan panas dan suhu keluar dari fluida panas dan fluida dingin untuk kecepatan massa fluida dan suhu masuk fluida tertentu apabila jenis dan ukuran alat penukar panas tertentu.



Kecepatan perpindahan panas maksimum adalah



Cmin adalah nilai Ch and Cc paling kecil Efektivitas alat penukar panas bergantung pada geometri alat tersebut dan juga pengaturan alir. Oleh karena itu, berbagai jenis alat penukar panas memiliki hubunganefektivitas yang berbeda. Hubungan efektivitas alat penukar panas secara khusus berhubungan dengan bilangan tidak berdimensi (dimensionless group) UAs /Cmin. Bilangan ini dinamakan bilangan NTU, number of transfer units NTU.



Efektivitas alat penukar panas adalah fungsi dari bilangan NTU, number of transfer units NTU dan rasio kapasitas panas c



Hubungan antara jenis alat penukar panas dapat dilihat pada tabel berikut:



III. METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat yang Digunakan



Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah penukar panas jenis shell and tube (STHE) dimana praktikum dilakukan secara daring dengan menggunakan aplikasi Aspen Hysys. Dimana fluida yang digunakan pada percobaan ini adalah udara. 3.2



Diagram Alir Proses



TH in



SC in



TH out



SC out



Keterangan : - TH in : Fluida panas masuk melalui tube side - TH out : Fluida panas keluar dari tube side - SC in : Fluida dingin masuk melalui shell side - SC out : Fluida dingin keluar melalui shell side 3.3



Operasional Alat Penukar panas Shell & Tube (hanya dialirkan ke HE-3) a. Kalibrasi laju alir air dingin



Membuka valve V2, V6, V7 dan V11 dan tutup valve V1 dan V8



Menunggu laju alir air dingin sampai stabil (lihat laju alir di rotameter)



Atur valve V6 untuk mengubah laju alir lainnya (lihat laju alir di rotameter). Melakukan pengambilan sampel air untuk laju alir lainnya yang terbaca di rotameter, ukur untuk waktu tertentu



b. Kalibrasi laju alir air panas



Mengambil sampel air yang keluar dari V8 dengan cara menampungnya dalam gelas



Mengkomparasikan antara laju alir yang terbaca di rotameter pertama dan kedua dengan laju alir yang terukur secara manual dengan menggunakan gelas ukur, ukur dengan waktu tertentu



Membuka valve V2, V6, V8, V17, V18, V14



Menunggu laju alir air panas sampai stabil (lihat laju air di ratometer)



Atur valve V14 untuk mengubah laju alir lainnya (lihat laju alir di rotameter). Melakukan pengambilan sampel air untuk laju alir lainnya yang terbaca di rotameter, ukur untuk waktu tertentu



Mengambil sampel air yang keluar dari V18 dengan cara menampungnya dalam gelas



Mengkomparasikan antara laju alir yang terbaca di rotameter pertama dan kedua dengan laju alir yang terukur secara manual dengan menggunakan gelas ukur, ukur dengan waktu tertentu



c. Pengaliran air dingin dan air panas ke dalam sistem HE-3 (shell & tube HE) d.



Membuka valve V2, V6, V7 dan V11 dan tutup valve V1 dan V8 agar air dingin mengalir ke bagian pipa dalam HE-3



Membuka valve V8 agar air dingin mengalir ke bagian shell HE-3. Atur valve V6 dan V8 agar besar aliran dan bagian shell sama besar



Setelah air dingin mengalir ke bagian pipa dalam dan pipa luar HE-3, kemudian buka pipa uap air panas (steam) V14 (V13 dalam keadaan tertutup) untuk memanaskan air dingin yang masuk ke bagian luar pipa. Atur bukaan valve V13 agar suhu air panas yang mengalir kedalam bagian luar pipa HE-3 tidak melebihi 80oC (lihat indikator suhu, TI pada aliran tersebut). Biarkan beberapa saat hingga kondisi aliran fluida di kedua bagian pipa “steady state”.



Melakukan pencatatan suhu masuk dan keluar fluida dingin dan fluida panas serta besarnya aliran fluida dingin dan fluida panas pada alat penukar panas HE-3 tersebut. (Pencatatan dilakukan)



Menutup aliran uap air panas dengan menutup valve V14. Kemudian tutup valve V8 dan V6 sehingga tidak ada lagi aliran air yang mengalir ke HE-3



IV. DATA PENGAMATAN 4.1. Spesifikasi Peralatan STHE -



Panjang Tube



= 8000mm



-



Jumlah Tube/Shell



= 1922



-



Tube Pitch



= 25,4 mm



-



Konfigurasi



= 2-2



-



Aliran



= Conter-Current (Aliran Berlawanan)



4.2. Fluida yang Digunakan Fluida Panas (Tube Side)



Fluida Dingin (Shell Side)



Jenis Fluida



N2 = 94% O2 = 4% CO2 = 2%



Udara



Suhu



in = 390 TH out = 196



In = 80 out 310



Pressure (Kg/cmg



7,2



8,8



Pressure Drop (kg/cm2)



0,2



0,86



0,0002 19,05



0,0004 1346



Aliran



Fouling Resistance Diameter Dalam (mm)



4.3.Data Variasi Konfigurasi Alat -



Pengaruh pada Suhu Keluar Fluida Panas



tube Pass



Shell Pass



Suhu TH in



Suhu TH out



Massflow TH



Suhu SC in



Suhu SC out



Massflow SC



2 3 4



2 2 2



390 390 390



230,4 230,4 258,4



1,282 1,282 1,551



80 80 80



310 310 310



1 1 1



Suhu SC in 80 80 80



Suhu SC out 294,5 294,5 267,1



Massflow SC 1,016 1,016 1,169



tube Pass 2 3 4



Pengaruh pada Suhu Keluar Fluida Dingin Shell Pass 2 2 2



Suhu TH Suhu TH Massflow in out TH 390 196 1 390 196 1 390 196 1



4.4. Data Percobaan Saat Posisi Fluida Tukar Posisi Posisi 1 ; Tube (Fluida Panas/Nitrogen) - Shell (Fluida Dingin/Udara) Suhu Suhu Massflow Suhu Suhu Massflow TH in TH out TH SC in SC out SC 390 390



