Laporan Praktikum Sedimentologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI FRAKSI DAN PARAMETER STATISTIKA SEDIMEN Dosen pengampu : Prof.,Dr.,Ir. Rifardi, M.Sc.



Disusun Oleh : Primasakti Yudhistira 1904112707



SEDIMENTOLOGI JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU 2021



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Praktikum merupakan suatu pembelajaran dengan siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Praktikum memiliki kelebihan tersendiri dengan metode pembelajaran yang lainnya, yaitu: siswa langsung memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam melakukan praktikum, mempertinggi partisipasi siswa baik secara individu maupun kelompok, siswa belajar berfikir melalui prinsip-prinsip metode ilmiah atau belajar mempratekkan prosedur kerja berdasarkan metode ilmiah. Pembelajaran dengan praktikum sangat efektif untuk mencapai seluruh ranah pengetahuan secara bersamaan, antara lain melatih agar teori dapat diterapkan pada permasalahan yang nyata (kognitif), melatih perencanaan kegiatan secara mandiri (afektif), dan melatih penggunaan instrumen tertentu (psikomotor). Salah satu kelebihan pembelajaran praktikum (laboratorium) adalah mahasiswa dapat berlatih secara trial and error, dapat mengulang-ulang kegiatan atau tindakan yang sama sampai benar-benar terampil. Praktikum Sedimentologi merupakan salah satu mata praktikum yang ada di laboratorium pendidikan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pada praktikum ini mempelajari mengenai batuan sedimen



dan



proses-proses



yang



membentuknya.



Kegiatan



praktikum



Sedimentologi, diawali dengan kegiatan pembekalan praktikum. Kegiatan pembekalan praktikum ini dilaksanakan sebelum kegiatan praktikum. Kegiatan pembekalan ini berfungsi agar praktikan siap dalam melaksanakan praktikum. Selanjutnya ialah kegiatan praktikum. Pada kegiatan ini praktikan diminta agar



mampu menjelaskan mengenai batuan sedimen pada suatu daerah tertentu. Kegiatan praktikum Sedimentologi dari tahun ke tahun mengalami perubahan dalam hal pelaksanaanya. Hal ini dilakukan agar proses belajar mengajar dapat berjalan lebih efektif dari sebelumnya. 1.2



Tujuan Tujuan dibuatnya laporan praktikum ini adalah untuk merangkum apa saja yang telah dilakukan saat praktikum dilaksanakan dan untuk memenuhi tugas praktikum yang diberikan oleh dosen pengajar.



1.3



Manfaat Manfaat laporan ini dibuat agar dapat menambah wawasan pembaca dan juga menjadi latihan yang tepat bagi penulis dalam membuat laporan praktikum yang baik dan benar.



BAB II METODOLOGI 2.1



Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada 3 Desember 2021 sampai 5 Desember 2021, Dumai.



2.2



Bahan dan Alat Alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum ini adalah kantong plastik, alat tulis, peta, grab sampler dan laptop.



2.3



Prosedur Penelitian 2.3.1 Penentuan Lokasi Sampling Sebelum dilakukannya pengambilan sampel terlebih dahulu kita harus menentukan titik lokasi sampling terlebih dahulu. Peta dasar yang akan digunakan sebaiknya memuat berbagai data dari daerah studi dan sekitar seperti kondisi oseanografi meliputi kedalaman, daerah terumbu karang, arah arus, tipe dasar perairan dan sebagainya. Lokasi yang digunakan dalam praktikum ini adalah Selat Rupat. Perlu digaris bawahi bahwa penentuan lokasi sampling harus digambarkan secara akurat dalam peta karena perbedaan posisi sampling beberapa detik baik bujur maupun lintang akan memberikan dampak terhadap validitas data yang diperoleh sehingga akan mengakibatkan interpretasi yang tidak sesuai dengan tujuan penelitian.



2.3.2 Pengambilan dan Penanganan Sampel Pengambilan sampel sedimen dengan grab sampler dapat dilakukan dengan cara menurunkannya secara perlahan dari atas kapal supaya posisi grab tetap tegak saat sampai pada permukaan dasar perairan.



