Lapsus Cad [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Coronary Artery Disease (CAD) adalah penyakit yang terjadi akibat penurunan suplai darah dan oksigen ke miokardium yang disebabkan oleh penyempitan dan penyumbatan arteri koronaria



(Ashley & Niebauer, 2004).



Terdapat beberapa nama lain dari CAD yakni panyakit jantung koroner (PJK), Coronary Heart Disease (CHD), Atherosclerotic Heart Disease (AHD), dan Ischemic Heart Disease (IHD). Kesemuanya menyatakan tentang penyumbatan pembuluh darah koroner sehingga aliran darah yang menyuplai oksigen ke otot jantung terhambat (Grech, 2003) CAD merupakan penyakit yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi akut yang dikenal dengan Sindrom Koroner Akut (SKA). Mekanisme terjadinya perubahan secara tiba-tiba dihubungkan dengan terjadinya thrombosis akut pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, atau rupture (Beltrame, Rachel, & Tavella, 2012) CAD saat ini menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia, angka kejadiannya terus meningkat dan telah menjadi sebuah pendemi tanpa mengenal batas. World Health Organization (WHO) pada 2002 mencatat lebih dari 11,7 juta orang meninggal akibat CAD. Angka ini terus meningkat pada 2005 CAD menyebabkan 17,5 juta kematian di dunia, diperkirakan angka ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian di dunia (WHO, 2008). Di Indonesia angka kematian akibat CAD juga meningkat setiap tahunnya. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRT) pada tahun 1975, penyakit jantung menyebabkan kematian sebesar 5,9 %, tahun 1981 meningkat menjadi 9,1 %, tahun 1986 meningkat menjadi 16%, tahun 1995 meningkat menjadi 19 dan tahun 2001 meningkat menjadi 26,4 % (Depkes RI, 2003). Angka kejadian CAD di Kalimantan Timur berdasarkan data rekam medis RSUD AW



1



Sjahranie tahun 2012 menunjukkan PJK menjadi penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan penyakit ginjal kronik. Penyebab



dasar



terjadinya



CAD



adalah



aterosklerosis.



Proses



aterosklerosis dimulai pada usia anak-anak dan berkembang cepat pada remaja dan dewasa (Cotran, Kumar, & Robbins, 2007). Aterosklerosis merupakan istilah generik untuk penebalan dan hilangnya elastisitas dinding arteri karena pembentukan deposit-deposit plak kekuningan yang mengandung kolesterol, dan bahan lipid lainnya di tunika intima dan tunika media interna pada arteri besar dan sedang (Cotran, Kumar, & Robbins, 2007). Faktor risiko utama aterosklerosis adalah dislipidemia. Faktor risiko inilah yang dapat mengganggu fungsi endotel sehingga menyebabkan terjadinya disfungsi endotel (Anwar, 2004). Disfungsi endotel dapat terjadi secara lokal dan akut dengan perubahan kronik yang menyebabkan peningkatan permeabilitas bioavibilitas



plasma



Nitric Oxide (NO),



lipoprotein,



hiperadesi



pengurangan



lekosit,



gangguan



keseimbangan zat vasoaktif, zat perangsang dan penghambat pertumbuhan, zat pro dan antitrombotik. Hal ini merupakan permulaan proses proliferatif pada dinding arteria yang akan berkembang menjadi plak aterosklerotik (Mughni, 2007). Untuk mempelajari CAD lebih mendalam maka dilakukan sebuah laporan kasus pada pasien rawat inap di RSUD AW Sjahranie. 1.2 Tujuan 1. Untuk mempalajari mengenai CAD dari segi teori mencakup definisi, etiologi, epidemiologi,



patofisiologi,gejala,



diagnosis,



penatalaksanaan



;



serta



mempelajari kasusnya langsung dari pasien rawat inap RSUD A.W. Sjahranie Samarinda. 2.



Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah memenuhi syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam serta sebagai penambah wawasan dan ilmu khususnya tentang Sindrom Arteri Koroner.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jantung 2.1.1. Anatomi Jantung merupakan organ yang berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh, bentuknya seperti kerucut dan besarnya sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Letak jantung berada di ruang mediastinum, diantara kedua paru-paru dan di atas diafragma (Phibbs, 2007; Snell, 2006).



Gambar 2.1. Anatomi Jantung (Snell, 2006) Jantung terbagi menjadi empat ruangan yakni atrium dextra, atrium sinistra, ventrikel dextra, dan ventrikel sinistra. Atrium akan mengalirkan darah ke ventrikel dan setelah di ventrikel maka darah akan diedarkan ke sirkulasi pulmonal atau sirkulasi perifer (Jones, 2008).



3



Ventrikel memiliki otot yang lebih tebal dari atrium dan ventrikel kiri memiliki otot yang lebih tebal daripada ventrikel kanan. Diantara atrium dan ventrikel terdapat katup yang berfungsi mencegah aliraha darah balik selama jantung berkontraksi. Katup ini disebut katup atrioventrikel (AV). Katup AV memisahkan atrium dextra dan ventrikel dextra disebut katup trikuspidalis, katup AV sinistra disebut katup mitral (Moore, Dalley, & Agur, 2010). Katup AV sinistra disebut katup mitral, katup AV terbuka saat kontraksi atrium untuk melakukan pengisian ventrikel saat tekanan intraarterial lebih besar daripada tekanan intraventrikuler. Saat ventrikel mulai berkontraksi, katup AV menutup (Moore, Dalley, & Agur, 2010) Katup yang lain di jantung ialah katup semilunar. Katup ini mencegah aliran balik ke ventrikel setelah berkontraksi. Kedua katup semilunar adalah katup pulmonal yang terletak di saluran ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan katup aorta antara ventrikel kiri dan aorta (Moore, Dalley, & Agur, 2010). Jantung memiliki dinding yang terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan pertama merupakan lapisan yang menyelubungi jantung yakni perikardium. Perikardium terdiri dari lapisan parietal dan viseral, diantara lapisan ini ada rongga perikardial yang berisi sejumlah kecil pelumas cairan untuk mencegah gesekan selama kontraksi jantung. Lapisan dinding jantung sendiri terdiri dari beberapa lapisan yakni epikardium, miokardium, dan endokardium (Jones, 2008).



