Laporan TPKL Pengamatan Hujan Versiq [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGUKURAN KETEBALAN CURAH HUJAN DAN INTENSITRAS HUJAN



Laporan Praktikum



Oleh: Eryalfan Setyo Prakoso NIM 111710201028



JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2012



BAB 1. PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Dalam siklus hidrologi dikenal berbagai istilah mengenai pergerakan siklus air, salah satunya adalah presipitasi. Presipitasi bisa berbentuk air, salju, atau es tergantuk dari iklim wilayah tersebut. Wilayah indonesia sendiri yang beriklim tropis presipitasinya berupa air atau yang biasa disebut hujan. Hujan merupakan suatu kejadian alam yang sering terjadi di daerah yang mempunyai iklim tropis seperti Indonesia. Hujan meempunyai pengaruh yang besar bagi kehidupan manusia dapat bermanfaat dan dapat juga merugikan. Hujan dapat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dan makhluk hidup lainya dan dapat dijadikan pengisi air tanah. Sedangkan hujan dapat juga merugikan karena dapat menyebebkan erosi pada tanah. Jumlah air hujan yang turun pada setiap tempat berbeda-beda, jumlah air hujan yang turun pada kurun waktu tertentu disebut curah hujan. Perhitungan curah hujan sangat dibutuhkan untuk perencanaan kebutuhan air tanaman, pembanguanan jembatan, irigasi dan drainase. Oleh karena perbedaan jumlah air hujan yang turun pada tiap tempat berbeda maka pengukuran curah hujan perlu dilakukan ditiap wilayah. Karena sangat pentingnya melakukan perhitungan curah hujan, oleh karena itu praktikan perlu melakukan praktikum mengenai perhitungan curah hujan dengan menggunakan alat pengukur curah hujan manual dan otomatis agar dapat membandingkan antara kedua alat tersebut. 1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1



Tujuan Tujuan dari laporan ini adalah 1. Untuk mengetahui definisi hujan, curah hujan dan intensitas hujan. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan 3. Untuk mengetahui bagaimana hujan dapat terbentuk 4. Untuk mengetahui nama dan cara kerja alat-alat pengukur ketebalan dan intensitas curah hujan.



1.2.2



Manfaat Manfaat dari laporan ini adalah 1. Dapat mengetahui konsep dasar mengenai hujan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2. Dapat mengetahui mengenai terbentuknya hujan 3. Dapat mengetahui mengenai nama dan cara kerja alat yang digunakan dalam mengukur ketebalan dan intensitas hujan.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Curah Hujan dan Intensitas Hujan Presipitasi atau Hujan adalah peristiwa jatuhnya air/es dari atmosfer ke permukaan bumi dan atau laut dalam bentuk yang berbeda. Hujan di daerah tropis (termasuk Indonesia) umumnya dalam bentuk air dan sesekali dalam bentuk es pada suatu kejadian ekstrim, sedangkan di daerah subtropis dan kutub hutan dapat berupa air atau salju/es. Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahun (Sastrodarsono et al, 1999). Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman (Anonim., 2010). 2.2 Faktor-Faktor Curah Hujan Faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan antara lain (Anonim, 2012): 1. Bentuk medan/topografi. Relief daratan Indonesia tidak homogen. Adanya medan yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung akan menyebabkan angin yang membawa uap air naik. Makin ke atas suhunya makin turun sehingga terjadi kondensasi dan menimbulkan hujan orografis. 2. Arah lereng medan. Faktor ini sebenarnya berkaitan dengan faktor bentuk medan. Pada lereng pegunungan yang menghadap ke arah angin banyak terjadi hujan, sebaliknya pada lereng pegunungan yang membelakangi arah angin merupakan daerah bayang-bayang hujan. Itulah sebabnya kota Bandung dan Palu memiliki curah hujan yang sedikit, karena kedua kota tersebut terletak di daerah bayang-bayang hujan.



