LAPORAN Purifikasi PAPAIN [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PURIFIKASI BIOPRODUK Purifikasi Parsial Papapin dari Latex buah Carica Papaya sp.



KP B Kelompok 9 Nama : Nurul Fuad



(170116064)



Benedicta Ratih K



(170116054)



Asisten Dosen : Stefan Pratama Chandra



(170115024)



Ferensia Thesman



(170115044)



Dosen : Dr.rer.nat. Maria Goretti Marianti Purwanto Dr.rer.nat Sulistyo Emantoko D. P



PRODI BIOLOGI FAKULTAS TEKNOBIOLOGI UNIVERSITAS SURABAYA 2018



I.



TUJUAN 1. Menentukan pH optimum dari papain 2. Mengetahui pengendapan terbaik dari latex menggunakan ammonium sulfat 3. Mengetahui efek dari proses dialisis terhadap papain 4. Menentukan fraksi terbaik yang didapatkan dari Ion Exchange Chromatography. 5. Konfirmasi hasil band yang didapatkan pada SDS-PAGE



II.



DASAR TEORI 2.1 Enzim Enzim adalah sekelompok protein yang berperan sebagai pengkatalis



dalam



reaksi-reaksi



biologis.



Enzim



dapat



juga



didefenisikan sebagai biokatalisator yang dihasilkan oleh jaringan yang berfungsi meningkatkan laju reaksi dalam jaringan itu sendiri. Semua enzim yang diketahui hingga kini hampir seluruhnya adalah protein. Berat molekul enzim pun sangat beraneka ragam, meliputi rentang yang sangat luas (Suhtanry & Rubianty, 1985). Sebagai mana protein pada umumnya, molekul enzim juga mempunyai struktur tiga dimensi. Diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, hanya satu saja yang mendukung fungsi enzim sebagai biokatalisator, diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, diperlukan suhu dan pH yang sesuai. Apabila kedua faktor tersebut tidak terpenuhi, enzim akan kehilangan sifat dan kemampuannya (Sadikin, 2002). Secara dingkat, sifat-sifat enzim tersebut antara lain (Dwidjoseputro, 1992) : 1.



Berfungsi sebagi biokatalisator



2.



Merupakan suatu protein



3.



Bersifat khusus atau spesifik



4.



Merupakan suatu koloid



5.



Jumlah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak



6.



Tidak tahan panas



2



Faktor-faktor



yang dapat mempengaruhi fungsi enzim



diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) : 1. Suhu Reaksi kimia sangat dipengaruhi suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim dapat juga dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. 2. pH Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena terjadi denaturasi protein. 3. Konsentrasi enzim Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim itusendiri. Pada suatu konsentrasi pada substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Konsentrasi substrat hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi, walaupun konsenrasi substrat diperbesar. 4. Zat-zat penghambat Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan. Dalam banyak sistem akibat suhu tes reaksi enzim adalah mirip dengan suhu di alam, bahwa laju reaksi meningkat dengan kenaikan suhu dan akhirnya enzim kehilangan semua aktivitas jika protein menjadi rusak akibat panas. Banyak enzim yang berfungsi optimal pada rentan suhu antara 25-37oC. Akibat dari pH terhadap suatu reaksi enzim menjadi rumit oleh beberapa faktor yang dapat saling bersaing. Laju rekasi



3



berkurang di kedua sisi pH optimum untuk setiap kombinasi dari tiga alasan yang mungkin (Page, 1989).



2.2 Enzim papain Dalam praktikum ini, enzim yang dipurifikasi adalah enzim papain yang di ekstrak dari latex buah pepaya (Carica papaya). Enzim papain merupakan golongan enzim proteolitik/protease, dimana proteolitik termasuk dalam kelas utama enzim golongan hidrolase. Enzim hidrolase mengkatalisis reaksi - reaksi hidrolisis, yaitu reaksi yang melibatkan unsur air pada ikatan spesifik dari substrat atau bahan (Winarno 1987). Enzim proteolitik atau protease mempunyai dua pengertian, yaitu proteinase yang mengkatalisa hidrolisa molekul protein menjadi fragmen - fragmen yang lebih sederhana, dan peptidase yang menghidrolisa fragmen polipeptida menjadi asam amino. Klasifikasi proteolitik pada mulanya didasarkan pada enzim - enzim alamiah misalnya papain, fisin, dan bromelin yang berasal dari tumbuh - tumbuhan, tripsin dari pankreas, serta pepsin dan renin dari lambung (Yamamoto 1975). Papain merupakan enzim proteolitik hasil isolasi dari getah penyadapan buah pepaya (Carica papaya L.). Selain mengandung papain sebanyak 10 %, getah buah pepaya juga tersusun atas enzim kimopapain dan lisozim sebesar 45% dan 20% (Winarno 1987). Papain tersusun atas 212 residu asam amino yang membentuk sebuah rantai peptida tunggal dengan bobot molekul sebesar 23.000 g/mol. Rantai ikatan tersebut tersusun atas arginin, lisin, leusin dan glisin (Harrison et al. 1 997). Selain itu, Wong (1989) menjelaskan bahwa di dalam molekul papain juga terdapat sisi aktif yang terdiri atas gugus histidin dan sistein. Selama katalisis berlangsung, sisi aktif tersebut berfungsi sebagai ion zwitter (zwitter ion). Selain sistein dan histidin, pada molekul papain juga terdapat sebuah gugus sulfhidril bebas, sehingga papain dapat digolongkan ke dalam protease sulfhidril (Beveridge 1996).



4



Aktivitas katalisis papain dilakukan melalui hidrolisa yang berlangsung pada



sisi - sisi aktif papain. Pada proses tersebut,



berlangsung pemisahan gugus -gugus amida yang terdapat di dalam protein melalui pemutusan ikatan peptida (Wong 1989). Selama proses katalisis hidrolisa gugus- gugus amida, mulamula gugus sistein (Cys- 25) yang bersifat sangat reaktif berikatan dengan substrat pada sisi aktif papain sehingga dihasilkan ikatan kovalen substrat dengan enzim yang berbentuk tetrahedral. Kemudian, gugus histidin (His- 159) terprotonasi sehingga berikatan dengan nitrogen yang terdapat di dalam substrat. Akibatnya, gugus amin pada substrat terdifusi dan kedudukannya digantikan oleh molekul - molekul air yang pada akhirnya menghidrolisa hasil intermediat sehingga mengembalikan enzim ke dalam bentuk dan fungsinya seperti semula (Beveridge 1996). Oleh karena itu, berdasarkan mekanisme pengikatan enzim terhadap substrat, proses hidrolisa tersusun atas dua tahap reaksi. Reaksi pertama adalah reaksi asilasi untuk membentuk ikatan kompleks enzim substrat, sedangkan reaksi kedua adalah reaksi deasilasi yang ditandai dengan hidrolisa ikatan kompleks enzim substrat menjadi produk dan enzim (Wong 1989). Aktivitas enzim papain cukup spesifik karena papain hanya dapat mengkatalisis proses hidrolisa dengan baik pada kondisi pH serta suhu dalam kisaran waktu tertentu. Papain biasanya aktif pada nilai pH antara 5,0 hingga 8,0 dengan titik isoelektrik 8,75 dan suhu 50oC hingga 60oC. Keaktifan papain berkurang hingga 20 % apabila dipanaskan pada suhu 75oC selama 30 menit dan 50 % pada pemanasan menggunakan suhu 76oC hingga 85oC selama 56 menit pada pH 7,0. Aktivitas papain masih dapat dipertahankan apabila enzim tersebut distabilkan dalam bentuk kristal melalui penambahan senyawa EDTA, sistein dan dimerkaptopropanol dengan kondisi penyimpanan pada suhu 5oC selama 6 hingga 12 bulan (EDC 1999). Mengingat fungsinya sebagai enzim proteolitik, maka hingga saat ini papain dapat digunakan untuk menghasilkan beberapa produk.



5



Pada industri makanan papain digunakan di dalam produksi pengempuk daging, konsentrat protein dan hidrolisat protein. Papain juga dapat digunakan untuk menurunkan viskositas bahan. Di bidang kesehatan, papain dimanfaatkan untuk mencegah deformasi luka pada kornea mata dan pembersih lensa mata (Leipner&Saller, 2000).Selain itu, papain berfungsi dalam industri keju, membuang sisa- sisa serat dari kain pada industri detergen serta bahan aktif dalam pembuatan krim pembersih kulit (Muhidin, 1999).