Gambar 2.2 Vaskularisasi Jantung (Snell, 2006)



4



Jantung mendapatkan suplai darah dari arteri koronaria dextra dan sinistra, yang berasal dari aorta senden tepat di atas valva aorta. Arteri koronaria dextra memperdarahi pada atrium dextra, ventrikel dextra, dan sebagian dari atrium sinistra serta sebagian dari atrium sinistra dan ventrikel sinistra. Arteri koronaria sinistra memperdarahi sebagian besar jantung termasuk sebgaian besar atrium sinistra, ventrikel sinistra, dan septum ventrikel (Snell, 2006). Ada 3 jenis pembuluh darah dalam tubuh, yaitu arteri, vena, dan kapiler. Arteri merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari jantung menuju ke jaringan. Sedangkan vena merupakan pembuluh daarah yang membawa darah dari jaringan kembali ke jantung. Pembuluh darah lainnya adalah kapiler. Pembuluh ini merupakan satu-satunya tempat yang bisa terjadi pertukaran zat-zat yang dibutuhkan jaringan dan diganti dengan hasil dari metabolisme jaringan (Guyton & Hall, 2007).



Gambar 2.3 Susunan Arteri (Guyton & Hall, 2007)



5



2.1.2. Fisiologi Siklus jantung dimulai atrium kanan yang menerima darah dari vena kava superior dan vena kava inferior. Darah melewati atrium kanan melintasi katup trikuspidalis ke ventrikel kanan lalu darah dipompa ke arteri pulmonalis melalui katup pulmonalis. Arteri pulmonalis mendistribusikan darah ke paru-paru untuk pertukaran darah gas di kapiler paru. Darah yang mengandung banyak oksigen kembali ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Setelah melalui katup mitral darah memasuki ventrikel kiri, dimana darah akan dipompa melintasi katup aorta dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui aorta (Jones, 2008). Kontraksi atrium kanan dan kiri pada siklus ini terjadi sebelum kontraksi ventrikel. Sebagian besar aliran darah ke ventrikel terjadi karena gravitasi tetapi kontraksi atrium diperlukan untuk pengisian kapasitas maksimum. Ventrikel kiri dan kanan berkontraksi bersamaan setelah atrium relaksasi. Tekanan yang dihasilkan membuat katup AV menutup, katup aorta dan pulmonal membuka dan mendorong darah ke dalam paru dan sirkulasi sistemik. Tahap kontraksi dari siklus jantung disebut sistol, yang umumnya mengacu pada kontraksi ventrikel dibandingkan atrium. Diastol adalah fase relaksasi dari siklus jantung yang terjadi ketika ventrikel dalam keadaan pengisian. Fase ini lebih lama daripada sistol. Jumlah darah yang dikeluarkan dari kedua ventrikel dengan satu kontraksi disebut sebagai stroke volume . Stroke volume dipengaruhi oleh preload, afterload, dan kontraktilitas jantung (Jones, 2008). 2.2. Coronary Artery Disease 2.2.1. Definisi Coronary Artery Disease memiliki beberapa nama lain seperti Coronary Heart Disease (CHD). Atherosclerotic Heart Disease (AHD), DAN Ischemic Heart Disease (IHD). Semua istilah ini menyatakan tentang penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah koroner sehingga aliran darah yang menyuplai oksigen ke otot jantung terhambat (Grech, 2003). Penyempitan serta penyumbatan di pembuluh darah terjadi akibat



6



dari penimbunan lemak, kolesterol, kalsium, dan substansi lain pada permukaan intima pembuluh darah sehingga menyebabkan gangguan pada kelenturan dari pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi kaku dan tidak mendapatkan suplai nutrisi untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga terjadilah penurunan dan kegagalan fungsi jantung (Cotran, Kumar, & Robbins, 2007) 2.2.2. Epidemiologi Penyakit kardiovaskular termasuk CAD, stroke, dan penyakit arteri perifer lainnya, adalah penyebab kematian utama di Amerika, dengan jumlah lebih dari 900.000 orang meninggal. Kemungkinan terjadinya CAD meningkat seiring dengan peningkatan usia seseorang atau seseorang pada usia muda dengan riwayat memiliki penumpukan lemak, akan memiliki risiko yang sama besar dengan orang yang usianya sudah dewasa (Roger, 2011). Pria memiliki kemungkinan lebih besar dari wanita karena hormon estrogen pada wanita, yang menginduksikan HDL tinggi, yang menyerap kelebihan kolesterol pada pembuluh darah. Ketika seorang wanita mengalami



menopause



dengan



jumlah



estrogen



yang



menurun,



kemungkinan terjadinya CAD akan meningkat. Pada usia 40 tahun, usia kemungkinan terjadinya CAD mencapai 49% untuk pria dan 32% untuk wanita. Walaupun jumlah rata-rata kematian telah menurun sebanyak 25% pada 30 tahun terakhir ini, namun rata-rata kemunduran mulai melambat sejak tahun 1990 (Bender et al, 2011). Berdasarkan data epidemiologi diketahui, pada pasien dengan tingkat kolesterol dan kadar lipoprotein yang tinggi memiliki kemungkinan menderita penyakit kardiovaskular. Sekitar 14 juta penduduk Amerika serikat menderita CAD disertai gejala. Jumlah ini belum termasuk penderita CAD tanpa gejala (Roger, 2011). Cara pencegahan CAD yang umum digunakan adalah dengan mengatur faktor risiko seperti merokok, mencegah hipertensi, obestitas, dan diabetes. Cara pencegahan ini terbukti sukses dengan adanya



7



pengurangan jumlah mortilitas pada penderita. Penting bagi pasien dengan penyakit kardiovaskular yang memiliki faktor risiko lebih dari satu, untuk mengetahui pengaturan yang tepat untuk mengoptimalkan penurunan faktor risiko (Bender et al, 2011). 2.2.3. Patogenesis Proses terjadinya PJK diawali dengan aterosklerosis melalui tahap pertama yakni kerusakan dinding sel endotel dan penumpukan kolesterol dalam jumlah besar yang bersirkulasi dalam pembuluh darah. Proses terjadinya penumpukan itu dimulai dari penumpukan lemak biasanya diperankan oleh kolesterol yang diangkut oleh Low Density Lipoprotein (LDL). LDL akan menembus dinding dalam endotel dan melakukan oksidasi di sana. Hasil dari oksidasi LDL menghasilkan radikal bebas yang akan merusak dinding endotel dengan cara menghilangkan kelenturan dari dinding endotel dan menghilangkan kemampuan endotel untuk dapat menghasilkan prostasiklin untuk menangkal terbentuknya agregasi trombosit (Nicole et al, 2011). Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion molecule seperti sitokin (interleukin -1, (IL-1); tumor nekrosis faktor alfa, (TNF-alpha), kemokin (monocyte chemoattractant factor 1, (MCP-1; IL8), dan growth factor (platelet derived growth factor, (PDGF); basic fibroblast growth factor, (bFGF). Sel inflamasi seperti monosit dan Limfosit T masuk ke permukaan endotel dan migrasi dari endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih atherogenik dibanding LDL. Makrofag ini kemudian membentuk sel busa (Kumar, Robbins, & Cotran, 2010).