3. Arah angin yang sejajar dengan garis pantai. Faktor ini menyebabkan suhu yang konstan sehingga curah hujan sedikit/rendah. Contoh: Pantai Utara Pulau Jawa, Pulau Madura, Pantai Barat Pulau Bali. 4. Jarak perjalanan angin di atas medan datar. Angin yang berasal dari daerah perairan menuju ke daratan pada umumnya dapat menimbulkan hujan. Jika dataran yang dilewati angin itu lebar, sedangkan sifat permukaannya tidak berubah maka pada kawasan sekitar pantai kemungkinan akan terjadi hujan, tetapi di daerah pedalama tidak tidak terjadi hujan. Kemungkinan hujan akan turun lagi apabila medannya mulai naik. Sebaliknya, jika uap air yang dibawa angin dari daerah perairan belum cukup menimbulkan hujan di kawasan pantai maka di daerah pedalaman kemungkinan akan terjadi hujan. Peristiwa demikian sering terjadi pada kawasan Jakarta, Cibinong, dan Bogor. Pada bulan JanuariFebruari hujan turun di Jakarta dan Bogor, sedangkan di Cibinong udara ceras. Sebaliknya, pada bulan April-Mei Jakarta dan Bogor cerah, tetapi di Cibinong terjadi hujan.



2.3 Proses Terjadinya Hujan Pembentukan hujan merupakan proses fisika awan Sejumlah proses fisik terdapat dalam proses terjadiinya hujan, dan proses tersebut memiliki hubungan dengan kualitas lingkungan sampai perubahan iklim. a. Terbentuknya awan Awan terbentuk ketika udara menjadi sangat jenuh (supersaturated), dimana ketika teknan uap aktual mencapai atau melebihi tekanan uap jenuh: Supersaturation terjadi melalui pengembangan dan pendinginan kolom udara yang menyebabkan uap air terkondensasi pada partikel atmosfir. Proses ini disebut nukleasi (nucleation). Aeroso; atmosfir yang merupakan suspensipadat atau bahan cair dengan kecepatan jatuh kecil memegang peranan penting dalam permulaan kondensasi dengan memfasilitasi tempat proses nukleasi bagi uap air. Dua tipe awan dapat dibedakan atas awan dingin (cold clouds) dan awan panas (warm clouds). Awan dengan suhu di atas 0oC disebut awan dingin (Anonim,. 2011:3).



b. Struktur Awan Droplet atau butiran hujan bertumbuh pada awan yang suhunya lebih tinggi (warm clouds) melalui proses kondensasi, kollisi (collision), dan koalesens (coalescence). Umumnya awan yang terbentuk di wilayah tropis adalah awan dengan suhu diatas 0oC. Jenis awan ini mencairkan partikel kristal yang terbentuk di wilayah atmosfir dengan suhu di bawah 0oC. Proses ini juga mengecilkan kristal hujan dan membentuk butiran hujan (Anonim, 2011:3). c. Mekanisme Jatuhnya Air Hujan Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi dan pembentukan awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda dalam proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan yang menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan pembentuk hujan. Pada mekanisme stratiform, gerakan vertikal udara lemah, partikel hujan diinisiasi dekat permukaan atas awan hingga proses terjadinya pengembangan hujan cukup lama (berjam-jam). Untuk mekanisme konvektif, gerakan udara vertikal sangat cepat sehingga pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan cepat saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses jatuhnya butiran hujan sangat cepat (sekitar 45 menit). Mekanisme lain dalam proses hujan adalah kombinasi konvektif dan stratiform yang merupakan proses pengangkatan massa udara dan uap air secara orografis melalui pegungungan dan perbukitan Ada enam kelas sistem kejadian hujan secara umum yang diuraikan seperti berikut (Anonim, 2011:4-8): a. Siklon Extratropis Sirkulasi udara yang terdiri dari massa udara (streams) yang bergerak secara normal dan stabil mengikuti pola gerakan di atas permukaan bumi. Suhu dan kelembaban udara sangat tergantung pada asal gerakan udara; masssa udara kontinental kutub dingin dan kering; massa udara laut tropis panas dan lembab. Wilayah disekitar daerah tropis sangat berbeda sehingga dua airan udara paralel



dengan suhu berbeda sehingga memicu ketidak stabilan di lapisan antara keduanya yang cenderung menyebabkan terjadinya siklon. Kejadian



siklon



ekstratropis



dapat



mencapai



ribuan



kilometer.



