Laporan Praktikum UJI MUTU DESTRUKTIF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK EVALUASI MUTU KOMODITAS PERTANIAN UJI MUTU SECARA DESTRUKTIF (Uji Kekerasan dan Uji Kadar Air)



Oleh : Nur Fauzatun Nikmah NIM A1H014012



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2017



I. PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu sumber bahan pangan yang potensial dan banyak mengandung zat gizi terutama vitamin. Selain sebagai sumber vitamin, buah-buahan juga mengandung mineral dan pada jenis buah-buahan tertentu juga menghasilkan cukup banyak energi. Sayuran merupakan salah satu sumber daya yang banyak terdapat di sekitar, mudah diperoleh dan berharga, relatif murah serta merupakan sumber vitamin dan mineral. Buah dan sayuran adalah jenis makanan yang memeiliki kandungan gizi, vitamin dan mineral yang pada umumnya sangat baik untuk dikonsumsi setiap hari. Rendahnya mutu buah-buahan Indonesia merupakan persoalan yang serius. Rendahnya mutu ini terkait sangat erat dengan sistem produksi buah-buahan, sistem panen dan penanganan pasca panen. Karena itu untuk bisa memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan global, masalah mutu buah-buahan harus ditangani dengan seksama. Penerapan jaminan mutu buah-buahan harus dikembangkan agar dapat diterapkan oleh petani buah. Uji mutu secara destruktif buah dapat menjamin penerapan mutu buah. B. Tujuan 1. Mengetahui cara penggunaan pnetrometer untuk evaluasi kekerasan buah. 2. Mengetahui cara pengujian kadar air buah dalam basis basah dan basis kering.



II. TINJAUAN PUSTAKA



Mutu adalah sesuatu hal yang memberikan nilai dan biasanya menjadi unggulan suatu komoditas. Menurut Winarno (1986) dalam Yulianingsih, et al., (2008) mutu dapat didefinisikan sebagai kombinasi sifat-sifat dan karakteristik dari komoditas yang menyebabkan suatu komoditas memiliki harga bagi daya guna akhir yang dikehendaki. Sedangkan menurut Kader (1992) dalam Yulianingsih et al., (2008) mutu hasil hortikultura segar merupakan kombinasi dari karakteristik dan sifat-sifat yang memberikan nilai komoditas sebagai bahan makanan dan bahan kesenangan. Oleh karena itu, mutu suatu komoditas dapat dibedakan menjadi mutu pemasaran, mutu penyimpanan, mutu pengangkutan, mutu pengolahan, mutu gizi, dan mutu tampilan (Winarno. 1986 dan Kader, 1992 dalam Yulianingsih et.al., 2008). Pengendalian mutu didefinisikan sebagai suatu sistem verifikasi dan penjagaan suatu tingkatan mutu produk atau proses sesuai dengan yang dikehendaki dengan cara perencanaan yang seksama, pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus-menerus serta tindakan korektif bilamana diperlukan (Supartono et al., 2012). Kramer dan Twigg (1983) menyatakan bahwa mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa, dan bau). Hal ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara total. Karakteristik mutu bahan pangan diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari



kombinasi bau dan cicip, dan (2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis (Yulianingsih et al., 2008). Penilaian mutu buah dan hasil hortikultura umumnya dapat dilakukan baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian mutu secara objektif merupakan hasil pengukuran komponen mutu menggunakan berbagai macam peralatan dan analisis kimiawi, sedangkan secara subjektif pengukuran komponen mutu dilakukan dengan uji organoleptik berdasarkan pertimbangan indrawi menggunakan skala hedonik (Yulianingsih et al., 2008). Pengujian destruktif adalah pengujian yang dilakukan terhadap suatu material atau spesimen objek yang akan diujikan sampai material tersebut mengalami kerusakan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui performa pada material yang bersangkutan, salah satunya bila material tersebut dikenai kerja dari luar dengan besar gaya yang berbeda-beda. Pengujian ini umumnya jauh lebih mudah untuk dilaksanakan, selain itu memberikan informasi yang lebih baik dari pada Non Destructive Test. Destructive Test lebih baik dilakukan dan akan lebih ekonomis untuk objek yang akan diproduksi secara masal atau dalam jumlah banyak (Bayu, 2016). Pengujian destruktif adalah pengujian yang dilakukan terhadap suatu material atau spesimen objek yang akan diujikan sampai material tersebut mengalami kerusakan. Beberapa pengujian destruktif yaitu: a.



