Laporan Sitohisto Prosesing Jaringan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM Sitohistologi II Prosesing Jaringan dan Embedding



DOSEN PEMBIMBING 1. Purwanto, S.Si 2. Ahmad Fahrurrozi ZS



Augustine Firdausika Falya P3.73.34.2.17.010 KELOMPOK 1A



D-IV ANALIS KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III 2020



A. Waktu pelaksanaan a. Hari/tanggal



: Sabtu, 29 Agustus 2020



b. Waktu



: 08.30 - 11.50



c. Tempat



: Laboratorium Sitohistologi lt.5 gedung TLM, Poltekkes JKT III



B. Tujuan Praktikum 1) Mahasiswa mampu melakukan persiapan atau preparasi alat, bahan, dan reagensia sebelum melakukan prosesing sampel jaringan. 2) Mahasiswa mampu memahami prinsip dari tahap-tahap prosesing jaringan (dehidrasi, clearing, infiltrasi, dan embedding) serta melakukannya dengan baik dan benar 3) Mahasiswa mampu membedakan sampel jaringan embedding yang melewati proses fiksasi yang benar dengan yang tidak melakukan proses fiksasi.



C. Pendahuluan Pengamatan jaringan secara mikroskopis merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam menentukan diagnosis penyakit dan masih menjadi “gold standard” dalam penentuan terapi dan prognosis pesien. Hasil yang baik dapat memberikan gambaran bentuk, susunan sel, inti sel, sitoplasma, susunan jaringan ikat, otot dan lain sebagainya sesuai dengan gambaran jaringan dalam kondisi pada waktu masih hidup. Dalam proses pengolahan jaringan yang pertama kali dan paling penting dilakukan adalah proses fiksasi. Proses fiksasi merupakan tahapan yang paling penting dalam membuat sediaan histologi karena tujuan dari fiksasi adalah mempertahankan morfologi sel dan jaringan agar sama seperti jaringan hidup dan jika terjadi kesalahan pada tahap ini akan memberikan gambaran yang buruk pada sediaan histologi. Pemeriksaan jaringan secara mikroskopis bisa dilakukan dengan metode pengerasan jarungan teknik parafinisasi atau potong beku. Pengerasan jaringan dengan teknik parafinisasi adalah proses memasukkan paraffin ke dalam jringan. Supaya paraffin dapat masuk ke dalam jeringan, maka diperlukan adanya tahap-tahap pematangan jaringan. Prinsip dasar pematangan jaringan sangat sederhana, yaitu proses mengeluarkan air dan zat fiksatif yang ada di dalam jaringan dan menggantinya dengan media yang dapat mengeraskan jaringan, salah satunya yaitu parafin. Namun, air tersebut tidak bisa langsung digantikan oleh parafin, melainkan harus melalui tahapan perantara. Adapun tahapan perantara di dalam pematangan jaringan yaitu proses dehidrasi, clearing, dan infiltrasi. setelah melalui proses pematangan jaringan lalu dilakukan proses embedding yaitu



pemasukkan paraffin ke jaringan. Kemudian, dilakukan proses sectioning atau pemotongan dengan mikrotom. Setelah itu, dilakukan proses pewarnaan atau staining. Terakhir adalah proses mounting yaitu menempelkan potongan jaringan yang baik ke objek glass. Masingmasing tahapan tersebut mempunyai tujuan untuk menghasilkan jaringan yang dapat dipotong setebal 2-7 µm sehingga dapat dibaca di bawah mikroskop. Jaringan tipis tersebut bisa didapat apabila jaringan ditempatkan pada suatu media yang cukutp padat seperti paraffin (Miranti, 2010). Prosesesing jaringan yang baik akan menghasilkan sediaan jaringan yang berkualitas baik dan tidak terjadi artefak di dalamnya. Adapun hasil dari prosesing jaringan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu, reagen, waktu, dan alat prosesing jaringan. Sediaan yang telah jadi tersebut selanjutnya akan menunjang diagnosis penyakit dan tindak lanjut pengobatan terhadap pasien.