Pengangkatan vertiakal dalam siklon ekstratropis diasosiasikan dengan posisi kurva dengan kecepatan kurng dari 0.1 km/jam. Kebanyakan hujan pada siklon ini didominasi oleh mekanisme stratiform yang dimicu oleh kejadian konvektif. b. Midlatitude Thunderstorms Seperti halnya siklon ekstratropis yang merupakan contoh hujan stratiform, maka midlatitude thunderstorms merupakan contoh hujan konveksi. Massa udara thunderstorms terbentuk dari massa udara tak stabil secara konveksi dalam jumlah yang relatif besar dari kandungan uap rendah dan gesekan angin kecil. Struktur spasial hujan ditentukan dengan pola acak pada thunderstorm. Studi pada akhir 1940an memberikan hasil proses kejadian hujan thunderstorm yang memiliki karakterisrik siklus, (1) membetuk awan cumulus yang 26 membentuk partikel hujan di awan tapi tidak mencapai bumi karena proses pengangkatan udara yang kuat, (2) tahap pematangan dimana gesekan partikel hujan menyebabkan gerak ke bumi sehingga butiran hujan jatuh, dan (3) tahap dissipasi dimana butiran hujan kecil terus jatuh. Umumnya thunderstorms tidak menghasilkan curah hujan yang tinggi pada wilayah yang luas. Kejadian thunderstorms dalam skala sedang (mesoscale convective systems, MCS) merupakan penyebab utama terjadinya banjir di berbagai tempat. c. Kluster Awan Tropis (Tropical Cloud Clusters) Secara global curah hujan rata-rata tahunan di wilayah tropis merupakan yang terbesar. Curah hujan yang maksimum tersebut berasosiasi dengan kluster awan yang terjadi pada zona putaran angin yang memusat. Kluster awan, seperti halnya pada sistem awan tropis, konveksi merupakan pemicu awal kejadian hujan. Meskipun sistem awan tropis meliputi jangkauan skala yang luas, kebanyakan hujan karena proses kluster awan jatuh pada luas wilayah yang dapat mencapai 50.000 km2. Hujan tropis memainkan peranan penting dalam sirkulasi global dan berkaitan erat dengan anomali sirkulasi atmosfir seperti El-Nino.



d. Hujan Monsoon ( Monsoon Rainfall) Akumulasi hujan terbesar selama periode lebih dari 24 jam berasosiasi dengan Asian monsoon. India dan Asia Tenggara adalah lokasi utama kejadian hujan monsoon selama musim panas di Asia. Indonesia dan Malaysia sering mengalami hujan monsoon ekstrim selama periode Winter di Asia. Istilah monsoon diadopt dari bahasa arab yang berarti musim. Karakteristik umum iklim monsoon ditandai oleh arah angin yang berlawanan pada dua musim. Misalnya di Indonesia dikenal dengan Musim Angin Timur (banyak hujan) dan Musim Angin Barat (kurang hujan). e. Hujan Badai (hurricanes) Badai umumnya dikenal di wilayah pasifik yang menyebabkan hujan ektrim di wilayah pesisir pantai sepanjang Samudra Atlantik dan Pasifik. Kejadian hujan badai merupakan proses ektrim dari konveksi dan stratiform. Kejadian badai masih merupakan proses yang diperdebatkan. f. Hujan Orografi Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angina hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.