320,4 1 80 310 0,7705 196 1 80 294,5 1,016 Posisi 2 ; Tube (Fluida Dingin/Udara) - Shell (Fluida Panas/Nitroge) Suhu Suhu Massflow Suhu Suhu Massflow TC in TC out TC SH in SH out SC 80 80



310 294,4



1 1,018



390 390



320 196



1,27 1



4.5.Data Pengamatan Percobaan a. Percobaan 1 (Variasi Suhu Fluida Panas Masuk) fluida panas (tube Side)



fluida dingin (shell side)



Massflow (kg/h)



Suhu Masuk (°C)



Suhu keluar (°C)



Massflow (kg/h)



Suhu Masuk (°C)



Suhu keluar (°C)



1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1



365 370 375 380 385 390 395 400 405 410 415



277,6 266,4 256,2 246,9 238,3 230,4 223 216,2 209,8 203,9 198,3



0,7705 0,7981 0,8251 0,8516 0,8777 0,9034 0,9288 0,9538 0,9787 1,003 1,028



80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80



310 310 310 310 310 310 310 310 310 310 310



b. Percobaan 2 (Variasi Suhu Fluida Dingin) fluida panas (tube Side)



fluida dingin (shell side)



Massflow (kg/h)



Suhu Masuk (°C)



Suhu keluar (°C)



Massflow (kg/h)



Suhu Masuk (°C)



Suhu keluar (°C)



1 1 1



390 390 390



196 196 196



0,8435 0,8716 0,1427



55 60 65



313,6 310,2 306,6



1 1 1 1 1 1 1 1



390 390 390 390 390 390 390 390



196 196 196 196 196 196 196 196



0,9365 0,9741 1,016 1,063 1,117 1,178 1,248 1,331



70 75 80 85 90 95 100 105



302,8 298,7 294,5 290 285,1 280 274,5 268,7



c. Percobaan 3 (Variasi Laju Alir Fluida Panas) fluida panas (tube Side)



fluida dingin (shell side)



Massflow (kg/h)



Suhu Masuk (°C)



Suhu keluar (°C)



Massflow (kg/h)



Suhu Masuk (°C)



Suhu keluar (°C)



1 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5



390 390 390 390 390 390 390 390 390 390 390



204,8 214,7 223,6 231,8 239,2 246,1 193,8 181,7 168,4 153,7 137,7



0,9034 0,9414 0,9751 1,005 1,032 1,057 0,8603 0,811 0,7544 0,6887 0,6119



80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80



310 310 310 310 310 310 310 310 310 310 310



d. Percobaan 4 (Variasi Laju Alir Fluida Dingin) FLUIDA PANAS (TUBE SIDE)



FLUIDA DINGIN (SHELL SIDE)



Massflow (kg/h)



Suhu Masuk (°C)



Suhu keluar (°C)



Massflow (kg/h)



Suhu Masuk (°C)



Suhu keluar (°C)



39,55 7,052 3,671 2,386 1,705 1,282 0,9918 0,7794



390 390 390 390 390 390 390 390



196 196 196 196 196 196 196 196



1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 1 0,9 0,8



80 80 80 80 80 80 80 80



254,1 261,3 269 277,4 286,4 296,1 306,6 317,8



0,6162 0,4858 0,3782



390 390 390



196 196 196



0,7 0,6 0,5



80 80 80



329,9 342,5 355,5



V. PENGOLAHAN DATA 5.1. Menganalisis Kinerja Alat Menggunakan Metoda LMTD (Konfigurasi 2 – 2)



a. Percobaan 1 (Variasi Suhu Fluida Panas Masuk)



Grafik Suhu Fluida Panas Masuk Vs Kalor 420



Kalor (Q)



410 400 390 380 370 360



175



180



185



190



195



200



Suhu Fluida Panas Masuk (°C)



b. Percobaan 2 (Variasi Suhu Fluida Dingin)



205



210



Grafik Suhu Fluida Dingin Masuk Vs Kalor 208 206



Kalor (Q)



204 202 200 198 196 194 55



65



75



85



95



Suhu Fluida Dingin Masuk (°C)



c. Percobaan 3 (Variasi Laju Alir Fluida Panas)



105



115



Grafik Laju Alir Masuk Fluida Panas Vs Kalor 250



Kalor (Q)



200 150 100 50 0 0



2



4



6



8



10



Laju Alir Masuk Fluida Panas (Kg/h)



d. Percobaan 4 (Variasi Laju Alir Fluida Dingin)



12



14



Grafik Laju Alir Fluida Dingin Masuk Vs Kalor 250



Kalor (Q)



200 150 100 50 0



0.5



0.7



0.9



1.1



1.3



Laju Alir Fluida Dingin Masuk (Kg/h)



5.2. Menganalisis Kinerja Alat Menggunakan Metode NTU



a. Percobaan 1 (Variasi Suhu Fluida Panas Masuk)



1.5



1.7



Grafik Suhu Fluida Panas Masuk Vs Effisiensi 0.8200 0.8000



Effisiensi



0.7800 0.7600 0.7400 0.7200 0.7000 0.6800 360



370



380



390



400



Suhu Fluida Panas Masuk (°C)



b. Percobaan 2 (Variasi Suhu Fluida Dingin)



410



420



Grafik Suhu Fluida Dingin Masuk Vs Effisiensi 0.9 0.8 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0



0



2



4



6



8



10



12



Suhu Fluida Dingin Masuk (°C)



c. Percobaan 3 (Variasi Laju Alir Fluida Panas)



Grafik Laju Alir Fluida Panas Masuk Vs Effisiensi 0.7431968



Effisiensi



Effisiensi



0.7



0.7416387 0.5



0.7



0.9



1.1



1.3



Laju Alir Fluida Panas Masuk (Kg/h)



1.5



1.7



d. Percobaan 4 (Variasi Laju Alir Fluida Dingin)



Effisiensi



Grafik Laju Alir Fluida Dingin Masuk Vs Effisiensi 1.0000 0.9000 0.8000 0.7000 0.6000 0.5000 0.4000 0.3000 0.2000 0.1000 0.0000 0.5



0.7



0.9



1.1



1.3



Laju Fluida Dingin Masuk (Kg/h)



