Lapres Kristal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM BATCH CRYSTALLIZATION



DISUSUN OLEH : CINDY ANDAHERA FAIDI RIJANI INA WATI KAHLIL GIBRAN LINDATIANA YULISTIONO



DOSEN ASISTEN



05161015 05161023 05161032 05161035 05161038



: MEMIK DIAN PUSFITASARI, S.T., M. T. : PADRAS GANDA PERKASA



LABORATORIUM TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI DAN PROSES INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN BALIKPAPAN 2019



ABSTRAK Percobaan batch crystallization merupakan percobaan yang berujuan untuk dapat mengaplikasikan konsep pemisahan sistem solid-liquid dengan proses kristalisasi secara batch. Pada percobaan batch crystallization, bahan yang digunakan adalah H2C2O4 (asam oksalat) dengan variabel operasi suhu air pendingin 18 oC dan 20 oC, waktu pengadukan secara manual 20, 30, 40 dan 50 menit dan pengadukan secara otomatis 300 rpm. Prosedur kerja yang dilakukan saat percobaan terbagi menjadi dua tahap yaitu nukleasi dan cryztal grow. Asam oksalat sebanyak 39.8 gram dilarutkan di dalam 200 ml aquadest lalu diaduk dan dipanaskan dengan hot plate stirrer hingga suhu mencapai 60oC dan terlarut sempurna, larutan dibuat untuk variabel air pendingin 180C, 200C dan variabel pengadukan manual. Pada variabel pengadukan manual, larutan dibagi menjadi 4 untuk variabel pengadukan 20, 30, 40, dan 50 menit. Selanjurnya asam oksalat yang akan di jadikan seed digerus dengan mortar hingga halus, setelah halus timbang seed sebanyak 1 gram untuk masing-masing variabel di crystallizer maupun pengadukan manual. Larutan asam oksalat yang telah mencapai suhu 60oC dimasukan kedalam crystallizer lalu ditunggu hingga suhu larutan menjadi 40oC kemudian air pendingin dialirkan kedalam jacket crystallizer ketika suhu mencapai 30oC tambahkan seed sebanyak 1 gram kedalam crystallizer lalu dicatat kembali perubahan suhunya hingga suhu larutan telah sama dengan suhu air pendingin , lalu proses kristalisasi dihentikan. Kemudian, larutan dikeluarkan dari crystallizer dan diletakkan diatas kertas saring yang berada pada corong buchner, selanjutnya pompa vakum digunakan untuk menghilangkan kandungan air pada kristal dan dihilangkan kadar airnya didalam desikator selama 1 hari, kemudian kristal yang diperoleh ditimbang dan dicatat masanya. Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah nilai yield pada suhu air pendingin 18⁰C dan 20⁰C masingmasing yaitu 26,38% dan 22,59% sedangkan pada variabel waktu pengadukan 20, 30, 40, dan 50 menit adalah 28,42 %, 28,84 %, 29,35 %, dan 31,16%.



Kata Kunci : Batch Crystallization, Crystal Grow, Nukleasi



i



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI ..................................................................................................................1 DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iv BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................................1 1.1 Tujuan Percobaan .................................................................................................1 1.2 Dasar Teori ...........................................................................................................1 1.2.1 Proses Pembentukan Kristal ..........................................................................2 1.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kristal ........................................3 BAB 2. METODOLOGI PERCOBAAN .....................................................................11 2.1



Alat dan Bahan ..............................................................................................11



2.2



Prosedur Percobaan .......................................................................................11



2.3



Diagram Alir ..................................................................................................12



2.4



Variabel Percobaan ........................................................................................15



DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................17



ii



DAFTAR GAMBAR



Gambar 1.1 Hubungan Konsentrasi dengan Suhu pada Proses Kristalisasi ..................2 Gambar 1.2 Circulating Magma Vacuum Crystallizer .................................................7 Gambar 1.3 Circulating-Liquid Evaporator Crystallizer ..............................................8 Gambar 1.4 Oslo Evaporative Crystallizer ....................................................................8 Gambar 1.5 Crystal Vacuum Crystallizer ......................................................................9 Gambar 1.6 Batch Stirred Tank Crystallizer................................................................10 Gambar 2.1 Skema Alat Percobaan ............................................................................11 Gambar 2.2 Prosedur Percobaan Batch Crystallization ..............................................15 Gambar 3.1 Grafik Hubungan Yield terhadap Suhu Air Pendingin ............................21 Gambar 3.2 Grafik Hubungan Penurunan Suhu terhadap Waktu ................................21 Gambar 3.3 Grafik Hubungan Yield terhadap Waktu Pengadukan .............................22



iii



DAFTAR TABEL



Tabel 1.1 Klasifikasi Kristal dan Bentuknya ................................................................5 Tabel 3.1 Suhu dan Tekanan Operasi ..........................................................................16 Tabel 3.2 Suhu Larutan dan Solubilitas Asam Oksalat...............................................16 Tabel 3.3 Data Eksperimen Perumbuhan Kristal .........................................................16 Tabel 3.4 Data pada Variabel Suhu Air Pendingin 20ºC .............................................17 Tabel 3.5 Data pada Variabel Suhu Air Pendingin 18ºC .............................................18 Tabel 3.6 Data Perhitungan Yield.................................................................................19 Tabel L-1. Pembagian Tugas Praktikum Batch Crystallization Kelompok A-6 .........26



iv



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1



Tujuan Percobaan Adapun tujuan dari percobaan batch crystallization yaitu agar dapat



mengaplikasikan konsep pemisahan sistem solid-liquid dengan proses kristalisasi secara batch.