2.3 Presipitasi Presipitasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mempurifikasi atau memurnikan suatu larutan termasuk larutan biologis seperti protein, antibiotik, dan lain-lain dengan mudah. Presipitasi terdiri dari tiga jenis, yaitu presipitasi tanpa solvent atau pelarut, presipitasi menggunakan garam, dan presipitasi menggunakan temperatur. Pemurnian enzim papain dapat menggunakan metode presipitasi menggunakan garam karena lebih mudah, murah, efektif, dan tidak menyebabkan terjadinya denaturasi protein (Belter dkk, 1988). Ketika sebuah kompleks protein-polielektrolit secara khusus dibentuk dengan salah satu protein dalam ekstrak kasar diikuti oleh pemisahan fase, proses dapat digunakan sebagai cara untuk mengisolasi dan memurnikan protein target. Berbagai polielektrolit sintetis dan alami dapat berinteraksi dengan protein globular untuk membentuk stabil



protein-polielektrolit



kompleks



yang



menghasilkan/



pembentukan larut atau tidak larut kompleks. Kompleks tidak larut dapat dengan mudah dipisahkan dengan sederhana dekantasi. Dalam praktikum kali ini metode yang digunakan garam, dimana garam yang digunakan adalah ammonium sulfate ((NH4)2SO4). Garam amonium sulfat sering digunakan untuk salting out protein enzim. karena kelarutannya sangat tinggi, tidak beracun untuk kebanyakan enzim, murah dan pada beberapa kasus memberikan efek menstabilkan enzim (Dixon and Webb, 1979 dalam Fox, 1991). Prinsipnya



6



ammonium sulfat berikatan dengan protein/enzim membentuk sebuah kompleks dan pada titik kejenuhan tertentu kompleks yang terbentuk akan mulai mendendap di dasar. Proses pengendapan protein dilakukan dalam beberapa tahapan yang berkesinambungan (fraksinasi), sehingga didapat konsentrasi garam amonium sulfat ((NH4)2SO4) pada larutan sebanyak 50%, 60%, 70% dan 80%. Seperti telah diuraikan sebelumnya, metode presipitasi amonium sulfat adalah metode presipitasi protein yang paling sering digunakan. Hal ini disebabkan karena garam amonium sulfat sebagai reagen utamanya memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh agen pengendap lainnya. Keunggulan-keunggulan tersebut adalah sebagai berikut: • Pada keadaan jenuh, molaritasnya tinggi sehingga banyak protein dapat terpresipitasi. • Densitasnya hanya 1,235 gr/cm3 sehingga cocok untuk proses sentrifugasi presipitat. • Panas yang dihasilkan dari proses pelarutannya rendah sehingga dapat diabaikan dan tidak mendenaturasi protein yang termosensitif. • Dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme sehingga mengurangi resiko kontaminan dengan signifikan.



2.4 Pengukuran aktifitas enzim dengan cassein assay Aktivitas enzim dapat ditentukan dengan metode Casein Assay yang dilakukan dengan cara 400µl larutan kasein direaksikan dengan 200µl larutan ekstrak kasar alkalin protease serta ditambahkan 700µl larutan buffer pH optimum 0,01 M. Campuran kemudian diinkubasi pada suhu optimum selama 30 menit. Sesudah inkubasi, reaksi dihentikan dengan menambahkan TCA 1,2 M 21 sebanyak 500µl. Kemudian larutan tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama



10



menit.



Supernatan



diambil



dan



diukur



dengan



7



spektrofotometer dengan menggunakan kuvet kuarsa pada panjang gelombang 275 nm (Bergmeyer & Grassl, 1983). Metode casein assay menggunakan kasein sebagai substrat. Kasein dibuat dengan cara kasein ditimbang sebanyak 1 gram dan dilarutkan dalam 20 ml Tris-HCl 0,01 M yang di dalamnya mengandung CaCl2 10 mM, ditambahkan 6 ml NaOH 0,2 M lalu diaduk sampai larut kemudian



dilakukan



penyesuaian



pH sampai menjadi 8, lalu



volumenya dinaikkan hingga 100 ml dengan buffer Tris-HCl 0,01 M. Blanko memiliki komposisi sama seperti sebelumnya, namun ekstrak enzim alkalin protease ditambahkan sesudah tahap inkubasi bersamasama dengan TCA, kemudian diukur pada panjang gelombang yang sama dengan menggunakan kuvet kuarsa. Berikut ini adalah formula untuk menghitung nilai aktivitas enzim (Culter, 2004): 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑟𝑜𝑠𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑙 𝑥 𝑉 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑗𝑖



Aktivitas per ml = 𝑀𝑟 𝑡𝑖𝑟𝑜𝑠𝑖𝑛 𝑥 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑖𝑛𝑘𝑢𝑏𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝑉 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑛𝑧𝑖𝑚 Keterangan : Aktivitas



= µmol produk tirosin per ml yang terbentuk tiap 1 menit (U/ml)



V larutan uji



= Volume larutan uji sebanyak 1,8 ml (ml)



Mr tirosin



= Berat molekul tirosin (181,2 g/mol)



V ekstrak enzim = Volume ekstrak alkalin protease sebanyak 0,2 ml (ml) Aktivitas total



= Aktivitas per ml x volume sampel



Aktivitas spesifik (U/mg) =



𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑙 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙



Yield (%)



= 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%



Purification Factor



= 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙



𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘



2.5 Pengukuran konsentrasi protein Konsentrasi sebuah protein juga merupakan salah satu faktor yang vital dalam menjalankan aktivitas biologisnya. Sehingga penting untuk mengetahui secara pasti konsentrasi sebuah protein agar dapat ditentukan derajat ekspresi dan aktivitas biologisnya. Metode 8



kuantitatif untuk mengukur konsentrasi sebuah protein dalam sebuah sampel banyak dan beragam (Walsh, 2014). Kebanyakan



dari



metode



ini



melibatkan



teknik



spektrofotometri, yaitu teknik untuk menentukan konsentrasi suatu sampel dengan mengukur absorbansi atau serapan sampel pada panjang gelombang tertentu menggunakan spektrofotometer. Absorbansi kemudian akan dikorelasikan dengan konsentrasi sampel menggunakan kurva standar, untuk mengetahui berapakah nilai absorbansi suatu sampel dengan konsentrasi tertentu. Dalam hal ini, metode yang digunakan adalah metode Bradford. Metode Bradford adalah analisa protein kuantitatif yang menggunakan pewarna Comassie Brilliant Blue yang pengikatannya dengan protein bergantung pada pH dan menunjukkan absorbansi maksimum pada 595 nm. Metode ini sensitif mengukur protein secara akurat, stabil dalam setidaknya 1 jam, cepat dan mudah dalam rentang konsentrasi protein 150-750 μg/ml. Tetapi metode ini dapat mengalami interferensi (gangguan) oleh deterjen seperti SDS (Sodium Deodexyl Sulfate), yang merupakan denaturan bermuatan negatif yang merusak konformasi protein dan pH basa (Walsh, 2014). Coomassie Brilliant Blue sendiri adalah pewarna trifenilmetana yang memiliki tiga atom N yang memberi muatan positif dan dua gugus sulfonat yang selalu bermuatan negatif. Pada pH 1 akibat asam fosfat, 1 atom N akan terisi melepas H+ sehingga muatan total menjadi sekitar 0 dan menimbulkan warna merah kehijauan/ coklat. pH basa (pKa3=12) dengan muatan total negatif (-2) malah memunculkan warna merah muda. Mekanisme kerja dari reagen Bradford adalah dengan menggunakan pewarna Comassie Brillian Blue. Pewarna yang mulamula berwarna coklat (memiliki muatan total positif hingga 0) ini dapat berikatan dengan protein dalam kondisi asam. Comassie berikatan dengan protein terutama dengan ikatan vanderwall (interaksi hidrofobik) Comassie juga menstabilisasi ikatannya dengan protein melalui residu arginin dengan gugus sulfonat. Comassie yang



9



membentuk kompleks dengan protein akan menstabilkan bentuk anion dan memunculkan warna biru karena serapan maksimalnya bergeser pada panjang gelombang 595nm (Kruger, 2009). Perlu diperhatikan faktor pH disini karena muatan sangat mempengaruhi warna dari comassie. Pada pH asam, comassie bermuatan positif dan akan berwarna merah kecoklatan. Pada muatan net=0, coumassie akan berwarna hijau. Jika pH lingkungan sudah basa, kemungkinan besar coumassie tidak akan bermuatan positif (atom N melepas H+), dan saat berkompleks dengan protein, muatan bersihnya menjadi sangat negatif (dari gugus sulfonat) dan justru memunculkan warna merah muda. Perlu diperhatikan juga, intensitas warna yang diberikan juga akan berbeda pada setiap protein mengingat sekuens asam amino bermuatan positif dan aromatis tiap protein juga berbedabeda. Oleh sebab itu, sampel protein yang diukur biasanya harus sama dengan protein standar. Tujuan pengaturan pH disini juga adalah mengatur pH agar menjadi sekitar 1, wilayah dibawah isoelektrik BSA (Bovine Serum Albumin) yang mengakibatkan BSA bermuatan positif/ basa. Protein yang bermuatan positif ini mempermudah pengikatan Coomassie yang bermuatan agak netral dengan protein melalui ikatan elektrostatis dengan gugus sulfonat. Kondisi pH tersebut juga ditujukan untuk mengurangi kadar CBBG yang berwarna hijau sehingga mengganggu nilai absorbansi. Solusi lain biasanya adalah dengan melakukan analisa spektrofotometri baik pada lambda 595nm, maupun 450nm kemudian dirasiokan untuk mencari konsentrasi CBBG yang tepat. Hal ini bertujuan agar CBBG bebas tidak berlebih, ataupun kehabisan CBBG bebas. Oleh karena interaksi awal yang dibentuk adalah interaksi hidrofobik (mengingat ketidakpolaran CBBG dari karbon aromatik), biasanya CBBG tetap sulit berikatan dengan arginin bebas. Protein dengan berat molekul 3KDa dianjurkan digunakan sebagai sampel protein dalam metode ini (Kruger, 2009). Sedangkan metode spektrofotometri lain yang digunakan untuk penentuan konsentrasi protein adalah pengukuran langsung dengan