1.5



1.7



5.3.Perbandingan Gradasi Suhu pada Tube



Suhu Tubes



5.4.Perbandingan Gradasi Suhu pada Shell



5.5 Perbandingan LMTD terhadap Effisiensi a. Percobaan 1 (Variasi Suhu Fluida Panas Masuk)



Variasi Suhu Fluida Panas Masuk 106 104



LMTD



102 100 98 96 94 92 0.6800



0.7000



0.7200



0.7400



0.7600



0.7800



0.8000



0.8200



Effisiensi



b. Percobaan 2 (Variasi Suhu Fluida Dingin Masuk)



Variasi Suhu Fluida Dingin Masuk 104 103



LMTD



102 101 100 99 98 97 0.5



0.55



0.6



0.65



Effisiensi



0.7



0.75



0.8



c. Percobaan 3 (Variasi Laju Alir Fluida Panas Masuk)



Variasi Laju Alir Fluida Panas Masuk



Effisiensi



0.7431968



0.7416387 0



20



40



60



80



100



120



LMTD



d. Percobaan 4 (Variasi Laju Alir Fluida Dingin Masuk)



Variasi Laju Alir Fluida Dingin Masuk 120



Effisiensi



100 80 60 40 20 0 0.5000 0.5500 0.6000 0.6500 0.7000 0.7500 0.8000 0.8500 0.9000 0.9500



LMTD



6. PEMBAHASAN • TUFANA MUHALLIK JAHULAN - 191424029 a. Konsep Dasar Pada kasus STHE, perpidahan panas terjadi diantara fluida dingin dengan fluida panas dengan bantuan tube sebagai mediumnya, maka dari itu mekanisme perpindahan panas yang terjadi adalah konveksi 1-Konduksi-Konveksi 2. Pada Konveksi 1, panas berpindah dari fluida panas ke lapisan permukaan dalam pada tube. Konduksi memungkinkan panas berpindah dari permukaan dalam pipa ke permukaaluar pipa. Sedangkan konveksi 2 memfasilitasi adanya perpidahan panas dari permukaan pipa luar menuju fluida dingin. Seluruh mekanisme perpindahan panas tersebut terjadi karena adanya perbedaan suhu antar dua fluida, yang kemudian menjadi driving force dalam transfer panas yang ada. Adapun hal-hal lain selain perbedaan suhu, yang kemudian mempengaruhi jalannya perpindahan panas, sekurang-kurangnya meliputi luas penampang dan konduktivitas termal. Semakin besar luas penampang, akan memberikan ruang kepada panas untuk melakukan konveksi 1, karena dengan semakin banyak luas permukaan yang tersedia, maka semakin banyak panas yang dapat diakomodasi untuk berpindah secara konveksi. Hal tersebut berlaku juga terhadap konveksi 2. Konduktivitas Termal sendiri menyatakan banyaknya oanas yang dihantarkan selama t waktu dengan ketebalan tertentu pada luas permukaan tertentu yang disebabkan oleh perbedaan suhu. Maka semakin besar nilai konduktivitas termal, maka laju konduksi yang terjadi akan jauh lebih mudah dan menghasilkan aktivitas konduksi yang baik. b. Efisiensi Perpindahan Panas Efisiensi perpindahan panas dinyatakan sebagai perbandingan persen atau kalor yang diterima fluida dingin dengan panas yang dikeluarkan fluida panas. Maka dari itu efisiensi perpindahan panas menyatakan berapa banyak panas yang dapat diserap dibandingkan dengan panas yang hilang, dimana panas yang hilang dianggap sebagai sebuah kerugian dan harus diminimalisir serta bertindak sebagai gangguan dalam menyatakan efisiensi perpindahan panas pada suatu system. c. Overall Heat Transfer Coefficient Overall Heat Transfer Coefficient (Notasi U) merupakan suatu koefisien yang menyatakan seberapa baik panas terhantar selama t waktu pada 1 m2 area sebagai akibat adanya perbedaan suhu. Maka nilai U yang besar menyatakan banyak panas yang terhantar/tertransfer dari fluida panas menuju fluida dingin dengan tube sebagai mediumnya.



d. Komparasi Metode Log Mean Temperature Difference (LMTD) dan Number of Transfer Unit (NTU) LMTD adalah salah satu nomenklatur yang digunakan insinyur Teknik Kimia ketika dihadapkan dengan pertimbangan dalam pemilihan alat penukar panas. Nilai LMTD ini kemudian menjadi atribut yang akan melekat kepada setiap heat exchanger yang ada. Dalam penerapannya, nilai LMTD sudah diketahui dan diberitahukan oleh pihak pembuat Heat Exchanger. Nilai LMTD ini berasal dari jenis material dan Dimensi dari dari Shell dan Tube itu sendiri. Dalam Aplikasinya, ketika seorang insinyur Teknik kimia sudah memiliki dan menentukan suhu keluar dan masuk dari Fluida panas dan dingin, maka nilai LMTD dapat dijadikan salah satu konsiderasi yang diambil terkait pemilihan heat exchanger yang dapat memenuhi tuntutan temperature yang diinginkan. Berbeda dengan LMTD, yang digunakan untuk memilih varian STHE yang dapat memenuhi kriteria capaian proses transfer panas, dalam arti mampu memperoleh aliran keluar guna meraih suhu tertentu, NTU lebih menekankan pada aspek kecepatan STHE dalam mentransfer panas. NTU dapat dimanfaatkan oleh Insinyur Teknik Kimia untuk memperoleh informasi varian STHE yang tepat untuk melakukan transfer panas dalam kurun waktu tertentu. Ini menjadi sangat penting ketika dihadapkan dengan fluida yang mengharuskan adanya pemanasan cepat (NTU tinggi) atau fluida yang harua dipanaskan secara perlahan (NTU rendah) e. Dinamika Dimensi dan Konfigurasi STHE Selain karakteristik fluida yang digunakan, konfigurasi dan atribut STHE pun memberi dampaknya yang perlu dijadikan konsiderasi. Parameter seperti ukuran Tube dan shell hingga kuantitas tube yang dipakai sangat mempengaruhi jalannya transfer panas yang terjadi. Dari data yang diperoleh melalui dua pendekatan variasi data yang digunakan, yaitu memvariasikan suhu fluida dingin yang keluar seiring dengan kenaikan jumlah tube yang dipakai dan memvariasikan suhu fluida panas yang keluar seiring jumlah tube yang meningkat. Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat dideteksi bahwa kedua pendekatan menunjukan adanya penurunan nilai kalor yang dapat diserap (Transfer panas dari fluida panas ke dingin) seiring dengan peningkatan jumlah tube yang dipakai. Selain itu, analisa lain dilakukan pada pengaruh jumlah pass yang dikonfigurasi pada STHE. Simulasi dilakukan dengan mempertahankan nilai SC in, SC out dan TH in, diperoleh bahwa jarak antara suhu TH in dan Out semakin kecil serta adanya kenaikan Massflow dari fluida panas, hal ini menandakan adanya penurunan daya serap kalor seiring penambahan jumlah pass yang diberikan