1.2



Dasar Teori



1.2.1



Kristalisasi Kristal merupakan susunan atom yang beraturan dan berulang dimana



kristal berbentuk kubik, tetragonal, orthorombik, heksagonal, monoklin, triklin dan trigonal. Salah satu sifat penting kristal yang perlu diperhatikan adalah ukuran kristal individual dan keseragaman ukuran kristal (kristal bulk) (Mc Cabe, 1993). Kristalisasi merupakan suatu teknik pemurnian, dimana terjadi perubahan produk berupa kristal yang diperoleh dari suatu larutan multi komponen membentuk fase tunggal yang homogen. Kristalisasi adalah salah satu teknik pemisahan campuran dimana dalam suatu sistem dilakukan transfer massa zat terlarut dari larutan untuk membentuk padatan berbentuk kristal. (Geankoplis, 2003) Kristalisasi dikatagorikan sebagai salah satu proses pemisahan yang efisien. Sasaran dari proses kristalisasi adalah menghasilkan produk kristal yang mempunyai kualitas seperti yang diinginkan. Kualitas kristal antara lain dapat ditentukan dari tiga parameter berikut yaitu : distribusi ukuran kristal (Crystal Size Distribution, CSD), kemurnian kristal (Crystal purity) dan bentuk Kristal. Pada proses kristalisasi kristal dapat diperoleh dari lelehan (Melt crystallization) atau larutan (Crystallization from solution). Dari kedua proses ini yang paling banyak dijumpai di industri adalah kristalisasi dari larutan (Setyopratomo, 2003). Pada proses kristalisasi komersial tidak hanya yield dan kemurnian dari kristal yang diutamakan. Namun, ukuran dan bentuk dari kristal juga menjadi parameter yang begitu penting. Ukuran kristal yang seragam diinginkan agar



1



dapat meminimalkan pembentukan cake pada package, memudahkan saat penuangan, dan memudahkan saat proses mencuci dan menyaring (Geankoplis, 2003). Proses kristalisasi dapat terjadi pada pembekuan air untuk membentuk es pembentukan partikel salju yang berasal dari gas, pembentukan partikel padat dari lelehan cairan, dan pembentukan partikel padat dari sebuah larutan. Secara umum, proses kristalisasi dari sebuah larutan merupakan suatu proses yang sangat penting. Pada prosesnya, larutan akan dibuat terkonsentrasi dan didinginkan hingga konsentrasi zat terlarut menjadi lebih besar dari kelarutannya pada kondisi suhu tertentu. Kemudian, akan tercipta padatan kristal yang terbentuk dari larutan. (Geankoplis, 2003)



1.2.2



Proses Pembentukan Kristal Dalam pembentukan kristal sifat dari kristal bergantung pada bahan dasar



kondisi lingkungan,serta proses dimana kristal tersebut terbentuk. Meskipun proses pendinginan sering menghasilkan bahan kristalin, pada keadaan tertentu, cairan dapat membeku dalam bentuk non-kristalin. Hal ini dapat terjadi karena pendinginan yang terlalu cepat sehingga atom-atom kristal tidak dapat mencapai lokasi kisinya (Nagy dkk, 2007).



Gambar 1.1 Hubungan Konsentrasi dengan Suhu pada Proses Kristalisasi dengan Pendinginan Sumber : shintarosalia.lecture.ub.ac.id Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal, yaitu sebagai berikut a.



Fase cair ke padat



2



Kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah kondisi alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau memadat dan membentuk kristal. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. b.



Fase gas ke padat (sublimasi) : Kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal



biasanya berukuran kecil dan tidak jarang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena perubahan suhu. c.



Fase padat ke padat Proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan



suhu (deformasi). Perubahan dialami oleh struktur kristal sedangkan susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan dan temperatur yang berubah secara signifikan. Kristal tersebut akan berubah bentuk dan unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak mengalami perubahan karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan suhu (Geankoplis, 2003). 1.2.3



Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kristal Pertumbuhan kristal adalah fenomena transfer massa dari fasa cair



(larutan) ke fasa padat (kristal) sehingga bertambah besarnya ukuran kristal. Pada kondisi supersaturasi yang tidak terlalu tinggi, pertumbuhan kristal menjadi ukuran yang lebih besar cenderung terjadi daripada terjadinya nukleasi. Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kristal, yaitu: a.



Temperatur Pertumbuhan kristal pada temperatur tinggi dikontrol oleh difusi (diffusion



controlled), sedangkan pertumbuhan kristal pada temperatur rendah dikontrol oleh surface integration. b.



Ukuran Kristal Umumnya kecepatan pertumbuhan pada kristal yang berukuran kecil lebih



tinggi daripada kecepatan pertumbuhan pada kristal berukuran besar. Pada partikel berukuran 200 μm – 2 mm, solution velocity sangat berperan. Partikel 3



berukuran lebih besar mempunyai kecepatan terminal lebih besar. Oleh karena itu, pada pertumbuhan yang dipengaruhi difusi, semakin besar partikel maka semakin rendah kecepatan pertumbuhannya. c.



Impurities Impurities memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pertumbuhan



kristal. Beberapa impurities dapat meningkatkan laju pertumbuhan, sedangkan beberapa yang lainnya menghambat pertumbuhan. Beberapa impurities dapat mempengaruhi pertumbuhan dalam jumlah yang sangat kecil, beberapa yang lain berpengaruh



jika



jumlahnya



cukup



banyak.