A



B



Setelah grab sampler sampai ke dasar perairan, tegangkan tali grab sampler dengan cara menarik tali sampai tegak lurus dengan posisi grab sampler yang ada di dasar perairan, lalu jatuhkan pemberat untuk membuka grab sampler yang ada di dasar perairan sehingga sampel terkumpul. Setelah terisi tariklah grab sampler ke permukaan dan masukkan sampel sedimen yang terambil oleh alat ini ke dalam kantong sampel yang telah disiapkan. Kantong sampel dapat berupa kantong plastik



berukuran 10 kg. Berilah label sesuai dengan identitas sampel tersebut (lokasi/stasiun, tanggal sampel, dll). Pemeriksaan label perlu dilakukan lagi setelah semua sampel tersebut sampai di laboratorium. Berikut ini adalah ringkasan beberapa langkah persiapan sampel sebelum dilakukan analisis tekstur sedimen di laboratorium: 1. Susunlah atau urutkanlah sampel pada tempat yang telah disediakan. 2. Periksa dan cocokkan label (identitas) sampel berdasarkan nomor titik pengambilan di lokasi penelitian. 3. Jangan sampai keliru dalam pemberian label, oleh karena itu berilah label sejelas mungkin dengan marker yang tidak mudah terhapus oleh air atau bahan pengawet lainnya. 4. Apabila terdapat kekeliruan atau keraguan pada sampel yang telah diberi label disebabkan oleh nomor label terhapus, jangan menduga-duga nomor tersebut karena akan dapat menyebabkan kesalahan interpretasi kondisi wilayah penelitian. 5. Masing-masing sampel sedimen dibagi menjadi dua (2) bagian, bagian pertama digunakan untuk keperluan analisis sedangkan yang lainnya sebagai file. File sampel penting sekali dibuat karena sangat diperlukan untuk analisis lanjutan atau pengulangan analisis yang sama jika terdapat kesalahan prosedur atau kegagalan analisis pertama. 6. Anda dapat melakukan prioritas sampel yang akan dianalisis sesuai dengan tujuan dan kondisi sampel tersebut. Analisis sampel yang tidak tahan dalam bahan pengawet terlebih dahulu, jika tujuan analisis bukan hanya fraksi (populasi) sedimen tetapi juga



termasuk organisme air baik yang berukuran mikro, meio maupun makro dalam sampel sedimen tersebut. Hal ini disebabkan ada organisme yang hanya tahan beberapa hari dalam sedimen yang telah diberi pengawet, setelah itu organisme tersebut akan hancur. Meskipun hal diatas kelihatannya tidak begitu penting, tetapi sangat menentukan keberhasilan anda dalam melaksanakan suatu penelitian. Jika hal tersebut terjadi, maka anda akan kehilangan data organisme sehingga proses selanjutnya seperti, identifikasi, pola pertumbuhan, pola hidup, distribusi dan sebagainya tidak dapat diteruskan. 2.3.3 Parameter Kualitas Perairan Gelombang Pada umumnya gelombang di laut berasal dari hembusan angin. Besarnya gelombang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu kuatnya hembusan angin, lamanya hembusan angin dan jarak tempuh angin. Ukuran besar kecilnya gelombang ditentukan oleh tingginya gelombang (Nontji, 2007). Tinggi gelombang di perairan Selat Rupat relatif lebih kecil dibandingkan dengan di Selat Malaka karena Selat Rupat merupakan perairan yang semi tertutup. Pada kondisi normal tinggi gelombang di Selat Rupat berkisar 0.07- 0.21 m, sedangkan di Selat Malaka berkisar 0.10-0.40 m. Tingginya gelombang di Selat Malaka disebabkan karena perairan ini merupakan perairan terbuka yang dipengaruhi oleh kecepatan angin, lamanya angin bertiup dan jarak tanpa rintangan (fetch). Oleh sebab itu, di perairan terbuka gelombangnya lebih besar daripada perairan tertutup. Sedangkan Selat Rupat yang merupakan perairan semi tertutup gelombang yang