8



Gambar 2.4 Tahap aterosklerosis (StaryHC, Chandler, & Glagov, 1995) Ketika makrofag memfagositosis LDL, ia akan membentuk suatu badan yang disebut dengan foam cell’s. Foam cell’s ini sendiri melakukan oksidasi dengan tujuan untuk dapat melisiskan LDL. Namun, akibat dari oksidasi foam cell’s ini sendiri akan membentuk radikal bebas dan memanggil lebih banyak makrofag serta mencetuskan pemanggilan faktor pertumbuhan (Nicole et al, 2011). Faktor pertumbuhan berupa TNF dan IL-1 akan merangsang proliferasi dari jaringan fibroblast guna untuk menutupi endotel yang rusak. Pada akhirnya akan terbentuk fibrous cap yang tidak lentur karena merupakan jaringan parut dan pengecilan lumen pembuluh darah akibat desakan dari foam cell’s yang membesar (Nicole et al, 2011). Plak yang terjadi dapat menjadi stabil tetapi juga bisa tidak stabil (vulnerable) dan mengalami ruptur serta membentuk trombus. Berdasarkan luas oklusi yang ditimbulkan maka manifestasi yang muncul bisa berupa sindrom koroner akut yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil, Non ST-Elevation Myocardial (NSTEMI) atau ST- Elevation Myocardial Infarction (STEMI) dimana ketika terjadi oklusi total maka sudah terjadi STEMI. Diagnosis



9



kerja awal sindrom koroner akut tanpa elevasi segmen ST berdasarkan enzim jantung troponin (Antman & Braunwald, 2008).



Gambar 2.5 Spektrum sindrom koroner akut (Fuster, Walsh, & Harrington, 2011)



2.2.4. Faktor Risiko Berdasarkan Framingham Heart Study , CAD bukanlah penyakit penyakit manusia lanjut usia (manula) atau nasib buruk yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini dikenal adanya faktor risiko dari CAD yaitu faktor yang berkaitan dengan meningkatnya risiko timbulnya CAD. Faktor risiko tersebut dibagi menjadi faktor yang dapat dikendalikan (modifable risk factor) dan yang tidak dapat dikendalikan (non modifable risk factor). Faktor yang tidak dapat dikendalikan antara lain keturunan, usia, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor yang dapat dikendalikan antara lain tekanan darah tinggi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, obesitas, stress, dsb. Jenis kelamin Morbiditas akibat PJK pada laki-laki lebih besar dibandingkan pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki daripada perempuan. Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun setelah menapouse insidensi PJK meningkat dengan cepat dan



10



sebanding dengan insidensi pada laki-laki akibat penurunan estrogen setelah menapouse dapat menimbulkan perkembangan yang cepat dari penyakit jantung koroner. Pikiran ini didukung oleh penemuan kolesterol serum total dan kolesterol LDL meningkat pada menopause dan kadar ini berkurang dengan terapi estrogen eksogen Tetapi pada kedua jenis kelamin dalam usia 60 sampai 70-an frekuensi PJK menjadi setara (Guilliams, 2011). Riwayat PJK dalam Keluarga Riwayat penyakit jantung pada keluarga tingkat pertama merupakan faktor risiko independen seseorang terkena PJK. Studi epidemiologi mengatakan



bahwa



riwayat



PJK



pada



keluarga



tingkat



pertama



meningkatkan 2,5 sampai 7 kali lipat menderita PJK dibandingkan dengan seseorang tanpa riwayat PJK pada keluarga (Clarkson, Celermajer, Powe, Donald, Henry, & Deanfield, 2000). Beberapa faktor risiko utama PJK memang sudah diketahui diturunkan secara genetik, seperti diabetes dan hiperlipidemia, dan beberapa faktor risiko lain seperti homosistein dan fibrinogen. Selain itu interaksi genetik dapat mengubah dinding arteri dan kerentanan rusak akibat faktor risiko. Sebuah penelitian kohort yang dilakukan pada subjek berusia muda tanpa faktor risiko PJK, namun memiliki riwayat PJK pada keluarga tingkat pertama, menunjukkan hasil bahwa telah terjadi kerusakan endotel secara dini (Clarkson, Celermajer, Powe, Donald, Henry, & Deanfield, 2000). Dislipidemia Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting (Bahri, 2004). Penelitian menyatakan kadar kolesterol HDL yang rendah merupakan salah satu faktor risiko terjadinya PJK. Penurunan kadar kolesterol HDL



11



menyebabkan gangguan transportasi dan eksresi kolesterol dan trigliserida dari dalam endotel sehingga terjadi penumpukan lipid yang menyebabkan terbentuknya aterosklerosis. Penurunan ini disebabkan oleh kebiasaan merokok, aktivitas kurang, dan obesitas (Laine & Goldmann, 2007). Peningkataan kadar kolesterol LDL mengakibatkan penumpukan kolesterol di dalam endotel. LDL sering disebut “kolesterol jahat” karena efeknya yang atherogenik (mudah melekat pada dinding pembuluh darah), sehingga dapat menyebabkan penimbunan lemak dan penyempitan pembuluh darah. Kadar kolesterol darah yang tinggi disebabkan oleh kebiasaan merokok, genetik, diet tinggi lemak, obesitas, dan aktivitas kurang. Kadar LDL yang tinggi juga dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol atau obat-obatan, seperti steroid atau pil kontrasepsi (Laine & Goldmann, 2007). Tabel 2.1 Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserid menurut NCEP ATP III Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut NCEP ATP III (2002; update 2004) Kolesterol total Kolesterol HDL < 200 Optimal < 40 Rendah 200 – 239 Batas tinggi > 60 Tinggi > 240 Tinggi Kolesterol LDL Trigliserid < 100 Optimal < 150 Normal 100 – 129 Mendekati 150 – 199 Batas tinggi optimal 200 – 499 Tinggi 130 – 159 Batas tinggi > 500 Sangat tinggi 160 – 189 Tinggi > 190 Sangat tinggi Sumber: (National Heart, Lung and Blood Institute, 2002) Kolesterol dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri,sehingga lumen dari pembuluh darah tersebut menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran derah pada pembuluh darah koroner yang berfungsi memberi oksigen