D. Alat dan Bahan a) Alat – alat : 1. Alat embedding centre 2. Pinset 3. Kaset embedding 4. Basemold 5. Beaker glass 6. Hotplate 7. Pengaduk/spatula



b) Bahan 1. Sampel jaringan : ati ayam atau jantung ayam 2. Reagensia : 



Fine fix :larutan fiksatif (pengganti formalin)







Larutan alcohol 96%







Larutan alcohol absolut







Xylol



3. Parafin/wax



Finefix



Alkohol 96%



Alkohol absolut



Xylene



Parafin



E. Prosedur Kerja Ketentuan : 



Kelompok A1 melakukan proses embedding tanpa melakukan prosesing jaringan, kelompok A2 melakukan prosesing jaringan lalu melakukan embedding.







Setelah itu, A2 melakukan proses embedding tanpa prosesing jaringan dan A1 melakukan prosesing jaringan lalu melakukan embedding.







Membandingkan hasil embedding yang melalui tahap prosesing jaringan dan yang tidak melalui tahap prosesing jaringan.



Tahapan kerja : 1. Potong jaringan ati ayam ke bentuk yang kecil-kecil dengan ketebalan sekitar 3-4 µm dan tidak melebihi batas cassette embedding. 2. Potongan jaringan yang sudah dipotong ditaruh di kaset embedding.



3. Dilakukan proses fiksasi dengan cara jaringan dicelupkan kedalam larutan finefix sembari dipanaskan di atas hotplate dan diaduk-aduk dengan menggunakan spatula selama 15 menit.



4.



Dilakukan proses dehidrasi dengan langkah : a. Mencelupkan jaringan ke dalam beaker glass yang berisi larutan alcohol 96% yang dipanaskan diatas hotplate dan diaduk selama 15 menit. b. Selanjutnya, masukkan jaringan kedalam beaker glass yang berisi larutan alcohol absolut yang dipanaskan diatas hotplate dan diaduk selama 15 menit.



5. Dilanjutkan dengan proses clearing dengan memasukkan jaringan kedalam larutan xylol yang dipanaskan diatas hotplate dan diaduk dengan spatula selama 15 menit.



6. Paraffin yang masih keras dipanaskan di atas hotplate agar menjadi paraffin cair. 7. Dilakukan proses infiltrasi paraffin dengan memasukkan jaringan ke dalam paraffin cair yang masih pipanaskan diatas hotplate sambal mengaduk-aduknya selama 15 menit.



8. Dilakukan proses embedding di embediding centre dengan langkah-langkah: a. Masukkan paraffin cair dengan menekan tuas agar paraffin keluar ke dalam base mold dengan volume minimal setengah dari base mold tersebut. Tempatkan jaringan ditengah-tengah dengan menggunakan pinset yang memiliki suhu berkisar antara 56-60°C. b. Tahan jaringan dengan pinset dan dinginkan alas base mold dengan memindahkan ke cold plate sebentar hingga terlihat warna putih di alas base mold. c. Angkat base mold lalu tutup dengan kaset embedding yang dipanaskan terlebih dahulu di ruang hangat dengan suhu kurang lebih 60°C. d. Tuangkan lagi paraffin cair hingga menutupi kaset embedding tetapi jangan sampai terlalu banyak dan hampir memenuhi base mold. e. Diamkan dalam suhu kamar atau di cold plate hingga mudah dilepas.



F. Hasil a. Jaringan blok parafin tanpa pematangan jaringan



b. Jaringan blok paraffin melewati tahap pematangan jaringan



G. Pembahasan Pengolahan jaringan dimulai dari tahap fiksasi. Fiksasi adalah proses kimia pengawetan jaringan biologis sehingga mencegah autolisis atau proses pembusukan. Tujuan dari fiksasi adalah mencegah perubahan autolisis, mempertahankan morfologi sel dan jaringan agar dapat sama seperti jaringan yang ada ditubuh manusia selama hidup, dan