terbentuk dimensinya jauh lebih kecil. Faktor gelombang di perairan memegang peranan penting dalam menetapkan kelayakan suatu tempat bagi lokasi pelabuhan, karena pelabuhan haruslah memiliki perairan yang tenang dan terlindung dari gempuran gelombang agar proses bongkar-muat dapat berlangsung dengan aman dan cepat. Selain itu gelombang akan memberikan pengaruh terhadap bentuk dan morfologi pantai. Arus Arus yang terjadi di perairan Selat Rupat merupakan arus yang dihasilkan oleh gerakan bergelombang panjang yang ditimbulkan oleh pasang-surut yang merambat dari Selat Malaka. Pada Selat Rupat, saat air pasang, arus merambat dari Utara menuju Selatan dan membelok ke Timur dan bergabung kembali dengan arus di Selat Malaka menuju ke Tenggara dan sebagian masuk menuju Selat Bengkalis. Sebaliknya pada saat surut, arus akan bergerak dari arah Timur menuju Barat dan membelok ke Utara dan ke luar di Selat Malaka. Kecepatan arus di Selat Rupat bervariasi, namun secara umum kecepatan arus pada saat surut lebih tinggi dibanding dengan saat pasang. Kecepatan arus di Selat Rupat berkisar 0.22-0.82 m/. Kecepatan arus tertinggi terdapat di perairan Pulau Ketam yaitu rata-rata 0.65 m/dt dan diikuti oleh perairan Lubuk Gaung 0.63 m/dt. Tingginya kecepatan arus di perairan ini disebabkan karena perairan ini berdekatan dengan perairan terbuka Selat Malaka. Sedangkan kecepatan arus terendah terdapat di Pelabuhan Umum Pelindo dan diikuti pelabuhan Migas (Pertamina) dengan kecepatan rata-rata 0.36 m/dt dan 0.40 m/dt. Pola arus yang mencakup arah dan kecepatan ini merupakan mekanisme penting



dalam distribusi dan transportasi polutan minyak di sepanjang perairan Selat Rupat. Kedalaman Perairan Kedalaman suatu perairan sangat berpengaruh terhadap jalur transportasi dan alur pelayaran dan menentukan kelayakan bagi pembangunan suatu pelabuhan. Kedalaman perairan Selat Rupat berkisar 3-27 m. Bagian yang terdalam terdapat di tengah selat yang sekaligus merupakan alur pelayaran. Selain itu perairan Selat Rupat juga merupakan alur transportasi bagi kapal-kapal barang dan penumpang yang menggunakan Pelabuhan Dumai.



2.4



Analisis Fraksi Sedimen Analisis fraksi sedimen di perairan Selat Rupat didominasi oleh substrat lumpur.Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan perairan Selat Rupat dibagi atas 3 fraksi yaitu fraksi kerikil, pasir dan lumpur.



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1



Analisis Tekstur Kerikil Sampel sedimen yang diperoleh dari lokasi penelitian disusun oleh berbagai pertikel sedimen yang berasal dari sumber yang berbeda-beda. Percampuran ukuran ini disebut dengan populasi. Pergerakan udara dan air dapat memisahkan partikel berdasarkan ukuran mereka, menyebabkan endapan terdiri dari berbagai ukuran yaitu kerikil, pasir dan lumpur. Ada 3 kelompok populasi partikel sedimen yaitu: 1) gravel (kerikil), terdiri dari partikel individual: boulder, cobble dan pebble; 2) sand (pasir), terdiri dari: pasir sangat kasar, kasar, medium, halus dan sangat halus; 3) mud (lumpur), terdiri dari clay dan silt. Proporsi masing-masing kelas ukuran dapat diduga langsung dilapangan dan diukur di laboratorium. 3.1.1



Pengukuran Butiran Sedimen > 13 mm Populasi partikel sedimen yang bisa diukur langsung dilapangan hanya gravel (kerikil), sedangkan populasi lainnya harus dianalisis di laboratorium dan dijelaskan pada Bab selanjutnya. Analisis ukuran butir sedimen dapat dilakukan dilapangan dengan cara pengukuran langsung. Pengukuran ini bisa dilakukan apabila ukuran butiran sedimen lebih besar dari 13 mm yang tergolong dalam fraksi pebble (kerikil). Panjang diameter yang representative atau sumbu ditentukan dengan bantuan alat calipers. Setiap fraksi kerikil mungkin memiliki beberapa diameter