2.4 Alat-Alat Pengukur Curah Hujan Alat-alat yang digunakan dalam mengukur hujan adalah (Hendayana, 2011:2-3) : a. Penakar Hujan Otomatis Type Hellmann Alat ini berfungsi untuk mengukur intensitas, jumlah, dan waktu terjadinya hujan, dipasang dengan ketinggian 120 cm dari permukaan tanah sampai ke corong penakar dan luas penampang corong 200 cm2. Pada alat ini terdapat sebuah silinder jam sebagai tempat pemasangan pias, sehingga akan dapat diketahui curah hujan maksimum dan minimum serta waktu terjadinya.



Prinsip kerja alat ini yaitu air hujan masuk melalui corong kemudian akan terkumpul dalam tabung. Dalam tabung ini terdapat pelampung yang dihubungkan dengan tangkai pena, sehingga air yang masuk kedalam tabung akan menekan pelampung, maka pelampung akan naik dan tangkai pena turut bergerak keatas. Gerakan pena tersebut akan mencatat pada pias yang dipasang pada silinder jam, jika gerakan pena mencapai skala 10 mm pada pias maka secara otomatis air akan turun melalui pipa siphon dan jatuh kedalam bejana plastik. Air dalam tabung terkuras habis sehingga tangkai pena turut bergerak turun sampai pena menunjuk skala nol, jika hujan masih turun pena akan naik lagi, demikian seterusnya. Waktu pengamatan : pengamatan dilakukan selama 24 jam dan penggantian pias dilakukan pada jam 07.00 WIB. b. Penakar Hujan Otomatis Type Typping Bucket. Berfungsi untuk mengukur jumlah curah hujan pada periode waktu tertentu, dipasang dengan ketinggian 140 cm dari permukaan tanah dan luas penampang corong 400 cm2. Alat ini terdiri dari sensor yang berupa bucket (semacam timbangan) dan dihubungkan dengan menggunakan kabel ke recorder/pencatat yang ditempatkan dalam ruangan observasi, kerja alat ini memerlukan arus AC yang diubah menjadi DC 7,5 – 9,0 Volt. Prinsip kerja alat ini yaitu air yang masuk melalui corong akan jatuh kedalam alat semacam timbangan, dimana satu jungkitan pada alat ini akan direspon oleh recorder sehingga akan terbentuk lukisan satu anak tangga pada pias dan angka counter bertambah satu. Perubahan satu angka counter menunjukkan lukisan satu anak tangga pada pias dan satu jungkitan pada sensor nilainya akan setara dengan 0,5 mm curah hujan. c. Penakar Hujan Manual Type Observatorium Berfungsi untuk mengukur jumlah curah hujan. Alat ini dipasang diatas tonggak kayu yang dibeton dengan ketinggian 120 cm dari permukaan tanah sampai mulut corong penaka r, luas penampang corong yaitu 100 cm2 dengan kapasitas menampung curah hujan ± 5 liter, dan ditengah corong penakar



dipasang kran. Jumlah curah hujan yang tertampung akan dituangka melalui kran dan ditakar dengan gelas ukur yang berskala sampai dengan 20 mm. Waktu pengamatan : pengamatan dilakukan jam 07.00 WS dengan membuka kran dan menampung air hujan dalam gelas penakar kemudian dibaca skala yang menunjukkan jumlah curah hujan yang terjadi selama 24 jam.



BAB 3. METODOLOGI



3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum yang dilakukan untuk mengukur ketebalan dan intensitas curah hujan dilakukan pada: Waktu



: Pukul 13.00 WIB



Tanggal



: 10 Oktober 2012



Tempat



: Laboratorium



Teknik



Pengendalian



dan



Konservasi



Lingkungan, Workshop Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.