10



mengacu pada absorbansi tirosin pada protein papain, kemudian dikaitkan dengan konsentrasi papain. Metode ini termasuk metode cepat dalam kuantifikasi protein yakni hanya tinggal melihat absorbansinya pada lambda maksimum tirosin (275nm). Namun metode ini memiliki banyak kelemahan, yakni ada beberapa asam amino lain yang juga memberikan absorbansi UV, seperti triptofan, ataupun molekul pengganggu lainnya seperti DNA yang juga memberikan lambda maksimum pada 280nm. Begitu juga, protein sampel adalah campuran protein sistein protease dari latex papaya yang tentu memiliki sekuens asam amino yang berbeda dengan protein standar ataupun antar 1 protein dengan yang lain, yang juga menyebabkan adanya perbedaan koefisien ekstinksi, dan tentu absorbansi yang diberikan. (Edelhoch, 1967). 2.6 Dialisis Dialisis merupakan metode yang umumnya digunakan untuk meningkatkan kemurnian suatu molekul dalam tahap purifikasi. Dialisis adalah proses perpindahan molekul terlarut dari suatu campuran larutan yang terjadi akibat difusi pada membran semipermeabel. Molekul terlarut yang berukuran lebih kecil dari pori-pori membran akan keluar, sedangkan molekul lainnya yang lebih besar akan tertahan di dalam selubung membran. Pemisahan ini perlu dilakukan agar garam-garam anorganik tidak mengganggu tahap pemurnian enzim selanjutnya.



Gambar 2.1 Mekanisme Proses Dialisis. (a) Sampel diisi ke dalam tabung membran dialisis. (b) Agitasi selama proses dialisis berlangsung. (c) Hasil dialisis. Sumber: Scopes (1994) 11



Dialisis dapat dilakukan dengan menggunakan tabung selofan yang memiliki ukuran pori-pori lebih kecil dari ukuran protein sehingga protein tidak dapat keluar dari tabung selofan. Pemanfaatan tabung selofan memiliki beberapa keuntungan antara lain mudah digunakan, harganya relatif murah dan mudah diperoleh. Laju difusi ditentukan oleh beberapa kondisi antara lain yaitu konsentrasi molekul pelarut yang akan keluar dari membran dialisis, luas permukaan membran dialisis, dan volume pelarut yang digunakan. Buffer digunakan saat dialisis untuk melarutkan senyawa non protein, selain itu buffer berfungsi menjaga kestabilan pH enzim, karena perubahan pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim dan pH yang ekstrim dapat merusak enzim. Efektivitas buffer dipengaruhi oleh konsentrasi dan bahan penyusun buffer. Tabung dialisis memiliki pori berukuran tertentu, sehingga molekul berukuran kecil akan dapat melalui pori sedangkan molekul berukuran besar tidak dapat melewatinya (Scopes, 1994). Molekul berukuran kecil biasanya merupakan pengotor seperti sisa garam, sedangkan molekul berukuran besar yang dimaksud ialah protein. Proses pemilihan pori pada tabung dialisis tergantung dari nilai Molecular Weight Cut Off (MWCO). Nilai MWCO dapat didefinisikan sebagai nilai relatif terhadap berat molekul larutan yang didialisis yang menentukan keluar masuknya molekul dalam tabung dialisis. Semakin rendah berat molekul, maka akan semakin banyak molekul yang dapat keluar masuk tabung dialisis sehingga dapat terjadi kontaminasi. Semakin tinggi berat molekul, semakin kecil molekul yang dapat melewati membran dialisis sehingga proses dialisis kurang maksimal dalam menghilangkan garam (Scopes, 1994). Fenomena tersebut didasari oleh prinsip osmosis. Laju osmosis pada dialisis juga ditentukan oleh beberapa kondisi antara lain konsentrasi molekul pelarut yang akan keluar dari kantung dialisis, dimana konsentrasi molekul terlarut di lingkungan lebih kecil dibandingkan dengan yang ada di dalam kantung dialisis, maka laju difusi akan



12



semakin cepat. Luas permukaan membran dialisis juga mempengaruhi laju osmosis, dimana semakin luas permukaan membran yang digunakan, maka laju difusi akan semakin cepat. Selain itu, apabila rasio luas permukaan membran dengan volume pelarut besar, maka laju difusi akan berlangsung dengan cepat karena molekul terlarut dapat berdifusi dalam jarak yang dekat.



2.7 Kromatografi Kromatografi digunakan untuk memisahkan enzim papain dengan pengotornya menggunakan beberapa sifatnya, dalam praktikum ini digunkanan sifat pemisahan berdasarkan muatannya yaitu Ion Exchange Chromatograpy (IEC). Kromatografi pertukaran ion atau Ion-Exchange Chromatography (IEC) memiliki dasar interaksi ionik atau elektrostatik antara ion dan analit polar, dimana ion berada pada eluen dan gugus fungsinya akan terikat dengan kolom kromatografi. Ion analit yang dapat menempel pada kolom dikarenakan adanya kompetisi ikatan ionik, sedangkan ion yang tidak dapat menempel dikarenakan muatan ion sama dengan ion yang berada pada resin atau kolom kromatografi (Bhattacharyya & Rohrer, 2012). Kromatografi IEC merupakan teknik adsorpsi yang banyak digunakan untuk memisahkan komponen biologi berupa peptida, protein, asam nukleat, dan biopolimer yang memiliki muatan tertentu dengan ukuran dan sifat molekul yang berbeda (Okada, 1998). Prinsipnya adalah pembentukan ikatan ionik antara gugus ionik biomolekul dan ion yang berada pada kolom yang memiliki muatan ion yang berbeda sehingga terjadi gaya saling menarik yang akhirnya membentuk suatu ikatan. Masing-masing biomolekul akan menunjukkan tingkat interaksi yang berbeda dengan media kromatografinya tergantung dari muatan yang dimiliki (Grodzki & Berenstein, 2010).



13



Gambar 2.2 Mekanisme Kerja Pertukaran ion Pada Kolom IEC Sumber: Scopes (1994) Grup yang memiliki muatan positif akan berinteraksi dengan ion yang memiliki muatan yang berbeda yaitu muatan negatif, grup ini disebut sebagai anion exchanger. Sedangkan grup yang memiliki muatan negatif akan berinteraksi dengan ion yang memiliki muatan berbeda yaitu muatan positif, grup ini disebut sebagai cation exchanger. Mula-mula grup ion exchanger disiapkan pada fase diam berdasarkan karakteristik pH dan kekuatan ioniknya. Selanjutnya sampel diinjeksikan dan solut-solut bermuatan akan terikat pada ion exchanger yang memiliki muatan berlawanan dengan analit. Solut yang tidak terikat dengan ion exchanger akan terelusi keluar dengan menggunakan buffer elusi. Berikutnya adalah solut bermuatan tadi akan dielusi keluar dari kolom melalui perubahan kondisi elusi yang tidak cocok untuk terjadinya ikatan ionik.



2.8 Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS PAGE) Elektroforesis merupakan teknik pemisahan fraksi zat berdasarkan migrasi partikel bermuatan di bawah pengaruh medan listrik karena adanya perbedaan ukuran, bentuk, muatan, dan sifat kimia molekul. Teknik ini dapat digunakan untuk menentukan bobot molekul protein, 14



tingkat kemurnian, kerusakan protein, menetapkan titik isoelektrik protein, dan memisahkan partikel molekular yang berbeda-beda secara kuantitatif dan kualitatif. Secara umum metode yang banyak digunakan untuk menentukan bobot molekul enzim yaitu Sodium Deodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). Metode ini sering digunakan untuk menentukan berat molekul suatu protein disamping untuk memonitor pemurnian protein (Wilson & Walker, 2000). SDS-PAGE dilakukan terhadap protein tak larut dengan kekuatan ion rendah dan dapat menentukan apakah suatu protein termasuk monomerik atau oligomerik, menetapkan berat molekul dan jumlah rantai polipeptida sebagai subunit atau monomer. Penggunaan SDS-PAGE bertujuan untuk memberikan muatan negatif pada protein yang akan dianalisa. Protein yang terdenaturasi sempurna akan mengikat SDS dalam jumlah yang setara dengan berat molekul protein tersebut (Dunn, 1989). Denaturasi protein dilakukan dengan mendidihkan sampel yang telah diberi loading buffer yang mengandung β-merkaptoetanol yang berfungsi untuk mereduksi ikatan disulfida, gliserol dan SDS (Wilson & Walker, 2000). Dalam loading buffer juga terkandung pewarna protein berupa bromofenol biru yang dapat terionisasi. Fungsi pewarna adalah untuk membantu memonitor jalannya elektroforesis. Muatan asli protein akan digantikan oleh muatan negatif dari anion yang terikat sehingga kompleks protein-SDS memiliki rasio muatan per berat molekul yang konstan (Hames & Hooper, 2000). Berat molekul protein dapat diketahui dengan membandingkan Rf protein dengan protein standar yang berat molekulnya telah diketahui (Wilson & Walker, 2000). Keuntungan menggunakan metode SDS-PAGE yaitu memiliki kapasitas pemisahan yang tinggi, waktu analisis yang cepat, dan dapat mendeteksi semua protein pada sampel. Kekurangan metode SDSPAGE yaitu tidak dapat memperlihatkan daya katalitik enzim dan tidak dapat membedakan protein kontaminan dari kelas yang sama. Kondisi-



15



kondisi tertentu seperti persentase poliakrilamida, rasio cross-linking, ketebalan gel, dan lain-lain ditentukan sendiri oleh konsumen yang akan menentukan resolusi pemisahannya yang umumnya bervariasi antara 10-100 kDa. Penentuan berat molekul dari protein sampel akan membandingkan pita pada sampel dengan pita pada molecular weight marker protein (Westermeier, 2001).