yang terdapat sepanjang tiga sumbu dasar. Diameter nominal dapat berasal dari volume kerikil tersebut. Cara pengukuran langsung diameter fraksi kerikil dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah yang direkomensikan oleh McManus dalam Tucker (1988) sebagai berikut: 1. Partikel kerikil diletakkan pada tempat yang mempunyai permukaan datar. 2. Panjang sumbu intermediet (l), ditentukan sebagai diameter terpendek 3. Panjang sumbu terlebar (L), pada sudut kanan L diukur dan perputaran 900 partikel dari sumbu menggambarkan sumbu terpendek s, yang dapat diukur secara langsung. 4. Ada tiga sumbu tegak lurus yang dapat digunakan sebagai karakteristik partikel kerikil. 5. tambahkan ketiga diatas (l, L, S), kemudian dibagi 3 (tiga), ini adalah nilai diameter rata-rata partikel (DM). Cara lain pengukuran diameter kerikil yaitu diameter diukur dengan cara menenggelamkan pertikel kerikil dalam air untuk menentukan voleme air yang digantikan oleh volume diameter partikel, DV, dihitung dengan persamaan:



Pengukuran seperti ini harus diulang untuk 100 – 400 partikel kerikil dilapangan. Setelah itu beberapa orang harus menganalisa



hasilnya berdasarkan jumlah pertikel yang masuk dalam katagori khusus berdasarkan kelas ukuran masing-masing partikel tersebut. 3.1.2



Pengukuran Butiran Sedimen < 13 mm Gravel (kerikil) ukuran lebih kecil dari 13 mm dianalisis dengan metoda pengayakan, dengan prosedur pengayakan kering sebagai berikut: 



Siapkan sampel yang diperoleh dari proses pemisahan.







Susunlah ayakan berdasarkan mesh size lebih kecil dari 13 mm yang ada dalam populasi kerikil, dimana ayakan dengan mesh size terbesar berada pada tingkatan teratas dan seterusnya, sebagai berikut: 4 mm (-2Ø), 2 mm (-1Ø).







Masukkan sampel tersebut pada ayakan yang paling atas, kemudian ayakan digoyang sampai semua partikel dalam populasi ini terayak secara sempurna.







Timbang sampel yang tertahan pada masing-masing ayakan dan catat beratnya dalam tabel seperti Tabel.







Hitung persentase masing-masing kelas ukuran seperti pada keterangan dibawah.



Tabel penentuan kelas ukuran butir populasi kerikil ( 13 mm) digunakan untuk menentukan persentase kumulatif guna menghitung berbagai parameter stastistika sedimen (diamater rata-rata, sorting koeffisien, skewness dan kurtosis).



3.2



Analisis Tekstur Pasir Ada beberapa metoda dan peralatan yang umum digunakan untuk analisis tekstur sedimen pasir diantaranya Metoda Settling Tube, Metoda Pengayakan dan peralatan yang langsung bisa menentukan ukuran butir sedimen yaitu Particle Size Analyzer (PSA). Dalam buku ini metoda yang dijelaskan untuk analsis ukuran butir pasir hanya metoda pengayakan karena metoda ini pengoperasiannya cukup sederhana dan peralatan yang diperlukan dapat dengan mudah ditemukan pada beberapa agen penjualan peralatan laboratorium dengan harga yang tidak mahal.



Dalam pengoprasiannya, Metoda Pengayakan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1. Pengayakan basah 2. Pengayakan kering



3.2.1 Pengayakan kering Diantara kedua cara pengayakan ini, yang paling effesien adalah pengayakan kering karena sampel sedimen yang telah kering dapat langsung diayak dan tidak perlu dipanaskan dalam oven setelah masing-masing kelas ukuran pasir diperoleh seperti pengayakan basah sehingga bisa menghemat waktu penelitian. Prosedur pengayakan kering sebagai berikut: 



Bersihkan screen ayakan dengan menggunakan brush dan jangan dibersihkan atau ditekan dengan tangan karena dapat merusak ukuran mesh size screen tersebut. Kalau hal ini terjadi, maka ukuran butir yang diperoleh dari ayakan tersebut tidak akurat karena berubah menjadi lebih kasar atau lebih halus.







Susunlah ayakan berdasarkan mesh size yang ada dalam populasi pasir, dimana ayakan dengan mesh size terbesar berada pada tingkatan teratas dan seterusnya, urutan mesh size dari atas ke bawah sebagai berikut: 1 mm (0Ø), 0,5 mm (1Ø; 500 um), 0,25 mm (2Ø; 250 um), 1/8 mm (3Ø; 125 um), 1/16 mm (4Ø; 63 um).