3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum mengukur ketebalan dan intensitas curah sebagai berikut: a. Jangka sorong b. Rainfall Simulator c. Ombrometer d. Papan aluminium e. Stopwatch f. Gelas Ukur g. Papan penutup ombrometer (triplek) h. Timba plastik Bahan yang digunakan dalam praktikum mengukur ketebalan dan intensitas curah adalah: a. Air 3.3 Langkah Kerja Praktikum Langkah kerja praktikum pengukuran ketebalan dan intensitas curah hujan: 1. Menyiapakn alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.



2. Melakukan penginstalan alat rainfall simulator dengan cara: a. Mengisi bak air rainfall simulator hingga penuh. b. Mengatur sudut lubang cakram dengan tiga kondisi yakni 15o, 25o dan 35o kemudian diputar knob pengunci agar sudut cakram tidak berubah-ubah. c. Membuka kran pengukur debit air agar air dapat mengalir dari bak ke rangkaian penyemprot. d. Menghidupkan pompa dengan menekan switch control pompa, kemudian mengatur kecepatan putaran cakram sebesar 80 putaran/menit. e. Mengatur debit air melalui tombol pengaturan debit air sebesar 60 liter/menit. 3. Mengukur diameter dalam ombrometer dengan menggunakan jangka sorong. 4. Menempatkan ombrometer diatas papan aluminium lalu atasnya ditutup papan triplek agar air tidak masuk ke ombrometer saat rainfall simulator pertama kali dihidupkan atau saat penyetelan rainfall simulator. 5. Menghidupkan rainfall simulator lalu dilakukan penyetelan ulang seperti mengatur debit air dan kecepatan putaran cakram. 6. Setelah penyetelan selesai, buka penutup ombrometer dan menjalankan stopwatch untuk mengatur waktu hingga 10 menit setiap praktikum pada tiga kondisi sudut cakram. 7. Setelah 10 menit, mengukur volume air pada ombrometer dengan menggunakan gelas ukur. 8. Mencatat dan menghitung ketebalan dan intensitas hujan dengan menggunakan rumus: a. Ketebalan curah hujan : Dengan,



I=



I = Ketebalan curah hujan (mm) V = Volume tampungan air hujan (cm3) A = Luas mulut ombrometer (cm2)



b. Intensitas Hujan : Dengan,



I=



x 600



I = Intensitas curah hujan (mm/jam) Q = volume air di tiap container (ml) A = Luas mulut ombrometer (cm3) T = Waktu Pengumpulan hujan (menit)



BAB 4. PEMBAHASAN



4.1 Pembahasan Perhitungan Tabel pengamatan 1. Pengukuran Ketebalan Curah Hujan Nomor Ombrometer 1 2 3 4 5 6 7 8 9



Volume (ml) 15o 810 1070 940 790 1300 760 1080 820 740



25o 1170 1450 1340 1280 1430 1190 1340 1390 1180



35o 1940 2320 1880 2260 1800 1790 2500 2300 1470



Luas Mulut Ombrometer (cm2) 124.4289 122.4601 125.0226 125.2208 124.0338 125.0226 125.2208 123.2457 124.0338



Ketebalan Curah Hujan (mm) o 15 25o 35o 65.097 94.0296 155.912 87.375 118.406 189.449 75.186 107.181 150.373 63.089 102.219 180.481 104.81 115.291 145.122 60.789 95.1828 143.174 86.248 107.011 199.647 66.534 112.783 186.619 59.661 95.1353 118.516



Pembahasan Tabel 1. Pengukuran ketebalan curah hujan: Awal langkah pengukuran dilakukan dengan mengukur diameter dalam mulut ombrometer dengan menggunakan jangka sorong sebanyak tiga kali, sehingga akan didapat data hasil pengukuran sebanyak 3 data setiap ombrometer kemudian di rerata untuk mendapat diameter optimum. Pengukuran diameter ombrometer dilakukan tiga kali untuk menghindari kesalahan-kesalahan pengukuran dan menambah keakuratan dalam pengukuran. Sehingga didapat data hasil pengukuran rerata sebesar: D1 = 12,59 cm



