Lapsus CHF Ec CAD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 LAPORAN KASUS I.



Identitas pasien Nama



: Mr. L



No.MR



: 705911



Umur



: 55 Tahun



Jenis Kelamin : Male Tanggal masuk RS :15th JUNE 2015 Room II.



: CVCU VIP 1



Anamnesis Terpimpin Keluhan utama: Sesak nafas Sesak nafas dialami sejak 1 bulan yang lalu. Dyspneu on exertion ada, Orthopnea ada, Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ada. Nyeri dada kiri ada seperti tertekan. Riwayat nyeri dada dan jantung berdebar-debar sebelumnya tidak ada. Mual ada, muntah tidak ada. Demam tidak ada dan riwayat demam sebelumnya tidak ada. BAK: lancar, kuning. BAB: kesan biasa. Riwayat perawatan atau berobat sebelumnya ada Riwayat terbangun malam hari karena sesak (+). Riwayat kaki bengkak (+). Riwayat tekanan darah tinggi ada, berobat teratur. Riwayat Diabetes Melitus tipe 2 sejak 15 tahun yang lalu, tidak berobat teratur. Riwayat merokok (+) sejak masih SMP, lebih dari 2 bungkus per hari Riwayat konsumsi minuman beralkohol (+) Riwayat nyeri sendi tidak ada. Riwayat biru saat kelahiran tidak ada. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama disangkal.



1



III.



Faktor resiko Dapat dimodifikasi: 



riwayat merokok sejak masih SMP lebih dari 2 bungkus per hari







riwayat konsumsi minuman beralkohol.







Riwayat Diabetes Mellitus ada, tidak berobat teratur.



Tidak dapat dimodifikasi:



IV.







Jenis kelamin: laki-laki







Usia: 55 tahun







Penyakit turunan diabetes mellitus.







Penyakit turunan hipertensi.



Pemeriksaan Fisis 



Status generalis Sakit sedang / gizi cukup / compos mentis







Tanda vital Tekanan darah: 120/90 mmHg Nadi: 76 kali per menit Pernapasan : 28 kali per menit Suhu: 36,5° C











Pemeriksaan Kepala dan Leher Mata



: Anemis (-), ikterus (-)



Bibir



: Sianosis (-)



Leher



: JVP R+3cm H2O



Pemeriksaan Thoraks Inspeksi



: Simetris kiri dan kanan



Palpasi



: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)



2



Perkusi



: Sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar ICS 4 kanan



Auskultasi : BP: vesikular, bunyi tambahan: ronkhi -/-, wheezing -/



Pemeriksaan Jantung Inspeksi



: Ictus cordis jantung tampak



Palpasi



: Ictus cordis jantung teraba



Perkusi



: Batas jantung kanan di garis parasternalis kanan, dan batas



jantung kiri 3 jari di sebelah kiri linea midaksilarisi. Auskultasi : BJ: S I/II iregular, bising sistolik dan diastolic tidak ada, bunyi ekstrasistol tidak ada, S3 gallop ada. 



Pemeriksaan Abdomen Inspeksi



: Datar, ikut gerak napas



Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal







Palpasi



: Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan tidak teraba.



Perkusi



: Timpani (+) kesan normal.



Pemeriksaan Ekstremitas Edema -/-



V.



Pemeriksaan penunjang



3



EKG



Interpretasi • • • • • •



Irama Heart rate Regular Q-ST Elevation ST segment Gelombang T



: : : : : :



ritme sinus 120 bpm iregular biasanya terlihat pada kejadian AMI ST depresi pada lead 1 dan aVL perubahan gelomban T inverted pada lead II, III, aVF



Kesimpulan :  Irama bukan sinus, ireguler, dan HR 120 bpm  STEMI inferior + RV Killiv IV onset < 2jam  Oklusi Foto Thorax



4



Kesan: Cardiomegaly



Laboratorium



Echocardiography



5



Kesimpulan:  Disfungsi Sistolik dan Diastolik ec CAD



6



VI.