mengeraskan jaringan agar dapat diproses dengan mengubah konsistensi sel dari semi cair menjadi semi padat (Miranti, 2010). Cairan fiksasi yang rutin digunakan untuk mengawetkan jaringan dalam pemeriksaan histopatologi adalah NBF 10% (Neutral Buffer Formalin 10%). Kelebihan dari penggunaan NBF 10% adalah memiliki pH 7 dimana merupakan pH yang sangat baik sehingga penggunaan lebih mudah dan dapat mengawetkan jaringan dalam kurun waktu yang cukup lama. Kelemahannya adalah NBF 10% mengandung zat formalin yang telah diketahui merupakan zat karsinogenik sehingga berbahaya bagi petugas laboratorium apabila sering digunakan dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, dalam praktek kali ini digunakan larutan pengganti yaitu Fine fix yang mengandung larutan fiksatif berjenis alcohol sehingga tidak berbahaya bagi tubuh. Kelebihan dari alcohol adalah harganya yang murah dan mudah mendapatkannya serta memiliki kemampuan penetrasi yang cepat, dapat mengkoagulasi protein dan presipitasi glukogen serta melarutkan lemak. Namun, kekurangan dari alcohol yaitu daya tembusnya yang kurang baik karena jaringan cepat menjadi keras dan mengkerut sehingga sediaan sukar dipulas (Nassar, 2008). Akan tetapi, larutan fine fix ini lebih direkomendasikan karena hasilnya yang tidak jauh beda dengan hasil jaringan yang menggunakan NBF 10% terlebih lagi karena sifatnya yang tidak karsinogenik. Sehingga larutan finefix bisa menjadi alternative dalam melakukan proses fiksasi. Hal yang harus disiapkan dalam proses fiksasi, larutan finefix diencerkan dengan alcohol 96% dengan komposisi 250 ml finefix dan 780 ml alcohol 96%. jaringan yang ada dikaset dimasukkan ke larutan fiksatif dan dipanaskan di atas hotplate sembari diaduk menggunakan batang pengaduk selama 15 menit. Tujuan dari mengaduk ini adalah supaya proses yang dilakukan lebih cepat meresap ke jaringan. Selanjutnya adalah tahap pematangan jaringan. Tahap pertama dari pematangan jaringan adalah dehidrasi. Dehidrasi adalah proses menghilangkan air dan zat fiksatif dari komponen jaringan. Reagen dehidrasi bersifat hidrofilik. Dehidrasi harus dilakukan secara perlahan. Jika gradien konsentrasi reagen terlalu berlebihan, maka arus difusi melintasi membran sel dapat meningkatkan kemungkianan terjadi kerusakan pada sel. Oleh karena itu, spesimen diproses menggunakan reagen dengan konsentrasi meningkat. Pada praktek kali ini, setalah proses fiksasi jaringan langsung dimasukkan ke alcohol 96% bukan ke alcohol 70% dahulu karena konsentrasi finefix yang dibuat pada saat fiksasi sudah 70% sehingga tidak perlu dimasukkan ke alcohol 70% lagi. Setelah dimasukkan ke alcohol 96%, lalu dimasukkan ke alcohol absolut. Masing-masing selama 15 menit dengan dipnaskan di atas hotplate dan diaduk dengan menggunakan batang pengaduk. Dehidrasi berlebihan dapat