Pengujian kekerasan Pengujian ini dilakukan dengan dua pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu bahan dan melihat mutu untuk memastikan suatu bahan memiliki kualitas bahan tertentu. Berdasarkan pemakaianya



dibagi menjadi: 1.



Pengujian kekerasan dengan penekanan (indentation test). Pengujian ini dilakukan merupakan pengujian kekerasan terhadap bahan dimana dalam menentukan kekerasaannya deilakukan dengan cara menganalisis indentasi atau bekas penekanan pada benda uji sebagai reaksi dari pembebanan tekan.



2. Pengujian kekerasan dengan goresan (sratch test). Merupakan pengujian kekerasan terhadap bahan dimana dalam menentukan kekerasannya dilakukan dengan mencari perbandingan dari bahan yang menjadi standart. b.



Pengujian tarik Pengujian ini merupakan proses pengujian yang biasa dilakukan karena pengujian tarik dapat menunjukkan perilaku bahan selama proses pembebanan.



c.



Uji struktur Uji struktur mempelajari struktur material bahan untuk keperluan pengujian material bahan dipotong-potong kemudian potongan dapat diukur menggunakan alat sesuai kebutuhan yang diinginkan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung di dalam bahan. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat



dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen (Syarif dan Halid, 1993).



Kadar air merupakan pemegang peranan penting dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis,



kimiawi,



enzimatik



atau



kombinasi



antara



ketiganya.



Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana kini telah diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut (Tabrani,1997). Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan disebut kadar air berat basah. Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan (Kusumah, dan Andarwulan, 1989). Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997). Air ada yang berbentuk bebas, ada pula yang terikat baik didalam matriks bahan maupun didalam jaringannya. Air yang berbentuk bebas sangat mudah menguap karena biasanya terdapat pada permukaan bahan pangan. Kadar air perlu diukur untuk menentukan umur simpan suatu bahan pangan. Dengan demikian, suatu produsen makanan olahan dapat langsung mengetahui umur simpan



produknya tanpa harus menunggu sampai produknya busuk. Penetapan kadar air bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung dari sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan sejumlah sampel dalam oven pada suhu 105-110 °C selama 3 jam atau hingga didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi didalamnya. Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105 °C selama waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air (Astuti, 2010). Persamaan untuk menentukan kadar air suatu bahan dapat dilihat pada Persamaan 1 berikut. % kadar air (bb) =



B−C x 100 ................................................Persamaan B−A



% kadar air (bb) =



B−C x 100 ................................................Persamaan C− A



1



2 Dimana: bb = basis basah bk = basis kering



A = berat cawan kosong, dinyatakan dalam gram



B = berat cawan+sampel bahan awal, dinyatakan dalam gram C = berat cawan+sampel bahan kering, dinyatakan dalam gram