12



ke jantung menjadi berkurang sehingga otot jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian (Bahri, 2004). Tabel 2.2 Klasifikasi disipidemia menurut EAS (European Atherosclerosis Society)



Hiperkolesterolemia Dislipidemia campuran Hipertrigliseridemia



Peningkatan Lipoprotein Lipid Plasma LDL Kolesterol ≥ 240 mg/dl LDL + VLDL Trigliserida ≥200 mg/dl + Kolesterol ≥ 240 mg/dl VLDL Trigliserida ≥ 200 md/dl



Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyebab terjadinya PJK. Pada penelitian Framingham, Individu dengan tekanan darah diatas 160/95 memiliki risiko 2-3 kali lebih besar untuk timbulnya penyakit jantung daripada individu dengan tekanan darah normal. Bila seseorang menderita tekanan darah tinggi, lapisan dari dinding pembuluh darah menebal sebagai usaha untuk melakukan kompensasi terhadap tekanan darah yang tinggi. Hal ini menyebabkan penyempitan lumen untuk aliran darah yang mengalir di dalam arteri dengan tekanan yang meningkat, akibat adanya kerusakan lebih lanjut pada arteri dan tekanan darah yang makin meningkat. (Hull, 1996) The seventh report of the joint national committee on detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC-VII) telah memperbaharui



klasifikasi,



definisi,



serta



stratifikasi



risiko



untuk



menentukan prognosis jangka panjang hipertensi (Chobanian, et al., 2003).



13



Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII Kategori Normal Prehypertension Hypertension Stage 1 Stage 2



Tekanan darah 140/90 140-159/90-99 ≥160/100 (Chobanian, et al., 2003)



Merokok Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya penyakit jantung, termasuk serangan jantung dan stroke, dan juga memiliki hubungan kuat untuk terjadinya PJK sehingga dengan berhenti merokok akan mengurangi risiko terjadinya serangan jantung. Merokok menaikkan risiko serangan jantung sebanyak 2 sampai 3 kali. Sekitar 24 % kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11 % pada perempuan disebabkan kebiasaan merokok (Roger, et al., 2011). Rokok berperan dalam patogenesis PJK melalui beberapa mekanisme, diantaranya : a. Merusak lapisan endotel pembuluh darah b. Meningkatkan plak kolesterol c. Meningkatkan bekuan darah d. Meningkatkan kadar LDL dan menurunkan HDL e. Menyebabkan spasme arteri koroner f. Nikotin meningkatkan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah (Mackay & Mensah, ND). Perokok pada garis besarnya dibagi menjadi dua yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah orang yang langsung menghisap asap rokok dari rokoknya, sedangkan perokok pasif adalah orang-orang yang tidak merokok, namun ikut menghisap asap sampingan selain asap utama yang dihembuskan oleh perokok. (WHO, 2000) Menurut WHO, perokok adalah seseorang yang masih merokok saat dilakukan survey baik harian (daily smoker) maupun hanya sesekali saja



14



(occasional smoker). Daily smoker adalah seseorang yang merokok paling sedikit satu batang perhari (seseorang yang merokok setiap hari tetapi berhenti karena alasan agama seperti puasa tetap diklasifikasikan sebagai perokok harian). Occasional smoker adalah seseorang yang merokok tetapi tidak setiap hari, occasional smoker terdiri dari reducers, continuing occasional smokers atau experimenter. Reducer adalah seseorang yang dulunya merokok setiap hari tetapi sekarang sudah tidak. Continuing occasional smoker adalah seseorang yang tidak merokok setiap hari tapi telah merokok lebih dari 100 batang rokok. Experimenter adalah seseorang yang merokok kurang dari 100 batang rokok dan saat ini kadang-kadang merokok. (Tolonen, Wolf, Jakovljevic, & Kuulasmaa, 2002) Bukan perokok adalah seseorang yang saat dilakukan survey tidak merokok sama sekali. Bukan perokok bisa jadi ex-smoker, never smoker, atau ex-occasional smoker. Ex-smoker adalah seseorang yang dulunya merokok setiap hari tetapi saat ini tidak merokok sama sekali. never smoker adalah seseorang yang tidak pernah merokok sama sekali dan tidak pernah menjadi perokok harian dan hanya merokok kurang dari 100 batang rokok seumur hidupnya. Ex-occasional smoker adalah seseorang yang dulunya kadang-kadang merokok tapi tidak pernah menjadi perokok harian dan sudah merokok lebih dari 100 batang rokok selama hidupnya. (Tolonen, Wolf, Jakovljevic, & Kuulasmaa, 2002) Menurut Smet (1994), klasifikasi perokok menurut banyaknya rokok yang dihisap adalah: 1. Perokok ringan: yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari 2. Perokok sedang: yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari 3. Perokok berat: yang menghisap lebih dari 15 rokok dalam sehari Obesitas Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko peningkatan PJK, hipertensi, angina, stroke, diabetes dan merupakan beban penting pada kesehatan



15



jantung dan pembuluh darah. Data dari Framingham menunjukkan bahwa apabila setiap individu mempunyai berat badan optimal, akan terjadi penurunan insiden PJK sebanyak 25 % dan stroke/cerebro vascular accident sebanyak 3,5 % (Goya, Shaper, & Walker, 2005). Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia. Hal tersebut ditempuh dengan cara mengurangi asupan kalori dan menambah aktifitas fisik. Disamping pemberian daftar komposisi makanan , pasien juga diharapkan untuk berkonsultasi dengan pakar gizi secara teratur (Montaya, Baquerd, & Backer, 2002). Tabel 2.4 Klasifikasi berat badan (BB) berdasarkan indeks massa tubuh No InIndeks Massa Tubuh (IMT) 1. 20 menit; (2) Pasien angina baru dalam waktu kurang dari 2 bulan; atau (3) Serangan menjadi lebih berat, lebih lama, atau lebih sering dari sebelumnya. Pasien dengan APTS yang memiliki bukti nekrosis miokard, seperti troponin T atau I dan CKMB kemudian didiagnosis menjadi NSTEMI (Cannon & Braunwald, 2008). Nyeri dada pada STEMI lebih parah, lebih lama (> 30 menit), dapat timbul saat istirahat dan tidak membaik walaupun aktifitas fisik dihentikan. Rasa nyeri biasanya digambarkan seperti rasa ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, ditusuk, diperas atau dipelintir. Lokasi nyeri biasanya retrosternal atau bisa juga muncul di epigastrium lalu menjalar ke dada bagian depan, bahu, leher, rahang dan tangan kiri. Selain itu bisa muncul gejala lain seperti mual, muntah, lemah, pusing, jantung berdebar-debar, keringat dingin dan pasien merasa seolah-olah akan mati (Fuster, Walsh, & Harrington, 2011).