menyebabkan jaringan menjadi keras, rapuh dan kusut. Dehidrasi yang tidak sempurna akan mengganggu penetrasi reagen pembening ke dalam jaringan, sehingga spesimennya lunak dan tidak bisa dilakukan proses infiltrasi. Hal yang penting lainnya yaitu, sebelum dilakukan proses ini, jaringan harus dipastikan sudah difiksasi dengan baik sehingga tidak terjadi artifak oleh karena terjadi fiksasi alkohol. Tahap kedua dari pematangan jaringan adalah proses clearing atau pembeningan. Proses clearing adalah proses pengeluaran alcohol dari jaringan. Reagen pembeningan bertindak sebagai perantara antara larutan dehidrasi dan infiltrasi. Jika agen dehidrasi telah digantikan semua dengan agen pembeningan, maka jaringan tersebut akan memiliki penampilan yang bening dan tembus cahaya. Reagen clearing yang digunakan pada saat praktek adalah xylol. Jaringan dimasukkan ke dalam xylol yang dipanaskan di atas hotplate dan diaduk-aduk dengan menggunakan batang pengaduk selama 15 menit. Proses dilakukan sekali saja karena keterbatasan waktu dan sebenarnya hanya dengan sekali celup xylol hasilnya sudah dapat diterima dan bagus. Akan tetapi, jika ingin hasil yang lebih maksimal bisa dilakukan dengan 2 sampai 3 kali pencelupan xylol. Tahap ketiga dari proses pematangan jaringan adalah proses infiltrasi. Infiltrasi merupakan suatu proses memasukkan materi/filtrat ke dalam jaringan sehingga jaringan tersebut dapat mengeras akibat filtrat tersebut di suhu ruang. Mekanisme masuknnya filtrate ini kedalam sel adalah dengan menggantikan cairan pembeningan dengan tingkat kelarutannya. Parafin adalah filtrate yang paling banyak digunakan untuk infiltrasi dan embedding. Lilin parafin meresapi jaringan dalam bentuk cair dan membeku dengan cepat saat didinginkan. Jaringan dibenamkan dalam parafin, kemudian membentuk matriks, hal ini mencegah kerusakan struktur jaringan selama pemotongan. Adapun waktu yang diberikan pada proses pematangan jaringan (dehidrasi hingga infiltrasi) pada dasarnya tidak ditentukan dengan pasti. Semua laboratorium berhak dan wajib melakukan validasi terhadap hasil dari waktu-waktu yang digunakan pada saat proses pematangan jaringan. Setelah proses infiltrasi dengan paraffin cair (proses pematangan jaringan), maka selanjutnya adalah tahap penanaman jaringan pada base mold yaitu embedding. Hal yang paling penting dalam penanaman jaringan adalah mengorientasikan jaringan secara tepat. Jaringan dapat diorientasikan di tepi, di ujung atau di permukaan, tergantung pada jenis jaringan yang ditanam. Posisi yang benar untuk beberapa spesimen jaringan adalah sebagai berikut: (1) Struktur tubular: penampang dinding dan lumen harus terlihat; Arteri, vena, tuba fallopi dan spesimen vas deferens; (2) Biopsi kulit; eksisi, penampang epidermis, dermis dan lapisan subkutan harus terlihat; (3) Usus, kandung empedu, dan biopsi epitel lainnya:



memotong bidang pada sudut kanan ke permukaan, dan diposisikan sehingga permukaan epitel dipotong terakhir, meminimalkan kompresi dan distorsi lapisan epitel; (4) Biopsi otot: potongan harus berisi bidang melintang dan longitudinal; (5) Beberapa potongan jaringan diposisikan berdampingan dengan permukaan epitel menghadap ke arah yang sama. Proses embedding dilakukan dengan alat yang dinamakan embedding centre. Proses embedding harus dilakukan dengan cepat agar tidak terbentuk 2 lapisan. Kesalahan yang terjadi ketika tahap penanaman adalah kesalahan dalam diagnosis. Untuk memperbaiki kesalahan tersebut dapat dilakukan potong dalam atau tanam ulang.



H. Kesimpulan Pengamatan jaringan (histologi) secara mikroskopis merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam menentukan diagnosis penyakit dan masih menjadi “gold standard” dalam penentuan terapi dan prognosis pesien. Untuk mendapatkan hasil jaringan yang bagus sehingga seorang patolog dapat dengan mudah mengamati dibawah mikroskop, terdapat tahapan-tahapan yang wajib dilakukan, yaitu fiksasi, tahap pematangan jaringan (dehidrasi, clearing, infiltrasi), dan embedding. Sediaan yang telah melewati proses-proses tersebut tersebut selanjutnya akan diperiksa oleh patolog dan sangat menunjang diagnosis penyakit dan tindak lanjut pengobatan terhadap pasien.



Referensi 1. Bancroft J.D, Gamble M. (2008).Theory and Practice of Histological Techniques. Philadhelphia: Elsivier 2. Khristian, Erick dan Dewi Inderiati. 2017. Bahan Ajar Teknologi Laboratorium Medik (TLM) : Sitohistoteknologi. Jakarta : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber daya Manusia Kesehatan 3. Sumanto, Didik. 2014.Belajar Sitohistoteknologi untuk pemula. Semarang:Ikatan Analis Kesehatan Indonesia Semarang (IAKIS) 4. Treuting P.M, Dintzis S.M. (2012).Comparative Anatomy and Histology. United States of America: Elsivier 5. Dimenstein. Grossing Biopsies : an introduction to general principle and techniques. Ann Diagn pathol.2009;13;(2);106-13