D2 = 12,49 cm



D3 = 12,62 cm



D4 = 12,63 cm



D5 = 12,57 cm



D6 = 12,62 cm



D7 = 12,63 cm



D8 = 12,53 cm



D9 = 12,57 cm Data diameter diatas, dapat digunakan untuk mencari luas ombrometer dengan menggunakan rumus luas lingkaran yakni L = sebesar 3,14. Sehingga di dapat data luas mulut ombrometer:



, dengan



bernilai



A1= A2= A3= A4= A5= A6= A7=



(



)



A8=



(



)



A9= Langkah pengukuran berikutnya adalah mengukur volume air yang berada dalam ombrometer. Volume air ini didapat dari pengamatan ombrometer yang telah diletakkan dibawah rainfall simulator dengan sudut lubang cakram berbeda yakni 15o, 25o dan 35o dalam waktu 10 menit, debit air sebesar 60 liter/menit dan kecepatan putaran cakram sebesar 80 putaran/menit. Kemudian air dari setiap ombrometer diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur dengan satuan milliliter (ml) atau setara dengan cm3. Sehingga didapat data sebesar -



Pada sudut lubang cakram sebesar 15o



V1 = 810 ml



V2 = 1070 ml



V3 = 940 ml



V4 = 790 ml



V5 = 1300 ml



V6 = 760 ml



V7 = 1080 ml



V8 = 820 ml



V9 = 740 ml -



Pada sudut lubang cakram sebesar 25o



V1 = 1170 ml



V2 = 1450 ml



V3 = 1340 ml



V4 = 1280 ml



V5 = 1430 ml



V6 = 1190 ml



V7 = 1340 ml



V8 = 1390 ml



V9 = 1180 ml -



Pada sudut lubang cakram sebesar 35o



V1 = 1940 ml



V2 = 2320 ml



V3 = 1880 ml



V4 = 2260 ml



V5 = 1800 ml



V6 = 1790 ml



V7 = 2500 ml



V8 = 2300 ml



V9 = 1470 ml



Dari data diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi elevasi atau sudut lubang cakram maka volume air hujan yang keluar akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin besar lubang sudut cakram maka semakin banyak air yang keluar dari lubang cakram pada saluran penyemprot di rainfall simulator. Setelah mengukur dari diameter dalam ombrometer untuk mencari luas mulut ombrometer dan mengukur volume air yang tertampung pada tiap ombrometer, maka daari data tersebut dapat digunakan untuk mencari ketebalan curah hujan dengan menggunakan rumus I



, dengan I = ketebalan curah hujan



(mm), V = volume tampungan air hujan (cm3) dan A = luas mulut ombrometer (cm2) sehingga didapat data: -



Pada sudut lubang cakram sebesar 15o



I1



cm = 65,097 mm



I2



cm = 87,375 mm



I3



cm = 75,186 mm



I4



cm = 63,089 mm



I5



cm = 104,81 mm



I6



cm = 60,789 mm



I7



cm = 86,248 mm



I8



cm = 66,534 mm



I9



cm = 59,661 mm



-



Pada sudut lubang cakram sebesar 25o



I1



cm = 94,0296 mm



I2



cm = 118,406 mm



I3



cm = 107,181 mm



I4



cm = 102,219 mm



I5



cm = 115,291 mm



I6



cm = 95,1828 mm



I7



cm = 107,011 mm



I8



cm = 112,783 mm



I9



cm = 95,1353 mm



-



Pada sudut lubang cakram sebesar 35o



I1



cm = 155,912 mm



I2



cm = 189,449 mm



I3



cm = 150,373 mm



I4



cm = 180,481 mm



I5



cm = 145,122 mm



I6



cm = 143,174 mm



I7



cm = 199,647 mm



I8



cm = 186,619 mm



I9



cm = 118,516 mm Dari data diatas dapat disimpulkan bahawa ketebalan curah hujan setiap



wadah ombrometer berbeda-beda hal ini dapat dikarenakan letak ombrometer yang tidak sepenuhnya berada ditengah saluran penyemprot rainfall simulator dan besar sudut lubang cakram yang semakin besar.



