Laporan Repro Trichomoniasis  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PPDH ROTASI REPRODUKSI HEWAN BESAR TRICHOMONIASIS PADA SAPI



Oleh: Ari Purnamasari Putu Amijaya, S.KH 130130100111011



PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER HEWAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015



1



DAFTAR ISI BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 1.3 Tujuan............................................................................................... BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Definisi............................................................................................. 2.2 Batasan eutokia dan distokia............................................................ 2.3 Faktor faktor distokia ...................................................................... BAB 3. PEMBAHASAN ................................................................................ BAB 4. KESIMPULAN ................................................................................. DAFTAR ISI ...................................................................................................



2



3 3 3 4 5 5 7 8 9 15 16



BAB 1. PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang Sektor peternakan merupakan salah satu alternatif usaha yang dapat



meningkatkan pendapatan dan menampung tenaga kerja tanpa penambahan lahan. Salah satu hambatan dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak adalah adanya berbagai penyakit reproduksi yang merupakan faktor yang langsung berpengaruh terhadap populasi dan pengembangan ternak. Penyakit reproduksi pada ternak dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi peternak khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Karena selain dapat menghambat perkembangan populasi juga dapat menular kepada manusia. Kasus gangguan reproduksi ditandai dengan rendahnya fertilitas induk, akibatnya akan terjadi penurunan angka kebuntingan dan jumlah kelahiran pedet, sehingga mempengaruhi penurunan populasi sapi dan pasokan penyediaan daging secara nasional. Diantara gangguan reproduksi yang cukup mempengaruhi produktivitas ternak yaitu kemajiran pada ternak betina. Kemajiran ternak betina bisa disebabkan oleh infeksi penyakit ataupun non infeksi seperti gangguan hormon, kelainan bawaan, patologi kelamin dan pakan yang kurang nutrisi. Kemajiran ternak betina yang disebabkan oleh infeksi penyakit misalnya pada penyakit Trichomoniasis. Trichomoniasis adalah penyakit reproduksi yang disebabkan oleh Trichomonas foetus. Di Indonesia penyakit ini ditemukan pertama oleh Mansjoer tahun 1967 di Lembang. Trichomonas foetus menyerang lebih dari 90% sapi betina yang rentan dapat terinfeksi bila dikawini oleh pejantan yang sakit. Penyakit ini dapat menyebabkan daya reproduksi menurun (infertility), rahim bernanah (pyometra) dan abortus pada kebuntingan dini (Anonimu 2008). Gangguan reproduksi tersebut menyebabkan kerugian ekonomi sangat besar bagi peternak yang berdampak terhadap penurunan pendapatan peternak. Penanganan gangguan reproduksi ditingkat pelaku usaha peternakan masih kurang, bahkan beberapa peternak terpaksa menjual sapinya dengan harga yang murah karena ketidaktahuan cara menangani. Perlu pemasyarakatan untuk penanggulangan gangguan reproduksi trikomoniasis pada ternak sapi, khususnya 3



pada sapi induk usaha perbibitan rakyat dengan harapan sapi induknya produktif sehingga memacu semangat untuk berusaha. 1.2.



Rumusan Masalah 1.2.1 Penanganan apa yang diberikan pada sapi yang mengalami trikomoniasis? 1.2.2 Pencegahan apa yang dapat dilakukan pada sapi untuk menghindari trikomoniasis ?



1.3.



Tujuan 1.3.1 Untuk mengetahui penanganan apa yang diberikan pada sapi yang mengalami trikomoniasis 1.3.2 Untuk mengetahui pencegahan apa yang dapat dilakukan pada sapi untuk menghindari trikomoniasis?