Bahan pangan setelah di panen terutama hasil pertanian akan tetap mengalami resiprasi, maka kandungan di dalam hasil pertanian akan semakin berkurang karna digunakan untuk proses respirasi dan tidak ada lagi pasokan yang diberikan dari induknya. Semakin berkurangnya kandungan didalam hasil pertanian, maka semakin lunak teksturnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kekerasan adalah laju respirasi, pelepasan etilen, dan pertumbuhan mikroorganisme (Deby, 2000). Menurut Santoso dan Purwoko (1995) dalam Johansyah et al. (2014) menyebutkan bahwa konsumen dalam memperhatikan kualitas buah didasarkan pada penampilan, tingkat kekerasan, nilai rasa, dan gizi. Dengan dimikian pengukuran kekerasan produk pertanian sangat penting yakni untuk menjaga mutu yang sesuai dengan keinginan konsumen. Berdasarkan hasil penelitiannya menunjukan bahwa semakin lama penyimpanan suatu produk pertanian maka semakin rendah pula tingkat kekerasannya. Penetrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur nilai tekan (kekerasan) pada bahan (Khusna et al., 2013). Prinsip pengukurannya adalah dengan memberi gaya tekan melalui sebuah indentor pada permukaan bahan. Kemudian luas atau dimensi atau diameter dari jejak penekanan/indentasi diukur. Biasanya indentor atau alat tekan yang digunakan pada uji kekerasan adalah berbentuk bola, piramida atau konis, kerucut. Nilai kekerasan dihitung dari jejak indentasinya dengan menggunakan formula tertentu sesuai metoda uji. Adapun



tingkat kekerasan pada suatu bahan yang diukur dengan penetrometer dinyatakan dalam bentuk Persamaan 3 berikut. P A ..……….. Persamaan 3



τ= dimana: 2



τ = tingkat kekerasan (kg/cm ) P = gaya tekan dari hasil pembacaan alat (kg) A = luas bidang penekan (cm²) Secara umum penetrometer terdiri dari bagian-bagian yang memiliki fungsi masing-masing. Bagian-bagian utama tersebut diantaranya tuas kalibrasi, penunjuk pengukuran analog, handle, dan indentor seperti dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :



Analog ukur Tuas kalibrasi Handle Indentor Indentor Gambar 1. Penetrometer



III. METODOLOGI



A. Alat dan Bahan 1.



Alat tulis



2.



Cawan



3.



Oven



4.



Desikator



5.



Timbangan



6.



Penjepit



7.



Pisau



8.



Talenan



9.



Penetrometer



10. Komoditas pertanian (buah)



B. Prosedur Kerja 1.



Uji kadar air. a. Menimbang cawan b. Mengoven cawan pada suhu 105oC selama 1 jam c. Mendinginkan cawan dalam desikator selama 15 menit d. Menimbang cawan e. Mengisi cawan dengan 2 gram sampel bahan f. Mengoven pada suhu 105oC selama 24 jam



g. Mendinginkan dalam desikator selama 15 menit h. Menimbang cawan dan sampel bahan i. Mengoven pada suhu 105oC selama 30 menit j. Mendinginkan dalam desikator selama 15 menit k. Menimbang cawan dan sampel bahan l. Mengulangi langkah i – k hingga mencapai sampel bahan konstan 2.



Uji kekerasan. a. Menekan penetrometer secara tegak lurus permukaan buah b. Menghentikan penekanan penetrometer saat jarum penunjuk berhenti. Jarum penunjuk pada penetrometer akan berhenti saat daging buah pecah atau daging buah mulai terdeformasi c. Mencatat nilai tekanan yang ditunjukan pada saat jarum penunjuk d. Melakukan pengujian pada tiga titik berbeda, yakni pamgkal, tengah, dan ujung buah.



3.



Data hasil praktikum Table 1. Uji kadar air Nomor Berat sampel cawan (gram)



Berat awal sampel bahan (gram)



Tabel 2. Uji kekerasan Buah Pangkal Tengah (Kg/cm2) (Kg/cm2)



Berat kering sampel bahan (gram)



Ujung (Kg/cm2)



Rerata (Kg/cm2)



Kadar air Kadar air (%bb) (%bk)