Masukkan populasi pasir yang diperoleh dari proses pemisahan seperti dijelaskan dalam Subbab 4.3 Bab IV pada ayakan yang paling atas, kemudian ayakan digoyang sampai semua partikel dalam populasi ini terayak secara sempurna.







Timbang sedimen yang tertahan pada masing-masing ayakan dan catat beratnya dalam tabel seperti Tabel 6.1.







Hitung persentase masing-masing kelas ukuran seperti pada keterangan dibawah Tabel 6.1. Nilai persentase ini selanjutnya dipakai



untuk



menentukan



persentase



kumulatif



guna



menghitung berbagai parameter stastistika sedimen (diamater rata-rata, sorting koeffisien, skewness dan kurtosis).



Tabel penentuan kelas ukuran butir populasi pasir Kelas Ukuran Stasiun



Phi (ø)



1



Total



Berat



Pasir



Phi (ø)



(g)



(%)



(%)



0



A



10



1



B



12



2



C



3



D



5



4



E



5



F



X



15



47



Keterangan:



X = persentase populasi pasir diperoleh dari proses pemisahan.



0 Phi (%) = A/F x X 1 Phi (%) = B/F x X 2 Phi (%) = C/F x X 3 Phi (%) = D/F x X 4 Phi (%) = E/F x X



3.2.2



Pengayakan basah Prosedur pelaksanaan pengayakan basah sebagai berikut: 



Sample yang sudah direndam dengan larutan hidrogen peroksida 3-5% diayak dengan ayakan yang mempunyai mesh size 63 um. Lihat Subab 4.3 Bab IV.







Pengayakan dilakukan dengan menyemprot air pada ayakan tersebut, dan air yang keluar dari ayakan ini ditampung dalam sebuah cawan yang volumenya minimal 2 liter.







Usahakan air yang keluar bersama sedimen yang ditampung dalam cawan besar mempunyai volume 1 liter. Hasil tampungan inilah yang akan digunakan untuk mengalisis populasi lumpur.







Sedimen yang tertahan dalam ayakan diatas adalah populasi kerikil dan pasir.







Gunakan ayakan yang bermesh size 2.000 um untuk memisahkan populasi kerikil dari pasir. Sedimen yang tertahan



dalam ayakan ini adalah populasi kerikil dan yang lolos adalah populasi pasir. 



Masukkan populasi pasir dalam ayakan paling atas, dimana sebelumnya ayakan telah disusun berdasarkan ukuran mesh size yaitu urutan mesh size dari atas ke bawah sebagai berikut: 1 mm (0Ø), 0,5 mm (1Ø; 500 um), 0,25 mm (2Ø; 250 um), 1/8 mm (3Ø; 125 um), 1/16 mm (4Ø; 63 um).







Semprotkan air pada ayakan paling atas dengan penyemprot air sehingga populasi pasir akan mengalir ke ayakan dibawahnya sesuai dengan ukuran butirnya.







Ulangi beberapa kali untuk masing-masing ayakan sampai ukuran butir yang tertahan dimasing-masing ayakan adalah ukuran butir yang sesuai dengan mesh size ayakan tersebut.







Masukkan butiran pasir yang tertahan pada masing-masing ayakan



kedalam cawan yang telah disiapkan dan ketahui



beratnya. 



Panaskan cawan-cawan yang berisi sampel pasir tersebut dalam oven pada suhu 65°C sampai kering.







Setelah kering dan dikeluakan dari oven, tunggu sampel tersebut sampai dingin, lalu timbang masing-masing sampel dan catat beratnya dalam tabel seperti Tabel. Langkah



selanjutnya



pengayakan kering.



sama



dengan



langkah



pada



3.3



Analisis Tekstur Lumpur Secara umum populasi lumpur dianalisis dengan menggunakan Metoda Pipet, untuk menentukan proporsi masing-masing kelas ukuran yang ada dalam populasi ini. Kebanyakan ahli sedimentologi menggunakan metoda ini karena cara kerjanya cukup sederhana, hasil yang diperoleh akurat dan hanya memerlukan peralatan sederhana. Metoda Pipet berkembang pada awal tahun 1920an yang dipelopori oleh ahli sedimentology dari Inggris, Amerika dan Jerman. Peralatan



Gambar peralatan untuk metoda pipet (Tucker, 1988)



Prosedur pelaksanaan analisis dengan metoda ini sebagai berikut: 



Sedimen yang lolos dari ayakan 1/16 mm (4Ø; 63 um), bersama airnya ditampung dalam sebuah cawan, kemudian dimasukkan dalam tabung silinder atau tabung ukur yang mempunyai volume 1 liter.