Tabel Pengamatan 2. Pengukuran Intensitas Curah Hujan Waktu pengumpulan hujan: 10 menit



Sudut lubang cakram (o) Ombrometer 1



Volume terkumpul (ml)



Intensitas Hujan (mm/jam)



Luas Mulut Ombromete r (cm2)



15o



25o



35o



15o



25o



35o



124.4289



810



1170



1940



390.585



564.178



935.474



Ombrometer 2 122.4601 1070 1450 Ombrometer 3 125.0226 940 1340 Ombrometer 4 125.2208 790 1280 Ombrometer 5 124.0338 1300 1430 Ombrometer 6 125.0226 760 1190 Ombrometer 7 125.2208 1080 1340 Ombrometer 8 123.2457 820 1390 Ombrometer 9 124.0338 740 1180 Volume Total (ml) 8310 11770 Intensitas rerata (mm/jam)



2320 1880 2260 1800 1790 2500 2300 1470 18260



524.252 451.119 378.531 628.861 364.734 517.486 399.203 357.967



710.436 643.084 613.317 691.747 571.097 642.066 676.697 570.812



1136.7 902.237 1082.89 870.73 859.045 1197.88 1119.71 711.096



445.86



631.493



979.53



Pembahasan Tabel 2 Pengukuran intensitas hujan Langkah-langkah pengukuran yang dilakukan sama dengan langkahlangkah pengukuran ketebalan curah hujan yakni pertama mengukur diameter dalam ombrometer kemudian dihitung luas mulut ombrometer dan didapat data luas mulut ombroneter. Langkah kedua adalah mengukur volume yang berada dalam ombrometer setelah dilakukan pengamatan dan didapat data volume air yang ditampung ombrometer. Setelah pengukuran-pengukuran terhadap diameter dalam ombrometer dan volume air yang ditampung, langkah akhir untuk mengukur intensitas adalah dengan menghitungnya dengan rumus I=



x 600, dengan I = intensitas curah hujan (mm/jam), Q = volume air di tiap



container (ml), A = luas mulut ombrometer (cm2) dan T = waktu pengumpulan hujan (menit). -



Pada sudut lubang cakram sebesar 15o



I1



= 390.585 mm/jam



I2



= 524.252 mm/jam



I3



= 451.119 mm/jam



I4



= 378.531 mm/jam



I5



= 628.861 mm/jam



I6



= 364.734 mm/jam



I7



= 517.486 mm/jam



I8



= 399.203 mm/jam



I9



= 357.967 mm/jam



-



Pada sudut lubang cakram sebesar 25o



I1



= 564.178 mm/jam



I2



= 710.436 mm/jam



I3



= 643.084 mm/jam



I4



= 613.317 mm/jam



I5



= 691.747 mm/jam



I6



= 571.097 mm/jam



I7



= 642.066 mm/jam



I8



= 676.697 mm/jam



I9



= 570.812 mm/jam



I1



Pada sudut lubang cakram sebesar 35o = 935.474 mm/jam



I2



= 1136.7 mm/jam



I3



= 902.237 mm/jam



I4



= 1082.89 mm/jam



I5



= 870.73 mm/jam



I6



= 859.045 mm/jam



I7



= 1197.88 mm/jam



I8



= 1119.71 mm/jam



I9



= 711.096 mm/jam



Dari data diatas merupakan intensitas hujan dari setiap ombrometer tiap tiga kondisi sudut. Setelah itu dicari intensitas rerata tiap tiga kondisi sudut yakni 15o, 25o dan 35o dengan menjumlahkan semua intensitas setiap tiga kondisi sudut lalu dibagi jumlah ombrometer. Intensitas rerata sudut 15o = (390,585+52,252+451,119+378,531+628,861+ 364,734+517,486+399,203+357,967)/9 = 445.86 mm/jam o