f. Inversi Fluida Pada konfigurasi default, fluida panas ditempatkan pada shell dan fluida dingin pada tube. Pada praktikum ini dicoba untuk melakukan inversi posisi fluida pada status defaultnya. Dalam menentukan konfigurasi terbaik diperoleh melalui komparasi massflow yang dibutuhkan untuk menaikan suhu fluida/menurunkan suhu fluida hingga ke suhu tertentu. Konfigurasi terbaik diperoleh ketika untuk menurunkan/menaikan suhu fluida dengan massflow seminimal mungkin sehingga diperoleh konfigurasi yang paling ekonomis. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, nilai rata-rata massflow pada kondisi shell diisi oleh fluida panas menunjukkan indikasi lebih ekonomis dari konfigurasi lainnya. g. Intrepetasi Data Diperoleh pola data sebagai berikut : 1. Untuk menaikan suhu fluida dingin, Semakin rendah suhu fluida panas yang dipakai, semakin kecil massflow fluida panas yang dibutuhkan, vice versa 2. Untuk menurunkan suhu fluida panas, Semakin tinggi suhu fluida dingin yang dipakai, semakin besar massflow fluida dingin yang dibutuhkan, vice versa 3. Untuk menaikan suhu fluida dingin, Semakin tinggi massflow fluida panas yang digunakan, maka nilai temperature TH out akan lebih tinggi vice versa 4. Untuk menaikan suhu fluida dingin, semakin tinggi massflow fluida dingin, harus diimbangi dengan nilai massflow fluida panas yang besar pula, vice versa 5. Semakin besar nilai selisih ∆T1 dan ∆T2, semakin besar nilai LMTD yang dihasilkan 6. Semakin besar nilai LMTD, semakin kecil nilai efisiensi 7. Semakin besar selisih antara Suhu masuk maka akan menghasilkan nilai NTU yang rendah Diperoleh Intrepetasi sebagai berikut i. Jika seorang insinyur Teknik Kimia ingin menghasilkan capaian transfer panas dimana nilai temperatur fluida panas masuk berdekatan dengan nilai fluida dingin keluar, maka dianjurkan gunakan STHE dengan nilai LMTD besar ii. Kebutuhan massflow fluida dingin dapat dikurangi dengan menggunakan fluida dingin dengan temperature yang lebih rendah iii. Kebutuhan massflow fluida panas dapat dikurangi dengan menggunakan fluida panas dengan temperature yang lebih tinggi •



UDIYANI LOKAHITA – 191424030 Pada praktikum kali ini fluida yang digunakan adalah nitrogen (panas) yang dialirkan pada tube dan udara (dingin) yang dialirkan pada shell. Dengan adanya perbedaan temperatur antar fluida ini akan menyebabkan terjadinya perpindahan panas, sehingga



dalam Shell and Tube exchanger terjadi mekanisme konveksi-konduksi-konveksi. Yaitu saat fluida panas mengalir melalui tube, akan terjadi perpindahan panas dari fluida ke dinding bagian dalam pipa (konveksi), kemudian terjadi proses konduksi yaitu terjadi perpindahan panas dari dinding bagian dalam pipa menuju dinding bagian luar pipa, dari proses konduksi ini akan terjadi lagi proses konveksi perpindahan panas dari dinding bagian luar pipa menuju ke fluida dingin yang mengalir di bagian luar pipa. Sehingga pada outlet shell and tube exchanger aliran akan mengalami perbedaan temperature daripada aliran sebelumnya saat inlet karena kalor dari air panas akan dilepas dan diterima oleh air dingin Setelah dilakukan 4 variabel pada shell and tube heat exchanger dengan konfigurasi 2-2 yang divariasikan, dapat dilihat bahwa masing-masing kasus memiliki pengaruh yang berbeda-beda. Pada kasus pertama dilakukan variasi laju alir fluida panas dalam hal ini nitrogen yang berpengaruh terhadap suhu keluar nitrogen. Dari data dapat dilihat bahwa semakin tinggi laju alir fluida panas yang digunakan, maka suhu keluaran fluida panas dari STHE ini akan semakin tinggi. Artinya, penurunan suhu fluida panas akan semakin kecil. Hal ini akan berpengaruh pada perhitungan Log Mean Temperature Difference (LMTD) yang selanjutnya mempengaruhi laju perpindahan panas (Q) yang terjadi. Sehingga, dapat dilihat dan disimpulkan dari grafik yang ada bahwa semakin cepat laju alir fluida panas yang melewati STHE maka laju perpindahan panas (Q) diantara kedua fluida akan meningkat juga Selain itu, dengan menggunakan metode NTU, dapat diketahui pula efektivitas dari STHE ini. Pada kasus pertama ini, dilakukan variasi suhu fluida panas masuk (Thin), semakin tinggi suhu fluida panas masuk maka akan semakin banyak panas yang ditransfer, hal ini ditandai dengan semakin tingginya nilai kalor yang berpindah (Q) dan nilai LMTD yang diperoleh. Hal ini berarti semakin besar perbedaan suhu maka kalor yang dilepas dan diterima fluida semakin besar juga. Semakin besar suhu fluida panas masuk (Thin) ini membuat nilai NTU semakin menurun yang berbanding lurus dengan nilai efektivitasnya, maka dengan kondisi dan konfigurasi ini efektivitas STHE akan semakin naik apabila suhu fluida panas masuk (Thin) semakin mengecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan laju alir fluida panas tidak akan mempengaruhi efektivitas shell and tube heat exchanger. Pada kasus kedua, variasi laju alir fluida dingin, dalam hal ini udara akan mempengaruhi suhu fluida dingin yang keluar. Semakin tinggi laju alir fluida dingin yang digunakan, maka suhu keluaran fluida dingin akan semakin rendah. Artinya, kenaikkan suhu fluida dingin akan semakin kecil. Sama halnya dengan kasus pertama, hal ini juga akan berpengaruh pada perhitungan Log Mean Temperature Difference (LMTD) yang selanjutnya mempengaruhi laju perpindahan panas (Q) yang terjadi. Sehingga, dapat dilihat dan disimpulkan dari grafik yang ada bahwa semakin cepat laju alir fluida dingin yang melewati STHE maka laju perpindahan panas (Q) diantara kedua fluida akan meningkat juga.