Impurities



mempengaruhi



pertumbuhan kristal dengan berbagai macam cara. Impurities dapat mengubah sifat larutan, konsentrasi kesetimbangan dan derajat supersaturasi, serta dapat pula mengubah karakteristik lapisan adsorpsi pada permukaan kristal. Impurities dapat teradsorpsi pada permukaan tertentu dari kristal kemudian menghambat pertumbuhan dari permukaan itu. Pengaruh impurities pada ukuran dan distribusi kristal sangat tergantung pada pengaruhnya dalam nukleasi dan pertumbuhan kristal (Ahmadi, 2010). Nukleasi merupakan pembentukan inti-inti kristal baru. Teori nukleasi menyatakan bahwa ketika kelarutan dari larutan telah dilewati (supersaturated), molekul-molekul mulai mengumpul dan membentuk cluster. Cluster tersebut akhirnya akan mencapai ukuran tertentu yang disebut critical cluster. Penambahan molekul lebih lanjut ke critical cluster akan melahirkan inti kristal (nucleus). Untuk menjadi inti kristal yang stabil maka cluster harus mempunyai ketahanan terhadap kecenderungan untuk melarut kembali dan terorientasi pada lattice tertentu (Chung, 1999). Nukleasi sendiri dibagi menjadi dua, yaitu nukleasi primer dan nukleasi sekunder. Pertama, nukleasi primer merupakan nukleasi akibat penggabungan molekul-molekul solute membentuk klaster yang kemudian tumbuh menjadi kristal. Dalam larutan supersaturasi, terjadi penambahan solute sehingga mendifusi ke klaster dan tumbuh menjadi lebih stabil. Ukuran kristal besar, maka kelarutan kecil, sebaliknya kristal kecil maka kelarutan besar. Oleh karenanya, jika ada kristal berukuran lebih besar maka kristal akan tumbuh, sedangkan kristal kecil akan terlarut lagi. Kedua, nukleasi sekunder merupakan pembentukan inti



4



yang dipengaruhi oleh kristal-kristal makroskopik. Ada dua macam nukleasi yang dikenal, yang pertama disebabkan oleh pergeseran fluida dan yang kedua disebabkan oleh tumbukan antar sesama kristal yang ada (McCabe, 1999). Suatu kristal mempunyai jumlah muka (crystal faces) tertentu dengan sudut antar muka (interfacial angle) yang tertentu pula. Kristal dapat tumbuh menjadi berbagai macam bentuk dengan tetap mempertahankan jumlah muka, dan sudut antar muka yang sama. Hal ini sering diistilahkan sebagai crystal habit. Crystal habit modification melalui pengubahan laju pertumbuhan muka kristal dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan pengubahan kecepatan kristalisasi, pengubahan derajat supersaturasi dan atau temperatur, pengontrolan pH, penambahan zat lain (impurities), penggunaan solvent yang berbeda, maupun pengubahan kondisi pengadukan dalam sistem. Impurities atau ketidakmurnian dalam kristalisasi tidak hanya berupa pengotor. Impurities dapat juga berupa zat (ketiga) yang sengaja ditambahkan dalam suatu larutan induk. Kristal adalah fasa padatan berbentuk tertentu atau spesifik dimana permukaannya berupa kisi-kisi. Bentuk kristal yang spesifik disebut crystal habit. Contoh bentuk kubus, prisma, oktahedron, rhombik (Mc Cabe, 1993).



1.2.4



Jenis Jenis Kristal Adapun jenis-jenis kristal ditunjukkan pada Tabel 1.1 sebagai berikut. Tabel 1.1 Klasifikasi Kristal dan Bentuknya Klasifikasi



Bentuk Kristal



Isometrik



Tetragonal



Hexagonal



5



Trigonal



Orthorhombik



Monoklinik



Triklinik



1.2.5



Jenis-Jenis Alat Kristalisasi Alat kristalisasi disebutjuga kristallisator. Alat-alat yang digunakan pada



proses kristalisasi sangat beragam. bergantung oleh sifat bahan dan kondisi pertumbuhan kristal yang sangat bervariasi, serta tujuan yang berbeda-beda (pemisahan bahan, pemurnian bahan, pemberian bentuk). Kristalitator harus menunjang pertumbuhan inti atau benih kristal. Kristallisator biasanya dilengkapi dengan alat pemisah (filtrasi) yang dipasang dibelakang alat kristalisasi dan alat pengering. Jenis-jenis kristalisator antara lain a.



Circulating Magma Vacuum Crystallizer Pada tipe kristaliser ini, baik kristal ataupun larutan disirkulasi diluar



badan kristal. Setelah dipanaskan larutan akan dialirkan ke badan kristaliser.Kondisi vakum menjadi penyebab menguapnya pelarut, sehingga menjadi lewat jenuh (Geankoplis, 2003).



6



Gambar 1.2 Circulating Magma Vacuum Crystallizer Sumber : shintarosalia.lecture.ub.ac.id b.



Circulating-Liquid Evaporator Crystallizer Kristalisator jenis ini mengkombinasikan antara pendingin dan evaporasi



untuk mencapai kondisi supersaturasi (larutan lewat jenuh. Dari gambar 1.2 terlihat bahwa umpan berupa larutan induk terlebih dahulu dilewatkan melalui sebuah Heat Exchanger untuk dipanaskan. Heat Exchanger tersebut berada di dalam evaporator. Di dalam evaporator terjadi flash evaporation yaitu terjadi pengurangan jumlah atau kandungan pelarut dan terjadi peningkatan konsentrasi zat terlarut. Dimana saat itu juga, keadaan zat terlarut yang sudah lewat jenuh atau supersaturasi. Larutan yang sudah berada pada keadaan lewat jenuh tersebut dialirkan menuju badan crystallizer untuk diperoleh padatan berupa kristal. Dimana pada badan crystallizer terdapat mekanisme kristalisasi yaitu nukleasi dan pertumbuhan kristal. Produk kristal dapat diambil sebagai hasil pada bagian bawah crystallizer, namun tidak semua proses berjalan sempurna atau dengan kata lain tidak semua cairan induk berubah menjadi padatan kristal. Karena itu ada proses pengembalian kembali hasil pipa sirkulasi (circulating pipe) atau proses recycle hasil kristalisasi (Geankoplis, 2003).