Pemeriksaan Fisik Pada pasien AP stabil sering kali tidak didapatkan kelainan khusus atau hal-hal spesifik pada pemeriksaan fisik. Namun dapat ditemukan kelainan pada kondisi yang menyertai seperti gagal jantung, penyakit katup jantung atau perbesaran otot jantung. Suara gesekan yang terdengar pada auskultasi menunjukkan adanya penyakit pada perikardium atau pleura. Tanda adanya aterosklerosis antara lain bruit pada arteri karotis, aneurisma abdominal, nadi dorsum pedis



18



tidak teraba, hipertensi, xantoma dan eksudasi retina. (ACCF/AHA, 2012). Pada APTS/NSTEMI dapat ditemukan tanda-tanda iskemia seperti diaforesis, kulit yang dingin dan pucat, sinus takikardi, suara jantung ketiga atau keempat dan basilar rales pada pemeriksaan paru. Pada beberapa pasien dengan iskemia miokardium yang luas bisa terjadi hipotensi (Cannon & Braunwald, 2008). Pada pasien IMA dari inspeksi pasien terlihat cemas, gelisah, ekstremitasnya pucat, keringat dingin, kerap kali penderita meletakkan telapak tangan di atas sternum yang disebut sebagai ”Levine’s sign”. Tekanan darah dan pulsasi nadi pasien IMA seringkali normal, tetapi bisa juga didapatkan takikardi dan/atau hipertensi maupun bradikardi dan/atau hipotensi. Suhu pasien meningkat >38° C 1-2 jam setelah serangan IMA. Pada palpasi dinding dada tidak didapatkan kelainan, tetapi pada pasien STEMI transmural didapatkan pulsasi presistolik. Palpasi pulsasi arteri karotis yang melemah menunjukkan penurunan stroke volume, sedangkan pulsasi yang tajam menandakan adanya regurgitasi mitral. Pada auskultasi didapatkan bunyi jantung ketiga (S3) dan keempat (S4) atau murmur sistolik akibat regurgitasi mitral. Precordial friction rub terdengar pada pasien IMA transmural (Antman & Braunwald, 2008).



Pemeriksaan Penunjang a.



Pemeriksaan laboratorium Beberapa pemeriksaan terhadap faktor risiko koroner seperti total kolesterol, LDL, HDL, trigliserida, serum kreatinin dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan. Beberapa petanda biokimia juga telah dilaporkan berpengaruh terhadap kejadian PJK antara lain, lipoprotein(a), apoprotein B dan LDL densitas rendah. Homosistein juga berhubungan proses aterogenesis. Bila nyeri dada mirip dengan angina pektoris tidak stabil maka perlu dilakukan pemeriksaan



19



biomarker nekrosis seperti enzim troponin dan CKMB (Morrow & Gersh, 2008). b.



Elektrokardiografi (EKG) Kelainan EKG 12 sadapan yang khas adalah perubahan ST-T yang sesuai dengan iskemia miokardium. EKG istirahat waktu sedang nyeri dada dapat ditemukan adanya iskemia sampai 50% lagi. Kelainan yang paling sering muncul adalah depresi segmen ST, sedangkan perubahan-perubahan lain seperti takikardi, BBB, blok fasikular apalagi yang kembali normal pada waktu nyeri hilang sesuai pula untuk iskemia (Morrow & Gersh, 2008). APTS / NSTEMI didefinisikan oleh EKG sebagai depresi segmen ST atau inversi gelombang T yang jelas dan atau biomarker nekrosis (misal, troponin) yang positif pada saat tidak ditemukan elevasi segmen ST dan pada keadaan klinis tertentu (rasa tidak nyaman di dada atau angina equivalent) (ACC/AHA, 2007). EKG merupakan alat stratifikasi risiko APTS / NSTEMI yang kuat, adanya ST depresi > 0,5 Mv meningkatkan risiko kematian yang sangat tajam. Seseorang dengan inversi gelombang T memiliki prognosis yang lebih baik daripada seseorang dengan depresi segmen ST (Fuster, Walsh, & Harrington, 2011). STEMI didefinisikan oleh European Society of Cardiology / ACCF /AHA / World Heart Federation sebagai ST elevasi baru pada J Point setidaknya pada 2 sadapan ≥ 2 mm (0,2 mV) pada pria atau ≥ 1,5 mm (0.15mV) pada wanita di lead V2-V3 dan / atau ≥ 1 mm (0,1 mV) di sadapan yang lain (ACCF/AHA, 2013). Oklusi total arteri akan menunjukkan elevasi segmen ST pada rekaman EKG. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST akan mengalami evolusi menjadi gelombang Q sedangkan sebagian kecil menetap menjadi infark non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara, atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan segmen ST dan pasien dikatakan mengalami



20



angina pektoris tak stabil atau NSTEMI. Pada sebagian besar pasien tanpa elevasi ST akan berkembang menjadi infark non Q. Gelombang Q patologis menunjukkan nekrosis miokardium, sedangkan R menunjukkan miokardium yang masih hidup. c.



Treadmill test Suatu tes pembebanan yang digunakan untuk mendiagnosa dan memperkirakan prognosis PJK dan sangat berguna untuk pasien yang dicurigai PJK tapi pada EKG istirahat tidak ditemukan adanya kelainan. Treadmill test juga digunakan untuk pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda risiko tinggi. Interpretasi hasil tes ini didasarkan antara lain pada: gelombang Q yang abnormal, segmen S-T yang abnormal dan gelombang T abnormal.



Dari



interpretasi



tersebut



disimpulkan



adanya



negatif/positif respons. Bila negatif, keadaan suplai darah ke otot jantung dianggap normal, dan bila positif berarti lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi karena risiko terjadinya komplikasi kardiovaskuler dalam waktu mendatang cukup besar (Cannon & Braunwald, 2008). d.