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN



A. Hasil Tabel 1. Data Hasil Pengujian Kadar Air (Mangga) Sampe Mcb awal Mcb akhir l (gr) (gr) %bb Hari ke-1 1 49,15 48,3 1,982706 2 44,04 43,3 1,983197 3 55 54,24 1,98618 Rata-rata 1,984027 Sampe Mcb awal Mcb akhir l (gr) (gr) %bb Hari ke-2 1 49,22 48,44 1,98415 2 43,87 43,06 1,981536 3 54,96 54,13 1,984898 Rata-rata 1,983528 Sampe Mcb awal Mcb akhir l (gr) (gr) %bb Hari ke-3 1 48,99 48,37 1,987 2 43,9 43,24 1,9849 3 54,95 54,33 1,9887 Rata-rata 1,9845



%bk 2,017598 2,01709 2,011029 2,015239 %bk 2,016 2,018 2,015 2,0163 %bk 2,0128 2,015 2,011 2,0129



Kadar Air (%)



Grafik Hasil Pengujian Kadar Air 2.03 2.02 2.01 2 1.99 1.98 1.97 1.96 0.5



Hari ke-1 (%bb) Hari ke-2 (%bb) Hari ke-3 (%bb) Hari ke-1 (%bk) Hari ke-2 (%bk) Hari ke-3 (%bk)



1



1.5



2



2.5



3



3.5



Sampel



Gambar 1. Grafik Hasil Pengujian Kadar Air Perhitungan Kadar Air : %bb=



mcb awal −mcb akhir mcbawal



%bk=



mcbawal −mcb akhir mcb akhir



Tabel 2. Data Hasil Pengujian Kekerasan (Mangga)



Grafik Nilai Kekerasan dengan Waktu Kekerasan (kg/cm2)



1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 0.5



1



1.5



2



2.5



3



3.5



Hari keGambar 2. Grafik Hasil Pengujian Kekerasan Perhitungan Kekerasan : Asilinder = 2πr (r+t) = 1,9625 cm2 Kekerasan hari1=



2,9111 kg =1,483 2 1,9625 cm



Kekerasan hari 2=



2,5055 kg =1,27668 2 1,9625 cm



Kekerasan hari 3=



2,6222 kg =1,336 2 1,9625 cm



B. Pembahasan



Pengujian destruktif adalah pengujian yang dilakukan terhadap suatu material atau spesimen objek yang akan diujikan sampai material tersebut mengalami kerusakan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui performa pada material yang bersangkutan, salah satunya bila material tersebut dikenai kerja dari luar dengan besar gaya yang berbeda-beda. Pengujian ini umumnya jauh lebih



mudah untuk dilaksanakan, selain itu memberikan informasi yang lebih baik dari pada Non Destructive Test. Destructive Test lebih baik dilakukan dan akan lebih ekonomis untuk objek yang akan diproduksi secara masal atau dalam jumlah banyak (Bayu, 2016). Pengujian destruktif adalah pengujian yang dilakukan terhadap suatu material atau spesimen objek yang akan diujikan sampai material tersebut mengalami kerusakan. Beberapa pengujian destruktif yaitu: 1. Pengujian kekerasan Pengujian ini dilakukan dengan dua pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu bahan dan melihat mutu untuk memastikan suatu bahan memiliki kualitas bahan tertentu. Berdasarkan pemakaianya dibagi menjadi: a. Pengujian kekerasan dengan penekanan (indentation test). Pengujian ini dilakukan merupakan pengujian kekerasan terhadap bahan dimana dalam menentukan kekerasaannya deilakukan dengan cara menganalisis indentasi atau bekas penekanan pada benda uji sebagai reaksi dari pembebanan tekan. b. Pengujian kekerasan dengan goresan (sratch test). Merupakan



pengujian



kekerasan



terhadap



bahan



dimana



dalam



menentukan kekerasannya dilakukan dengan mencari perbandingan dari bahan yang menjadi standart. 2. Pengujian tarik Pengujian ini merupakan proses pengujian yang biasa dilakukan karena pengujian tarik dapat menunjukkan perilaku bahan selama proses



pembebanan. 3. Uji struktur Uji struktur mempelajari struktur material bahan untuk keperluan pengujian material bahan dipotong-potong kemudian potongan dapat diukur menggunakan alat sesuai kebutuhan yang diinginkan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung di dalam bahan.