III.



ALAT DAN BAHAN Alat :



18. Timbangan analitik



1. Spektrofotometer



19. Magnetic bar



2. Sentirfuge



20. Sendok sungu



3. Mikro Sentrifuge



21. Sendok pengaduk



4. Waterbath



22. Alumuniun foil



5. Kotak



sterofoam



(ice



bath)



23. Ice crusher 24. Votex



6. Kuvet kuarsa



25. Botol vial 10ml



7. Kuvet plastik



26. Botol bening 50ml



8. Tabung falcon



27. Sticker label



9. Tabung mikro



28. Shacker



10. Tip 1ml, 0,1ml, 0,01ml



29. Kotak + tutup



11. Mikro pipet 1000 µl-100



30. Lemari asam



µl, 100 µl-10 µl, 10 µl-0,5 µl



31. BIO-RAD



mini-



PROTEAN System



12. Tabung reaksi



32. Benang jahit



13. Rak tabung reaksi



33. Kolom Kromatografi



14. pH meter



34. Statif



15. Gelas ukur 500ml, 250ml,



35. Klem



100ml, 50ml



36. Jepitan kayu



16. Gelas ukur 50ml, 10ml



37. Catu Daya



17. Stirer



38. Pipet tetes



16



Bahan : 1. Latex pepaya



15. Aquades



2. Ammonium sulfat



16. 0,2M Asam Asetat



3. Buffer Fosfat pH 5, 6, 7, 8



17. Kasein



4. Reagen



18. Tabung Selofan



Bradford:



coomasie brilliant blue G-



19. Resin Biorex



250, etanol 95% (v/v),



20. Loading buffer



asam fosfat 85% (w/v)



21. Tris-HCL pH 6,8 & pH



5. Ice



8,8



6. Tirosin



22. Akrilamid



7. BSA



23. ddH2O



8. 0,01M Tris HCL



24. SDS 10%



9. 10mM CaCl2



25. APS 10%



10. 1,2M Asam Tri Kloro



26. TEMED



Asetat



27. NaCl 0,5M



11. 0,2M NaOH



28. NaHCO3 10mM



12. Coomassie Brilliant Blue



29. Marker Gangnam



G-250



30. BaCl2



13. 1mM EDTA pH 8



31. Larutan Staining



14. Buffer phospat 0,01M pH



32. Larutan destaining



8, pH 7



IV.



MSDS (Material Safety Data Sheet) 5.1. Comasie brilliant blue (C47H49N3O7S2.Na) Penampakan : kristal biru tua Bau



: tak berbau



Berat molekul : 854,04 gr/mol Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak



17



pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit. Pembakaran dapat memproduksi karbon monoksida, karbon dioksida, sulfur doksida, dan nitrogen dioksida. 5.2. Asam fosfat (H3PO4) Penampakan : cairan tak berwarna, bening Bau



: tak berbau



pH



: 1,5



titik didih



: 158 C



titik leleh



: 21 C



densitas uap



: 3,4



Berat molekul : 98 gr/mol Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



5.3. Amonium Sulfat (NH4)2SO4 MR



: 132,14 g/mol



Kenampakan : Granul atau kristal putih Massa Jenis



: 1,77 g/cm³ pada 50°C (122°F)



Titik Lebur



: 235-280 °C, 508-553 K, 455-536 °F (decomposes)



Kelarutan dalam air 70,6 g/100 mL (0 °C) dan 103,8 g/100 mL (100 °C) Critical relative humidity 79,2% pada 30 °C 5.4. Trikloroasetat (C2HCl3O2) Berat Molekul : 163,4 g/mol Bentuk



: Serbuk putih



Kelarutan



: Larut dalam air



Densitas



: 1,63 g/cm3



Titik leleh



: 570C



18



Bahaya



: Sifat korosif dan bahaya bagi lingkungan



5.5. Kasein Kenampakan : Padatan krem Titik leleh



: 536oC



Bahaya



:-



Penyimpanan : Simpan di tempat yang sejuk dan berventilasi. Jauhkan dari panas dan agen-agen pengoksidasi. 5.6. Aquades Berat molekul : 18.02 g/mole Kenampakan : cairan Tidak berwarna Bau



: tidak berbau



Titik didih



: 100oC



Bahaya



: (tidak berbahaya bagi keselamatan).



5.7. Ekstrak kasar enzim protease Kenampakan : Cairan bening Penyimpanan : Simpan di tempat sejuk. Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan saluran pencernaan



5.8. Barium Chloride (BaCl2) Berat Molekul : 208,23 g/mol Bentuk



: Serbuk putih



Kelarutan



: Larut dalam air



Densitas



: 3,856 g/cm3



Titik leleh



: +962oC



Bahaya



: Dapat menyebabkan iritasi bila terkena mata, terhirup, kontak dengan kulit, atau tertelan.



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



19



5.9. Etanol 95% (C2H5OH) Penampakan



: cairan tak berwarna, bening



Bau



: berbau alkohol



Berat molekul



: 46,07 gr/mol



Titik didih



: 78,5 C



Densitas uap



: 1,59



Kelarutan dalam air



: larut



Titik leleh



: -114,1 C



Bahaya



: Dapat menyebabkan iritasi bila terkena mata, terhirup, kontak dengan kulit, atau tertelan.



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, jangan menginduksi pemuntahan.



5.10.



Tris HCl



Rumus Molekul : CCl3COOH Massa Molar



: 163.4 g/mol



Bentuk



: Padatan putih



Densitas



: 1.63 g/cm³, solid



Titik leleh



: 57 °C



Titik didih



: 196 °C



Kelarutan



: larut dalam air



Keasaman (pKa) : 0.77 5.11.



NaOH dalam H2O



Berat Molekul : 40,00 g/mol Kenampakan : Larutan bening, jernih Bau



: Tidak berbau



Titik lebur



: Untuk larutan 10% = -10oC; untuk larutan 30% = 1oC



Titik didih



: Untuk larutan 10% = 105oC; untuk larutan 30% =



115oC Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pencernaan dan saluran pernapasan.



20



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah.



5.12.



Asam asetat (CH3COOH)



Penampakan : Cairan tidak berwarna Titik lebur



: 16,6 0C



Bau



: Berbau seperti cuka



Titik didih



: 118 0C



Berat



: 60,05 g/mol



Bahaya



: Berbahaya, korosif, beracun



Pertolongan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, segera muntahkan. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



5.13.



Kalsium klorida (CaCl2)



Berat molekul : 110,99 g/mol Titik didih



: 1,670 0C



Kenampakan : padatan putih Titik lebur



: 772 0C



Kelarutan



: Mudah larut dalam air dingin, air panas, dan alkohol.



Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata dan kulit



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



14. EDTA Berat molekul : 416,23 g/mol Kenampakan : Kristal putih Titik lebur



: 245-2730C



Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata dan kulit



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak



21



pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit. 15. Trichloroacetic acid (TCA) Berat molekul : 163.39 g/mol Kenampakan : kristal/serbuk putih Titik lebur



: 57.5°C



Bahaya



: meyebabkan iritasi pada mata dan kulit, dan apda kasus parah korosif terhadap mata



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit. Dan jika parah bawa segera ke rumah sakit/tenaga kesehatan



16. Bovine Serum Albumin (BSA) Berat molekul : Kenampakan : cairan Titik lebur



:-



Bahaya



: meyebabkan iritasi pada mata dan kulit



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



17. Tirosin Berat molekul : 181.19 g/mole Kenampakan : kristal bubuk berwarna putih Titik lebur



: 344°C



Bahaya



: meyebabkan iritasi pada mata dan kulit



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



22



18. Akrilamid Kenampakan



: Kristal putih



Berat molekul



: 71,08 g/mol



Titik leleh



: 84,5 0C



Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



19. SDS (C12H25OSO3Na) Kenampakan



: cairan bening



Berat molekul



: 288,38 g/mol



Kelarutan



: larut dalam air



Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



20. TEMED Kenampakan



: cairan bening



Berat molekul



: 116,21 g/mol



Titik leleh



: -55 0C



Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



23



21. Resin Biorex Kenampakan : Padatan putih pH



: 5-14



Bentuk Na+



: 0,5 meq/ml



Bentuk H+



: 2,4 meq/ml



Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



22. ddH2O Kenampakan : Cairan Bening Berat Molekul : Bahaya



: tidak ada



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup.



(jika tidak



Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak



yakin)



pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



23. Natrium bikarbonat Rumus Molekul : NaHCO3 Nama IUPAC



: sodium hidrogen karbonat



Berat Molekul



: 84,007 g/mol



Bentuk



: Serbuk putih



Kelarutan



: Larut dalam air



Densitas



: 2,159 g/cm3



Titik leleh



: +500C



Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin.