Tambahkan larutan dispersan yaitu sodium hexametaphospate sehingga volume persis 1.000 ml.







Aduk larutan tersebut dengan menggunakan sebatang stick dan biarkan selama satu hari agar supaya partikel-partikel yang berkohesive (lengket) satu sama lainnya berpisah.







Letakkan pada ruang yang bertemperatur 200C.







Setelah satu hari, aduk lagi dengan cara menutup bagian atas silinder dengan telapak tangan, setelah itu balikkan selinder tersebut dan diulangi selama 1 menit. Jangan sampai larutan terbuang.







Setelah selesai diaduk selama 1 menit, letakkan silinder pada meja datar dan langsung hidupkan stopwatch.







Ambil larutan dari tabung silinder dengan menggunakan pipet yang bervolume 20 ml. Pipet harus diberi tanda sesuai dengan kedalaman pengambilan pada tabung silinder. Jadwal dan kedalaman pengambilan harus disesuaikan kelas ukuran butir.



Tabel kedalaman (cm) pipet yang dimasukkan dalam tabung silinder berdasarkan temperatur dengan asumsi densitas partikel 2,65 (Lewis dan McConchie, 1994)







Masukkan pipet secara perlahan sehingga tidak terjadi pengadukan oleh pergerakan pipet tersebut. Jika larutan yang terambil melebihi 20 ml, maka jangan masukkan larutan tersebut kedalam tabung silinder tetapi harus dibuang. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya goncangan pada sampel yang ada dalam tabung tersebut.







Masukkan larutan yang sudah diambil (sampel) kedalam cawan yang telah disiapkan sebelumnya. Bersihkan pipet dengan cara memasukkan air destilasi kedalam pipet tersebut, air hasil bilasan dimasukkan kedalam cawan yang sama.







Keringkan larutan (sampel) yang berada dalam cawan dalam oven, kemudian ditimbang dan hasilnya dimasukkan kedalam table.



Tabel penentuan kelas ukuran butir populasi lumpur



St



Phi (ø)



1



BC (g)



BC + Sp



Berat



Populasi



(g)



Phi (g) –



Lumpur



SH (g)



(%)



Phi (%)



4



A



E



I



5



5



B



F



J



10



6



C



G



K



7



D



H



L



Total



Z



Y



10 8 33



Keterangan: Y = persentase populasi lumpur diperoleh dari proses pemisahan



Sodium Hexametaphospate (SH) pada sampel =



BC = berat cawan (g) BC + Sp = berat cawan + berat sampel (g) Berat 4 Phi = (E – A) – 0,04 g = I Berat 5 Phi = (F – B) – 0,04 g = J Berat 6 Phi = (G – C) – 0,04 g = K Berat 7 Phi = (H – D) – 0,04 g = L 4 Phi (%) = I/Z x Y 5 Phi (%) = J/Z x Y 6 Phi (%) = K/Z x Y 7 Phi (%) = L/Z x Y



BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1



Kesimpulan Kesimpulannya adalah terdapat 3 fraksi sedimen pada Selat Rupat yang terdiri dari fraksi kerikil, pasir dan lumpur. Ketiga fraksi itupun memiliki ukuran dan tekstur yang berbeda pula. Begitu juga halnya dengan lokasi-lokasi lain. Jadi setiap lokasi perairan pasti memiliki struktur sedimen yang berbeda-beda.



4.2



Saran Saran saya adalah agar praktikum-praktikum berikutnya dapat menjadi lebih baik dan terstruktur lagi sehingga akan lebih menambah wawasan dan juga pengalaman bagi penulis. Terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA Nedi, S., Pramudya, B., Riani, E., Manuwoto. (2010). KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN SELAT RUPAT. Journal of Environmental Science. 1(4) 25-35. Wikipedia. Sedimentasi. https://id.wikipedia.org/wiki/Sedimentasi. Diakses pada 4 Desember 2021.