7



Gambar 1.3 Circulating-Liquid Evaporator Crystallizer Sumber : www.crystallisation.pbworks.com c.



Oslo Evaporative Crystallizer Merupakan crystallizer yang dirancang berdasarkan adanya perbedaan



suspensi yang mulai terbentuk pada chamber of suspension dimana terdapat heat exchanger eksternal yang bertujuan untuk membuat keadaan lewat jenuh pada suhu supersaturasinya



Gambar 1.4 Oslo Evaporative Crystallizer Sumber : www.bengkelseal.com Terlihat pada gambar 1.3 bahwa umpan masuk pada G, karena dipompa umpan akan bergerak secara paksa, masuk kedalam evaporator yang terdapat HE, cairan umpan tersebut masuk kedalam B. Sebelum masuk ke B, pada



8



bagian A cairan induk yang panas akan bercampur dengan panas penguapan pada bagian B. Laju penguapan tersebut harus dikontrol antara kerja pompa untuk mengalirkan cairan induk dengan perubahan panas campuran tersebut. Pada bagian B terjadi proses pencampuran antara keadaan supersaturasi dengan kedaan penguapan, maka sering timbul scale atau kerak garam, sehingga akan mengganggu proses sirkulasi dari aliran tersebut. Sering kali diberikan bibit kristal pada bibit kristal untuk mempercepat pembentukan kristal-kristal yang kita harapkan (Geankoplis, 2003). d.



Crystal Vacuum Crystallizer Merupakan suatu crystallizer dimana feed dicampur dengan cairan yang



di recycle dipompa keruang penguap untuk diuapkan secara adiabatic sehingga terjadi larutan lewat jenuh. Jenis crystallizer ini banyak digunakan pada industri gula. Proses kristalisasi gula terjadi di dalam suatu pan masak yang prosesnya kerjanya dilakukan pasa keadaan vakum (hampa udara) (Geankoplis, 2003).



Gambar 1.5 Crystal Vacuum Crystallizer Sumber : www.bengkelseal.com



9



e.



Batch Stirred Tank Crystallizer Jenis Crystallizer ini tidak ada aliran yang



waktunya pada saat proses berlangsung.



keluar dan masuk setiap



Merupakan crystallizer yang dapat



divariasikan terutama pada bagian badan kristalisator yang dapat digunakan pengaduk atau tanpa pengaduk. Umumnya, bila dilengkapi dengan pengaduk maka waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kristal akan lebih cepat (Geankoplis, 2003).



Gambar 1.5 Batch Stirred Tank Crystallizer Sumber : Perancangan Alat Proses Kristalisasi,2018



10



BAB 2 METODOLOGI PERCOBAAN



2.1 Alat dan Bahan a. Gambar Alat Adapun skema alat percobaan batch crystallization yaitu :



Gambar 2.1 Skema Alat Percobaan Batch Crystallization Pada percobaan batch chemical reactor alat yang digunakan yaitu bejana kristalisasi, overhead stirrer, RTD Pt 100 probe, temperature indicator, hot plate stirrer, magnetic stirrer bar, beaker glass, termometer, corong buchner, vacuum erlenmeyer, pompa vakum, cooling water system. b.



Bahan Adapun bahan yang digunakan pada percobaan batch chemical reactor yaitu



aquadest, H2C2O4 (asam oksalat) dan kertas saring.



2.2 Prosedur Percobaan 2.2.1 Tahap Pembuatan Lautan Adapun prosedur percobaan yang dilakukan pada praktikum batch crystallization adalah larutan H2C2O4 (asam oksalat) dibuat sesuai dengan



11



solubilitasnya pada suhu 30°C, asam oksalat pada suhu tersebut memiliki solubilitas sebesar 19.9 gram/100 ml H2O. Selanjutnya asam oksalat sebanyak 39.8 gram dilarutkan di dalam 200 ml aquadest lalu diaduk dan dipanaskan dengan hot plate stirrer hingga suhu larutan mencapai 60oC dan terlarut sempurna. Larutan ini