Foto toraks Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai ukuran jantung pasien dan kalsifikasi koroner atau katup jantung, juga tanda-tanda lain seperti gagal jantung, penyakit jantung katup, perikarditis, aneurisma dissekan, dekompensasi kordis dengan atau tanpa oedem pulmonal. Jika ditemukan adanya kardiomegali maka PJK yang diderita sudah parah dengan riwayat infark miokard akut (IMA) sebelumnya, preexisting hipertensi atau berhubungan dengan kondisi non iskemia seperti penyakit katup jantung atau kardiomiopati (Morrow & Gersh, 2008).



e.



Ekokardiografi



21



Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menentukan luasnya iskemia saat nyeri dada berlangsung. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk melihat adanya gangguan faal ventrikel kiri, insufisiensi mitral, fungsi miokardium segmental dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung. Bila ekokardiografi dilakukan dalam waktu sampai 30 menit dari serangan angina, masih dapat memperlihatkan segmen miokardium yang mengalami disfungsi karena iskemia akut. Selain itu juga dapat mengidentifikasi komplikasi seperti regurgitasi mitral akut, ruptur ventrikel kiri atau efusi perikardium (Morrow & Gersh, 2008). Stres ( latihan atau dobutamin ) ekokardiografi dapat menyebabkan munculnya daerah akinesis atau diskinesis yang tidak hadir pada saat istirahat. Stress ekokardiografi lebih sensitif dibandingkan exercise electrocardiography dalam diagnosis iskemia miokard (Fauci, et al., 2012). f.



Angiografi Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat lumen arteri koroner. Angiografi dilakukan pada pasien AP stabil kronik yang gejalanya masih timbul meskipun sudah dilakukan terapi medis dan sedang dipertimbangkan untuk revaskularisasi yakni percutaneous coronary intervention (PCI) atau coronary artery bypass grafting (CABG), pasien dengan gejala yang tidak jelas sehingga kesulitan untuk menegakkan dan menyingkirkan diagnosa PJK, pasien angina pektoris yang selamat dari cardiac arrest, bukti iskemia pada pasien angina berdasarkan pemeriksaan non invasif atau hasil laboratorium yang menandakan disfungsi ventrikel dan pasien yang dinilai memiliki risiko tinggi. Angiografi bermanfaat untuk stratifikasi prognostik yang berkolerasi dengan jumlah pembuluh darah yang mengalami stenosis (Fauci, et al., 2012).



g.



Biomarker kerusakan jantung Biomarker yang sering digunakan dalam praktek klinik yaitu troponin dan CKMB. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai



22



normal menunjukkan nekrosis miokardium. Creatine Phospokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam, mencapai dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 48-72 jam. CK kurang spesifik untuk IMA karena dapat meningkat juga pada trauma otot skeletal. Isoenzim MB dari CK (CKMB) lebih bernilai diagnostic daripada total CK karena CKMB tidak ditemukan dalam konsentrasi yang signifikan pada jaringan di luar jantung sehingga lebih spesifik untuk penanda kerusakan jantung. Cardiac- specific troponin I (cTnI) dapat meningkat 20 kali lebih tinggi setelah IMA. Konsentrasi troponin ini meningkat setelah 2 jam IMA dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. cTnI tetap bertahan selama 7-10 hari setelah IMA, dan cTnT selama 10-14 hari (Cannon & Braunwald, 2008). Myoglobin dilepaskan kedalam darah hanya dalam beberapa jam setelah onset IMA. Myoglobin dapat dideteksi 1 jam setelah IMA dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. Myoglobin kurang spesifik untuk jantung, dan juga dieksresikan dengan cepat melalui urin sehingga kadarnya kembali normal dalam 24 jam. Lactic Dehydrogenase (LDH) meningkat setelah 24-48 jam setelah IMA, mencapai puncak 36 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari (Cannon & Braunwald, 2008). Troponin T atau I merupakan petanda nekrosis miokard yng lebih disukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung seperti CK dan CKMB. CKMB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam (Cannon & Braunwald, 2008).



23



Gambar 2.8 Biomarker Jantung pada Infark Miokardium (Trisnohadi, 2009) 2.2.7. Penatalaksanaan Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI, yaitu : -



Terapi Antiiskemia Terapi Antiplatelet Terapi Invasif - Perawatan Sebelum Meninggalkan RS dan Sesudah Perawatan RS (Trisnohadi, 2009).



Terapi Iskemia



24



Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang, dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta. Terapi ini terdiri dari nitrogliserinsub lingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena



dan



penyekat



beta



oral.



Antagonis



kalsium



nondihidropiridindiberikan pada pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan obat penyekat beta (Trisnohadi, 2009). Nitrat Nitrat pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10 ug/menit). Laju infuse dapat ditingkatkan 10ug/menit tiap 3-5 menit sampai keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik < 100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat digantikan dengan nitral oral atau dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas nyeri selama 12-24 jam. Kontraindikasi absolute adalah hipotensi atau penggunaan sildenafil dalam 24 jam sebelumnya(Trisnohadi, 2009). Penyekat Beta Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60 kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti verapamil atau diltiazem direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada persisten atau rekuren setelah terapi nitrat dosis penuh dan penyekat beta dan pada pasien dengan kontraindikasi penyekat beta. Jika nyeri dada menetap walaupun dengan pemberian nitrogliserin intravena, morfin sulfat dengan dosis 1-5 mg dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis total 20mg (Trisnohadi, 2009). Terapi Antitrombotik Oklusi thrombus sub total pada koroner mempunyai peran utama dalam pathogenesis NSTEMI dan keduanya mulai dari agregrasi platelet dan pembentukan thrombin-activated fibrin



bertanggung jawab atas



25



perkembangan klot. Oleh karena itu terapi antiplatelet dan anti thrombin menjadi komponen kunci dalam perawatan (Trisnohadi, 2009). Terapi Antiplatelet Aspirin Peran penting aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah dibuktikan dari penelitian klinis multiple dan beberapa meta-analisis, sehingga aspirin menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan UA atau NSTEMI. Pasien dengan resisitensi aspirin mempunyai resiko tinggi kejadian rekuren. Walaupun penelitian prosprektif secara acak belum pernah dilaporkan, adalah logis untuk memberikan terapi klopidogrel, walaupun aspirin sebaiknya juga tidak dihentikan(Trisnohadi, 2009). Klopidogrel Thienopyridine ini memblok reseptor adenosine diphospate P2Y12 pada permukaan platelet dan dengan demikian menginhibisi aktivasi platelet.