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Taksonomi Penyebab penyakit Trichomoniasis salah satunya adalah Trichomonas



foetus. Klasifikasi taksonomi dari spesies tersebut yaitu : Super class



: Mastigophora



Class



: Zoomastigophora



Ordo



: Trichomonadidae 4



2.2



Family



: Trichomonadidae



Sub family



: Trichomonadinae



Genus



: Trichomonas



Spesies



: Trichomonas foetus



Morfologi dan Siklus Hidup Badannya berbentuk kumparan (gelombang) atau seperti buah pir yang



panjangnya 10-25 μm dan lebar 3-15 μm, mempunyai tiga flagella anterior dan satu flagella posterior yang merata seperti benang yang panjangnya kira-kira sama dengan flagella anterior. Selaput beralunnya berjalan hampir sepanjang seluruh panjang badannya dan mempunyai filament tambang pada bagian pinggirnya. Costa jelas terlihat. Axostyle tebal dan hialin dan mempunyai kapitulum yang berisi butir-butir endoaxostyler dan suatu cincin kromatik pada titik munculnya dari ujung posterior badan. Benda parabasalnya berbentuk sosis atau cincin.



Gambar 1. Morfologi Trichomonas foetus Trichomonas foetus berkembang biak dengan membelah diri. Pada preparat natif, organisme ini dalam keadaan segar tampak sangat mortil dan bergerak tiada beraturan. Parasit ini bergerak tidak beraturan. Parasit ini tidak tahan terhadap kekeringan, bahan antiseptik, pemanasan dan kondisi lingkungan lainnya yang tidak sesuai (tidak menguntungkan).[Jane R. 2004]. 5



2.3



Cara Penularan Penyakit ini menunjukkan gejala spesifik, baik pada sapi jantan maupun



sapi betina. Gejala yang umum terlihat pada ternak adalah meningkatnya kemajiran pada ternak betina. Penyakit ini adalah penyakit venereal (penyakit kelamin) yang ditularkan dengan cara koitus. Dan juga dapat ditularkan lewat inseminasi buatan. Penularan nonvenereal jarang terjadi pada keadaan alamiah. Setelah betina ini terinfeksi, trichomonad mula-mula berkembang biak dalam vagina dan menyebabkan vaginitis. Trichomonas foetus paling banyak terdapat pada 14-18 hari setelah infeksi. Mereka memasuki uterus melalui cervix. Trichomonad dapat menghilang dari dari vagina atau dapat menetap disitu dan menyebabkan peradangan ringan. Pada sapi jantan, trichomonas hidup pada permukaan penis, orifisium urethra bagian anterior dan kantong praeputium. 2.4 Gejala Klinis Pada sapi betina, jumlah dan aktifitas trichomonas bervariasi. Hal ini berhubungan erat dengan siklus birahi dan kebuntingan. Mula-mula pada saat pertama kali infeksi, organisme ini berkembang baik didalam vagina, dari sinilah Trichomonas foetus terus berjalan menuju uterus. Proses peradangan didalam vagina berlangsung terus menerus dan berakhir sampai kembalinya birahi pertama. Sementara itu reinfeksi di dalam uterus dapat berlangsung. Selama kebuntingan, parasit dapat dijumpai didalam uterus, cairan amnion, dan allantois serta di dalam saluran pencernaan fetus. Bila kebuntingan berakhir, biasanya organisme ini menghilang dalam waktu 48 jam dari alat kelamin, dan baru muncul kembali pada fase proestrus berikutnya. Pada sapi jantan, trichomonas foetus hidup pada permukaan penis, orifisium uretra bagian anterior dan kantung prepusium (preputium). Pernah juga dilaporkan adanya trichomonas foetus hidup dalam ampula, ductus deferens, dan vesika seminalis bersamaan dengan infeksi coryne bacterium piogenes. Gejalanya yaitu, meningkatnya kasus kemajiran pada kelompom ternak dan Jumlah perkawinan per-kebuntingan meningkat dari 1.7 menjadi 5 atau lebih. 6



