Laporan Sedimentasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM



TEKNIK PENYEDIAAN AIR BERSIH Uji Coba Pengendapan DISUSUN OLEH : NAMA



: M. REZA NURFANZA



NIM



: 185100900111022



KELOMPOK : O1 ASISTEN



:



Rois Kurniawan Arinda Fitriansyah Aulia Rahmah Ayu Ramadhona L. Fariska Vera Imanda



M. Nashrul Umam Rizky Wulandari Vania Rosalini G. Zahwa Fakhrunaz



LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2020



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedimentasi merupakan salah satu cara pemisahan antara komponen atau partikel berdasarkan perbedaan densitasnya melalui medium alir. Oleh karena itu, biasanya pemisahan tersebut berlangsung lama, terutama jika perbedaan densitas antar komponen tersebut tidak berbeda jauh. Secara visual, sedimentasi merupakan pemisahan suspensi menjadi dua fraksi yaitu fraksi supernatan (fraksi yang jernih) dan fraksi padat pada konsentrasi yang lebih tinggi. Dalam praktek, sedimentasi dapat dilakukan secara batch (terputus-putus untuk setiap satuan volume atau berat bahan yang akan dipisahkan per satuan waktu) atau secara kontinyu (terus menerus). Pada umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi, tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Ukuran dan bentuk partikel akan mempengaruhi rasio permukaan terhadap volume partikel, sedangkan konsentrasi partikel mempengaruhi pemilihan tipe bak sedimentasi, dan temperatur mempengaruhi viskositas dan berat jenis cairan. Semua faktor yang disebutkan di atas mempengaruhi kecepatan mengendap partikel pada bak sedimentasi. Oleh karena itu dibutuhkan data kecepatan turunnya partikel untuk mendesain bak sedimentasi yang efektif dan efisien. Pengendapan atau sedimentasi adalah terbawanya material oleh fluida ke suatu wilayah yang kemudian diendapkan. Laju pengendapan sedimen sangat dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor yaitu: berat jenis fluida; berat jenis partikel; viskositas fluida; jenis aliran dan bentuk partikel. Sedimentasi ini sudah menjadi salah satu faktor penting dalam permasalahan sungai. Sedimen sendiri terbagi menjadi dua macam berdasarkan pergerakannya yaitu sedimen dasar (bed load) dan sedimen apung (suspend load). 1.2 Tujuan a. Mahasiswa mampu untuk memahami proses sedimentasi partikel pada air sungai b. Mahasiswa mampu mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi sedimentasi



BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Pengendapan Salah satu cara pemisahan antara padatan dengan cairan dari suatu slurry dapat dilakukan secara sedimentasi. Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan padatan dalam cairan karena adanya gaya gravitasi. Ketika suatu partikel padatan berada pada jarak yang cukup jauh dari dinding atau partikel padatan lainnya kecepatan jatuhnya tidak dipengaruhi oleh gesekan dinding maupun dengan partikel lainnya, peristiwa ini disebut free settling. Ketika partikel padatan berada pada keadaan saling berdesakan maka partikel akan mengendap pada kecepatan rendah, peristiwa ini disebut hindered settling (Roessiana, 2014). Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, saluran air, sungai, dan waduk. Sedangkan sedimentasi adalah proses mengendapnya material fragmental oleh air sebagai akibat dari adanya erosi. Proses mengendapnya material tersebut yaitu proses terkumpulnya butir-butir tanah yang terjadi karena kecepatan aliran air yang mengangkut bahan sedimen mencapai kecepatan pengendapan (settling velocity). Proses sedimentasi dapat terjadi pada lahan-lahan pertanian maupun di sepanjang dasar sungai, dasar waduk, muara, dan sebagainya (Purwadi, 2016). 2.2 Prinsip Kerja Pengendapan Pada proses pengeboran minyak bumi umumnya menghasilkan limbah berupa lumpur, limbah lumpur ini ditangani dengan cara sedimentasi. Setelah diendapkan, endapan dipisahkan dari air, dimana air dibuang ke sumber air terdekat seperti sungai atau laut, sedangkan padatan lumpur dikembalikan ketempat pengeboran. Dalam proses sedimentasi, salah satu faktor yang ikut menentukan waktu sedimentasi adalah kecepatan partikel padatan yang turun ke bawah, sehingga dengan mengetahui kecepatan pengendapan dapat memperkirakan waktu pengendapan yang efektif guna merancang tempat sedimentasi (Setiyadi, 2016). Mekanisme pergerakan sedimen secara umum dibagi menjadi tiga macam, yaitu traksi (bergulung atau bergeser), saltasi (melompat), dan suspensi (melayang). Partikel akan bergulung atau bergeser jika kecepatan geser aliran lebih besar dari kecepatan kritis. Apabila kecepatan geser terus meningkat, maka partikel akan terus bergerak sepanjang dasar dengan cara melompat dan biasanya disebut saltasi. Sedimen akan bergerak melayang apabila kecepatan geser dasar lebih besar dari kecepatan dasar partikel hingga gaya turbulen sebanding dengan atau lebih dari berat basah partikel. Perbedaan kecepatan aliran yang terjadi akan mempengaruhi populasi traksi, saltasi dan suspensi yang tercermin dalam distribusi ukuran butir sedimen (Misliniyati, 2011). Proses sedimentasi adalah pemisahan bagian padat dengan memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian yang padat berada di dasar kolam pengendapan, sedangkan air murni berada di atas. Untuk mempercepat proses pengendapan perlu ditambahkan bahan koagulan seperti tawas agar terbentuk flock yang dapat mengendap dan kapur agar tercipta suasana basa pada air limbah. Air olahan yang akan disaring berupa cairan mengandung butiran halus atau bahan-bahan yang terlarut. Dengan demikian, bahan-bahan tersebut dapat dipisahkan dari cairan melalui filtrasi (Rahmah, 2015).



2.3 Proses Sedimentasi Pada Air Sungai Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel-partikel tanah hasil erosi yang tersuspensi didalam air dan diangkut oleh aliran air dimana kecepatan aliran telah menurun. Jadi penumpukan dipengaruhi oleh besar atau tidaknya aliran sungai. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sedimentasi yang terjadi pada sungai bagian tengah adalah hasil erosi yang terjadi pada derah hulu yang dibawa oleh aliran air sungai dan hasil erosi yang terbawa oleh aliran sungai itulah yang di sebut sedimentasi (Fatmawati, 2016). Proses sedimentasi yang terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan pendangkalan yang berpengaruh terhadap penurunan kapasitas pengaliran sungai. Partikel sedimen yang terbawa oleh aliran sungai menuju ke laut akan menyebabkan pengendapan di daerah muara sehingga akan menghalangi aliran sungai ke laut. Tingginya tingkat konsentrasi sedimen akan mengakibatkan kekeruhan sehingga menurunkan kualitas air sungai (Prasetyo, 2015). Sungai merupakan saluran alamiah, yang mengalir dari dataran tinggi ke rendah. Aliran air tersebut akan membawa material-material yang berupa sedimen yang disebabkan oleh proses erosi pada hulu sungai yang kemudianterbawa oleh debit aliran sungai proses ini dapat menyebabkan terjadinya sedimentasi pada daerah hilir sungai, di mana aliran air tersebut akan bermuara. Potensi Besarnya sedimentasi dapat diketahui dengan menentukan besarnya nilai konsentrasi sedimen tersuspensi di wilayah tersebut. Sedimen yang berukuran lebih kecil cenderung terbawa suspensi yang mengikuti kecepatan dan arah arus (Muizzaddin, 2018). 2.4 Klasifikasi Sedimentasi Menurut Sarimai (2017), Sedimentasi adalah terbawanya material dari hasil pengikisan dan pelapukan oleh air, angin atau gletser ke suatu wilayah yang kemudian diendapkan. Semua batuan hasil pelapukan dan pengikisan yang diendapkan lama kelamaan akan menjadi batuan sedimen. Hasil proses sedimentasi di suatu tempat dengan tempat lain akan berbeda. Berikut adalah ciri bentang lahan akibat proses pengendapan berdasarkan tenaga pengangkutnya : a) Pengendapan oleh air sungai Batuan hasil pengendapan oleh air disebut sedimen akuatis. Bentang alam hasil pengendapan oleh air, antara lain meander, oxbow lake, tanggul alam dan delta. b) Batuan hasil pengendapan oleh air laut disebut sedimen marine. Pengendapan oleh air laut dikarenakan adanya gelombang. Bentang alam hasil pengendapan oleh air laut, antara lain pesisir, spit, tombolo, dan penghalang pantai. c) Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen aeolis. Bentang alam hasilpengendapan oleh angin dapat berupa gumuk pasir (sand dune). Gumuk pasir terjadi akibat akumulasi pasir yang cukup banyak dan tiupan angin yang kuat. Angin mengangkutdan mengendapkan pasir di suatu tempat secara bertahap, sehingga terbentuk timbunan pasir yang disebut gumuk pasir. d) Sedimen hasil pengendapan oleh gletser disebut sedimen glacial. Bentang alam hasil pengendapan oleh gletser adalah bentuk lembah yang semula berbentuk V menjadi U. Pada saat musim semi tiba, terjadi pengikisan oleh gletser yang meluncur menuruni lembah. Batuan atau tanah hasil pengikisan juga menuruni lereng dan mengendap di lembah. Akibatnya, lembah yang semula berbentuk V menjadi berbentuk U.



