Laporan Semsol Emulsi 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PRAKTIKUM SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID “EMULSI EKSTRAK RIMPANG KUNYIT”



Oleh : Aprilia Leni Cahyawati



(10115114)



Faradiva Ayu Damayanti



(10115116)



Suprayitno



(10115118)



PROGRAM STUDI S-1 FARMASI FAKULTAS FARMASI INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI 2017



KATA PENGANTAR



Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan tugas mata kuliah Praktikum Formulasi dan Teknologi Semi Solid dan Liquid ini dapat selesai tepat pada waktunya. Makalah ini diberi judul “Makalah Praktikum Sediaan Semi Solid dan Liquid “Emulsi Ekstrak Rimpang Kunyit”” Tujuan penyusunan tugas ini adalah untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Formulasi dan Teknologi Semi Solid dan Liquid. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan tugas ini, diantaranya : 1. Gilang Ananda P., S. Farm., Apt beserta tim selaku dosen mata kuliah Praktikum Formulasi dan Teknologi Semi Solid dan Liquid 2. Seluruh dosen dan staf karyawan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri. Semoga bantuan dan dukungan yang diberikan menjadi amal ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karna itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk perbaikan selanjutnya. Akhirnya semoga tugas ini dapat bermanfaat, dan menjadi dasar untuk menghasilkan makalah-makalah berikutnya dalam rangka pengembangan ilmu dan wawasan yang lebih luas.



Kediri, 18 Januari 2018



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................... i DAFTAR ISI ............................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 2 C. Tujuan ..................................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Emulsi .................................................................. 3 B. Macam dasar salep ................................................................... 3 C. Macam – macam salep ............................................................. 4 D. Syarat dan kualitas dasar salep ................................................ 5 E. Pengertian Kulit ....................................................................... 5 F. Fungsi Kulit .............................................................................. 6 G. Anatomi Kulit .......................................................................... 7 H. Fisiologi kulit ......................................................................... 10 I. Pemberian obat melalui kulit.................................................. 10 J. Tinjauan Bahan ....................................................................... 11 K. Evaluasi Mutu sediaan salep .................................................. 12 BAB III METODOLOGI A. Bentuk sediaan yang dipilih .................................................. 16 B. Alat ........................................................................................ 16 C. Bahan ..................................................................................... 16 D. Formulasi ............................................................................... 16 E. Prosedur Kerja ....................................................................... 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ....................................................................................... 19 B. Pembahasan ........................................................................... 19 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................ 22 B. Saran ...................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 23 LAMPIRAN. ......................................................................................... 24 2



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan pun terus di kembangkan. Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri. Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di konsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim, salep, emulsi, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan semisolid ini yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya. Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit. Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu diantaranya yaitu mudah di tumbuhi mikroba. Untuk meminimalisir kekurangan tersebut, para ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat. Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan benar.



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana formulasi emulsi dari ekstrak rimpang kunyit ? 2. Bagaimana cara pembuatan emulsi dari ekstrak rimpang kunyit?



C. Tujuan 1. Mengetahui bagaimana formulasi emulsi dari ekstrak rimpang kunyit 2. Mengetahui bagaimana cara pembuatan emulsi dari ekstrak rimpang kunyit



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Dasar Teori Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan emuulgator. Emulsi yang digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang mengandung dua cairan immiscible yang satu terdispersi secara seragam sebagai tetesan dalam cairan lainnya. Sediaan emulsi merupakan golongan penting dalam sediaan farmasetik karena memberikan pengaturan yang dapat diterima dan bentuk yang cocok untuk beberapa bahan berminyak yang tidak diinginkan oleh pasien.



1. Definisi Emulsi Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Biasanya emulsi mengandung dua zat atau lebih yang tidak dapat bercampur, misalnya minyak dan air. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil (Anief, 1996). Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya.