digunakan untuk variabel percobaan dengan suhu air



pendingin 180C. Selanjutnya langkah tersebut dilakukan kembali untuk pembuatan larutan pada variabel air pendingin 200C dan variabel pengadukan manual. Pada variabel pengadukan manual, larutan dibagi kedalam 4 beaker glass untuk variabel pengadukan 20 menit, 30 menit, 40 menit, dan 50 menit. Selanjurnya asam oksalat yang akan di jadikan seed digerus dengan mortar hingga halus. Setelah halus timbang seed sebanyak 1 gram untuk masing-masing variabel di crystallizer maupun pengadukan manual. 2.2.2 Tahap Kristalisasi Larutan asam oksalat yang telah mencapai suhu 60oC dimasukan kedalam crystallizer lalu ditunggu hingga suhu larutan menjadi 40oC. Setelah suhu larutan mencapai suhu tersebut, air pendingin dialirkan kedalam jacket crystallizer dan perubahan suhu dicatat setiap 30 detik Ketika suhu mencapai 30oC tambahkan seed sebanyak 1 gram kedalam crystallizer lalu dicatat kembali perubahan suhunya setiap 30 detik sekali hingga suhu larutan telah sama dengan suhu air pendingin yaitu, lalu proses kristalisasi dihentikan. Kemudian, larutan dikeluarkan dari crystallizer dan diletakkan diatas kertas saring yang berada pada corong buchner, selanjutnya pompa vakum digunakan untuk menghilangkan kandunga air pada kristal yang terbentu. Selanjutnya kristal yang diperoleh dihilangkan kadar airnya didalam desikator selama 1 hari agar kristal yang diperoleh tidak terkandung air, kemudian kristal yang diperoleh ditimbang dan dicatat masanya. Langkah tersebut dilakukan pada variabel air pendingin 18 dan 20 oC Untuk kristalisasi pada pegadukan manual, larutan asam oksalat yang telah dipanaskan diatas hot plate stirrer hingga suhu 60oC dibagi ke 4 beaker glass masing masing 50 ml. Setelah itu beaker glass dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air pendingin dengan suhu 10°C pada saat larutan asam oksalat mencapai suhu 40 oC dan dilakukan pengadukan manual. Setelah dicapai suhu larutan



12



sebesar 30°C, masukkan 1 gram seed ke dalam masing- beaker glass variabel pengadukan 20 menit, 30 menit, 40 menit, dan 50 menit. Setelah diaduk manual hingga waktu yang ditentukan, larutan yang didapatkan diletakkan diatas kertas saring yang berada pada corong buchner, selanjutnya pompa vakum digunakan untuk menghilangkan kandunga air pada kristal yang terbentu. Selanjutnya kristal yang diperoleh dihilangkan kadar airnya didalam desikator selama 1 hari agar kristal yang diperoleh tidak terkandung air, kemudian kristal yang diperoleh ditimbah dan dicatat masanya.



2.3 Diagram Alir Adapun diagram alir percobaan yang digunakan pada praktikum batch chrystallization, yaitu : Mulai Dipersiapkan alat crystallizer dan bahan yang digunakan. Dibuat larutan jenuh Asam Oksalat 200 mL sesuai dengan solubilitasnya pada suhu 30 oC, yaitu 19,9 gram/100 mL larutan. Diaduk dan dipanaskan larutan hingga suhu 60 oC di atas hotplate stirrer, hingga larutan terlarut sempurna. Setelah mencapai suhu 60 oC, proses pemanasan dan pengadukan dilanjutkan selama 15 menit. A



13



A Dimasukkan larutan Asam Oksalat (T > 50 oC) ke dalam crystallizer. Dilakukan pengadukan pada larutan Asam Oksalat. Proses kristalisasi dimulai ketika suhu larutan mencapai suhu 40 oC. Pada saat suhu 40 oC, Dialirkan air pendingin ke dalam jacketed crystallizer dengan variabel suhu air pendingin 18 oC dan 20 oC. Di catat suhu larutan setiap 30 detik hingga suhu larutan sama dengan variabel suhu air pendingin 18 oC dan 20 o C. Disaat suhu larutan 30 oC, dimasukkan 1 gram seed kristal. Proses kristalisasi berlangsung selama 20, 30,40, dan 50 menit dimulai pada saat suhu larutan 30 oC.



Setelah proses kristalisasi selesai, dikeluarkan larutan dan disaring kristal yang terbentuk menggunakan kertas saring, corong buncher dan pompa vakum. Dimatikan pengaduk dan pompa air pendingin. B



14



B Dikeringkan kristal yang diperoleh di dalam desikator.



Ditimbang kristal yang diperoleh.



Dicatat data penimbangan kristal. Dirapikan dan dibersihkan alat eksperimen. Selesai Gambar 2.2 Prosedur Percobaan Batch Crystallization menggunakan alat Crystallizer. Mulai Dipersiapkan alat crystallizer dan bahan yang digunakan. Dibuat larutan jenuh Asam Oksalat 200 mL sesuai dengan solubilitasnya pada suhu 30 oC, yaitu 19,9 gram/100 mL larutan. Diaduk dan dipanaskan larutan hingga suhu 60 oC di atas hotplate stirrer, hingga larutan terlarut sempurna. Setelah mencapai suhu 60 oC, proses pemanasan dan pengadukan dilanjutkan selama 15 menit. A



15



A Dimasukkan larutan Asam Oksalat (T > 50 oC) ke dalam beaker glass sebanyak 50 mL larutan. Proses kristalisasi dimulai ketika suhu larutan mencapai suhu 40 oC, dengan variabel waktu 20, 30, 40 dan 50 menit. Pada saat suhu 40 oC, dimasukkan larutan pada beaker glass kedalam air pendingin dengan suhu yang konstan. Dilakukan pengadukan pada larutan Asam Oksalat secara manual dan konstan. Disaat suhu larutan 30 oC, dimasukkan 1 gram seed kristal.



Setelah proses kristalisasi selesai, dikeluarkan larutan dan disaring kristal yang terbentuk menggunakan kertas saring, corong buncher dan pompa vakum. Dikeringkan kristal yang diperoleh di dalam desikator.



Ditimbang kristal yang diperoleh.



Dicatat data penimbangan kristal.



B



16



B Dirapikan dan dibersihkan alat eksperimen. Selesai Gambar 2.3 Prosedur Percobaan Batch Crystallization dengan pengadukan secara manual. 2.4 Variabel Percobaan Adapun variabel percobaan yang digunakan pada praktikum reactor batch yaitu 1. Suhu air pendingin pada crystallizer: 18 oC dan 20 oC. 2. Waktu pengadukan secara manual : 20, 30, 40 dan 50 menit. 3. Pengadukan secara otomatis : 300 rpm.