Intensitas rerata sudut 25 = (564,178+710,436+643,084+613,317+691,747+ 571,097+642,066+676,697+570,812)/9 = 631.493 mm/jam Intensitas rerata sudut 35o= (935,474+1136,7+902,237+1082,89+870,73+859,045 1197,88+1119,71+711,096)/9 = 979.53 mm/jam Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa intensitas hujan setiap sudut memiliki ukuran yang berbeda-beda meskipun dilakukan pada waktu yang sama hal ini dikarenakan sudut yang semakin besar membuat jumlah air yang keluar semakin besar pula. 4.2 Perbedaan Intensitas dan Curah Hujan Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan dalam jangka waktu tertentu. Curah hujan adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Dari pengertian diatas dapat diambil perbedaan bahwa curah hujan merupakan ketinggian air hujan pada suatu tempat tertentu tanpa dipengaruhi wkatu sedangakn intensitas adalah banyaknya hujan dalam suatu waktu tertentu. Perbedaan lainnya adalah satuan curah hujan adalah mm (millimeter) sedangkan intensitas hujan memiliki satuan mm/jam atau mm/menit.



4.3 Bentuk Ombrometer Ombrometer merupakan alat pengukur curah hujan. Bentuk ombrometer memiliki fungsi yang membantu dalam cara kerjanya untuk mengukur intensitas mauapun ketebalan curah hujan.



Bagian atas ombrometer berbentuk corong kedalam hal ini berfungsi saat air masuk ke ombrometer air langsung masuk kedalam ombrometer dan juga meminimalkan tetesan air yang jatuh keluar dari ombrometer dan juga berfungsis ebagai penutup tabung luar ombrometer. Bagian dalam ombrometer terdapat sebuah tabung kecil dari aluminium yang berfungsi untuk menampung air hujan yang jatuh dari corong dan juga tabung ini mempunyai ukuran 100 ml sehingga memudahkan pembaca untuk membaca volume air hujan yang masuk. Bagian tabung besar tempat menampungnya tabung aluminium kecil. Bagian ini berfungsi sebagai wadah air yang tumpah dari tabung kecil yang berada didalamnya, sehingga air tidak tumpah keluar. Bentuk ombrometer berbentuk silinder agar lebih ergonomis saat dipegang oleh pengguna.



BAB 5. KESIMPULAN



Kesimpulan dari laporan ini adalah 1. Hujan adalah peristiwa jatuhnya air/es dari atmosfer ke permukaan bumi dan atau laut dalam bentuk yang berbeda. Curah hujan adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Intensitas hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan dan intensitas hujan adalah bentuk medan/topografi, arah lereng medan, arah angin yang sejajar dengan garis pantai dan jarak perjalanan angin di atas medan datar. 3. Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi dan pembentukan awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda dalam proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan yang menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan pembentuk hujan. 4. Alat-alat yang digunakan adalah ombrometer, penakar hujan otomatis type hellmann, penakar hujan otomatis type typping bucket dan penakar hujan manual type observatorium



DAFTAR PUSTAKA



Anonim. 2010. Hujan. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=pengertian curah hujan dan intensitas hujan&source=web. (11 Oktober 2012)



Anonim.



2011.



Prespitasi.



Semarang:



Universitas



Dipenogoro.



www.unhas.ac.id/lkpp/tani/3%20PRESIPITASI.pdf (16 Oktober 2012)



Anonim.



2012.



Pengertian



Curah



Hujan



http://www.infogue.com/viewstory/2012/03/28/mengenal_pengertian_cura h_hujan/?url=http://afghanaus.com/pengertian-curah-hujan/ (16 Oktober 2012) Hendayana, D. 2011. Mengenal Nama dan Fungsi Alat‐alat Pemantau Cuaca dan Iklim. Bandung.



Sastrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 1999, Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Pramita. Bandung.