Untuk kasus ketiga, yaitu pengaruh variasi suhu fluida panas yang masuk terhadap suhu fluida panas yang keluar adalah bahwa semakin tinggi suhu fluida panas yang masuk, maka suhu fluida panas yang keluar akan semakin tinggi pula. Jika dilihat nilai LMTD nya bertambah sebanyak 5℃ di tiap kenaikan suhu masukan fluida panas yang divariasikan, namun karena pengaruh faktor koreksi, laju perpindahan panas (Q) yang terjadi tidak konstan. Dapat dilihat dan disimpulkan dari grafik yang ada bahwa semakin tinggi suhu masukan fluida panas yang melewati STHE maka laju perpindahan panas (Q) diantara kedua fluida akan mengalami peningkatan yang cenderung konstan. Nilai efektivitas yang dihasilkan pada kasus ketiga ini adalah semakin menurun dengan adanya peningkatan suhu masuk fluida panas yag mengalir. Maka dengan kondisi dan konfigurasi ini, semakin rendah suhu masuk fluida panas yang dialirkan, maka efektivitas dari STHE akan semakin meningkat. Pada kasus keempat, suhu fluida dingin yang masuk divariasikan sehingga akan berpengaruh pada suhu fluida dingin yang keluar. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu masuk fluida dingin yang digunakan, maka suhu fluida dingin yang keluar pun akan semakin tinggi, sehingga laju perpindahan panas (Q) yang terjadi tidak konstan. Dapat dilihat dan disimpulkan dari grafik yang ada bahwa semakin tinggi suhu masukan fluida dingin yang melewati STHE maka laju perpindahan panas (Q) diantara kedua fluida akan mengalami penurunan yang cenderung konstan. Artinya, dengan nilai suhu fluida dingin yang masuk tersebut konfigurasi shell and tube heat exchanger harus diubah. Seharusnya, batas minimal untuk faktor koreksi yang baik adalah 0.75. Jika kurang dari angka tersebut maka variasi suhu tertentu harus menggunakan konfigurasi STHE yang lain. Untuk efektivitas yang dihasilkannya, dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu fluida dingin yang masuk, maka efektivitas STHE ini juga akan semakin meningkat. •



VINI IVANIA PARDENY – 191424031



Heat exchanger merupakan alat yang dipasang pada system industri dengan tujuan sebagai terjadinya perpindahan energi panas antar dua fluida, karena adanya gaya dorong dari perbedaan suhu pada kedua fluida tersebut. Fungsi heat exchanger ini membuat fluida panas menjadi dingin ataupun merubah fluida dingin menjadi fluida panas. Salah satu alat heat exchanger adalah shell and tube heat exchanger (STHE). Shell and tube heat exchanger adalah alat penukar panas yang terdiri dari suatu bundle pipa atau tube yang dihubungkan secara pararel dan ditempatkan dalam sebuah tabung (shell). Shell sebagai tempat untuk tube bundle, tube merupakan bidang pemisah antar kedua fluida yang mengalir berupa pipa kecil yang tersusun di dalam shell. Pada bagian shell ini terpasang buffle (sekat), yang bertujuan untuk membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal, namun adanya buffle ini akan memperbesar pressure drop yang akan memerlukan energi yang besar sehingga menambah beban kerja pompa, karena hal tersebut laju alir fluida yang dipertukarkan panasnya perlu diatur. Komponen lain pada STHE ini adalah tube sheet sebagai



tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi satu yang disebut tubebundle. Tie rods pada STHE berfungsi sebagai penyangga agar jarak antara baffle yang satu dengan yang lainnya tetap. Pada praktikum kali ini fluida yang digunakan adalah nitrogen (panas) yang dialirkan pada tube dan udara (dingin) yang dialirkan pada shell. Dengan adanya perbedaan temperatur antar fluida ini akan menyebabkan terjadinya perpindahan panas, sehingga dalam shell and tube exchanger terjadi mekanisme konveksi-konduksi-konveksi. Yaitu saat fluida panas mengalir melalui tube, akan terjadi perpindahan panas dari fluida ke dinding bagian dalam pipa (konveksi), kemudian terjadi proses konduksi yaitu terjadi perpindahan panas dari dinding bagian dalam pipa menuju dinding bagian luar pipa, dari proses konduksi ini akan terjadi lagi proses konveksi perpindahan panas dari dinding bagian luar pipa menuju ke fluida dingin yang mengalir di bagian luar pipa. Sehingga pada outlet shell and tube exchanger aliran akan mengalami perbedaan temperature daripada aliran sebelumnya saat inlet karena kalor dari air panas akan dilepas dan diterima oleh air dingin. Praktikum dilakukan dengan tipe aliran counter-current (fluida panas dan fluida dingin masuk serta keluar dari arah yang berlawanan dan arah aliran yang berbeda). Dengan memvariasikan suhu fluida panas masuk (Thin), suhu fluida dingin masuk (SCin), laju alir masuk fluida panas dan laju alir masuk fluida dingin. Data pengamatan diperoleh melalui aplikasi ASPEN Hysys dengan nilai overall UA 2 (kJ/C.h). Serta dilakukan dua metode untuk analisis kinerja alat penukar panas jenis shell and tube, diantaranya LMTD (Log Mean Temperature Difference) dan the effectiveness – NTU method. LMTD (Log Mean Temperature Difference) digunakan untuk menentukan kekuatan pendorong suhu untuk perpindahan panas dalam sistem aliran, semakin besar LMTD maka semakin banyak panas yang ditransfer. Metode NTU digunakan untuk mengetahui efektivitas dari shell and tube heat exchanger. Dilakukan variasi konfigurasi alat STHE tube pass – shell pass 2 – 2, 3 – 2, dan 4 – 2. Pengaruh variasi konfigurasi akan meningkatkan suhu keluar fluida panas dan meningkatkan laju alir fluida panas keluar, hal ini dikarenakan semakin banyak tube passes maka waktu tinggal fluida panas dalam STHE akan lebih lama membuat meningkatnya laju alir massa fluida panas sehingga jumlah fluida panas lebih besar dari fluida dingin yang menyebabkan tidak semua kalor dari fluida panas terserap oleh fluida dingin sehingga suhu keluaran akan semakin panas dan semakin bertambahnya laju alir suhu keluaran. Pengaruh variasi konfigurasi akan menurunkan suhu keluar fluida dingin dan menaikkan laju alir keluaran fluida dingin, hal ini dikarenakan waktu kontak antar kedua fluida yang sebentar sehingga ada kalor yang tidak dilepaskan membuat suhu menurun. Pada variasi suhu fluida panas masuk (Thin) dengan konfigurasi 2 - 2, semakin tinggi suhu fluida panas masuk maka akan semakin sedikit panas yang ditransfer, hal ini ditandai dengan semakin rendahnya nilai kalor yang berpindah (Q) dan nilai LMTD yang diperoleh. Perpindahan kalor ini ditandai dengan semakin menurunnya suhu keluar dari fluida panas. Namun semakin besar suhu fluida panas masuk (Thin) ini membuat nilai NTU semakin