24



Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit. 24. Ammonium persulfate ((NH4)2S2O8) Kenampakan



: padatan putih



Berat molekul



: 228,2 g.mol



Titik leleh



: 120 0C



Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



25. Sodium Chloride (NaCl) Berat Molekul : 58.44 g mol-1 Bentuk



: Serbuk putih



Kelarutan



: Larut dalam air



Densitas



: 2,15965 g/cm3



Titik leleh



: 801 °C, 1074 K, 1474 °F



Bahaya



: Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan



Penanganan



: Segera bawa ke ruangan berudara segar jika terhirup. Jika tertelan, minum air sebanyak mungkin. Jika kontak pada mata dan kulit, cuci di bawah air mengalir kurang lebih 15 menit.



25



V.



CARA KERJA 5.1. Reagen yang dibuat NO



Jenis Reagen/Larutan



Volume yang Dibuat 100 mL



1



0,01 M Tris HCl pH 8 mengandung 10 mM CaCl2



2



1,2 M Asam tri kloro asetat



1050 mL



3



Substrat kasein



600 mL



4



Reagen Bradford



3.300mL



5



Larutan pencuci tabung dialysis



600 mL



6



Larutan penyimpan tabung dialisis EDTA 1 mM pH 8



100 mL



7



Buffer fosfat 0,01 M untuk dialisis (pH 6)



1L



8



Buffer fosfat 0,01 M untuk dialisis (pH 7)



5L



9



Buffer fosfat 0,01 M untuk dialisis (pH 8)



1L



10



0,2 M NaOH



10 mL



11



0,2 M Asam asetat



10 mL



12



Buffer fosfat 0,1 M untuk uji aktivitas (pH 6)



2,5 L



13



Buffer fosfat 0,1 M untuk uji aktivitas (pH 7)



3L



14



Buffer fosfat 0,1 M untuk uji aktivitas (pH 8)



2,5 L



15



Larutan A



200ml



16



Larutan B



750ml



17



Larutan APS 10



1050 μL



Keterangan: reagen yang bewarna kuning disiapkan pada saat akan digunakan dan dilakukan (Hari H), tidak boleh melalui penyimpanan.



26



5.2. Skema Kerja keseluruhan ekstrak kasar protease



10mL ekstrak kasar



50ml ekstrak kasar protease



Dikarakterisasi pH (6,7,8,dan



Dipresipitasis secara bertahap



9) aktivitas protease dan



dengan (NH4SO2) kejenuhan



ditentukan kadar proteinnya



50%, 60%, 70%, dan 80%. Uji Aktivitas enzim serta uji kadar protein



5ml Pengendapan terbaik Dilakukan Dialisis



Ekstrak Papain tanpa ammonium sulfat



Uji Aktivitas enzim



Pemurnian dengan Ion



serta uji kadar protein



Exchange Chromatography



Fraksi-fraksi hasil IEC



Uji Aktivitas enzim serta uji kadar protein enzim



3 Fraksi Terbaik



Dilakukan SDSPAGE



Konfirmasi hasil SDS-PAGE 27



5.3.Prosedur Umum 5.3.1 Preparasi Reagen a. Pembuatan Tris HCL 0,01 M pH 8 0,0735 g CaCl2 dilarutkan dalam 50 ml H2O. b. Pembuatan Tri Kloro Asetat 1,2 M 19,6 g asam tri kloro asetat dilarutkan dalam 100 ml H2O. c. Pembuatan Reagen Bradford 25 mg coomasie brilliant blue G-250 dilarutkan dalam 12,5 ml etanol 95%. Setelah itu ditambahkan 25 ml asam fosfat 85%. Lalu volume larutan digenapkan dengan akuades dalam labu ukur 250 ml, kemudian disaring. d. Pembuatan Kasein 1 g kasein dilarutkan dalam 20 ml 0,01 M Tris HCl pH 8, ditambahkan sekitar 6 ml NaOH 0,2 M diaduk perlahan hingga benar-benar larut. Kemudian pH diatur ke pH 8 dengan ditambahkan asam asetat 0,2 M dan dilarutkan dengan Tris HCl hingga 50 ml. Larutan disimpan disuhu 200C. e. Pembuatan Buffer fosfat 0,01M Sebanyak 17,164gram Na2HPO4 dan Na2H2PO4 sebanayak 6,9gram dilarutkan dengan aquades sampai 1L (pH 6), 5L (pH 7), 1L (pH 8), dan kemudian disesuaikan pHnya sampai dipH yang ditentuakan f. Pembuatan Larutan Pencuci Dialisis 10 mM NaHCO3 dilarutkan dalam 1 mM EDTA pH 8 volume ditambahkan sampai 600 mL g. Pembuatan Larutan penyimpan Tabung Dialisis Larutan penyimpan tabung dialisis EDTA 1 mM pH 8 h. Pembuatan Asam Asetat Mr = 60.05; 0.12 ml dalam 10 mL i. Pembuatan Buffer Fosfat 0,1M Sebanyak 17,164gram Na2HPO4 dan Na2H2PO4 sebanayak 6,9gram dilarutkan dengan aquades sampai 2,5L (pH 6), 3L 28



(pH 7), 2,5L (pH 8), dan kemudian disesuaikan pHnya sampai dipH yang ditentuakan j. Pembuatan NaOH 0,5M (larutan B) Mr = 40; 18,75gr NaOH dilarutkan dalam 750ml aquades k. Pembuatan NaOH 0,2M Mr = 40; 0.08gr dalam 10 mL Aquades l. Pembuatan APS 10% 105 mg APS dilarutkan dalam 1050 μL akuades



5.3.2 Cara Kerja Keseluruhan a. Ekstrak kasar di bagi menjadi 3 bagian, 10ml untuk pengujian aktivitas protein (cassein assay) dan berat protein (bradford), 50ml disiapkan untuk pengendapan dan sisanya untuk SDS-PAGE b. Ekstrak kasar papain di endapkan dengan ammonium sulfat, ammonium sulfat ditambahkan secara sedikit demi sedikit secara bertahap. Setiap prosedur dilakukan dalam penangas es, setelah selesai larutan endapan di diamkan dalam suhu 4oC selama semalaman c. Pellet hasil penegendapan lalu dilarutkan lagi dengan buffer pH optimal, dan di ukur aktivitas protein dan berat proteinnya. d. Pengendapan dengan nilai purification factor tertinggi akan digunakan untuk proses Dialysis e. Dilakukan dialysis dengan cara, tabung dialisis yang berisi larutan hasil penegendapan diredam dalam buffer pH optimal selama 1jam. Dan dilakukan pergantian buffer secara berulang sampai tidak ada endapan putih yang terbentuk ketika ditetesi BaCl2. f. Hasil



post-dialisis



merupakan



ekstrak



papain



tanpa



ammonium sulfat, kemudian di uji aktivitas dan kadar proteinnya



29



g. Kolom IEC disiapkan, dan dimasukkan loading buffer berupa kombinasi buffer fosfat dan NaCl 0,5M h. 2ml hasil post dialisis kemudian dimasukkan kedalam kolom, dan diberi loading buffer terus menerus, untuk mengetahui selesai apa belum, 20µl fraksi dari IEC di lakukan rapid test dengan pemberian reagen bradford, proses berhenti ketika didapatkan fraksi dengan hasil tak berwarna, setelah didapatkan fraksi yang mengandung protein dengan warna biru. i. Tiap fraksi hasil IEC dilakukan uji aktivitas dan berat protein j. 3 fraksi terbaik dengan nilai purification factor dan yield terbesar digunakan sebagai sampel SDS-PAGE k. Disiapkan gel SDS-PAGE dan peralatan SDS-PAGE l. Loading sampel 3 fraksi tebaik, larutan post-dialsisis, ektrak kasar, dan marker. m. SDS-Page kit di running dan setelah selesai dilakukan staining dan destaining n. Hasil band di SDS-PAGE dilakukan konfirmasi.



5.4.Prosedur Khusus Karakterisasi pH, Aktivitas Protein dan Berat Protein A. Uji casein assay (aktivitas protein) 1.



Sebanyak 0,4 mL substrat kasein ditambahkan 0,2 mL larutan ekstrak protease dan buffer 0,7 mL larutan buffer pH optimum.



2.



Campuran pada suhu 650 C selama 30 menit dan menghentikan reaksi dengan melakukan penambahan 1 mL larutan TCA 1,2 M.



3.



Sampel disentrifuse dengan kecepatan 6000 rpm selama 5 menit.



4.



Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 275 nm



30



NB : Blanko dibuat dengan perlakukan sama, kecuali larutan protease ditambahkan ke dalam substrat setelah penambahan TCA. B. Uji Bradford (berat protein) 1. Sebanyak 50 μL sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2,5 ml reagen bradford, divortex dan didiamkan selama 10 menit pada suhu kamar. 2. Diukur absobansinya pada panjang gelombang 595 nm dengan kuvet plastik 3. NB : Blanko diperlakukan sama di mana 50 μL sampel diganti dengan 50μL aquades/buffer.



Presipitasi enzim papain dengan amonium sulfat (kejenuhan 50% sampai 80%) 1.



Diambil 50 ml larutan ekstrak dari hasil sentrifugasi pada tahap isolasi enzim papain (dan hasil pengendapan sebelumnya, apabila akan dilanjutkan ke pengendapan dengan kejenuhan lebih tinggi). Sisa supernatan (± 10 ml) digunakan untuk karakterisasi pH.



2.



Dihitung jumlah amonium sulfat (gram) yang harus ditambahkan agar mencapai kejenuhan yang diinginkan dengan tabel kejenuhan amonium sulfat (terlampir) dan dihitung dengan rumus dibawah ini : gram amonium sulfat =



3.