AOAC (1984) menyatakan bahwa pengujian kelunakan buah menggunakan fruit hardness tester. Alat tersebut diletakan secara vertical tepat diatas bagian pangkal tengah dan ujung buah yang kemudian ditekan hingga mengenai permukaan kulit buah sampai tanda batas. Perubahan skala jarum setelah mengenai permukaan kulit dicatat dalam satun kg.



Analog ukur Tuas kalibrasi Handle Indentor Indentor



Gambar 2. Penetrometer (sumber : Modul Praktikum Teknik Evalusi Mutu Komoditas Pertanian) Alat yang digunakan untuk menentukan tingkat kekerasan atau keempukan suatu bahan pangan adalah penetrometer. Prinsip kerja penetrometer adalah



penetrasi jarum penetrometer ke dalam jaringan bahan dengan tekanan tertentu selama waktu tertentu. (Santi Weliana, 2014) Kekerasan merupakan nilai yang menunjukan seberapa kuat tekstur dan kulit dari produk hasil pertanian menerima tekanan. Untuk mengukur kekerasan pada bahan dapat menggunakan alat bantu Fruit Hardness Tester. Tingkat kekerasan pada beberapa produk hasil pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah suhu, tempat penyimpanan, respirasi dan transpirasi (Liza, 2012). Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu material terhadap indentasi/ penetrasi permanen akibat beban dinamis atau statis. Beberapa definisi kekerasan lainnya adalah: 1. Energi yang diserap pada beban Impact (Kekerasan Pantul). 2. Ketahanan terhadap goresan (Kekerasan Goresan) 3. Ketahanan terhadap abrasi (Kekerasan Abrasi) 4. Ketahan terhadap pemotongan / pengeboran (Mampu Mesin) Hasil pengujian kekerasan dapat digunakan antara lain: 1. Menentukan penggunaan dari bahan. Klasifikasi suatu bahan dapat didasarkan pada kekerasannya. Dari nilai kekerasan akan dapat ditentukan penggunaan dari bahan tersebut. 2. Kontrol kualitas suatu produk. Dengan pengujian kekerasan dapat diketahui homogenitas suatu bahan akibat suatu proses pembentukan dingin, pengelasan, heat treatment, case hardening dan sebagainya. Dengan demikian pengujian kekerasan dapat



juga berfungsi sebagai kontrol terhadap proses yang dilakukan. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen (Anonim, 2010). Air yang terdapat dalam suatu bahan sesuai dengan yang ada pada Anonim (2010) terdapat dalam tiga bentuk: 1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antarsel dan intergranular dan poripori yang terdapat pada bahan. 2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan koloid makromolekulaer seperti protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga terdispersi di antara kolloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada di dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan. 3. Air yang dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya berifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun pada suhu 00 C. Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan



ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis,



kimiawi,



enzimatik



atau



kombinasi



antara



ketiganya.



Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut (Anonim, 2010). Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis). Dalam penentuan kadar air bahan pangan biasanya dilakukan berdasarkan obot basah. Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut: KA = (Wa / Wb) x 100% (Taib, 1988). Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam dua



alternatif



yaitu



yang



pertama



menghambat



enzim-enzim



dan



aktivitas/pertumbuhan mikroba dengan menurunkan suhunya hingga dibawah titik beku 0oC dan yang kedua adalah menurunkan kandungan air bahan pangan sehingga kurang/tidak memberi kesempatan untuk tumbuhnya mikroba dengan pengeringan kandungan air yang ada di dalam maupun di permukaan bahan pangan, hingga mencapai kondisi tertentu (Suharto, 1991). Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah maupun bahan setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying ratio) dari bahan yang dikeringkan tersebut. Besarnya “drying ratio“ dapat dihitung sebagai bobot bahan sebelum pengeringan per bobot bahan setelah pengeringan. Dapat dihitung dengan rumus: drying ratio=bobot bahan sebelum pengeringan/bobot bahan setelah pengeringan (Winarno, 1984).