4



2. Jenis Emulsi Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (contoh: air), sedangkan lainnya relatif nonpolar (contoh: minyak). Emulsi obat untuk pemberian oral biasanya dari tipe emulsi minyak dalam air(m/a) dan membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi m/a. Tetapi tidak semua emulsi yang dipergunakan termasuk tipe m/a. Makanan tertentu seperti mentega dan beberapa saus salad merupakan emulsi tipe air dalam minyak(a/m)(Martin, et al., 1993). Berdasarkan jenisnya, emulsi dibagi dalam empat golongan, yaitu emulsi minyak dalam air (m/a), emulsi air dalam minyak(a/m), emulsi minyak dalam air dalam minyak(m/a/m), dan emulsi air dalam minyak air(a/m/a). a. Emulsi jenis minyak dalam air (m/a) Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air, sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (m/a)(Martin, et al., 1993). b. Emulsi jenis air dalam minyak (a/m) Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai produk air dalam minyak (a/m) (Martin, et al., 1993). c. Emulsi jenis minyak dalam air dalam minyak (m/a/m) Emulsi minyak dalam air dalam minyak (m/a/m), juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat dengan mencampurkan suatu pengemulsi m/a dengan suatu fase air dalam suatu mikser dan perlahanlahan menambahkan fase minyak untuk membentuk suatu emulsi minyak dalam air (Martin, et al., 1993). d. Emulsi jenis air dalam minyak dalam air(a/m/a) Emulsi a/m/a juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat dengan mencampurkan suatu pengemulsi a/m dengan suatu fase minyak dalam suatu mikser dan perlahan-lahan menambahkan fase air untuk membentuk suatu emulsi air dalam minyak. Emulsi a/m tersebut kemudian didispersikan dalam suatu larutan air dari suatu zat pengemulsi m/a, seperti polisorbat 80 (Tween 80), sehingga membentuk emulsi air dalam minyak dalam air. Pembuatan emulsi a/m/a ini untuk obat yang ditempatkan dalam tubuh serta untuk



5



memperpanjang kerja obat, untuk makanan-makanan serta untuk kosmetik (Martin, et al., 1993).



3. Macam-macam emulsi a. Oral Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak dapat tertutupi, minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesan-tetesan kecil lebih mudah dicerna. b. Topikal Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki. Sediaan yang penggunaannya di kulit dengan tujuan menghasilkan efek lokal. c. Injeksi Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.Contoh : Vit. A diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk emulsi. (Syamsuni, A. 2006)



4. Metode untuk menentukan tipe emulsi Beberapa metode yang biasa digunakan untuk menentukan tipe dari suatu emulsi meliputi metode pewarnaan, metode pengenceran fase, metode konduktivitas listrik, dan metode fluoresensi. a. Metode pewarnaan Sejumlah kecil zat warna yang larut dalam air, seperti metilen biru atau briliant blue FCF bisa ditaburkan pada permukaan suspensi. Jika air merupakan fase luar, yakni jika emulsi tersebut bertipe m/a, zat warna tersebut akan melarut didalamnya dan berdifusi merata ke seluruh bagian dari air tersebut. Jika emulsi tersebut bertipe a/m, partikel-partikel zat warna akan tinggal bergerombol pada permukaan (Martin, et al., 1993). b. Metode pengenceran fase



6



Jika emulsi tersebut bercampur dengan sempurna dengan air, maka ia termasuk bertipe m/a dan apabila tidak dapat diencerkan adalah tipe a/m(Anief, 1994). c. Metode konduktivitas listrik Pengujian ini menggunakan sepasang elektroda yang dihubungkan dengan suatu sumber listrik luar dan dicelupkan dalam emulsi. Lampu akan menyala bila elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi bila tipenya m/a dan lampu akan mati bila emulsi tipenya a/m (Martin, et al., 1993). d. Metode fluoresensi Minyak dapat berfluoresensi di bawah sinar UV, emulsi m/a menunjukkan pola titik-titik, sedangkan emulsi a/m berfluoresensi seluruhnya (Lachman et al., 1994).



5.



Mekanisme kerja emulgator surfaktan Mekanisme kerja emulgator surfaktan, yaitu : a. Membentuk lapisan monomolekuler ; surfaktan yang dapat menstabilkan emulsi bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang diabsorbsi molekul atau ion pada permukaan antara minyak/air. Menurut hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting mengurangi tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara nyata adalah fakta bahwa tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal koheren yang mencegah penggabungan tetesan yang mendekat. b. Membentuk lapisan multimolekuler ; koloid liofolik membentuk lapisan multimolekuler disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara koloid hidrofilik diabsorbsi pada pertemuan, mereka tidak



menyebabkan



penurunan



tegangan



permukaan.