Angka dari tabel x Volume supernatan 1000



Ditambahkan amonium sulfat yang telah ditentukan ke dalam ekstrak enzim secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit dengan pengadukan menggunakan hotplate stirer dan magnetic bar. Perlu diperhatikan proses ini dilakukan dalam perendaman dengan penangas es (suhu dibawah 4oC).



4.



Larutan ekstrak enzim disimpan dalam lemari es selama semalam atau lebih.



5.



Larutan ekstrak enzim disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 20 menit. 31



6.



Pellet dipisahkan dari supernatan. Supernatan digunakan untuk presipitasi tingkat kejenuhan berikutnya, sedangkan pellet digunakan untuk uji aktifitas dan kadar protein



7.



Pellet dilarutkan pada buffer pH optimum untuk dapat dilakukan analisa lebih lanjut.



Persiapan tahap preparasi / pencucian tabung dialisis 1. Didihkan 200ml larutan pencuci yang mengandung 10 mM NaHCO3 dan 1mM EDTA dalam beaker glass. 2.



Tabung dialsis yang sudah dipotong ±7𝑐𝑚 dimasukkan kedalam larutan mendidih tersebut dengan menggunakan pinset selama 30 menit



3.



Setelah 30 menit, tabung diambil dan dibilas aquades (selama proses menggunakan sarung tangan)



4.



Tabung dialysis kemudian direndam dilarutan penyimpanan.



Dialisis 1.



Hasil pengendapan terbaik dimasukkan dalam tabung dialisis yang sebelumnya sudah diikat salah satu ujungnya



2.



Setelah tabung terisi, maka ujung yang terbuka di ikat juga



3.



Tabung yang sudah berisi papain, direndam dalam larutan 0,1M buffer pH optimum sambil terus diaduk di suhu 4oC dan dilakukan pergantian buffer tiap 1 jam



4.



Sebelum di lakukan pergantian buffer, buffer hasil/bekas rendaman di tetesi BaCl2 terlebih dahulu untuk mengecek terbentuk tidaknya endapan putih, proses selesai jika endapan putih sudah tidak terbentuk lagi



5.



Larutan post-dyalissis yang ada di ukur volumenya dan lakukan uji aktivitas papain dan kadar proteinnya



Pembuatan kolom IEC 1. Ditimbang Resin Biorex sebanyak 2 gram.



32



2. Ditambahkan ± 30ml buffer fosfat 0,01 M pH 7, diaduk. 3. Resin diendapkan dan pH diukur. 4. pH diatur hingga 7 dengan ditambahkan buffer fosfat 0,01M pH 7. (buffer ditambahkan, dihomogenkan, dibiarkan resin mengendap sebelum pengukuran pH). 5. Setelah pH 7, resin diendapkan dan buffer yang ada dibuang. 6. Resin dicuci dengan buffer fosfat pH 7 2-4 kali hingga pH resin stabil. 7. Suspensi resin dimasukkan pada kolom. Didiamkan ±30 menit sampai resin ter-packing di dasar kolom dan permukaan resin datar.



Eluen IEC 1. Dibuat eluen dengan mengkombinasikan larutan A dan larutan B. 2. Larutan A berisi buffer fosfat 0,01M pH 7 3. Larutan B berisi buffer fosfat 0,01M pH 7 yang mengandung 0,5M NaCl Eluen ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11



Perbandingan volumen (ml) Larutan A Larutan B 2 0 1,8 0,2 1,6 0,4 1,4 0,6 1,2 0,8 1 1 0,8 1,2 0,6 1,4 0,4 1,6 0,2 1,8 0 2



Elusi IEC 1. Diatur laju alir kolom 1ml/menit. 2. Dimasukkan 2 ml sampel secara perlahan, saat sisa buffer ±0,2 cm di atas permukaan resin. Ketinggian cairan dijaga selalu ±0,2 0,5cm di atas permukaan resin. 33



3. Ditampung fraksi setiap 2 ml, dimulai dari fraksi 0 hingga fraksi 45. 4. Ditambahkan elusi dengan eluen 1 sebanyak 2 ml perlahan-lahan saat ketinggian cairan ±0,2 cm di atas permukaan resin. 5. Dan selanjutnya eluen ditambahkan saat ±0,5 cm di atas permukaan resin. 6. Kolom dicuci dengan larutan B 3-5ml setelah eluen ke-11 habis. Tetap menampung fraksi hingga fraksi ke-45.



Rapid Test fraksi 1. Sebanyak 25µl fraksi di teteskan pada kertas parafilm dan ditambahakan 1ml reagen bradford 2. Hasil positif mengandung bradford akan berwarna biru, sedangkan yang tidak mengandung protein akan kecoklatan/tidak berwarna



Pembuatan Separating gel 1. Stok akrilamid dimasukan sebanyak 3,125 ml. 2. Tris pH 8,8 1M dimasukan sebanyak 2,75 ml, lalu ditutup, dan digoyang perlahan. 3. Aquabidest dimasukan sebanyak 1,505 ml, ditutup, dan digoyang perlahan. 4. SDS 10% dimasukan sebanyak 75 μl, ditutup, dan digoyang perlahan. 5. TEMED dimasukan sebanyak 6,25 μl, ditutup, dan digoyang perlahan. 6. APS 10% dimasukan sebanyak 75 μl, ditutup, dan digoyang perlahan. 7. Campuran segera dipindahkan kedalam plate pembentuk gel dengan mikropipet 1 ml sampai batas yang ada (dijaga supaya tidak terbentuk gelembung udara).



34



8. Perlahan, akuades ditambahkan keatas larutan gel agar permukaan gel rata. 9. Gel kemudian dibiarkan sampai memadat



Pembuatan Stacking Gel 1. akrilamid 30% dimasukan sebanyak 0,45 ml. 2. Tris pH 6,8 1M dimasukan sebanyak 0,38 ml, lalu ditutup, dan digoyang perlahan. 3. Aquabidest dimasukan sebanyak 2,11 ml, ditutup, dan digoyang perlahan. 4. SDS 10% dimasukan sebanyak 30 μl, ditutup, dan digoyang perlahan. 5. TEMED dimasukan sebanyak 5 μl, ditutup, dan digoyang perlahan. 6. APS 10% dimasukan sebanyak 30 μl, ditutup, dan digoyang perlahan. 7. Campuran segera dipindahkan kedalam plate pembentuk gel yang sudah berisi separaing gel padat dengan mikropipet 1 ml sampai batas yang ada (dijaga supaya tidak terbentuk gelembung udara). 8. Di tambahan sisir pembentuk whale dibagian atas gel. 9. Gel dibiarkan memadat.



Memasukan sampel dan marker pada sumur gel dan running sampel 1. Plate yang sudah berisi gel dimasukan dalam chamber elektroforesis. 2. Running buffer dituang sampai bagian atas dan bawah gel terendam. 3. Bila terbentuk gelembung udara pada dasar gel atau diantara sumur sampel, perlu dihilangkan. 4. Protein sampel (3fraksi terbaik, post-dialissis, dan ekstrak kasar) dimasukan kesumur gel sebanyak 15 μl.



35



5. Marker dimasukan kesumur sebanyak 5 μl (digunakan marker GANGNAM). 6. Setelah semua sudah siap, perangkat elektroforesis dihubungkan dengan power supply dan diatur sesuai kebutuhan. 7. Setelah selesai, gel diambil dari plate dan di staining-destaining



Staining dan Destaining 1. Membuat larutan Staining 1 L yang terdiri dari Commassie Blue R-250 1 gram. Methanol 450 ml, Aquades 450 ml, dan Asam Asetat Glasial 100 ml. 2. Membuat larutan destaining 1 L yang terdiri dari Methanol 100 ml, Asam asetat glasial 100 ml, dan Aquades 800 ml. 3. Gel direndam dalam larutan staining secukupnya sambil digoyang ±15 menit. larutan staining dikembalikan pada wadahnya. 4. Gel dicuci beberapa kali lalu direndam dalam larutan destaining secukupnya sambil digoyang hingga band protein terlihat jelas. Jika diperlukan dapat dilakukan penggantian larutan destaining.



36



HASIL PERCOBAAN Percobaan diawali dengan penentuan pH optimum pada ekstrak kasar papain, penentuan dilakukan dengan uji aktivitas menggunakan metode cassein assay dan berat protein menggunakan bradford method. Dana didapatkan hasil pH optimum tertinggi 7 seperti di tabel 6.1. 0.00015



SPECIFIC ACTIVITY



VI.



0.0001 0.00005 0



5



6



7



8



pH 0.0001174 8.476E-05 0.0001344 5.078E-05 Gambar 6.1 Grafik Karakterisasi pH Latex buah Carica Papaya Selanjutnya dilakukan penegndapan, dan tiap pengendapan akan di uji pelletnya yang sudah di larutkan dengan pengujian aktivitas enzim dan berat protein untuk menentukan purification factor serta yield pada tiap pengendapan. Berdasarkan tabel 6.2 penegndapan 70% memiliki purification factor terbesar namun yield terbesar kedua.