Gejala penyakit ini dibagi menjadi tiga fase akut, sub akut dan kronis yang dapat dibedakan pada sapi, baik pada sapi induk ataupun sapi dara.(H. Swygard 2004). Gejala penyakit ini dibagi dalam tiga fase yaitu akut, sub akut dan kronis yang dapat dibedakan baik pada sapi induk maupun sapi dara.  Fase akut Fase akut ini ditemukan banyak kegagalan perkawinan setelah adanya pejantan yang baru masuk ke dalam suatu kelompok ternak. Panjang siklus birahi menjadi bervariasi setrelah terjadi perkawinan gagal, dan dapat melebihi 30 hari lamanya. Embrio atau foetusyang diabortuskan, karena masih sangat kecil, jarang dapat dilihat. Dalam waktu dua minggu setelah terjadi penukaran, dapat ditemukan adanya pembengkakan vulva dan jaringan sekitarnya yang disertai keluarnya cairan mukopurulen. Pada pemeriksaan penderita lebih lanjut, mula – mula menunjukkan adanya peradangan mukosa vagina, kemudian diikuti oleh adanya serpihan – serpihan nanah didalam cairan yang keluar dari alat kelamin.  Fase subakut Pada penularan fase sub akut, banyak peristiwa yang berhasil dan hewan menjadi bunting. Akan tetepi sebelum fase ini berakhir terlihat siklus birahi diperpanjang sampai 70 hari tanpa disertai kejadian abortus yang terlihat. Akan tetapi cairan mukopurulen dari vagina tiba – tiba ditentukan pada ternak lain pada pertengahan pertama kebuntingan. Pembesaran uterus dapat dirasakan melalui palpasi rectal. Pemeriksaan vagina pada saat ini menunjukkan adanya cairan mukous yang jernih disertai dengan serpihan nanah berwarna kelabu mengalir keluar dari alat kelamin. Pada kasus piometra yang lanjut, cairan tersebut bersifat mukopurulen. Pada umur 3 – 5 bulan masa kebuntingan, nanah banyak didapat dalam vagina. Abortus terjadi antara umur kebuntingan beberapa minggu sampai tujuh bulan, dan paling banyak terjadi antara umur kebuntingan empat bulan. Fetus yang terbungkus didalam selaput didalam selaput fetus yang masih utuh, tanpa disertai pembusukan. Jarang sekali fetus mengalami pembusukan dan hancur. Dua sampai tiga hari setelah abortus, cairan mukopurulen masih 7



terlihat mengalir keluar vulva. Setelah abortus, cairan mukopurulen masih terlihat mengalir keluar vulva. Setelah abortus, siklus birahi dapat normal kembali.  Fase kronis Pada fase ini penyakit telah menurun dalam suatu usaha peternakan, namun masih terdapat gejala piometra pada beberapa ekor ternak penderita. Abortus masih timbul secara sporadic, demikian pula siklus birahi yang sifatnya tidak teratur masih ditemukan. Perwakilan dengan pejantan pembawa penyakit, masih dapat berlangsung. Gejala penyakit yang akut biasanya muncul pada beberapa sapi dara yang belum pernah tertular dan tidak mendapatkan kekebalan terhadap penyakit ini. Sesudah beberapa tahun mengalami periode laten atau kronis, trichomoniasis dapat muncul kembali apabila resistensi hewan menurun. 2.5 Diagnosa dan Diagnosa Deferensial 



Sejarah dan catatan reproduksi kelompok ternak, demikian pula catatan perkawinan pejantan perlu dipelajari dengan seksama terlebih dahulu.







Diagnosa didasarkan pada gejala – gejala klinis pada kelompok ternak berupa siklus birahi yang tidak teratur, infertilitas, angka S/C yang terlalu tinggi, abortus, dan piometra.







Diagnosa yang pasti dari trichomoniasis adalah menemukan protozoa penyebabnya ( Trichomonas Foetus ) melalui mikrokop. Bahan untuk pemeriksaan mikroskopis dapat diambil dari : 1. Cairan amnion atau allantois dan isi perut foetus yang diaborsikan. 2. Cairan vagina pada fase proestrus atau 1 – 3 minggu setelah infeksi pertama, cairan mukopurulen dari sapi penderita piometra dan cairan vagina sapi bunting umur 3 – 5 bulan. 3. Pada sapi jantan, bahan dapat diambil berupa smegma dari preputium yang dapat diambil dangan pipet atau melalui pencucian preputium dengan larutan NaCL Fisiologis.