Diagnosa - Congestive Heart Failure NYHA IV ec Coronary Artery Disease 3 Vessel Disease - Diabetes mellitus type 2 - Hyperurisemia



VII.



Terapi               



Bed rest Cardiac Diet (low natrium diet) O2 3-4 Lpm IVFD NaCl 0.09% 500cc Loop-diuretic (Furosemide) 40mg/12hours/oral Loop diuretic (Spironolakton) 25mg/24h/oral Nitrate(Farsorbid) 10mg/8hours/oral Anti-platelet (Aspilet) 8mg/24hours/oral Anti-platelet (Clopidogrel) 75mg/24jam/oral Statin(Simvastatin) 40mg/24jam/oral ACE-i (Ramipril) 2.5mg/24hours/oral Omeprazole 40mg/24hours/oral Lantus 10-0-0/24hours/oral (DM type2 treatment) Novorapid 6-6-6/8hours/inj (DM type2 treatment) Allopurinol 300mg/24hours/oral (hyperurisemic treatment)



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



7



1. ANATOMI DAN FISIOLOGI Jantung merupakan sebuah organ muskular yang terletak dalam rongga dada, di belakang sternum, dalam mediastinum, di antara kedua paru, dan di depan tulang belakang. Jantung terletak di area ini seperti bentuk segitiga terbalik. Bagian paling atas dari jantung, atau basis jantung, terletak di bawah costae kedua; sedangkan bagian paling bawah dari jantung, atau apeks jantung, terletak lebih di depan dan bawah, ke arah kiri tubuh, dan terletak di atas diafragma. Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikardium, miokardium, dan endokardium. Sebuah lapisan jaringan ikat, yang disebut dengan perikardium, membungkus jantung dan berperan sebagai sebuah kantong yang kuat dan melindungi jantung; terdiri dari perikardium fibrosa dan perikardium serosa. Perikardium serosa terdiri dari dua lapis, yaitu: • lapisan parietal, yang berbatasan dengan perikardium fibrosa, dan • lapisan visceral, yang melekat pada permukaan jantung.2



Gambar 1 – Lapisan-lapisan dinding jantung2



Jantung terdiri dari empat ruang, yaitu dua atrium dan dua ventrikel. Atrium kanan dan kiri berfungsi sebagai reservoir volume darah yang akan dialirkan ke ventrikel. Atrium kanan menerima darah yang terdeoksigenasi dari seluruh tubuh



8



melalui vena cava superior dan inferior serta dari jantung sendiri melalui sinus koronarius. Atrium kiri menerima darah yang sudah teroksigenasi dari paru-paru melalui vena-vena pulmonalis.Septum interatrial membatasi kedua ruang ini dan membabntu proses kontraksi keduanya. Kontraksi atrium akan mendorong darah ke dalam ventrikel di bawahnya. Ventrikel kanan dan kiri berfungsi sebagai ruang pompa jantung. Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya melalui arteri pulmonalis menuju paru-paru, di mana darah akan disuplai dengan oksigen dan melepaskan karbon dioksida. Ventrikel kiri menerima darah yang kaya oksigen dari atrium kiri dan memompakannya melalui aorta ke seluruh tubuh. Septum interventrikular memisahkan kedua ventrikel dan membantu keduanya dalam berkontraksi.2



Gambar 2 – Anatomi jantung2



Jantung memiliki empat buat katup, yaitu katup atrioventrikular (AV) yang terdiri dari katup mitral dan katup tikuspidalis dan katup semilunaris yang terdiri dari katup aorta dan katup pulmonalis. Katup-katup tersebut membuka dan menutup sebagai respon terhadap perubahan tekanan dalam ruang-ruang jantung yang berhubungan dengannya.Katup-katup tersebut berfungsi sebagai pintu satu arah yang menjaga aliran darah mengalir meninggalkan ruang-ruang jantung yang