menurun yang berbanding lurus dengan nilai efisiensinya. Dengan efisiensi terbesar 80% pada suhu fluida panas masuk 365⁰C dan efisiensi terkecil sebesar 68,66% pada suhu yang fluida panas yang terbesar yaitu 415⁰C. Berdasarkan data tersebut untuk konfigurasi ini efisiensi dan perpindahan kalor akan semakin baik saat suhu fluida panas masuk tidak terlalu tinggi. Pada variasi suhu fluida dingin masuk (SCin) dengan konfigurasi 2 - 2, semakin tinggi suhu fluida dingin masuk akan membuat suhu keluar menurun dan laju alir keluar meningkat. Berdasarkan grafik suhu fluida dingin masuk terhadap kalor menunjukkan bahwa nilai kalor yang fluktuatif namun cenderung menaik seiring bertambahnya suhu fluida dingin masuk. Nilai kalor yang terserap semakin besar ini akan berbanding lurus dengan nilai LMTD yang semakin meningkat juga. Namun berdasarkan metode NTU, menunjukkan bahwa nilai efektivitas serta nilai NTU dari STHE dengan konfigurasi ini semakin menurun. Pada variasi laju alir fluida panas masuk (Thin) dengan konfigurasi 2 - 2, semakin tinggi laju alir fluida panas masuk maka semakin tinggi suhu dan laju alir keluaran semakin tinggi. Selain itu berdasarkan metode LMTD menunjukkan nilai kalor yang diterima dan dilepas (Q) semakin tinggi dan membuat nilai LMTD semakin tinggi pula, hal ini terlihat dari grafik laju alir masuk fluida panas terhadap kalor yang bersifat fluktuatif namun cenderung menurun. Sementara berdasarkan metode NTU, semakin cepatnya laju alir fluida panas masuk ini akan memiliki nilai efektivitas yang tetap atau konstan dapat dibilang perubahan laju alir ini tidak mempengaruhi efektivitas STHE, hal ini dikarenakan nilai Cp h dan Cp c yang tetap juga. Serta nilai NTU mengalami penurunan. Pada variasi laju alir fluida dingin masuk (SCin), semakin tinggi laju alir fluida dingin masuk maka akan membuat nilai kalor yang diterima dan dilepas (Q) semakin tinggi dan membuat nilai LMTD semakin tinggi pula. Sementara berdasarkan metode NTU, semakin cepatnya laju alir fluida panas masuk ini akan memiliki nilai efektivitas yang tetap atau konstan dapat dibilang perubahan laju alir ini tidak mempengaruhi efektivitas STHE dan nilai NTU yang semakin rendah. Berdasarkan kurva perbandingan LMTD terhadap effisiensi, pada percobaan 1 dengan variasi suhu fluida panas masuk semakin tinggi effisiensi STHE maka akan semakin tingginya tingkat LMTD. Pada percobaan 2 dengan variasi suhu fluida dingin masuk semakin tinggi effisiensi maka LMTD akan cenderung menurun. Pada percobaan 3 dengan variasi laju alir fluisa panas masuk nilai effisiensi tetap konstan seiiring bertambahnya nilai LMTD. Sementara itu pada percobaan 4 dengan variasi laju alir fluida dingin masuk semakin tinggi nilai effisiensi maka akan semakin meningkatkan nilai effisiensinya. •



YUSFI FADILLA BUSJORI – 191424032



Pada praktikum ini, dilakukan proses perpindahan panas dengan menggunakan alat penukar panas berupa shell and tube (STHE). STHE merupakan salahsatu jenis alat penukar panas yang sering digunakan di industri yang berfungsi untuk proses pemanasan atau pendinginan. Proses pertukaran panas didalam STHE terjadi saat terdapat 2 fluida yang memiliki temperatur yang berbeda dialirkan kedalam STHE dan dilakukan kontak secara tidak