Keefektivitasnya tergantung pada kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan multimolekuler yang koheren. c. Pembentukan kristal partikel-partikel padat ; mereka menunjukkan pembiasan ganda yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan kristal mengarahkan kepada penandaan ‘Kristal Cair”. Jika lebih banyak dikenal melalui 7



struktur spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam ketergantungannya dari struktur kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat karena pengaruh terhadap distribusi fase emulsi. d. Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang terdiri dari dua cairan tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi seluruhnya sebagai globula-globula terhadap yang lain. Walaupun umumnya kita berpikir bahwa emulsi merupakan bahan cair, emulsi dapat dapat diguanakan untuk pemakaian dalam dan luar serta dapat digunakan untuk sejumlah kepentingan yang berbeda.



6. Teori Emulsifikasi Tidak ada teori emulsifikasi yang umum, karena emulsi dapat dibuat dengan menggunakan beberapa tipe zat pengemulsi yang masing-masing berbeda tergantung pada cara kerjanya dengan prinsip yang berbeda untuk mencapai suatu produk yang stabil. Adanya kegagalan dari dua cairan yang tidak dapat bercampur untuk tetap bercampur diterangkan dengan kenyataan bahwa gaya kohesif antara molekul-molekul dari tiap cairan yang memisah lebih besar daripada gaya adhesif antara kedua cairan.Gaya kohesif dari tiaptiap fase dinyatakan sebagai suatu energi antarmuka atau tegangan pada batas antara cairan-cairan tersebut. Faktor yang umum untuk zat pengemulsi adalah



pembentukan



suatu



lapisan,



apakah



itu



monomolekular,



multimolekular atau partikel(Martin, et al., 1993). Ada beberapa teori emulsifikasi yang menjelaskan bagaimana zat pengemulsi bekerja dalam menjaga stabilitas dari dua zat yang tidak saling bercampur, yaitu adsorpsi monomolekuler,adsorpsi multimolekuler, dan adsorpsi partikel padat. a. Adsorpsi Monomolekuler Zat yang aktif pada permukaan dapat mengurangi tegangan antarmuka karena adsorpsinya pada batas m/a membentuk lapisanlapisan monomolekuler(Martin, et al., 1993).Hal ini dianggap bahwa lapisan monomolekular dari zat pengemulsi melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi.Teori tersebut berdasarkan anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu 8



cairan



yang



merupakan



gambaran



kelarutannya



pada



cairan



tertentu(Ansel, 1989). Penggunaan emulsi kombinasi dalam pembuatan emulsi saat ini lebih sering dibandingkan penggunaan zat tunggal. Kemampuan campuran pengemulsi untuk mengemas lebih kuat menambah kekuatan lapisan itu, dan karenanya menambah kestabilan emulsi tersebut. Umumnya pengemulsi mungkin membentuk struktur emulsi yang agak rapat pada antarmuka, dan menghasilkan suatu lapisan antarmuka yang stabil. Kombinasi dari natrium setil sulfat dan kolesterol mengakibatkan suatu lapisan yang kompleks yang menghasilkan emulsi yang sangat baik. Natrium setil sulfat dan oleil alkohol tidak membentuk lapisan yang tersusun dekat atau lapisan yang kompak dan akibatnya kombinasi tersebut menghasilkan suatu emulsi yang jelek. Pada setil alkohol dan natrium oleat menghasilkan lapisan yang tertutup erat, tetapi kekompleksan diabaikan sehingga menghasilkan suatu emulsi yang jelek. Pengertian dari suatu lapisan tipis monomolekular yang terarah dari zat pengemulsi tersebut pada permukaan fase dalam dari suatu emulsi, adalah dasar paling penting untuk mengerti sebagian besar teori emulsifikasi (Martin, et al., 1993). b. Adsorpsi Multimolekuler Koloid lipofilik ini dapat dianggap seperti zat aktif permukaan karena tampak pada batas antarmuka minyak-air. Tetapi zat ini berbeda dari zat aktif permukaan sintetis dalam dua hal, yaitu tidak menyebabkan penurunan tegangan



antarmuka dan membentuk suatu lapisan



multimolekuler pada antarmuka dan bukan suatu lapisan monomolekuler. Zat ini bekerja sebagai bahan pengemulsi terutama karena efek yang kedua, karena lapisan-lapisan yang terbentuk tersebut kuat dan mencegah terjadinya penggabungan. Efek tambahan yang mendorong emulsi tersebut menjadi stabil adalah meningkatnya viskositas dari medium dispers. Karena zat pengemulsi yang terbentuk akan membentuk lapisanlapisan multilayer di sekeliling tetesan yang bersifat hidrofilik, maka zat pengemulsi ini cenderung untuk membentuk emulsi m/a (Martin, et al., 1993). c. Adsorpsi Partikel Padat