9



bersangkutan. Katup menutup untuk mencegah terjadinya aliran balik darah (regurgitasi) dari satu ruang ke ruang sebelumnya.Penutupan katup menghasilkan suara jantung yang dapat didengar melalui stetoskop. Kedua katup AV, yang terletak di antara atrium dan ventrikel, disebut sebagai katup mitral dan katup trikuspidalis. Katup trikuspidalis terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup mitral terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup mitral terdiri dari dua kuspis dan katup trikuspidalis terdiri dari tiga kuspis. Kuspis-kuspis tersebut berhubungan dengan muskulus papillaris pada dinding jantung oleh serabut-serabut yang disebut sebagai chordae tendineae. Struktur ini bekerja bersama untuk mencegah kuspis menonjol ke dalam atrium selama kontraksi ventrikel. Katup-katup semilunaris jantung adalah katup pulmonalis dan katup aorta. Katup-katup ini disebut semilunar karena kuspis-kuspisnya berbentuk setengah bulan.Akibat tekanan besar yang diterima oleh katup-katup ini, struktur katup ini jauh lebih sederhana dibandingkan katup AV. Katup semilunaris terbuka akibat adanya tekanan dari ventrikel dan tertutup kembali akibat tekanan balik darah dalam arteri pulmonalis dan aorta, yang mendorong kuspis-kuspis tersebut sehingga menutup. Katup pulmonalis, menghubungkan arteri pulmonalis dan ventrikel kanan, menjadi pintu masuk bagi darah yang akan mengalir dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mencegah darah tersebut mengalir kembali ke dalam ventrikel kanan. Katup aorta, menghubungkan aorta dan ventrikel kiri, menjadi pintu masuk bagi darah dari ventrikel kiri ke aorta dan mencegah darah balik ke dalam ventrikel kiri.2 Perdarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluk koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari sinus valsalva aorta. Arteri koroner kiri berjalan di belakang arteri pulmonalis sebagai arteri kiri utama (LMCA=Left Main Coronary Artery). Arteri ini bercabang menjadi arteri sirkumfleks (LCx=Left Circumflex Artery) dan arteri desendens anterior kiri (LAD=Left Anterior Descendens Artery). LCx berjalan pada sulkus atrioventrikular mengelilingi permukaan posterior jantung, sedangkan LAD berjalan pada sulkus interventrikular sampai ke apeks jantung. Kedua pembuluh darah ini bercabang-cabang memperdarahi daerah di antara kedua sulkus tersebut.



10



Setelah keluar dari sinus valsalva aorta, arteri koroner kanan (RCA=Right Coronary Artery) berjalan di dalam sulkus atrioventrikular ke kanan bawah. Cabang pertama adalah arteri atrium anterior kanan (right atrial anterior branches) untuk memperdarahi nodus sino-atrial dan cabang lain adalah arteri koroner desendens posterior (PDA=Posterior Descending Coronary Artery) yang akan memperdarahi nodus atrio-ventrikular. Aliran darah balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner yang berjalan berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk ke dalam atrium kanan melalui sinus koronarius. Selain itu, terdapat pula vena-vena kecil yang disebut sebagai vena Thebesii, yang bermuara lansung ke dalam atrium kanan.1



Gambar 3 – Vaskularisasi jantung3



Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom, yaitu saraf simpatis dan parasimpatis. Serabut-serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan ventrikel termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis terutama mempersarafi nodus sino-atrial dan nodus atrio-ventrikular dan serabut-serabut otot atrium, serta dapat pula menyebar ke dalam ventrikel kiri. Persarafan simpatis eferen pre-ganglionik berasal dari medula spinalis torakal atas, yaitu torakal 3 sampai torakal 6; sebelum mencapai jantung akan melalui pleksus kardialis kemudian berakhir pada ganglion servikalis superior