8







Contoh bahan Cairan yang berasal dari cairan allantois, isi perut foetus dan caiarn vagina dapat diperiksa langsung dengan dibawah mikroskop, sedangkan untuk smegma preputium sebaiknya diendapkan atau disentrifus dengan 1000rpm terlebih dahulu kemudian endapan diperiksa. Semua contoh harus segera diperiksa empat jam setelah pengambilan pada suhu sekitar 37°c sebab setelah trichomonas mati akan sulit dikenali karena bentuk tubuhnya mengalami kerusakan, sehingga sukar dibedakan dengan reruntuhan sel.







Apabila pemeriksaan langsung tidak dapat menentukan trichomonas, maka contoh tersebut harus dibiakkan pada media sel hati ayam, untuk menghambat pertumbuhan kuman yang menyertai protozoa ini, perlu ditambah antibiotika. Pemeriksaan dilakukan setelah 24 – 96jam masa pertumbuhan.



Beberapa



uji



serologis



dapat



membantu



diagnosa



trichomoniasis walaupun kurang memuaskan. Uji yang dapat dilakukan tersebut adalah uji aglutinasi, uji kulit intradermal, uji musin, uji fiksasi, komplemen dan reaksi presipitin. Diantara beberapa uji serologis tersebut diatas, yang memberikan hasil paling baik adalah uji musin. 2.6 Patogenesa Pada sapi jantan, trichomonas berkembang baik dipreputium, tetapi tidak mengganggu proses spermatogenesis dan kemampuan berkopulasi. Kecuali bila jumlahnya sangat banyak dan dapat menimbulkan nalannitis purulen disertai udema disekitar preapusium (praeputium). Pejantan muda dibawah umur tiga tahun tidak peka terhadap infeksi trichomonas foetus. Pada ternak betina, infeksi trichomonas foetus dapat mengganggu konsepsi, inplantasi dan menyebabkan abortus, atau menyebabkan kematian embrio atau foetus yang dapat berlanjut menjadi piometra. Pada vaginanya berwarna kemerahan dan basah. Pada infeksi kronis didapat udema pada vulva dan jaringan sekitarnya. Pada uterus, infeksi trichomonas foetus menyebabkan endometritis katalis yang dapat berubah menjadi purulen. Apabila hewan menjadi bunting, keradangan pada kotiledon mengakibatkan kematian dan maserasi foetus 9



atau abortus, kemudian dapat disusul menjadi piometra. Pada kasus tersebut korpus luteum graviditatum tetap berkembang dan disebut korpus luteum persisten. Plasenta mengalami penebalan, dilapisi oleh sejumlah kecil gumpalan eksudat berwarna putih kekuningan. Pada ketiledon terjadi sedikit nekrosa. Trichomoniasis jarang menyebabkan luka pada tuba fallopii, ovarium maupun bursa ovarii. Pada tubuh foetus, didapat lesion yang spesifik. 2.7 Prognosa Didalam kelompok ternak umumnya prognosanya cukup baik, apabila peternak mengikuti dengan seksama program pengangulangan penyakit ini. Secara