17



BAB 3 HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Perhitungan 1. Kondisi Operasi Tabel 3.1 Suhu dan Tekanan Operasi Suhu Operasi (oC)



Tekanan Operasi (atm)



30



1



2. Data Literatur Suhu Larutan dan Solubilitas Larutan Tabel 3.2 Suhu Larutan dan Solubilitas Asam Oksalat Suhu (oC)



Solubilitas (gr Asam Oksalat / 100 ml H2O)



30



19,9



3. Data Eksperimen I



Pengamatan Pertumbuhan Kristal Variabel : a. Suhu air pendingin 10 °C, b. 1 gram seed H2C2O4 Tabel 3.3 Data Eksperimen Pertumbuhan Kristal



II



Waktu Pengadukan



Massa Kristal



20 menit



3,81 gram



30 menit



3,87 gram



40 menit



3,92 gram



50 menit



4,1 gram



Pengamatan Perubahan Suhu Larutan Variabel 1 : c. 1 gram seed H2C2O4 a. Laju pengadukan 300 rpm b. Suhu air pendingin 20 °C



18



Tabel 3.4 Data pada Variabel Suhu Air Pendingin 20oC



No



Waktu (detik)



Suhu (°C)



Massa Kristal (gram)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 25 26 27 28 29 30 31



30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 510 540 570 600 630 660 690 720 750 780 810 840 870 900 930 960



38,9 36,9 35,7 33,2 31,8 30,5 29,8 28,8 27,8 27 26,2 25,6 25 24,5 24 23,7 23,4 23,2 23,1 23 23 22,7 22,5 22,3 22,1 22 21,8 21,6 21,5 21,4 21,3 21,2



9,99



19



32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46



990 1020 1050 1080 1110 1140 1170 1200 1230 1260 1290 1320 1350 1380 1410



21,1 20,9 20,8 20,8 20,7 20,6 20,5 20,4 20,3 20,3 20,2 20,2 20,1 20,1 20



Variabel 2 : a. 1 gram seed ASAM OKSALAT b. Laju pengadukan 300 rpm c. Suhu air pendingin 18 °C Tabel 3.5 Data pada Variabel Suhu Air Pendingin 18oC No



Waktu (detik)



Suhu (°C)



Massa Kristal (gram)



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13



30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390



38,6 36,4 34,4 32,6 31 30 29 28 26,9 26 25,2 24,2 23,6



11,5



20



14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40



420 450 480 510 540 570 600 630 660 690 720 750 780 810 840 870 900 930 960 990 1020 1050 1080 1110 1140 1170 1200 1230



22,9 22,2 21,6 21,1 20,9 20,7 20,6 20,5 20,2 20 19,8 19,7 19,3 19,2 19 18,9 18,9 18,8 18,6 18,6 18,5 18,4 18,4 18,2 18,2 18,1 18,1 18



4. Data Hasil Perhitungan yield Tabel 3.6 Data Perhitungan Yield No



Variabel Percobaan



Massa Awal



Massa Akhir



Kristal (Gram)



Kristal (Gram)



% Yield



1.



T air pendingin 18 °C



39,8



11,5



26,38



2.



T air pendingin 20 °C



39,8



9,99



22,59



21



3.



Waktu pengadukan 20 menit



9,95



3,81



28,42



4.



Waktu pengadukan 30 menit



9,95



3,87



28,84



5.



Waktu pengadukan 40 menit



9,95



3,92



29,35



5.



Waktu pengadukan 50 menit



9,95



4,1



31,16



3.2.



Pembahasan Pada praktikum batch crystallization dilakukan percobaan pembentukan



kristal dengan tujuan yaitu untuk mengaplikasikan konsep pemisahan sistem solid-liquid



dengan proses



kristalisasi



secara



batch.



Dalam



percobaan



pembentukan kristal dilakukan dengan dua cara, yang pertama yaitu pengadukan dilakukan menggunakan stirrer dan yang kedua pengadukan dilakukan dengan cara manual. Untuk prosedur kristalisasi yang pertama variable yang digunakan berupa suhu air pendingin, yaitu 18⁰C dan 20⁰C menggunakan crystallizer dengan laju pengadukan yaitu 300 rpm dan penambahan seed sebanyak 1 gram H2C2O4 pada saat suhu larutan 30⁰C. Larutan H2C2O4 dipanaskan menggunakan hot plate stirrer hingga suhu larutan mencapai 60⁰C kemudian larutan dimasukkan kedalam crystallizer, kemudian larutan didiamkan hingga suhu nya mencapai 40⁰C, setelah suhu larutan didalam crystallizer mencapai 40⁰C selanjutnya air pendingin dialirkan dengan suhu yang dijaga konstan yaitu yang pertama 18⁰C dan 20⁰C. Pada prosedur pertama dengan variable suhu pendingin 18⁰C dan 20⁰C diperoleh data massa kristal yang terbentuk dan perubahan suhu larutan setiap 30 detik. Untuk prosedur kedua yaitu pengadukan manual didalam beaker glass yang direndam pada air pendingin dengan suhu yang dijaga konstan 10⁰C waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, dan 50 menit dengan laju pengadukan yang seragam dengan penambahan seed pada saat suhu larutan mencapai 30⁰C. Pada prosedur ini diperoleh data berupa massa kristal yang terbentuk. Dari kedua prosedur ini diperoleh data berupa massa kristal. Selanjutnya dilakukan perhitungan %yield. Dari hasil perhitungan diperoleh %yield untuk variabel suhu air pendingin 18⁰C dan 20⁰C masing-masing yaitu 26,38% dan 22,59% sedangkan pada variabel waktu pengadukan 20, 30, 40, dan 50 menit adalah 28,42 %, 28,84