Menurut Bakri (2018), Mengklasifikasikan beberapa jenis sedimen berdasarkan asalnya, yaitu : 1. Sedimen Lithogeneus, yakni sedimen yang berasal dari batu-batuan di darat. Hal ini terjadi karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim seperti yang disebabkan oleh adanya pemanasan dan pendinginan batuan yang terjadi secara berulang-ulang. 2. Sedimen Biogeneus, yakni sedimen yang berasal dari rangka organisme hidup yang membentuk endapan partikel-partikel halus. 3. Sedimen Hidrogeneus, yakni sedimen berasal dari reaksi kimia dalam air laut. Hasil reaksi tersebut membentuk partikel-partikel yang tidak larut dalam air sehingga mengendap ke dasar. Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen kikisan di sungai (wash load) atau dengan pengukuran langsung di waduk (Tatipata, 2015). Tabel 2.1. Jenis sedimen berdasar ukuran partikel



(Sumber : Tatipata, 2015). 2.5 Metode Prediksi Laju Sedimentasi Prediksi laju sedimentasi (sedimentation rate) diperlukan sebagai dasar perencanaan bangunan hidraulik sungai, pengelolaan scouring dan beberapa masalah lainnya di sungai. Berbagai metode tersedia untuk prediksi kecepatan sedimentasi, antara lain Duboys Formula, Meyer-Peter Formula, Einstein Bed-Load Function, Modified Einstein Procedure, Colby‟s 1957 Method dan Colby‟s 1964 Method. Pada umumnya prediksi kecepatan sedimentasi dapat didasarkan pada karakteristik sedimen yang terdiri dari ukuran (size), bentuk (shape), berat volume (specific weigh) dan berat jenis (specific gravity) serta kecepatan jatuh (fall velocity) (Hambali, 2016). Sedimen yang mengendap di waduk merupakan salah satu faktor pembatas kapasitas tampungan efektif waduk, sehingga jumlah sedimen di waduk biasa digunakan untuk menetapkan masa guna waduk. Prediksi laju sedimentasi yang terjadi pada tampungan bendungan dilakukan dengan metode perhitungan analitik angkutan sedimen yang telah ada, dan untuk mempermudah dalam menggambarkan profil muka air dan sedimentasi yang terjadi pada bendungan maka digunakan software HEC-RAS. Program HEC-RAS merupakan salah satu program pemodelan analisis hidrolika aliran pada saluran maupun sungai yang memiliki empat perhitungan hidrolika satu dimensi dimana salah satunya adalah hitungan transpor sedimen (Shiami, 2017). 2.6 Fungsi Dan Cara Kerja Kerucut Imhoff Kerucut Imhoff diisi dengan sampel yang telah dikocok merata sebanyak 1 liter, kemudian diendapkan selama 45 menit (atau waktu terpilih lain). Kerucut diputar agar jonjot



yang menempel pada dinding kerucut dapat terlepas dan turun ke bawah. Selanjutnya diendapkan kembali 15 menit. Volume endapan dibaca dan kadar zat yang terendap dicatat sebagai ml/L. Bila perlu, lumpur yang terendap dapat disalurkan ke luar kerucut untuk dianalisa lebih lanjut. Kerucut imhoff memang sering digunakan untuk menguji endapan pada suatu sampel (Sumahiradewi, 2012).