langsung. Percobaan dilakukan dengan simulasi menggunakan Aspen HYSYS dengan fluida yang digunakan adalah fluida panas berupa nitrogen, CO2 dan O2 melalui bagian tube dan fluida dingin berupa udara dialirkan melalui shell dengan mengatur kondisi operasi berupa temperatur, tekanan, pressure drop dan juga mengatur ukuran STHE yang meliputi diameter shell dan tube, jumlah tube dan konfigurasi STHE. Percobaan dilakukan dengan menggunakan konfigurasi tube passes dan shell passes 2-2, 3-2 dan 4-2 dan dilihat pengaruhnya pada suhu keluaran fluida panas dan fluida dingin. Pada keluaran fluida panas, semakin banyak tube passes yang digunakan maka akan menyebabkan suhu keluaran fluida mengingkat, hal ini dikarenakan dengan meningkatnya tube passes, maka laju alir fluida panas juga akan meningkat sehingga kontak antara kedua fluida didalam peralatan akan sebentar/singkat hal ini mengakibatkan panas yang dilepaskan oleh fluida panas akan sedikit sehingga penurunan suhu fluida panas akan menurun. Selanjutnya, pengaruh perubahan konfigurasi pada fluida dingin adalah semakin meningkatnya tube pass, maka suhu keluaran fluida dingin akan menurun dan laju alir fluida dingin meningkat, hal ini dikarenakan dengan meningkatnya laju alir fluida dingin, kontak antara fluida dingin dan panas singkat sehingga fluida dingin tidak menyerap panas yang lebih besar maka dari itu, kenaikan suhu fluida dingin sedikit. Pertukaran panas antar fluida yang terjadi pada penukar panas tipe shell and tube terjadi karena adanya perbedaan temperatur pada kedua jenis fluida. Sedangkan mekanisme transfer atau pertukaran panas pada STHE ini terjadi melalui proses konveksi-konduksi-konveksi. Konveksi awal terjadi dengan adanya perpindahan panas dari fluida panas ke dinding tabung/pipa bagian dalam, selanjutnya terjadi proses konduksi dimana panas dari dinding pipa bagian dalam berpindah ke dinding pipa bagian luar dan terjadi proses konveksi yaitu panas dari dinding tabung bagian luar berpindah ke fluida yang berada didalam shell yang memiliki temperatur rendah, sehingga temperatur keluaran fluida didalam shell akan meningkat dan temperatur keluaran fluida didalam tube akan menurun karena adanya proses perpindahan panas tersebut. Untuk menganalisis kinerja STHE, dilakukan dengan memvariasikan variable atau kondisi operasi pada proses perpindahan panas, dimana setiap percobaan akan memberikan pengaruh pada hasil yang berbeda-beda dan setiap percobaan dilakukan dengan konfigurasi STHE 2-2. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan variable atau kondisi operasi pada proses perpindahan panas, dimana setiap percobaan akan memberikan pengaruh pada hasil yang berbeda-beda. Percobaan 1 dilakukan dengan memvariasikan temperatur fluida panas masuk pada bagian tube (TH in), berdasarkan percobaan diperoleh hasil bahwa variasi temperatur fluida panas yang masuk pada tube side akan berengaruh pada temperatur keluaran fluida panas dan laju alir fluida dingin pada bagian shell. Semakin tinggi suhu fluida panas yang masuk, maka akan menyebabkan suhu keluarannya semakin turun. Selain itu, berdasarkan metode NTU, dapat dilihat pada grafik hasil perhitungan bahwa effisiensi alat akan semakin menurun



seiring meningkatnya suhu fluida panas yang masuk, dimana effisiensi tertinggi diperoleh sebesar 80,07% pada suhu fluida masukan 3650C. Pada percobaan 2 dengan konfigurasi alat yang sama, variabel yang divariasikan adalah suhu fluida dingin yang masuk pada bagian shell. Dengan meningkatnya suhu fluida dingin yang masuk, maka akan menyebabkan suhu keluaran fluida dingin semakin menurun dan laju alir pada fluida dingin akan semakin besar. Dengan metode NTU diperoleh bahwa effisiensi alat cenderrung semakin menurun. Maka untuk memperoleh effisiensi yang lebih tinggi pada kasus ini dapat dilakukan dengan menurunkan suhu masukan fluida dingin. Pada kasus ketiga, dengan memvarisikan laju alir masukan fluida panas dan melihat pengaruhnya pada suhu keluaran fluida panas dan laju alir fluida dingin. Diperoleh hasil bahwa semakin meningkatnya laju alir fluida panas maka suhu keluaran fluida panas akan semakin naik dan laju alir fluida dingin akan semakin naik juga. Dengan meningkatnya suhu keluaran fluida panas, maka penurunan suhu pada fluida panas akan semakin kecil. Dengan metode LMTD, dapat dilihat pada grafik hasil perhitungan bahwa semakin besar laju alir fluida panas maka kalor (Q) yang diserap dan diterima oleh fluida akan semakin besar dan diikuti oleh ∆TLMTD yang semakin besar juga. Berdasarkan metode NTU, pada grafik dapat dilihat bahwa effisiensi di setiap run konstan, hal ini berarti perubahan laju alir fluida panas tidak terlalu berpengaruh pada effisiensi alat yang digunakan. Pada percobaan terakhir, dilakukan dengan memvariasikan laju alir fluida dingin yang mengalir pada shell dengan melihat pengaruhnya pada suhu keluaran air panas dan laju alir air panas. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan meningkatnya laju alir fluida dingin akan menyebabkan suhu keluaran fluida dingin semakin menurun dan laju alir fluida panas semakin meningkat. Selain itu, diperoleh hasil dengan metode LMTD bahwa peningkatan laju alir fluida dingin ini akan menyebabkan panas yang diserap oleh fluida dingin dan panas yang dilepas oleh fluida panas semakin besar dan ∆TLMTD yang diperoleh juga semakin besar. Sementara itu, untuk melihat effisiensi yang diperoleh pada kasus ini, diperoleh bahwa kenaikan laju alir fluida dingin tidak mempengaruhi effisiensi alat yang digunakan.



7. KESIMPULAN • TUFANA MUHALLIK JAHULAN – 191424029 STHE memberikan ruang untuk dua fluida yang memiliki perbedaan suhu untuk saling transfer panas dengan urutan proses Konveksi1-Konduksi-Konveksi2. Berdasarkan analisa dan intrepetasi dari pola data yang muncul, untuk mencapai suatu proses yang memenuhi kriteria suhu yang diinginkan, dapat disesuaikan dengan nilai LTMD yang cocok, jika diinginkan capaian transfer panas dimana nilai temperatur fluida panas masuk berdekatan dengan nilai fluida dingin keluar, maka dianjurkan gunakan STHE dengan nilai LMTD besar. Dengan nilai U yang sama/konstan nilai LMTD yang besar akan menurunkan efisiensi STHE.