individual,



prognosanya



baik



karena



sapi



tersebut



cenderung



mengembangkan kekebalan walaupaun singkat, dapat menghilangkan infeksi dalam waktu tiga bulan. Infeksi skunder dengan C. piogenes, dapat menimbulkan piometra yang parah dan kemajiran. Sedangkan prognosa untuk sapi jantan harus lebih hati – hati. 2.7 Pencegahan dan pengobatan Pencegahan terhadap trichomonas harus mencakup pengetahuan tentang efisiensi produksi, kelompok ternak, asal pejantan dan pemeriksaanyang telah diteliti terhadap pejantan sebelum digunakan sebagai pemacek di dalam suatu peternakan. Perkawinan harus dilakukan dengan IB, kawin alam harus di hentikan. Semua pejantan yang dibeli oleh balai inseminasi buatan harus bebas dari semua jenis penyakit termasuk trichomoniasis, dan perlu dilakukan pemeriksaan secara periodik untuk mencegah terjadinya infeksi. Penanggulangan trichomoniasis sebaiknya ditujukan pada kelompok ternak yang terinfeksi, pengobatan tidak dilakukan individual. Kelompok ternak yang sehat dipisahkan, dan hanya dikawinkan dengan pejantan yang bebas trichomoniasis, dilakukan istirahat kelamin selama tiga bulan sampai induk sapi yang menderita menunjukkan siklus birahi yang normal. Sedangkan induk sapi yang mengalami piometra, ditanggulangi dengan menyuntikkan estrogen, atau prostaglandin dengan maksud agar terjadi kontraksi uterus, sehingga isi dalam 10



uterus dalam bentuk nanah dapat dikeluarkan. Kemudian diikuti dengan irigasi rongga uterus dengan larutan antiseptic ringan. Menurut Gasparim dkk9( 1963 ) pemberian obat dimetridazole yang diberikan secara peroral, dan metroniadazole dengan nama peradangan secara intervenous atau interuterin memberikan hasil yang memuaskan. Walaupun terdapat laporan adanya strain tertentu yang resisten terhadap obat ini. Pemberian 50mg/kg BB dimetrizole peroral setiap hari selama lima hari berturut – turut atau secara intravenous dengan dosis tunggal, memberikan hasil cukup baik( Mc. Loughlin, 1965 ) Pada ternak jantan pengolahannya lebih rumit lagi, merepotkan, dan memakan waktu yang lama. Pejantan tau yang tertulatr dan sudah menjadi kronis, jarang sembuh kembali, dan disarankan untuk di potong. Usaha pengobatan dilakuakan dengan mengoleskan salep bavoflavin yang mengandung trippaflavin atau akriflavin dengan kadar 1% pada mukosa penis dan preputiumnya. Perlu juga dilakukan



penyuntikan



30ml



larutan1%



acriflavin



kedalam



urethranya.



Pengobatan dengan metronidazole dan dimetridazole juga memberikan hasil yang memuaskan . dengan larutan berenil 1 % sebanyak 100 – 150 ml untuk mencapai preputium memberikan hasil yang memuaskan. 2.8 Patologi Anatomi Secara patologi Anatomi, tidak menimbulkan kelainan yang khas, biasanya hanya teramati placentitis dan endometritis. Pada bagian lain dari placenta terlihat bagian yang menebal dan ditutupi oleh eksudat kental berwarna kekuningan. Di dalam kotiledon ditemukan sarang-sarang nekrosa dan perdarahan-perdarahan. Bila fetus masih tertinggal didalam uterus, biasanya ditemukan dalam keadaan maserasi. 2.9 Diagnosa Banding Abortus pada Trichomonosis hampir sama dengan yang disebabkan oleh Vibriosis dan Brucellosis (terjadi pada tri semester I), sedangkan Leptospirosis terjadi setiap saat umur kebuntingan. Selain abortus pada Brucelloasis sering terjadi retensio scundinarum (1) 11



BAB 3. PEMBAHASAN Trichomoniasis adalah penyakit menular yang ditularkan atau menular saat terjadinya perkawinan alam. Dan dapat juga menyebar melalaui inseminasi buatan dengan alat yang dicampur oleh protozoa ini, atau melalui pertolongan kelahiran yang tidak bersih. Namun, kedua cara penularan terakhir jarang terjadi. Pada sapi betina , jumlah dan aktifitas trichomonas bervariasi. Hal ini berhuungan erat dengan siklus birahi dan kebuntingan. Mula – mula pada saat pertama kali infeksi , organisme ini berkembang baik didalam vagina, dari sinilah trichomonas foetus terus berjalan menuju uterus. Proses peradangan didalam vagina berlangsung terus menerus dan berakhir sampai kembalinya birahi pertama. Sementara itu reinfeksi di dalam uterus dapat berlangsung. Selama kebuntingan, parasit dapat dijumpai didalam uterus, cairan amnion, dan allantois serta di dalam saluran pencernaan fetus. Bila kebuntingan berakhir, biasanya organisme ini menghilang dalam waktu 48 jam dari alat kelamin, dan baru muncul kembali pada fase proestrus berikutnya. 12