22



%, 29,35 %, dan 31,16%. Kemudian data eksperimen tersebut dapat dibuat grafik analisis sebagai berikut. 3.2.1. Grafik Hubungan Yield terhadap Suhu Air Pendingin 12



Yield (gram)



11.5 11 10.5



10 9.5 9 18



20



Suhu air pendingin (⁰C)



Gambar 3.1 Grafik Hubungan Yield terhadap Suhu Air Pendingin Pada grafik diatas, terlihat bahwa terdapat hubungan linear antara temperature air pendingin 18℃ dan 20℃ terhadap yield yang dihasilkan. Semakin rendah dari suhu air pendingin, maka semakin banyak kristal yang dihasilkan. H2C2O4 akan menjadi sedikit larut dengan bertambahnya temperature. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya temperature akan terjadi penguapan, sehingga terjadi perubahan kelarutan menjadi lebih rendah dan ini akan mengakibatkan terjadinya pembentukan kristal. (Ahmad, 2016). Dalam praktikum ini diperoleh masa kristal pada suhu pendingin 18℃ kristal yang terbentuk adalah 11,5 gram dan pada suhu air pendingin 20℃ diperoleh kristal yang terbentuk adalah 99,9 gram.



23



3.2.2. Grafik Hubungan Suhu Larutan terhadap Waktu Kristalisasi variasi 20 c



Variasi 18 c



45 40 35



Suhu (ºc)



30



25 20 15 10 5 0 0



200



400



600



800



1000



1200



1400



1600



Waktu (s)



Gambar 3.2 Grafik Hubungan Penurunan Suhu dan Waktu Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa pada tahap awal kristalisasi terjadi penurunan suhu secara cepat pada larutan. Kemudian suhu turun sedikit demi sedikit hingga mencapai titik konstan,pada suhu air pendingin 18°C,suhu larutan mencapai titik konstan pada suhu 19°C.Sedangkan pada suhu air pendingin 20°C,suhu larutan mencapai titik konstan pada suhu 20,9°C . Hal ini disebabkan pada tahap awal kristalisasi, perbedaan suhu air pendingin dan suhu larutan cukup besar, sehingga terjadi transfer panas yang cukup besar pula. Kemudian pada saat larutan telah mengalami penurunan suhu, perbedaan suhu antara air pendingin yang dijaga konstan sebesar 18°C dan 20°C dengan suhu larutan semakin kecil. Hal ini mengakibatkan perubahan suhu tidak lagi signifikan melainkan turun sedikit demi sedikit hingga mencapai titik konstan. Pada waktu 180 detik pertama terjadi proses pendinginan. Pada tahap ini kristalisasi belum dimulai karena larutan belum mencapai keadaan supersaturasi. Kemudian pada saat



suhu



mencapai



30°C



proses



kristalisasi



dimulai disertai



dengan



menambahkan seed Asam Oksalat. Pada tahap ini, pembentukan inti kristal akan dimulai (nukleasi primer) dan didukung dengan adanya penambahan seed



24



(nukleasi sekunder). Inisiasi proses kristalisasi dengan penambahan seed biasanya tanpa melalui nukleasi primer, karena dengan penambahan seed tidak lagi diperlukan pembentukan inti secara spontan. Dari grafik di atas juga dapat diketahui bahwa variabel jumlah seed yang dimasukkan ke dalam larutan tidak mempengaruhi kecepatan penurunan suhu. Jumlah seed akan mempengaruhi banyaknya kristal yang terbentuk. Semakin banyak seed yang digunakan, semakin banyak pula inti kristal yang berperan sebagai induk kristal sehingga semakin besar pula pertumbuhan kristal yang terjadi (Pinalia, 2011). Selanjutnya terjadi proses pertumbuhan kristal yang didukung dengan proses pengadukan dan pendinginan secara kontinu. Pengadukan dapat memaksimalkan kontak atau tumbukan kristal sehingga pertumbuhan kristal menjadi optimal. Namun di sisi lain, pengadukan juga dapat mengakibatkan kristal yang terbentuk larut kembali. Oleh sebab itu suhu larutan harus terkontrol dengan menjaga suhu air pendingin tetap konstan selama proses kristalisasi berlangsung. Pada suhu rendah, kelarutan Asam Oksalat di dalam air semakin kecil. Larutan dalam keadaan jenuh sehingga kristal yang sudah terbentuk tidak dapat larut kembali di dalam larutan. 3.2.3. Grafik Hubungan Yield terhadap Waktu Pengadukan 4.5 4.4



Yield (gram)



4.3 4.2 4.1 4 3.9 3.8 3.7 3.6 3.5 20



30



40



50



Waktu (menit)



Gambar 3.3 Grafik Hubungan Yield terhadap Waktu Pengadukan Berdasarkan grafik, hubungan antara waktu pengadukan dengan yield yang didapatkan yaitu semakin lama waktu pengadukan, maka kristal yang dihasilkan akan semakin banyak. Semakin lama waktu pengadukan akan meningkatkan pengikatan impuritis (reaksi) dan pada waktu tertentu akan stabil