Kadar air menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam bahan. Dua basis yang digunakan untuk menunjukkan kandungan air dalam bahan adalah kadar air basis basah (MCwb) dan kadar air basis kering MCdb). Kadar air basis basah adalah jumlah air yang terdapat dalam suatu massa bahan basah. Sedangkan kadar air basis kering adalah jumlah air yang terdapat dalam suatu massa bahan padatan kering. Kadar air basis basah (MCwb) dan kadar air basis kering (MCdb) ditunjukan dengan persamaan sebagai berikut (Singh dan Heldman, 2009): Kadar air basis basah (MCwb) :



Massaair ....... (1) Massa air+ Massa padatan kering



Kadar air basis kering (MCdb) :



Massaair Massa padatan



...............................(2)



Hubungan antara MCwb dan MCdb dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut: MCwb =



MCdb MCdb+ 1



MCdb =



MCwb ..................................................................(4) 1−MCdb



................................................................(3)



Metode penentuan kadar air dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung menerapkan metode oven dan metode destilasi. Pada metode oven, sampel bahan diletakkan ke dalam oven hingga diperoleh berat konstan pada bahan. Penentuan kadar air pada metode oven didasarkan pada banyaknya air yang hilang dari produk. Sedangkan pada metode destilasi, kadar air dihilangkan dengan memanaskan biji kedalam air dan selanjutnya menentukan volume atau massa air yang hilang pada biji dalam uap yang terkondensasi atau dengan pengurangan berat sampel (Brooker et al., 1974).



Hubungan antara waktu pengamatan dengan nilai kekerasan buah dipengaruhi oleh perubahan tekstur yang terjadi pada buah yaitu dari keras menjadi lunak sebagai akibat terjadinya proses kelayuan akibat respirasi dan transpirasi. Proses kelayuan ini merupakan masa senescence atau penuaan yang disusul dengan kerusakan buah. Adanya proses respirasi dan transpirasi menyebabkan buah dan sayur kehilangan air akibat berkurangnya karbon dalam proses respirasi. Tingkat kekerasan pada buah jambu berbeda-beda berdasarkan tingkat kemasakan buah tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kekerasan buah adalah adalah suhu, tempat penyimpanan, respirasi dan transpirasi. Perubahan fisik dan kimia yang terjadi pada proses pematangan buah dan sayuran meliputi turgor sel, karbohidrat, gula sederhana, protein, pigmen, dan senyawa lainnya seperti turunan fenol dan asam organik. Pada praktikum dilakukan pengeringan buah dengan tiga kali percobaan dengan lama penyimpanan buah ke nol, satu dan dua pada suhu 105 – 110°C selama 3 hari berturut-turut atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Kadar air basis basah hari ke 1 , hari ke-2 dan hari ke3 berbeda . Hal ini di pengaruhi oleh daya simpan bahan, air bebas dan air terikat, kadar air basis basah dan kering, aktivitas air, kelembaban mutlak dan kelembaban relatif, serta sifat fisik dari bahan.