Kerucut Imhoff diisi dengan sampel yang telah dikocok sebanyak 1 liter. Sterofoam dibentuk lingkaran sesuai diameter kerucut Imhoff dan bagian tegah sterofoam dilubangi. Pentul penghantar diletakkan pada lubang sterofoam dengan syarat bagian pentul tercelup dalam air sedalam 2 cm dan sisanya tidak. Kemudian alat ultrasonik hasil modifikasi diletakkan diatas kerucut imhoff dengan speaker berada diatas dan menempel pada pentul penghantar. Alat ultrasonik dinyalakan dan dibiarkan selama 60 menit. Kerucut imhoff diputarlah agar zat padat yang menempel pada dinding kerucut dapat terlepas dan turun kebawah. Aquades steril 90 mL disiapkan pada erlenmayer. Kemudian dimasukkan 10 ml sampel (bahan baku air PDAM) pada erlenmayer yang berisi aquades steril dan diambil 1 mL pengenceran 101 dan dimasukkan kedalam cawan petri yang steril (Yaqin, 2016). 2.7 Fungsi Pengendapan Dalam Upaya Penyediaan Air Bersih Pada umumnya pengolahan air (air tanah/permukaan) dilakukan dengan penambahan bahan-bahan kimia tertentu (koagulan, pengatur pH, dan disinfektan) ke dalam air, dilanjutkan dengan sedimentasi (pengendapan) atau flotasi (pengapungan) lumpur dan filtrasi (penyaringan) melalui media pasir. Dengan cara tersebut diharapkan dapat memenuhi standard kualitas air bersih sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Pemerintah untuk dikomsumsi masyarakat (Kencanawati, 2017). Pada dasarnya tujuan pengolahan air adalah memproses air baku menjadi air bersih hingga memenuhi persyaratan tertentu,yaitu dengan cara mengeliminasi bahan pencemar atau bahan kontaminan dalam air sehingga air memenuhi syarat bagi peruntukannya. Berdasarkan persyaratan kualitatif dalam penyediaan air bersih, air sungai atau air baku harus diolah terlebih dahulu agar memenuhi mutu dan kualitas air bersih. Untuk bangunan sedimentasi sendiri sebagai pengendap lumpur kasar yang terdiri dari partikel–partikel diskrit untuk memperingan beban dari filter (Gaib, 2016). Mula-mula air dipompa ke bak penampung sementara di lantai atas sehingga proses bisa dioperasikan secara gravitas (untuk penghematan operasional cost). Selanjutnya dari bak sementara ini juga dialirkan menuju proses flokulasi untuk penurunkan kadar e-coli dan total coliform serta padatan terlarut menggunakan penggumpal alami (biji kelor atau tawas) dalam flokulator berpengaduk, disini jumlah ppm bahan koagulan ditentukan berdasar bahan yang akan diendapkan. Selanjutnya air yang telah diproses dalam flokulator dialirkan overflow secara seri ke bak pengendap 1 dan 2, untuk memberi kesempatan bahan mengendap dengan baik. Kemudian hasil pengendapan ini dialirkan secara overflow ke saringan pasir lambat, yang berisi bahan-bahan penyaring (zeolit dan arang) yang telah diaktivasi sebelumnya. Slow Sand Filtration merupakan sebuah metode penyaringan untuk menghasilkan air bersih (Sugiarto, 2017).



BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan beserta Fungsi  Air sungai : Sebagai bahan perlakuan  Kerucut imhoff : Sebagai alat uji coba pengendapan  Penyangga : Alat untuk menyangga kerucut  Stopwatch : Untuk menghitung waktu praktikum  Jerigen : Tempat menampung air sungai  Gelas beker : Untuk mengukur volume air sungai  Tawas : Sebagai koagulan  Pengaduk : Untuk mengaduk  Pipet volume dan bulb : Untuk mengambil koagulan dg volume tertentu 3.2 Cara Kerja Alat dan Bahan Disiapkan Gelas beker Diisi air sampel (air sungai) sebanyak 1000 mL Koagulan



Kerucut imhoff



1. Dimasukkan ke dalam air sampel sebanyak 20 mL 2. Dilakukan pengadukan cepat selama 1 menit 3. Dilakukan pengadukan lambat selama 9 menit Dimasukkan air sampel



Air sampel Diamati volume flok selama 10 menit pertama setiap 1 menit dan 60 menit setiap 10 menit Hasil



3.3 Gambar Alat dan Bahan No Alat dan Bahan



1



Air sungai



2



Kerucut imhoff



3



Stopwatch



4



Jerigen



5



Gelas beker



6



Tawas



7



Pengaduk



Gambar



8



Pipet volume dan bulb



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Praktikum A. DHP Menit ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 20 30 40 50 60



V flok (mL) 0.1 0.2 5 20 27 28 26 28 28 27 24 21 19 19 18



Rumus : v Endap = V flok / waktu Diketahui v Endap : kecepatan pengendapan (ml/menit) V flok : volume endap (ml) B. Grafik Hubungan Waktu dengan Volume Flok



V endap (mL/menit) 0.100 0.100 1.667 5.000 5.400 4.667 3.714 3.500 3.111 2.700 1.200 0.700 0.475 0.380 0.300



C. Grafik Hubungan Waktu dengan Volume Flok



4.2 Analisa DHP Pada menit ke 1, volume flok nya 0,1 mL dan volume endapnya 0,1 mL/menit. Untuk menit ke 2, volume flok nya 0,2 mL dan volume endapnya 0,1 mL/menit. Untuk menit ke 3, volume flok nya 5 mL dan volume endapnya 1,667 mL/menit. Untuk menit ke 4, volume flok nya 20 mL dan volume endapnya 5 mL/menit. Untuk menit ke 5, volume flok nya 27 mL dan volume endapnya 5,4 mL/menit. Untuk menit ke 6, volume flok nya 28 mL dan volume endapnya 4,667 mL/menit. Untuk menit ke 7, volume flok nya 26 mL dan volume endapnya 3,714 mL/menit. Untuk menit ke 8, volume flok nya 28 mL dan volume endapnya 3,5 mL/menit. Untuk menit ke 9, volume flok nya 28 mL dan volume endapnya 3,111 mL/menit. Untuk menit ke 10, volume flok nya 27 mL dan volume endapnya 2,7 mL/menit. Untuk menit ke 20, volume flok nya 24 mL dan volume endapnya 1,2 mL/menit. Untuk menit ke 30, volume flok nya 21 mL dan volume endapnya 0,7 mL/menit. Untuk menit ke 40, volume flok nya 19 mL dan volume endapnya 0,475 mL/menit. Untuk menit ke 50, volume flok nya 19 mL dan volume endapnya 0,38 mL/menit. Dan untuk menit ke 60, volume flok nya 18 mL dan volume endapnya 0,3 mL/menit. 4.3 Analisa Data Hasil Perhitungan Dalam mencari kecepatan pengendapan pada data hasil praktikum digunakan persamaan v Endap = v flok / waktu. Dimana v endap merupakan kecepatan pengendapan dan v flok adalah volume endap. Dan data hasil praktikum tersebut akan di representasikan menjadi grafik hubungan. 4.4 Analisa Grafik 4.4.1 Grafik Hubungan Waktu dengan Volume flok Hubungan antara waktu dengan volume flok adalah berbanding lurus. Namun pada waktu tertentu, volume pengendapan akan mengalami nilai optimum, dimana nilai optimum pada grafik menunjukkan 28 mL. Sehingga nilai berikutnya akan mengalami penurunan.