25



(konstan). Kecepatan pengaduk juga berpengaruh, semakin besar kecepatan pengadukan akan meningkatkan pengikatan impuritis (reaksi) tetapi jika terlalu cepat ukuran padatan yang dihasilkan berukuran kecil dan dapat menghambat proses filtrasi (Brady, 1982). Hal ini dibuktikan dengan hasil yield praktikum pada waktu pengadukan 20 menit didapatkan yield sebesar 28.42% , waktu pengadukan 30 menit yield sebesar 28.84% , waktu pengadukan 40 menit yield sebesar 29.35% ,dan waktu pengadukan 50 menit didapatkan yield sebesar 31.16%. Dapat disimpulkan bahwa semakin lama pengadukan maka kristal yang dihasilkan semakin banyak, semakin besar tumbukan antara kristal yang sudah ada sehingga pertumbuhan kristal akan terus berlanjut dan menghasilkan yield kristal yang semakin besar yang menyebabkan konsentrasi serta yield yang didapatkan semakin besar pula. Hal tersebut sesuai dengan teori pada penelitian yang dilakukan oleh Ketut Sumada, dkk (2012) menyebutkan bahwa waktu pengadukan akan mempengaruhi tingkat pengikatan impuritis, dimana semakin lama waktu pengadukan maka pengikatan impuritis (reaksi) akan semakin banyak.



26



BAB 4 KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Dari percobaan Batch Crystallization diperoleh kesimpulan yaitu nilai yield pada suhu air pendingin 18⁰C dan 20⁰C masing-masing yaitu 26,38% dan 22,59% sedangkan pada variabel waktu pengadukan 20, 30, 40, dan 50 menit adalah 28,42 %, 28,84 %, 29,35 %, dan 31,16%. 4.2 Saran Saran pada praktikum batch crystallization ini adalah menggunakan kertas saring yang sudah diukur di corong buchner untuk meminimalisir kristal yang ikut larut saat pemisahan pelarut dari larutan.



27



DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Kgs., 2010, Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah Pada Pembuatan Konsentrat Vitamin E Dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit : Kajian Jenis Pelarut, Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 1. Chung, H.S., David, L.M., & Braatz, D.R. (1999). “Optimal Model Based Experimental Design in Batch Crystallizations”. Process Control, 50, 83-90. Geankoplis, C.J. 2003. Transport Process and Unit Operations 4th edition. USA: Prentice-Hall Inc. Mc Cabe, W.L., Smith, J.C., and Harriot, P. 1993. Unit Operation of Chemical Engineering 5th edition. USA: Mc Graw-Hill. Nagy, K.Z., Chew, W.J., Fujiwara, M., & Braatz, D.R. (2007). “Comparative Performance of Concentration and Temperature Controlled Batch Crystallizations”. Process Control, 18, 399-407. Setyopratomo, P., dkk., 2003, Studi Eksperimental Permurnian Garam NaCl Dengan Cara Rekristalisasi, Unitas, Vol. 11 No. 2.



28



APPENDIKS Cara Perhitungan :  Solubilitas Asam Oksalat pada temperatur 30 referensi yaitu sebesar 19,9 0,99546



𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚𝐿



𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 100 𝑚𝐿 𝐻2𝑂



o



C berdasarkan data



dan densitas air sebesar



.



 Menghitung massa campuran untuk 100 mL H2O : 𝑔𝑟𝑎𝑚 Massa campuran = 19,9 gram + 100 mL x 0,999546 𝑚𝐿 Massa campuran = 119,446 gram  Menghitung % W/W : 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒



%w/w = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 × 100% 19,9



%w/w = 119,446 × 100% %w/w = 16,66 %  kebutuhan Asam Oksalat pada 200 mL larutan : 19,9 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 100 𝑚𝐿 𝐻2𝑂



=



𝑥 200 𝑚𝐿 𝐻2𝑂



, x = 39,8 gram



 Menghitung yield kristal aktual dengan seed 1 gram Asam Oksalat : % yield = % yield =



𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑒𝑑 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 (9,99 − 1) 𝑔𝑟𝑎𝑚 39,8 𝑔𝑟𝑎𝑚



× 100%



× 100%



% yield = 22,59 %



29



PEMBAGIAN TUGAS Berikut ini adalah pembagian tugas beserta nama-nama penanggung jawab dalam pelaksanaan praktikum batch crystallization kelompok A-6. Tabel L-1. Pembagian Tugas Praktikum Batch Crystallization Kelompok A-6 Tugas



Penanggung Jawab



Alat dan bahan disiapkan. Peralatan eksperimen disusun sesuai dengan skema alat.



Pembuatan larutan jenuh SOC sesuai dengan



Semua Faidi dan Kahlil



Ina dan Linda



solubilitasnya. Pemanasan dan pengadukan larutan jenuh SOC hingga



Cindy



60ºC selama kurang lebih 15 menit dan memasukkannya ke dalam crystallizer. Memulai proses kristalisasi (pada suhu 40°C) dengan



Faidi



mengatur pengadukan dan mengalirkan air pendingin sesuai dengan variabel. Mencatat suhu larutan setiap 30 detik hingga suhu larutan



Linda



sama dengan suhu air pendingin (kurang lebih 20ºC) selama 2 jam. Memasukkan 1 gram seed kristal SOC pada saat suhu



Ina



kristalisasi mencapai 30°C. Mengeluarkan larutan dan kristal yang terbentuk



Kahlil



menggunakan kertas saring, corong Bunchner, dan pompa vakum. Mengeringkan kristal yang telah diperoleh ke dalam



Cindy



desikator dan menimbang kristal menggunakan neraca analitik. Mengaduk larutan untuk percobaan crystal grow



Linda dan Faidi



Alat eksperimen dirapikan dan dibersikan



Semua



30