Penggunaanya



pada



UA/NSTEMI



terutama



berdasarkan



penelitian Clopidogrel in Unstable Angina to Prevent Recurrent Ischemic Events (CURE) dan Clopidogrel for the Reduction of Events During Observation (CREDO). Dilakukan randomisasi terhadap 12.562 pasien dengan UA/NSTEMI (semuanya mendapat terapi aspirin) ditambahkan klopidogrel (dosis awal 300 mg dilanjutkan dengan 75 mg/hari) atau plasebo. Setelah dipantau rata-rata 9 bulan, hard end point, menuurun secara bermkana yaitu 20. Efek bermanfaat ditemukan pada semua kelompok, termasuk kelompok tanpa deviasi segmen ST atau pelepasan troponin



dan



kelompok



yang



memiliki



skor



resiko



TIMI



rendah(Trisnohadi, 2009). Berdasarkan



hasil







hasil



penelitian



tersebut,



maka



klopidogrel



dirokemendasikan sebagai obat lini pertama pa UA/NSTEMI dan ditambahkan aspiri pada pasien UA/NSTEMI, kecuali mereka dengan resiko tinggi perdarahan dan pasien yang memiliki CABG segera. Klopidogrel sebaiknya digunakan pada pasien UA/NSTEMI pada pasien – pasien :



26



 



Yang direncanakan untuk mendapat penekann non invasive dini Yang diketahui tidak merupakan kandidat operasi koroner segera berdasarkan pengetahuan sebelumnya tentang anantomi koroner/ memiliki







kontraindikasi untu operasi Kateterisasi ditunda / ditangguhkan selama > 24-36 jam. Resiko perdarahan berlebihan dapat ditoleransi pada pasien yang belum dilakukan angiografi, dan dapat mencegah kejadian iskemia selama periode menunggu. Pandangan ini didukung oleh pengamatan pada penelitian CREDO bahwa terapi sebelumnya >6 hari sebelum PCI cendeung memperkuat manfaat obatnya dan kombinasi klopidogrel dan inhibitor GP IIb/IIIa tampaknya menambah manfaat tanpa meningkatkan resiko perdarahan(Trisnohadi, 2009). Antagonis GP IIb/IIIa Antagonis GP IIb/IIIa terbukti kuat mengurangi insidensi kematian pad pasien UA/NSTEMI yang menjalani PCI dan penggunaanya pada keadaan ini diindikasikan dengan jelas. Guideline ACC/AHA menetapkan pasien-pasien resiko tinggi terutama pasien dengan troponin-positif yang menjalani angiografi, mungkin sebaiknya mendapatkan antagonis IIb/IIIa. Pada penelitian GUSTO-IV ACS, abciximab tidak diindikasikan kepada pasien yang tidak dalam rencana PCI. Tak ada satupun antagonis ini terlihat efektif atau diindikasikan secara rutin untuk penatalaksanaan pasien resiko rendah, pasien-pasien dengan troponin-negatif yang tidak menjalani angiografi dini. Berdasarkan pengamatan pada penelitian PCI-CURE dan CREDO, klopidegrol tidak terlihat menambah resiko perdarahan terhadap antagonis GP IIb/IIIa tampaknya perlu ditambahkan dan terapi p;atelet tripel (aspirin, klopidogrel, dan antagonis IIa/IIIb) diindikasikan pada pasien resiko tinggi yang direncanakan untuk menjalani PCI dan tidak mempunyai resiko perdarahan berlebihan(Trisnohadi, 2009).



27



TERAPI ANTIKOAGULAN UFH (Unfaractionated Heparin) Manfaat UFH jika ditambah aspirin telah dibuktikan dalam tujuh penelitian acak dan kombinasi UFH dan aspirin telah digunakan dalam tatalaksana UA/NSTEMI untuk lebih dari 15 tahun. Namun demikian terdapat banyak kerugian UFH, termasuk di dalamnya ikatan yang nonspesifik dan menyebabkan inaktivasi platelet, endotel vascular, fibrin, platelet factor 4 dan sejumlah protein sirkulasi. Produksi antibody antiheparin



mungkin



berhubungan



dengan



heparin-induced



thrombocytopenia. Ikatan ini menimbulkan efek antikoagulan yang tak menentu, memerlukan monitor lebih sering terhadap activated partial thromboplastin time (aPTT ), pengaturan dosis dan membutuhkn infus intravena kontinu (Trisnohadi, 2009). LMWH (Low Molecular Weight Heparin) LMWH adalah inhibitor utama pada sirkulasi trombin dan juga pada factor Xa sehingga obat ini tidak hanya mempengaruhi kinerja trombin dalam sirkulasi tapi juga mengurangi pembenukan trombin. Keuntungan lainnya ialah absorbsi yang cepat dn dapat diprediksi setelah pemberian subcutan. Karena ditemukan kesulitan dalam menentukan level antikoagulan, maka perlu dipikirkan dosis LMWH yang sesuai untuk paien-pasien yang menjalani PCI dan kemanan LMWH pada pasien yang mendapat terapi inhibitor GP IIb/IIIa. (Trisnohadi, 2009). 2.2.8. Prognosis Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca infark miokardium.



Pertama



menggunakan



klasifikasi



Killip



berdasarkan



pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik(Trisnohadi, 2009). Tabel 2.5 Klasifikasi Killip (Trisnohadi, 2009)



28



Klas I II III IV



Definisi Tak ada tanda gagal jantung kongestif + S3 dan/atau ronki basah Edema paru Syok kardiogenik



Mortalitas (%) 6 17 30-40 60-80



29



BAB III LAPORAN KASUS Identitas pasien Nama



: Ny.SR



Umur



: 45 tahun



Jenis kelamin



: Perempuan



Alamat



: kilo 26 Samboja



Agama



: Islam



Suku



: Jawa



Tanggal masuk



: 11 Januari 2016



RM



: 2016.130393



3.1 Anamnesis Keluhan Utama



: Nyeri dada kiri



Keluhan penyerta : Nyeri ulu hati. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, tembus ke belakang, dan menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada muncul saat beristirahat maupun saat beraktivitas. Nyeri terasa terus menerus setiap waktu. Nyeri dada makin lama makin terasa berat. Nyeri terasa dibarengi rasa panas di dada.Nyeri dada seperti ini sering hilang timbul sejak 6 tahun SMRS. Pasien merasa sesak napas. Dada terasa berdebar-debar. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati. Nyeri ulu hati terasa bersamaan dengan nyeri dada. Nyeri ulu hati terasa seperti ditusuk-tusuk namun tidak menjalar. Nyeri ulu hati terasa memberat setelah makan. Nyeri terasa terus menerus dan makin lama dirasa makin berat.