Pada sapi jantan, trichomonas foetus hidup pada permukaan penis, orifisium uretra bagian anterior dan kantung prepusium( praeputium ). Pernah juga dilaporkan adanya trichomonas foetus hidup dalam ampula, ductus deferens, dan vesika seminalis bersamaan dengan infeksi coryne bacterium piogene



3.1 Teknik Diagnostik 3.1.1 Identifikasi agen a. Identifikasi Agen dengan pemeriksaan langsung atau culture Diagnosis sementara trikomoniasis sebagai penyebab kegagalan reproduksi dalam lingkungan peternakan didasarkan pada sejarah klinis, tanda-tanda abortus dini, dan siklus estrus tidak teratur. Konfirmasi terjadinya infeksi tergantung pada keberadaan organisme dalam cairan plasenta, Cairan amnion atau allantois dan isi perut foetus yang diaborsikan. Cairan vagina pada fase proestrus atau 1 – 3 minggu setelah infeksi pertama, cairan mukopurulen dari sapi penderita piometra dan cairan vagina sapi bunting umur 3 – 5 bulan. Pada ternak yang terinfeksi, sampel yang paling dapat diandalkan untuk diagnosis adalah baik pencucian preputial atau vagina atau kerokan (Mukhufhi et al., 2003). Jumlah organisme bervariasi dalam situasi yang berbeda. Organisme banyak ditemukan pada janin yang abortus, di rahim beberapa hari setelah abortus dan, pada sapi yang baru terinfeksi, discharge vagina 12-20 hari setelah infeksi. Pada sapi jantan yang terinfeksi, organisme T.Fetus ada di mukosa preputium dan penis, tidak menyerang jaringan submukosa. Hal ini umumnya direkomendasikan untuk memungkinkan minimal 1 minggu untuk lulus setelah layanan terakhir sebelum mengambil sampel preputial. 



Pengumpulan sampel Cara mengumpulkan sampel baik dari preputial sapi jantan atau sampel vagina dari sapi betina harus se aseptis mungkin. Hal ini penting untuk menghindari kontaminasi feses, karena hal ini dapat menyebabkan kontaminasi protozoa usus (Taylor et al., 1994). Kontaminasi sampel 13



harus diminimalkan dari bahan asing dan rambut yang kotor dari sekitar lubang preputial atau vulva. Pembersihan daerah tersebut harus dihindari terhadap penggunaan desinfektan, karena hal ini dapat mengurangi sensitivitas diagnostik.



BAB 4. KESIMPULAN Trichomoniasis pada sapi adalah penyakit veneral yang ditandai dengan sterilitas, abortus muda dan pyometra, yang disebabkan oleh Trichomonas foetus. Abortus



terjadi



antara



mingggu



pertama



dan



minggu



ke



16



umur



kebuntingan.Gejala penyakit ini antara lain siklus estrus yang pendek tidak teratur, dan pada umumnya menyebabkan infertilitas yang bersifat sementara. Penularan dari sapi betina ke betina lainya dapat melalui pejantan yang mengawininya. Pada tingkatan lanjut penyakit ini menyebabkan peradangan pada preputium sapi jantan.Penanggulangan dapat dilakukan dengan pengobatan antibiotik secara lokal pada betina terinfeksi. Sedangkan pada pejantan terinfeksi dilakukan pembilasan kantong penis dengan antibiotik atau antiseptika ringan.



14



DAFTAR PUSTAKA



15



Imunologi



16