9



Partikel-partikel padat yang terbagi halus yang dibasahi sampai derajat tertentu oleh minyak dan air dapat bekerja sebagai zat pengemulsi. Ini diakibatkan oleh keadaannya yang pekat antarmuka dimana dihasilkan suatu lapisan berpartikel sekitar tetesan dispers sehingga dapat mencegah terjadinya penggabungan. Serbuk yang mudah dibasahi oleh air akan membentuk emulsi tipem/a, sedangkan serbuk yang mudah dibasahi dengan minyak membentuk emulsi a/m (Martin, et al., 1993).



7. Keuntungan Emulsi a. Banyak bahan obat yang mempunyai rasa dan susunan yang tidak menyenangkan dan dapat dibuat lebih enak pada pemberian oral bila diformulasikan menjadi emulsi. b. Beberapa obat menjadi lebih mudah diabsorpsi bila obat-obat tersebut diberikan secara oral dalam bentuk emulsi. c.



Emulsi memiliki derajat elegansi tertentu dan mudah discuci bila diinginkan.



d. Formulator dapat mengontrol penampilan, viskositas, dan kekasaran (greasiness) dari emulsi kosmetik maupun emulsi dermal. e. Emulsi telah digunakan untuk pemberian makanan berlemak secara intravena akan lebih mudah jika dibuat dalam bentuk emulsi. f. Aksi emulsi dapat diperpanjang dan efek emollient yang lebih besar daripada jika dibandingkan dengan sediaan lain. g. Emulsi juga memiliki keuntungan biaya yang penting daripada preparat fase tunggal, sebagian besarlemak dan pelarut-pelarut untuk lemak yang dimaksudkan untuk pemakaian ke dalam tubuh manusia relatif memakan biaya, akibatnya pengenceran dengan suatu pengencer yang aman dan tidak mahal seperti air sangat diinginkan dari segi ekonomis selama kemanjuran



dan penampilan tidak



dirusak.(Lachman, 1994)



10



8. Kerugian Emulsi Emulsi kadang-kadang sulit dibuat dan membutuhkan tehnik pemprosesan khusus. Untuk menjamin karya tipe ini dan untuk membuatnya sebagai sediaan yang berguna, emulsi harus memiliki sifat yang diinginkan dan menimbulkan sedikit mungkin masalah-masalah yang berhubungan (Lachman, 1994) 9. HLB HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di bawah ini menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe system: Nilai HLB



Tipe system



3–6



A/M emulgator



7–9



Zat pembasah (wetting agent)



8 – 18



M/A emulgator



13 – 15



Zat pembersih (detergent)



15 – 18



Zat penambah pelarutan (solubilizer)



Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil. Cara menentukan HLB ideal dan tipe kimi surfaktan dilakukan dengan eksperimen yang prosedurnya sederhana, ini dilakukan jika kebutuhan HLB bagi zat yang diemulsi tidak diketahui. Ada 3 fase: a. Fase I Dibuat 5 macam atau lebih emulsi suatu zat cair dengan sembarang campuran surfaktam, dengan klas kimi yang sama, misalnya campuran Span 20 dan Tween 20. Dari hasil emulsi dibedakan salah satu yang terbaik diperoleh HLB kira-kira. Bila semua emulsi baik atau jelek maka percobaan diulang dengan mengurangi atau menambah emulgator. b. Fase II 11



Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB di sekitar HLB yang diperoleh dari fase I. dari kelima emulsi tersebut dipilih emulsi yang terbaik maka diperoleh nilai HLB yang ideal. c. Fase III Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB yang ideal dengan menggunakan bermacam-macam surfaktan atau campuran surfaktan.dari emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran surfaktan mana yang paling baik (ideal)