V. KESIMPULAN DAN SARAN



A. Kesimpulan 1. Pengujian destruktif adalah pengujian yang dilakukan terhadap suatu material atau spesimen objek yang akan diujikan sampai material tersebut mengalami kerusakan. 2. fruit hardness tester digunakan untuk mengukur kelunakan pada suatu buah. Alat tersebut diletakan secara vertical tepat diatas bagian pangkal tengah dan ujung buah yang kemudian ditekan hingga mengenai permukaan kulit buah sampai tanda batas. Perubahan skala jarum setelah mengenai permukaan kulit dicatat dalam satun kg. 3. Hubungan antara waktu pengamatan dengan nilai kekerasan buah dipengaruhi oleh perubahan tekstur yang terjadi pada buah yaitu dari keras menjadi lunak sebagai akibat terjadinya proses kelayuan akibat respirasi dan transpirasi. B. Saran



Praktikum berjalan dengan lancar, sebaiknya praktikan lebih memperhatikan lagi dalam proses praktikum tersebut sehingga tidak ada kesalahan.



DAFTAR PUSTAKA



Afrazak Johansyah. Erma Prihastanti.dan Endang Kusdiyantini. 2014. Pengaruh Plastik Pengemas Low Density Polyethylene (LDPE), High Density Polyethylene (HDPE)DAN Polipropilen (PP)Terhadap Penundaan Kematangan Buah Tomat (Lycopersicon esculentum.Mill ). Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro. Semarang. Anonim. 2010. Air. Diakses tanggal WIB. http://id.wikipedia.org/wiki/Air



26



Juni



2017,



jam



19.50



AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Agricultural Analytical Chemists. Washington DC. Dalam penelitian “Sifat Fisik dan Kimia Buah Mangga (Mangifera Indica L.) Selama Penyimpanan dengan Berbagai Metode Pengemasan” oleh Merynda Indriyani Syafutri, dkk. Astuti. 2010. Petunjuk Praktikum Analisis Bahan Biologi. Yogyakarta : Jurdik Biologi FMIPA UNY Bayu.2016. Pengujian Destruktif dan Pengujian Non Destruktif. http://uji.co.id/pengujian-destruktif-dan-pengujian-non-destruktif/ diakses pada tanggal 26 Juni 2017 pukul 20.00 WIB. Brooker DB et al . 1974. Drying Cereal Grain. Connecticut: The AVI Publishing Company Inc. Wesport. Kader, A. A., 1992. Quality and Safety Factors : Definitions and evaluation for fresh horticultural crops. In Postharvest technology of horticultural crops edited by Adel A. Kader. Publication 3311 University of California, Division of Agriculture and Natural resources, p.:185-189. (Supartono et al., 2012). Kramer, A. dan B.A. Twigg. 1983. Fundamental of Quality Control for the Food Industry. The AVI Pub. Inc., Conn. USA. Kusumah dan Andarwulan. 1989. Prinsip Teknologi Pangan. Jakarta: Rajawali Press. Syarief, R. dan Halid Hariyadi., 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan, Arcan, Jakarta. Santoso, B. B. dan B. S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project.Smock, R. M. 1979.Controlled Atmosphered of Fruits. Di dalam J. Janick (ed.). Horticultural Reviews Vol. 1. The AVI Publishing Co. Inc.: Westport Santi Weliana1 , Eva Ramalia Sari2 , Jusuf Wahyudi3. 2014. Penggunaan Caco3 Untuk Mempertahankan Kualitas Tekstur Dan Sifat Organoleptik Pisang Ambon (Musa Acuminata) Selama Penyimpanan. Program Studi Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian UNIVED. Bengkulu.



Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT Rineka Cipta, Jakarta. Tabrani. 1997. Teknologi Hasil Perairan. Riau: Universitas Islam Riau Press Taib, G., G, Said dan S. Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian, PT Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta. Tim Asisten dan Dosen. 2017. Modul Praktikum Teknik Evaluasi Mutu Komoditas Pertanian. Prodi Teknik Pertanian Unsoed. Purwokerto Winarno,F.G, 1985. Kedelai Bahan Pangan Masa Depan. Pusbangtepa IPB, Bogor. Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama, Jakarta. Yulianingsih. 2008. Pengaruh Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Karakter Pektin Dari Ampas Jeruk Siam (Citrus nobilis L). J.Pascapanen 5(2) 2008: 37-44. Bogor.