Namun jika yang ingin dicapai mengedepankan kecepatan transfer panas, maka nilai NTU dapat dijadikan konsiderasi utama. Jika diinginkan proses transfer panas yang lambat maka dipilih STHE dengan nilai NTU rendah. •



UDIYANI LOKAHITA – 191424030 1. Alat penukar panas shell and tube digunakan untuk memindahkan panas antara dua fluida yang memiliki suhu yang berbeda dimana fluida dengan suhu yang lebih tinggi akan memberikan panasnya kepada fluida dengan suhu yang lebih rendah tanpa adanya perubahan fasa dan salah satu fluidanya ditempatkan di shell (cangkang) sedangkan fluida lainnya ditempatkan di dalam suatu bundle tube. 2. Mekanisme perpindahan panas yang terjadi pada shell and tube adalah konduksi dari dinding bagian luar ke dinding bagian dalam tube, konveksi pada perukaan shell dan pada permukaan tube. 3. Komponen utama pada shell and tube heat exchanger adalah tube, tube sheet, tie rods, shell, dan baffle/sekat. 4. Semakin tinggi laju alir fluida panas yang dialirkan maka laju perpindahan panas yang terjadi juga akan semakin meningkat, sedangkan efektivitas dari STHE akan tetap (tidak berpengaruh). 5. Semakin tinggi laju alir fluida dingin yang dialirkan maka laju perpindahan panas yang terjadi juga akan semakin meningkat, efektivitas alat sangat bergantung pada laju alir fluida dingin. 6. Semakin tinggi suhu fluida panas yang dialirkan maka laju perpindahan panas yang terjadi juga akan semakin meningkat, namun nilai efektivitasnya akan semakin menurun karena dengan kondisi dan konfigurasi STHE yang sama, kerja dari STHE akan semakin berat dengan adanya peningkatan suhu fluida panas yang masuk. 7. Semakin tinggi suhu fluida dingin yang dialirkan maka laju perpindahan panas yang terjadi akan menurun, namun rentang suhu fluida dingin yang masuk juga perlu diperhatikan sesuai dengan konfigurasi STHE yang digunakan. Sedangkan untuk efektivitasnya akan semakin meningkat dengan adanya peningkatan suhu fluida dingin yang masuk.







VINI IVANIA PARDENY – 191424031 1. Shell and tube heat exchanger berfungsi untuk mengubah fluida panas menjadi dingin ataupun mengubah fluida dingin menjadi panas. 2. Dalam shell and tube exchanger terjadi mekanisme konveksi-konduksi-konveksi. 3. Komponen-komponen utama pada shell and tube heat exchanger terdiri atas shell, tube, baffle, tie rods dan tubesheet. 4. Semakin tinggi suhu fluida panas masuk maka akan semakin rendah nilai Q dan LMTD akan semakin tinggi, nilai NTU dan effisiensi semakin menurun. 5. Semakin tinggi suhu fluida dingin masuk maka akan semakin tinggi nilai Q dan LMTD dan membuat effisiensi serta nilai NTU menurun. 6. Semakin tinggi laju alir fluida panas masuk maka akan semakin tinggi nilai Q dan LMTD, serta nilai effisiensi yang konstan. 7. semakin tinggi laju alir fluida dingin masuk maka akan semakin tinggi nilai Q dan LMTD, serta nilai efektivitas dan NTU semakin menurun.







YUSFI FADILLA BUSJORI – 191424032 1. Alat penukar panas jenis shell and tube merupakan alat yang digunakan untuk melakukan pertukaran panas antara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda. Fluida yang digunakan untuk pertukaran panas dialirkan didalam shell (cangkang) dan dialirkan didalam serangkaian tabung (tube bunddle) yang berada didalam shell sehingga akan terjadi kontak secara tidak langsung antara kedua fluida dan terjadi perpindahan panas didalamnya. 2. Mekanisme perpindahan panas yang terjadi didalam penukar panas jenis shell and tube terjadi melalui proses konveksi-konduksi-konveksi, yaitu panas berpindah dari fluida panas ke dinding bagian dalam pipa/tube (konveksi) lalu panas merambat dari dinding bagian dalam ke bagian luar (konduksi) dan panas akan berpindah dari dinding pipa bagian luar ke fluida dingin yang berada didalam shell (konveksi). 3. Komponen-komponen utama pada alat penukar panas jenis shell and tube adalah tube bundle, tube sheets, shell, baffles dimana setiap komponen tersebut memiliki fungsi masing-masing pada STHE. Shell dan tube berfungsi sebagai tempat aliran fluida yang akan digunakan untuk proses pertukaran panas, sementara tubesheet dan baffles dapat berfungsi sebagai penyangga alat STHE. 4. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa dengan peningkatan suhu fluida panas akan memberikan efisiensi pada alat yang semakin menurun, nilai Q dan ∆TLMTD yang semakin menurun. Dengan peningkatan suhu fluida dingin, akan menyebabkan nilai Q dan ∆TLMTD yang semakin meningkat dengan efisiensi yang menurun. Selanjtnya, perubahan laju alir fluida dingin dan fluida panas tidak berpengaruh pada effisiensi alat STHE.



8. DAFTAR PUSTAKA



Anonim. T.T. “BAB II TINJAUAN PUSTAKA”. Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/18379/Chapter%20II.pdf;j sessionid=878D8BC01B8A6914217B5FECFA1C3AAC?sequence=4 [4 Februari 2021] Anonim. T.T. ““BAB II TINJAUAN PUSTAKA”. Politeknik Negeri Bandung. http://digilib.polban.ac.id/files/disk1/81/jbptppolban-gdl-indahhanap-4032-3bab2--4.pdf [4 Februari 2021] Jurusan Teknik Kimia. 2017. “Penukar Panas Shell & Tube”. Petunjuk Praktikum Pilot Plant. Politeknik Negeri Bandung. Kabiruddin, Mohammed. 2009. “A Presentation on Heat Exchangers (HX)”. https://www.slideshare.net/mohkab1/heat-exchangers. [4 Februari 2021] Situmeang Euni, 2014. “Shell and Tube Heat Exchanger”. https://www.scribd.com/ doc/239615534/ Shell-and-Tube-Heat-Exchanger. [4 Februari 2021]