4.4.2 Grafik Hubungan Waktu dengan Kecepatan Pengendapan Hubungan waktu dengan kecepatan pengendapan adalah berbanding lurus. Namun pada waktu tertentu juga, kecepatan pengendapan akan mengalami nilai optimum, dimana nilai optimum pada grafik menunjukkan 5,4 mL/menit. Sehingga nilai berikutnya akan mengalami penurunan. 4.5 Pembahasan 4.5.1 Hubungan Waktu dengan Flok yang Mengendap, Bandingkan dg Literatur Hubungan antara waktu dengan volume flok adalah berbanding lurus. Namun pada waktu tertentu, volume pengendapan akan mengalami nilai optimum, dimana nilai optimum pada grafik menunjukkan 28 mL. Sehingga nilai berikutnya akan mengalami penurunan. Menurut Chamdan (2013), Waktu pengendapan berkaitan dengan ukuran flok-flok yang terbentuk dimana ukuran flok yang lebih besar akan lebih cepat mengendap. Mekanisme yang berhubungan dengan waktu pengendapan flok yaitu adanya kontak yang dihasilkan dari partikel yang mempunyai kecepatan mengendap yang lebih besar bergabung dengan partikel yang mempunyai kecepatan mengendap yang lebih kecil, sehingga memiliki kecepatan mengendap yang lebih besar lagi dan waktu pengendapan yang lebih cepat. 4.5.2 Hubungan Waktu dengan Kecepatan Pengendapan, Bandingkan dg Literatur Hubungan waktu dengan kecepatan pengendapan adalah berbanding lurus. Namun pada waktu tertentu juga, kecepatan pengendapan akan mengalami nilai optimum, dimana nilai optimum pada grafik menunjukkan 5,4 mL/menit. Sehingga nilai berikutnya akan mengalami penurunan. Hal ini dibenarkan oleh Silvia (2013), dimana semakin lama waktu pengendapan, maka kecepatan pengendapan slurry semakin menurun. 4.6 Aplikasi Uji Pengendapan dalam Teknik Pengolahan Air Bersih Air tanah tersebut sebelum didistribusikan ke unit-unit pelayanan dalam rumah sakit dilakukan pengolahan terlebih dahulu di unit pengolahan air bersih. Air tanah sebagai air baku memiliki kadar Fe, Mn, padatan tersuspensi, cukup tinggi, sehingga memerlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum digunakan. Proses pengolahan yang dilakukan adalah proses aerasi, sedimentasi, filtrasi dan khlorinasi (Asrifah, 2015). Sedimentasi memiliki lebih dari satu aplikasi dalam pengolahan air. Tujuannya yang biasa dalam proses pengolahan konvensional adalah mengurangi beban padatan setelah koagulasi dan flokulasi. Aplikasi kedua, sebuah proses yang disebut plain sedimentation, adalah pengangkatan padatan dari sumber air keruh untuk mengurangi beban padatan pada proses instalasi pengolahan terutama berkaitan dengan pengendapan padatan flokulasi. Salah satu cara untuk merancang proses sedimentasi adalah memaksimalkan pemindahan zat padat, yang umumnya membutuhkan menurunkan surface loading clarifier, unit yang lebih besar dan lebih mahal (Tauhid, 2018).