10. Tinjauan Bahan a.



Klasifikasi dan Morfologi Daun Sirsak



Kingdom



: Plantae



Divisi



: Tracheophyta



Kelas



: Magnoliopsida



Orde



: Zingiberales



Famili



: Zingiberaceae



Genus



: Curcuma V



Species



: Curcuma domestica L Kunyit merupakan tumbuhan yang mampu hidup di berbagai



daerah di belahan dunia. Kunyit mempunyai berbagai nama daerah yang berbeda-beda diantaranya yaitu kakunye (Sumatra), kunir (Jawa), kunit (Kalimantan), kunyit (Nusa Tenggara), uinida (Sulawesi), kurlai (Maluku), rame (Irian),



wat gam (Cina), ukon (Jepang), arishina



(Kanada), haldi (India), kolkuma (Korea) dan lain-lain Tanaman kunyit merupakan tanaman berumpun dengan tinggi 40-100 cm yang memiliki batang, daun dan bunga. Batang kunyit 12



merupakan batang semu, tegak berbentuk bulat, tersusun dari pelepah daun. Daun kunyit tunggal, bentuk bulat telur memanjang hingga 1040 cm, lebar 8-12,5 cm dan tulang daunnya menyirip dengan warna hijau pucat. Ujung dan pangkal daun runcing tepi daun rata. Bunga kunyit majemuk berambut dan bersisik panjang 10-15 cm dengan mahkota panjang sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan.(diameter). Rimpang kunyit berukuran 2.5-7.0 cm (panjang), dan 2.5 cm Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan dengan daging buah merah jingga kekuning-kuningan.



b. Ekstrak Daun Sirsak Berbentuk kental, rasa pahit, berwarna kuning kecoklatan.



c.



CMC Na Pemerian : -



Warna



: putih sampai krem



-



Rasa



: hampir tidak berasa



-



Bau



: hampir tidak berbau



-



Bentuk : serbuk atau granul



Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloid tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik lain. Titikleleh : 227-2520 C pKa



:4,3



pH larutan : 2-10 Massa molekular : 90.000-200.000 bobot jenis : 0,52 gram/cm3 (HPE hal.97 – 99)



d. Asam benzoat (Ditjen POM,1979) Nama resmi



: Acidum bonzoicum



Nama lain



: Asam benzoat



Rumus molekul



: C7H6O2



Berat molekul



: 122,12 13



Pemerian



: Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak



Kelarutan



berbau



: Larut dalam kurang lebih 350 bagian air, dalam kurang lebih 3 bagian etanol (95 %) P. Dalam 8 bagian kloroform P, dalam 3 bagian eter P



Penyimpanan



e.



: Dalam wadah tertutup baik



Propilenglikol Sinonim



: AseptoformP; CoSept P; E216; propylester; Nipagin P; Nipasol M; propagin;Propyl Aseptoform; propylbutex;



PropylChemosept;



propylis



parahydroxybenzoas; propylphydroxybenzoate;Propyl Parasept; Solbrol P; Nama Kimia



:Propyl 4-hydroxybenzoate



Berat Molekul :180.20 Rumus Empiris :C10H12O3



f.



Pemerian



: Serbuk hablur putih; tidak berbau, tidak berasa



Kegunaan



: Pengawet ( HPE, Hal 596 )



Aquadest Sinonim



: Air suling, aqua depurate



Nama Kimia



:-



Berat Molekul : 18.02 Rumus Empiris : H2O Pemerian



: Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa



Kegunaan



: pelarut ( FI III, Hal 96)



11. Alasan Pemilihan Bahan a.



Ekstrak daun sirsak 14



Ekstrak rimpang kunyit dipilih karena bahannya mudah didapatkan, harganya murah, serta memiliki banyak kegunaan. b. CMC Na CMC Na digunakan sebagai emulgator agent karena merupakan penentu terbentuknya sediaan emulsi ekstrak daun sirsak . CMC Na akan memberikan emulsi yang stabil pada sediaan. c.



Asam Benzoat Digunakan asam benzoate sebagai pengawet karena baik untuk penggunaan oral dan tidak OOT dengan bahan lain



d. Propilenglikol Propilenglikol



dipilih



dalam



pembuatan



gel



dikarenakan



propilenglikol merupakan humectan yang cocok untuk sediaan gel. e.



Aquadest Aquadest digunakan karena aquadest merupakan pelarut yang bersifat polar sehingga dapat bercampur dengan pelarut-pelarut yang lain.