30



Riwayat Penyakit Dahulu -



Riwayat Hipertensi sejak 18 tahun yang lalu.



-



Riwayat Penyakit Jantung Koroner sejak 6 tahun yang lalu.



-



Riwayat Diabetes Melitus (baru saja diketahui)



-



Gout Artritis sejak 1 tahun yang lalu.



Riwayat Obat -



Pertama kali kena PJK obat yang dikonsumsi adalah Bisoprolol dan Isosobid dinitrat.



-



Obat rutin untuk DM yang diderita: Metformin x500 mg



-



Obat rutin gaout arthritis Meloxicam 2x15 mg dan Allupurinol 2x100 mg.



Riwayat Penyakit Keluarga -



Riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus, dan Penyakit Jantung Koroner disangkal.



Riwayat Kebiasaan dan Psikososial -



Riwayat merokok (-).



-



Riwayat alcohol (-).



-



Pasien jarang berolahraga.



-



Pekerjaan: IRT + penjual makanan.



-



Riwayat gizi: Pola makan pasien baik 3 kali sehari dengan komposisi nasi, sayur, dan lauk pauk; memenuhi komposisi gizi seimbang. Pasien mengaku suka mengonsumsi gorengan, jeroan, dan minuman manis berperisa sejak muda, namun semenjak sakit kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman ini dikurangi.



3.2 Pemeriksaan fisik - Keadaan Umum



: Tampak sakit sedang



- Kesadaran



: Compos mentis



31



- Tekanan Darah



: 140/100 mmHg



- Nadi



: 66x/menit



- Pernafasan



: 20x/menit



- Suhu



: 36,3 oC



- Keadaan Gizi



: BB = 85 kg, TB = 156 cm Indeks Massa Tubuh (IMT): BB (kg) : TB (m)2 = 80 = 32,87 (Obesitas grade II) 1,562 Tabel 3.1 Kategori IMT pada Ras Asia Dewasa



Kategori IMT < 18,5 18,5-22,9 ≥ 23



Pengertian Berat Badan Kurang Berat Badan Normal Berat Badan Lebih



Keterangan Kurus Normal



23-24,9



Gemuk



25-29,9



Obesitas I



≥ 30



Obesitas II



Kepala/leher 











Umum Ekspresi



: sakit sedang



Rambut



: tidak ada kelainan



Kulit muka



: tidak terlihat kuning dan tidak pucat



Mata Palpebra



: edema (-/-)



Konjungtiva



: anemis (-)



Sclera



: ikterus (-)



Pupil



: isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)



Hidung Septum deviasi (-) Sekret (-)



32



Nafas cuping hidung (-) 



Telinga Bentuk



: normal



Lubang telinga



: normal, sekret (-)



Proc. Mastoideus



: nyeri (-/-)



Pendengaran



: normal







Mulut Nafas



: fetor hepatikum (-)



Bibir



: pucat (-), sianosis (-)



Gusi



: perdarahan (-)



Mukosa



: hiperemis (-), pigmentasi (-)



Lidah



: makroglosia (-), mikroglosia (-)



Faring



: hiperemis (-)







Leher Umum



: simetris, tumor (-)



Kelenjar limfe



: membesar (-)



Trakea



: di tengah, deviasi (-)



Tiroid



: membesar (-)



Distensi vena jugular (-) Thorax Umum Bentuk dan pergerakan dada simetris Ruang interkostalis (ICS) tidak tampak jelas Retraksi (-) Pulmo: Inspeksi



: bentuk simetris, gerakan simetris, retraksi ICS (-)



Palpasi



: fremitus raba dekstra = sinistra



Perkusi



: sonor di seluruh lapangan paru



Auskultasi



: suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)



33



Cor: Inspeksi



: Ictus cordis tidak tampak



Palpasi



: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)



Perkusi



: Kanan : ICS III parasternal dekstra Kiri



Auskultasi



: ICS V midclavicular sinistra



: S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)



Abdomen: Inspeksi



: Bentuk cembung, kulit normal



Palpasi



: Soefl, Nyeri tekan (-), massa (-), hepar/lien/ginjal tidak teraba, defans muscular (-)



Perkusi Auskultasi



: Timpani, shifting dullness (-), Asites (-) : Bising usus (+) kesan normal



Ekstremitas: 







Superior - Ekstremitas hangat - Edema (-) - Eritematosa (-) - Sianosis (-) - Clubbing finger (-) - Palmar eritema (-) - Kekuatan otot : Kanan = Kiri (5=5) Inferior - Ekstremitas hangat - Edema tungkai (+) - Sianosis (-) - Kekuatan otot : Kanan = Kiri (5=5) - Tes nyeri dan sensorik halus (+)



Hasil laboratorium Darah Lengkap (11 Januari 2016) -



Leukosit



: 11.400/µl



-



Hemoglobin



: 13,2 gr/dl



34



-



Hematokrit



-



Mean Cospuscular Volume: 84,7 fl



-



Mean Cospuscular Hemoglobin: 28,7 pg



-



Mean Cospuscular Hemoglobin Concentration: 33,9 g/dl



-



Trombosit



: 39%



: 282.000/ µl



Kimia Darah (12 Januari 2016) -



Glukosa Darah Sewaktu : 158 mg/dl



-



Ureum



: 33,0 mg/dl



-



Kreatinin



: 0,8 mg/dl



Elektrolit Darah (12 Januari 2016) -



Natrium



: 142 mmol/L



-



Kalium



: 3,9 mmol/L



-



Chloride



: 108 mmol/L



35



Elektrokardiografi



36



37



38



Interpretasi EKG: -Heart rate



= 1500/kotak kecil = 1500/20 = 75 kali/menit



- Irama Sinus, Reguler - Aksis Normal - Gelombang P normal (tinggi 1 kotak kecil, lebar 2 kotak kecil) - Interval PR normal (4 kotak kecil) - Gelombang Q normal ( lebar