4.7 Fungsi Gaya Gravitasi dan Sentrifugal dalam Sedimentasi pada Kerucut Imhoff Salah satu cara pemisahan antara padatan dengan cairan dari suatu slurry dapat dilakukan secara sedimentasi. Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan padatan dalam cairan karena adanya gaya gravitasi. Pada umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi, tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat (Roessiana, 2014). Partikel bertemu satu dengan yang lainnya dan bergabung pada saat mengendap, sehingga kecepatan mengendap partikel yang telah bergabung meningkat. Kontak antar partikel ini disebabkan oleh perbedaan kecepatan pengendapan partikel dimana partikel yang besar dan mengendap lebih cepat bertemu dengan partikel yang kecil dengan kecepatan mengendap yang kecil, dan akibat adanya gerak brown. Kontak antara partikel menjadi lebih cepat karena adanya gaya sentrifugal yang menyebabkan partikel-partikel di dalam air terbawa ke dinding kolom pengendap. Peningkatan kecepatan pengendapan diikuti dengan peningkatan penyisihan kekeruhan (Indriani, 2010). 4.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktikum, Bandingkan dg Literatur Faktor yang mempengaruhi sedimentasi dalam praktikum ialah konsentrasi, dimana semakin besar konsetrasi maka semakin banyak pula jumlah partikel dalam suatu suspensi yang menyebabkan bertambahnya gaya gesek. Kemudian ukuran partikel, semakin besar ukuran partikel maka semakin besar pula permukaan dan volumenya. Yang terakhir adalah jenis partikel, jenis partikel berhubungan dengan densitas partikel yang dapat mempengaruhi gaya apung dan gaya gravitasi, juga kecepatan pengendapan. Menurut (Roessiana, 2014), Ukuran dan bentuk partikel akan mempengaruhi rasio permukaan terhadap volume partikel, sedangkan konsentrasi partikel mempengaruhi pemilihan tipe bak sedimentasi, serta temperatur mempengaruhi viskositas dan berat jenis cairan. Semua faktor ini mempengaruhi kecepatan pengendapan partikel pada bak sedimentasi. Karena itu membutuhkan kecepatan turunnya partikel guna mengetahui proses sedimentasi yang efektif dan efisien.



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pada umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi, tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Proses sedimentasi adalah pemisahan bagian padat dengan memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian yang padat berada di dasar kolam pengendapan, sedangkan air murni berada di atas. Pada dasarnya tujuan pengolahan air adalah memproses air baku menjadi air bersih hingga memenuhi persyaratan tertentu,yaitu dengan cara mengeliminasi bahan pencemar atau bahan kontaminan dalam air sehingga air memenuhi syarat bagi peruntukannya. Sedimentasi adalah terbawanya material dari hasil pengikisan dan pelapukan oleh air, angin atau gletser ke suatu wilayah yang kemudian diendapkan. Berikut adalah ciri bentang lahan akibat proses pengendapan berdasarkan tenaga pengangkutnya : sedimen akuatis, sedimen marine, sedimen aeolis, dan sedimen glacial. 5.2 Saran Mahasiswa lebih aktif dalam bertanya, karena praktikum online adalah hal yang susah untuk dipahami. Oleh karena itu, mahasiswa harus selalu memahami apa yang disampaikan oleh asisten praktikum.