12. Evaluasi a.



Uji Organoleptis Meliputi bentuk, warna, bau, rasa



b. Uji pH Langkah yang dilakukan adalah : 1) Pasangkan batteray lalu tekan power 2) Buka cap penutup elektroda 3) Cuci elektroda dengan air bersih, lalu lap sampai kering. Celupkan elektoda ke dalam larutan buffer, aduk perlahan dan tunggu hingga pH stabil 4) Setelah dikalibrasi, bilas elektroda dengan air bersih lalu keringkan dengan tissu 5) Masukkan elektroda ke dalam sampel yang akan diuji. Aduk perlahan hingga hasil pH yang terbaca stabil



15



6) Untuk penggunaan selanjutnya tidak perlu dilakukan kalibrasi lagi, hanya perlu dibilas air bersih lalu keringkan. Kalibrasi dilakukan setelah 10 kali penggunaan 7) Setelah selesai pembacaan cuci dengan air bersih lalu keringkan dengan tissu 8) Setelah selesai uji pH kembalikan seperti keadaan awal sebelum digunakan 9) Pada sediaan semisolida, larutkan sediaan kedalam aquadest terlebih dahulu c.



Uji Homogenitas 1) Oleskan sejumlah tertentu sediaan pada kaca transparan ( object glass ) 2) Amati secara visual. Suatu sediaan yang homogen akan menunjukkan susunan partikel yang tersebar merata tanpa adanya butir-butir kasar



d. Uji Daya Sebar 1) Ambil piknometer 50 ml bersihkan dengan spiritus fortior. 2) Timbang dan catat bobot piknometer kosong dengan neraca analitik. 3) Masukkan sediaan kedalam piknometer tersebut hingga leher botol. Tutup piknometer, lalu lap bagian luar piknometer hingga bersih. 4) Timbang dan catat bobot piknometer yang berisi sediaan 5) Lalu lakukan perhtungan bobot jenis sediaan dengan rumus



𝐵𝐽 =



𝑀2 − 𝑀1 𝑉



Ket : M2= Berat piknometer dengan sediaan M1= Berat piknometer kosong V= Volume yang tertera pada piknometer



16



17



BAB V PENUTUP



A. Kesimpulan Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil (Anief, 1996). Berdasarkan hasil pembuatan sediaan emulsi, dilakukan uji evaluasi sediaan pada uji organoleptis sediaan emulsi berbentuk cair (liquid), berwarna putih kekuningan. Memiliki pH , , dimana sediaan emulsi memenuhi syarat. Pada uji homogenitas sediaan emulsi baik.



B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, perlu dilakukan pengembangan dan sosialisasi pemanfaatan tanaman obat seperti daun sirih dalam kefarmasian.



18



DAFTAR PUSTAKA Anief, Moh., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Anief, M. (1996). Ilmu Meracik Obat Cetakan 6. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Lachman, L.; Lieberman, H. A.; Kanig, J. L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jilid 2. Penerjemah Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press. Lingga, L. 2010. CerdasMemilihSayuran. Jakarta : PT AgroMedia Pustaka Martin, A., J. Swarbrick, dan A. Cammarata. (1993). Farmasi Fisik: Dasar-dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Edisi Ketiga.Penerjemah: Yoshita.Jakarta: UI-Press. Mitsui. 1997. New Cosmetic Science, Elsevier, Amsterdam. Netherlands. Nunez, Alvarest & Medina, C., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Rowe, R. C., Sheskey, P. J., Queen, M. E. (Editor), London,Pharmaceutical Press dan American Pharmacists Assosiation. Nursal, K.F., Asyarie, S., T.D, Sasanti., Imaculata, M.,2006, Formulasi dan Uji Keamanan sertaAktivitas Krim Pati Beras (Amylum oryzae)dan Pati Jagung (Amylum Maydis) sebagaiTabir Surya, Majalah Farmasi Indonesia, 3No.2, Desember 2006 Peter, K. V. 2008. UnderutilizedandUnderexploitedHorticulturalCrops, Volume 4. New India Publishing Agency, New Delhi. Rieger, M.M., 2000. Harry Cosmeticology 8th edition, 20-36,228,247-251 Chemical Publishing Co., Inc., New York Van, Steenis C.G.G.J.. 2005. Flora. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Vaughan, J. G. and Geissler, C. A. 2009. The New Oxford Book of Food Plants. Oxford University Press Inc, New York.



19



LAMPIRAN A. Kemasan B. Brosur



20



C. Hasil Uji



21