Gambar 6.2 Grafik Yield dan Purificcation factor terhadap konsentrasi presipitasi



37



Selanjutnya dilakukan dialisis dan dibandingkan hasil sebelum (pengendapan 70%) dan setelah dialisis (post-dialisis) dan didapati yield semakin turun pada proses setelah dialisis (tabel 6.3)



BEFORE AND AFTER DIALYSIS 30



5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0



25 20 15 10 5 0



before dialysis



after dialysis



yield (%)



23.82484693



0.95693018



Purification factor



4.301337211



2.860913157



Gambar 6.3 Grafik Perbandingan sesudah dan sebelum proses dialisis Proses selanjutnya adalah IEC, tiap fraksinya dilakuakan pengujian aktivitas dan berat protein sehingga didapatkan 3 fraksi dengan nilai purification factor tertinggi di antara 45 fraksi yang didapatkan (tabel 6.4). dan 3 fraksi tersebut dipilih untuk dilakukan SDS-PAGE



38



Gambar 6.4 Grafik Perbandingan sesudah dan sebelum proses dialisis Selanjutnya adalah SDS-PAGE, pada pada pengenceran crude ekstrak (gambar 6.5) dengan beberapa pengenceran didapatkan semua band papain di 23KDa terlihat, namun juga terlihat band lain yang muncul pada pegenceran 2x baik pengenceran latex biasa maupun latex dengan kontaminan. L2



L1



L10



LC 100



M



LC 100



LC 10



LC 10



LC 2



LC 2



Gambar 6.5 Hasil SDS-PAGE Ekstrak Kasar Latex buah Carica Papaya



39



Pada gambar 6.6, telihat band pada 23KDa muncul pada dialisis, fraksi 25 dan 27 yang menandakan telah didapatkan papain secara murni.



M



CE



D



F27



F25



F24



Gambar 6.6 Hasil SDS-PAGE Ekstrak Kasar Latex buah Carica Papaya, Post-Dialisis, 3 fraksi terbaik IEC LEGEND M



: Marker Gangnam--STAINTM



CE



: Crude Extract



L2



: Latex Dilution 2x



D



: Dialysis



L10



: Latex Dilution 10x



F24



: Fraction 24



L100



: Latex Dilution 100x



F25



: Fraction 25



F27



: Fraction 27



LC100 : Latex Contaminant Dilution 100x LC10



: Latex Contaminant Dilution 10x



LC2



: Latex Contaminant Dilution 2x



40



VII.



PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini bertujuan untuk proses purifikasi (pemurnian) enzim papain dari ekstrak kasarnya (getah papaya). Ekstrak kemudian dicampurkan dengan Albumin sebagai pengotor, selain sebagai pengotor albumin juga berperan untuk memperlambat self-degradation dari protease pepaya (papain) karena albumin sendiri meruapkan jenis protein, sehingga ketika diberikan dalam jumlah besar pada ekstrak kasar protease pepaya akan mendegradasi albumin terlebih dahulu daripada mendegradasi dirinya sendiri. Lalu dilakukan uji karakterisasi pH untuk mengetahui pada pH berapa enzim yang diisolasi dapat bekerja secara optimum. Berdasarkan BRENDA (Enzyme Databases), protease pada getah pepaya memiliki pH optimum yang hampir sama yaitu pada pH netral (6-8). Dari data yang didapat enzim bekerja secara optimum pada pH 7 dengan nilai aktivitas 20,43822738 μmol/min. Aktivitas enzim diketahui dengan menggunakan metode casein assay, sedangkan untuk mengetahui jumlah protein digunakan metode Bradford. Metoe bradford sendiri dipilih karena pertimbangan efisiensi waktu yang digunakan, dan prosesnya yang lebih cepat dan tidak memerlukan banyak reagen seperti lowry method yang lebih sensitif terhadap protein namun waktu konsumsi dan reagen yang digunakan banyak. Setelah memperoleh nilai pH optimum dilanjutkan dengan presipitasi menggunakan Amonium Sulfat. Dari hasil presipitasi dapat dilihat bahwa pada konsentrasi kejenuhan 70% nilai Purification Factor mencapai nilai tertinggi yaitu 4,301337211, sedangkan Yield bernilai 23,82484693 %. Apabila kedua data ini dikalikan, maka hasilnya mencapai nilai tertinggi yaitu 102,4787006 dibandingkan konsentrasi kejenuhan lainnya (50%= 32,28756257; 60%= 12,2145843; 80%= 0,091965557). Berdasarkan semua hasil dan parameter dari tahapan presipitasi yang diperoleh, praktikan memilih presipitat kejenuhan 70% untuk dilanjutkan ke tahapan Dialisis.



41



Selanjutnya dilakukan proses dialisis, pada hasil dialisis volume pada tabung menjadi bertambah, hal ini dapat diakibatkan buffer yang masuk dalam tabung dialisis menggantikan garamyang keluar sehingga volume dalam tabung bertambah. Selain itu pula niali purification factor yang didapatkan sebesar 2,860913157 dan yield sebesar 0,95693018. Selanjutnya



dilakukan



tahapan



IEC



(Ion



Exchange



Chromatography). Proses IEC dilakukan dari fraksi 0 hingga fraksi dimana protein tidak terlihat lagi dengan rapid test, dan didapatkan 45 fraksi. Selanjutnya di pengujian kadar protein dan aktvitas enzim pada seluruh fraksi untuk dipilih 3 fraksi terbaik. Dari hasil, dipilih fraksi ke-24, 25, dan 27 karena memiliki nilai purification factor yang tinggi. Hasil IEC menunjukan pada banyak fraksi diluar fraksi 24,25 dan 27 memiliki Purfication factor yang cenderung naik turun seperti di fraksi 7, 17-23 dan beberapa fraksi alinnya. Fenomena ini dapat dikarenakan proses elusi yang kurang baik sehingga ada protein yang keluar sebelum waktunya atau dapat dikarenakan purification factor yang terbaca merupakan protein enzim lain selain papain sehingga kurva yang terbentuk cenderung naik turun. Selanjutnya dilakukan tahapan SDS-PAGE dan dari hasil (gambar 6.6) terlihat terdapat pita yang cukup tebal dengan ukuran ±23 kDa pada larutan post-diaysis hasil kejenuhan garam 70%. Terdapat pula pita dengan ukuran ±23 kDa pada fraksi 27 dan 25. Namun pada crude ekstrak tidak terlihat band yang ada, namun ada terlihat smear di bawah batas, hal ini dapat diakibatkan crude ekstrak yang disimpan terlalu lama sehingga menyebabkan papain mendegradasi dirinya sendiri dan smear dibawah garis merupakan protein yang sudah tedegradasi. Berbeda dengan post-dialisis, dimana meskipun tersimpan lama juga masih menunjukkan adanya band, hal



ini



dapat



dikarenakan



ammonium



sulfat



sebelumnya



telah



menonaktofkan sementara larutannya dan karena penyimpanan yang baik sehingga proteinnya tidak terdegradasi terlalu banyak. Sedangkan pada fraksi 24 tidak menunjukkan band karena dapat disebabkan ukuran band yang terlalu kecil sehingga tidak terbaca atau sediktinya konsentrasi yang didapatkan membuatnya tidak terbaca dan ada sedikit smear diabawh garis



42



fraksi ke-24. Pada fraksi ke 25 dan 27 terdapat band pada 23KDa, namun fraksi 27 memiliki band yang lebih tebal dari fraksi ke 25. Hal ini dapat diakibatkan karena konsentrasi protein pada fraksi 27 lebih banyak/tinggi dari pada fraksi 25 sehingga band yang dihasilkan lebih besar pada fraksi ke 27. Pada praktikum selanjutnya, saat menurnikan enzim protease disarankan menjaga suhu ekstrak tetap dingin sehingga enzim tidak tergdegradasi dengan cepat, juga menjaga kondisi ruang serta perlakuan sehingga parameter-parameter penilaian enzim tetap stabil. Kemudian disarankan menggunakan metode elektroforesis lain yang lebih spesifik, karena hanya dengan SDS-PAGE tidak dapat menentukan kemurnian papain dengan baik dan dikhawatirkan masih ada protein lain yang memiliki berat yang sama tercampur, pemisahan mungkin dapat dilakukan dengan 2D elektroforesis maupun western blotting.



VIII. KESIMPULAN 1. Papain memiliki ph optimum 7 dibuktikan dengan nilai purification factor dan yield yang tinggi di antara rentan pH yang lain 2. Pengendapan 70% memiliki nilai purification factor dan yield tertinggi dari semua pengendapan 3. Proses dialisis menyebabkan hilangnya ammonium sulfat pada larutan hasil pengendapan, dan didapatkan ekstrak papain yang lebih bersih dari kontaminan selain protein 4. Fraksi terbaik didapatkan dengan membandingkan nilai purification factor dan yield yang didapatkan pada tiap fraksi, dan fraksi 24, 25 dan 27 memiliki nilai purification factor dan yield terbaik 5. Hasil band pada SDS-PAGE menunjukkan ekstrak kasar dan fraksi 24 tidak menunjukkan adanya band sama sekali, post-dialisis dan fraksi 25, 27 menunjukkan adanya band di ±23KDa



43



IX.



DAFTAR PUSTAKA Belter PA, Cussler EL and Hu WS. 1988. Elution chromatogra-phy. In Belter PA, Cussler EL and Hu WS (eds) Biosepara-tion, Downstream



Processing



for



Biotechnology.



(pp.