DAFTAR PUSTAKA Bakri HK, Mutiara. 2018. Distribusi Besar Butir Sedimen Dasar dan Konsentrasi Sedimen Tersuspensi Akibat Pengerukan dan Dampaknya Terhadap Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai Malili, Sulawesi Selatan. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Fatmawati. 2016. Analisis Sedimentasi Aliran Sungai Batang Sinamar Bagian Tengah di Kenagarian Koto Tuo Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota. Jurnal Geografi 8(2): 156-164. Gaib, Dwi Tirta Yudha. 2016. Perencanaan Peningkatan Kapasitas Produksi Air Bersih Ibukota Kecamatan Nuangan. Jurnal Sipil Statik 4(8): 481-490. Hambali dan Yayuk. 2016. Studi Karakteristik Sedimen dan Laju Sedimentasi Sungai Daeng – Kabupaten Bangka Barat. Jurnal Fropil 4(2): 165-174. Kencanawati dan Mustakim. 2017. Analisis Pengolahan Air Bersih pada WTP PDAM Prapatan Kota Balikpapan. Jurnal Transukma 2(2): 103-118. Misliniyati, Rena. 2011. Studi Proses Geomorfologi dengan Pendekatan Analisis Ukuran Butir Sedimen (Studi Kasus Proses Sedimentasi Muara Sungai Banyuasin Sumatera Selatan). Jurnal 3(1): 17-23. Muizzaddin et al. 2018. Debit Sedime Melayang di Sungai Komering, Kayu Agung. Jurnal Pendidikan Geografi 18(2): 154-162. Prasetyo et al. 2015. Kajian Penanganan Sedimentasi Sungai Banjir Kanal Barat Kota Semarang. Jurnal Teknik Pengairan 6(1): 76-87. Purwadi et al. 2016. Analisis Sedimentasi di Sungai Way Besai. Jurnal Rekayasa 20(3): 1-12. Rahmah dan Surahma. 2015. Pengaruh Metode Koagulasi, Sedimentasi dan Variasi Filtrasi terhadap Penurunan Kadar TSS, COD dan Warna pada Limbah Cair Batik. Chemica 2(1): 7-12. Roessiana et al. 2014. Model Persamaan Faktor Koreksi pada Proses Sedimentasi dalam Keadaan Free Settling. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 6(2): 98-106. Sarimai, Andi. 2017. Analisis Karakteristik Sedimentasi Sungai Bialo dengan Aplikasi Surface Water Modeling System. Skripsi. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. Setiyadi et al. 2016. Menentukan Persamaan Kecepatan Pengendapan pada Sedimentasi. Jurnal Widya Teknik 4(2): 9-17. Shiami et al. 2017. Laju Sedimentasi pada Tampungan Bendungan Tugu Trenggalek. Jurnal Teknik ITS 6(2): 125-132. Sugiarto dan Suharwanto. 2017. Pengembangan Pemanfaatan Pengolahan Air Dalam Upaya Pemenuhan Kebutuhan Air di Dusun Temuireng, Desa Girisuko, Panggang, Gunungkidul. Jurnal Eksergi 14(2): 40-52. Sumahiradewi, Luh Gede. 2012. Analisis Fisiko-Kimia Air Limbah di UPTF Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali. Jurnal GaneC Swara 6(1): 103-106. Tatipata et al. 2015. Analisis Volume Sedimen yang Mengendap Setelah T-Tahun Waduk Beroperasi (Studi Kasus: Waduk Cirata). Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil 22(3): 235-242. Yaqin dan Nur Rizki. 2016. Pengaruh Bunyi Ultrasonik Terhadap Pertumbuhan Bakteri pada Bahan Baku Air PDAM. Jurnal Sains 6(11): 15-20.



DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN Asrifah, Dina. 2015. Pengolah Air Backwash Tangki Filtrasi Menggunakan Proses Koagulasi Flokulasi Dan Sedimestasi (Studi Kasus Unit Pengolahan Air Bersih Rsup Dr. Sarjito). Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 7(1): 29-40. Chamdan dan Alfan Purnomo. 2013. Kajian Kinerja Teknis Proses dan Operasi Unit Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi pada Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kedunguling PDAM Sidoarjo. Jurnal Teknik PomITS 2(2): 118-123. Indriani dan James Nobelia. 2010. Pengaruh Putaran dan Penambahan Lumpur pada Pengendap Berputar dalam Penyisihan Kekeruhan. Jurnal Teknik Lingkungan 16(2): 160-172. Silvia et al. Studi Pengaruh Konsentrasi CaCO3 Terhadap Kecepatan Sedimentasi pada Percobaan Sedimentasi Secara Batch. Jurnal Teknik POMITS 2(2): 262-267. Tauhid et al. 2018. Penentuan Surface Loading Rate (Vo) dan Waktu Detensi (td) Air Baku Air Minum Sungai Kreo dalam Perencanaan Prasedimentasi dan Sedimentasi HR-WTP Jatibarang. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 10(2): 7787.



LAMPIRAN 1. (Roessiana, 2014)



2. (Purwadi, 2016)



3. (Setiyadi, 2016)



4. (Misliniyati, 2011)



5. (Rahmah, 2015)



6. (Fatmawati, 2016)



7. (Prasetyo, 2015)



8. (Muizzaddin, 2018)



9. (Sarimai, 2017)



10. (Bakri, 2018)



11. (Tatipata, 2015)



12. (Hambali, 2016)



13. (Shiami, 2017)



14. (Yaqin, 2016)



15. (Sumahiradewi, 2012)



16. (Kencanawati, 2017)



17. (Gaib, 2016)



18. (Sugiarto, 2017)



LAMPIRAN TAMBAHAN 1. (Chamdan, 2013)



2. (Silvia, 2013)



3. (Asrifah, 2015)



4. (Tauhid, 2018)



5. (Roessiana, 2014)



6. (Indriani, 2010)