11



medial atau inferior. Serabut post-ganglionik akan menjadi saraf kardialis untuk masuk ke dalam jantung. Persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di medula oblongata; serabut-serabutnya akan bergabung dengan serabut simpatis dalam pleksus kardialis. Rangsang simpatis akan dihantar oleh norepinefrin, sedangkan rangsang parasimpatis dihantar oleh asetilkolin. Pada orang normal, kerja saraf simpatis adalah memperngaruhi kerja ventrikel sedangkan parasimpatis mengontrol irama dan laju denyut jantung.1



Gambar 4 – Sirkulasi pumonal dan sirkulasi sistemik3



Siklus jantung terdiri dari lima fase, yaitu: 1. Kontraksi ventrikular isovolumetrik:sebagai respon depolarisasi ventrikel, tekanan ventrikel meningkat. Peningkatan tekanan dalam ventrikel menyebabkan tertutupnya katup mitral dan trikuspidalis.Katup aortadan pulmonalis masih tertutup pada seluruh fase ini. 2. Ejeksi ventrikular :ketika tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta dan arteri pulmonalis, katup aorta dan katup pulmonalis akan terbuka dan ventrikel mengejeksikan darah. 3. Relaksasi isovolumetrik: ketuka tekanan ventrikel menurun hingga lebih rendah dari tekanan dalam aorta dan arteri pulmonalis, katup aorta dan katup pulmonalis 12



akan tertutup. Seluruh katup tertutup pada fase ini. Fase diastol atrial terjadi ketika darah mengisi atrium. 4. Pengisian ventrikel: tekanan atrium melebihi tekanan ventrikel, menyebabkan katup mitral dan trikuspidalis terbuka. Darah kemudian mengalir secara pasif ke dalam ventrikel.Sekitar 70% pengisian ventrikel terjadi pada fase ini. 5. Sistol atrial: disebut juga sebagai atrial kick,fase sistolik atrium (bertepatan dengan fase diastolik ventrikel lambat) mengisi ventrikel dengan 30% sisa darah untuk setiap dneyut jantung.2



Gambar 5 – Siklus jantung2



2. DEFINISI Gagal jantung adalah keadaan abnormalitas struktural atau fungsionl jantung di mana jantung tidak lagi mampu memompakan darah ke jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, meskipun darah balik masih normal. Dengan kata lain, gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (forward failure) atau kemampuan memompakan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau keduanya.1



13



Gagal jantung dalam panduan European Society of Cardiology (ESC) didefinisikan secara klinis sebagai sindrom di mana pasien mengalami beberapa gejala (contoh: sesak nafas, edema pergelangan kaki, dan fatig) dan tanda khas (contoh: peningkatan JVP, krepitasi pulmonal, dan irama apeks yang berpindah) yang disebabkan oleh abnormalitas struktur atau fungsi jantung.4 Terminologi utama untuk mendeskripsikan gagal jantungberdasarkan riwayat dan perhitungan fraksi ejeksi ventrikel kiri (EF). Secara matematis, EF adalah volume sekuncup(yaitu volume diastolik akhir dikurangi volume sistolik akhir)dibagi volume diastolik akhir. Pada pasien dengan kontraksi jantung dan pengosongan ventrikel kiri yang berkurang (contoh: disfungsi sistolik), volume sekuncup dipertahankan dengan peningkatan volume diastolik akhir (karena ventrikel kiri dilatasi). Semakin parah disfungsi sistolik, semakin berkurang fraksi ejeksi dan, secara umum, semakin besar volume diastolik akhir dan volume sistolik akhir.4



3. EPIDEMIOLOGI Penelitian-penelitian epidemiologi gagal jantung penuh komplikasi karena kurangnya kesepakatan universal mengenai definisi gagal jantung itu sendiri, yang utamanya merupakan diagnosis klinis. Oleh karena itu, perbandingan nasional maupun internasional sulit dilakukan. Data mortalitas, penelitian postmortem, dan data perawatan di rumah sakit tidak mudah dituangkan dalam tinjauan insidensi dan prevalensi. Beberapa sistem yang berbeda telah digunakan pada penelitian-penelitian dengan populasi yang besar, dengan menggunakan skor gambaran klinis yang ditentukan dari anamnesis dan pemeriksaan, serta gambaran radiologi dada untuk mendefinisikan gagal jantung pada kebanyakan kasus.2 Prevalensi gagal jantung Selama tahun 1980-an, penelitian Framingham melaporkan prevalensi keseluruhan sesuai umur pada gagal jantung, dengan angka yang sama pada laki-laki dan 14