209–



213).Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, New York. Bergmeyer, H. V. & Grassl. 1893. Method of Enzymatic Analysis 2. Verlag Chemia, Weinhein. Beveridge AJ. 1996. A.Theoretical study of the active sites of papain and S195C rat trypsin: implications for the low reactivity of mutant serine proteinases. Journal of Protein Science. Cambridge University Press. 5:1355- 1365. Bhattacharyya L. & Rohrer J.S. 2012. Applications of Ion Chromatography for Pharmaceutical and Biological Products. New Jersey, John Wiley & Sons. Culter, Paul. 2004. Protein Purification Protocols Second Edition. New Jersey, Humana Press. Dunn, M .J. 1989. „Determination of total Protein Concentration‟, in Harris, E.L.V. & S. Angal (ed.), Protein Purification Methods.. Oxford, England, IRL Press. Dwidjoseputro, D.1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Edelhoch, H. 1967. Spectroscopic determination of tryptophan and tyrosine in proteins. Biochemistry, 6(7), pp. 1948-1954. [EDC] Enzyme Development Corporation. 1999. Meat Tenderezing, A Brief Discussion. New York : Enzyme Development Corporation. Fox, P.F., 1991, Food Enzymology. Elsevier Applied Science. New York. Hames B.D. & Hooper N.M. 2000. Biochemistry: The Instant Notes Second Edition. Hongkong, Springger-Verag. Harrison MJ, Burton NA, Hillier IH. 1997. Catalytic mechanism of the enzyme papain: prediction with a hybrid quantum mechanical



44



or molecular mechanical potential.



Journal of American



Chemical Society . 199:12285-12291. Kruger, N. J. 1994. The Bradford method for protein quantitation. In Basic protein and peptide protocols (pp. 9-15). Humana Press. Leipner J, Saller R. 2000. Systemic enzyme therapy in oncology : effect and mode of action. Journal of Drugs. 59(4) : 769- 780. Muhidin D. 1999. Agroindustri Papain dan Pektin. Jakarta : Penebar Swadaya. Page, D.S. 1989. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta. 465 halaman. Sadikin, M. 2002. Biokimia enzim. Jakarta: Widya medika Science Lab, diakses melalui www.sciencelab.cob/msds (diakses oktober desember 2018). Scopes, Robert K. 1994. Protein Purification Principle and Practice Third Edition. New York, Springer Science + Business Media. Suhtanry, Rubianty, 1985. Kimia Pangan. Badan Kerja Sama Perguruan Negeri Indonesia Bagian Timur, Makassar. Walsh, G. 2014. Proteins: Biochemistry and Biotechnology 2nd Edition. West Sussex: John Wiley and Sons. Westermeier, R. 2001. Electrophoresis in practice. Third edition, WileyVCH, ISBN, 3-527- 30300-6, Weinheim, Germany. Wilson K. & Walker J.M. 2000. „Protein and enzyme techniques‟ in Wilson K. & Walker J.M. (ed.) Practical Biochemistry, Cambridge University Press, p.161-226. Winarno FG. 1987. Enzim Pangan. Jakarta : P.T. Gramedia. Wong DMS. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. New York : AVI Book- Van Norstrand Reinhold. Yamamoto A. 1975. Proteolytic enzymes. Di dalam : Enzyme in Food Processing. Editor G.Reed. New york : Academic Press.



45



X.



LAMPIRAN



46



LAMPIRAN 1. Kurva Baku Serapan Bradford pada Panjang Gelombang 595nm



Kurva Standart Bradford 0.8



Absorbansi (nm)



0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2



y = 0.0008x + 0.1107 R² = 0.9935



0.1 0 0



100



200



300



400



500



600



700



800



900



Konsentrasi (μg/ml)



Gambar 1. Kurva standar konsentrasi protein terhadap absorbansi pada 275nm



LAMPIRAN 2. Kurva Baku Serapan Tirosin pada Panajang Gelombang 275nm



Kurva Standart tirosin 0.7 y = 0.0063x - 0.0683 R² = 0.9915



Absorbansi (nm)



0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0



20



40



60



Konsentrasi (μg/ml



80



100



120



)



Gambar 2. Kurva standar konsentrasi protein terhadap absorbansi pada 275nm



LAMPIRAN 3. Marker Gangnam sebagai Penanda di SDS-PAGE 47



Gambar 3. Kurva standar konsentrasi protein terhadap absorbansi pada 275nm



Lampiran 4. Contoh Perhitungan 48



Rumus-rumus yang digunakan: aktivitas enzim per mL ekstrak (μmol/menit) = berat tyrosin per mL larutan uji x Vlarutan uji Mrtyrosin x tinkubasi x Vekstrak enzim aktivitas spesifik (μmol/μg.menit) =



aktivitas per mL ekstrak berat protein per mL ekstrak



Protein total = protein per mL ekstrak x volume sampel Aktivitas total = aktivitas x volume sampel aktivitas total x 100% aktivitas total awal aktivitas spesifik Purification Factor = aktivitas spesifik awal Yield =



gram amonium sulfat =



Angka dari tabel x Volume supernatan



Persamaan Kurva Tirosin



1000



: y = 0,0063x + 0,0683



(y= absorbansi ; x= konsentrasi tirosin (µg/mL)) Persamaan Kurva Bradford



: y = 0,0008x + 0,1107



(y = absorbansi ; x = konsentrasi protein (µg/mL))



3.1 Penentuan pH Optimum:



3.1.1



Konsentrasi tirosin (μg/ml) Y = A + Bx ̴ absorbansi y = 0,0683 + 0,0063x [tirosin]



pH 7



3.1.2



Perhitungan [tirosin] = 800.



0,438−0,0683 0,0063



= 64806,4



Konsentrasi protein/ml ekstrak (bradford) Y = A + Bx ̴ absorbansi y = 0,1107 + 0,0008x [protein]



pH 7



3.1.3



Perhitungan [protein] = 500.



0,354−0,1107 0,0008



= 56614,1



Aktivitas enzim per ml ekstrak (μmol/min) 49



𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑟𝑜𝑠𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑗𝑖 𝑥 𝑉 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑗𝑖



=



𝑀𝑟 𝑡𝑖𝑟𝑜𝑠𝑖𝑛 𝑥 𝑡 𝑖𝑛𝑘𝑢𝑏𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝑉 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑛𝑧𝑖𝑚



pH



Perhitungan



7



Aktifitas enzim = 181,19 𝑥 35 𝑥 0,1 = 20,43822738



3.1.4



64806,4 𝑥 0,2



Aktifitas spesifik 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑒𝑛𝑧𝑖𝑚



= 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘



pH 7



Perhitungan Aktifitas spesifik =



20,43822738 152062,5



= 0,000134407



3.2 Presipitasi dengan amonium sulfat 3.2.1 Tahapan Awal (volume : 50 mL) Absorbansi Uji Aktivitas



: 0,438 (pengenceran 800x)



Kadar Tirosin



= 0,0063x + 0,0683



: y



0,438 = 0,0063x + 0,0683 x



= 64806,4 µg/mL (pengenceran 800x)



Absorbansi [protein] : 0,354 (tanpa pengenceran) Protein per mL ekstrak :



y = 0,0008x + 0,1107



0,354= 0,0008x + 0,1107 x = 152062,5 µg/mL (pengenceran 500x)



Protein total



= protein per mL ekstrak x volume sampel = 152052,5 x 50 = 7603125 µg



Aktivitas



=



Berat Tyrosin per ml larutan uji  Vlarutan uji MrTyrosin  t inkubasi  Vekstrak enzim 64806,4 𝑥 0,2



= 181,191 𝑥 35 𝑥 0,1 = 20,43822738 µmol/min Aktivitas total = aktivitas x volume sampel = 20,43822738 x 50 50



= 1021,911369 µmol.ml/min Aktivitas spesifik



Aktivitas per ml ekstrak Berat Protein per ml ekstrak



=



64806,4



= 152052,5 = 0,000134407 µmol/µg.min Yield



Aktivitas total  100% Aktivitas total awal



=



1021,911369



= 1021,911369 x 100% = 100 % Purification Factor



=



Aktivitas spesifik Aktivitas spesifik awal 0,000134407



=0,000134407 =1



3.2.2 Tahapan 50% kejenuhan (volume : 4 mL) Absorbansi Uji Aktivitas



: 0,454 (pengenceran 500x)



Kadar Tirosin



= 0,0063x + 0,0683



: y



0,454 = 0,0063x + 0,0683 x



= 41784 µg/mL (pengenceran 500x)



Absorbansi [protein] : 0,236 (tanpa pengenceran) Protein per mL ekstrak :



y = 0,0008x + 0,1107



0,236= 0,0008x + 0,1107 x = 15662,5 µg/mL (pengenceran 100x)



Protein total



= protein per mL ekstrak x volume sampel = 15662,5 x 4 = 62650 µg



Aktivitas



=



Berat Tyrosin per ml larutan uji  Vlarutan uji MrTyrosin  t inkubasi  Vekstrak enzim 41784 𝑥 0,2



= 181,191 𝑥 30 𝑥 0,1 51



= 15,37383203 µmol/min Aktivitas total = aktivitas x volume sampel = 15,37383203 x 4 = 61,49532813 µmol.ml/min Aktivitas spesifik



= =



Aktivitas per ml ekstrak Berat Protein per ml ekstrak 15,37383203 15662,5



= 0,000981569 µmol/µg.min Yield



Aktivitas total  100% Aktivitas total awal



=



61,49532813



= 1021,911369 x 100% = 6,01767727% Purification Factor



=



Aktivitas spesifik Aktivitas spesifik awal 0,000981569



= 0,000134407 = 7,302977249



52