perempuan. Prevalensi gagal jantung meningkat secara dramatis dengan meningkatkan umur, dengan prevalensi yang meningkat sekitar dua kali lipat setiap penambahan umur 1 dekade.5 Insidensi gagal jantung Data Framingham menunjukkan insidensi (sesuai umur) tahunan gagal jantung, yaitu 0.14% pada wanita dan 0.23% pada pria. Angka kehidupan pada wanita umumnya lebih baik dibandingkan pria, menyebabkan angka prevalensi yang sama. Terdapat peningkatan insidensi gagal jantung sekitar dua kali lipat pada setiap penambahan usia 1 dekade, mencapai angka 3% pada pasien berusia 85 - 94 tahun. Penelitian Hillingdon terbaru madalah mengenai insidensi gagal jantung, didefinisikan berdasarkan temuan klinis dan radiologi, dengan pemeriksaan ekokardiografi, pada populasi di London barat. Insidensi tahunan keseluruhan adalah 0.08%, meningkat dari 0.02% pada usia 45 - 55 tahun menjadi 1.2% pada usia 86 tahun ke atas. Sekitar 80% kasus-kasus ini pertama kali didiagnosis setelah admisi akut ke rumah sakit, dengan hanya 20% yang diidentifikasi di praktik dokter umum dan dirujuk ke klinik yang bersangkutan. Kelompok Glasgow dari penelitian MONICA dan elompok ECHOES menemukan bahwa penyakit arteri koroner merupakan faktor risiko paling berbahaya bagi kerusakan fungsi ventrikel kiri, baik berdiri sendiri maupun disertai hipertensi. Dalam penelitian ini, hipertensi yang berdiri sendiri tidak berkontribusi banyak dalam kerusakan kontraksi sistolik ventrikel kiri, meskipun penelitian Framingham pernah melaporkan kontribusi hipertensi yang cukup besar dalam menyebabkan kerusakan. Perbedaan jelas ini mungkin menunjukkan kemajuan dalam terapi hipertensi dan fakta bahwa beberapa pasien dengan hipertensi tanpa penyakit arteri koroner mungkin mengalami gagal jantung akibat disfungsi diastolik.5



4. ETIOLOGI a. Coronary Artery Disease (Penyakit Arteri Koroner)



15



Penyakit arteri koroner merupakan penyebab terbesar gagal jantung di negaranegara barat. Pada penelitian disfungsi ventrikel kiri (SOLVD), penyakit ini terhitung hampir 75% dari keseluruhan kasus gagal jantung kronik pada pasien pria berkulit putih, walaupun dalam penelitian jantung Framingham, penyakit ini hanya terjadi pada 46% dari keseluruhan kasus gagal jantung pada pria dan 27% dari keseluruhan kasus gagal jantung kronik pada wanita. Penyakit arteri koroner dan hipertensi (baik berdiri sendiri maupun terjadi bersamaan) diimplikasikan sebagai penyebab pada lebih dari 90% kasus gagal jantung dalam penelitian Framingham. Penelitian-penelitian



terbaru



mengenai



etiologi



gagal



jantung



berdasarkan investigasi non-invasif, mengidentifikasi penyakit arteri koroner sebagai etiologi primer pada 36% kasus gagal jantung. Faktor risiko koroner, seperti merokok dan diabetes melitus, juga merupakan penanda risiko dalam perkembangan gagal jantung.Merokok merupakan faktor risiko independen dan kuat dalam perkembangan gagal jantung pada pria, walaupun temuannya pada wanita kurang konsisten. Pada penelitian Framingham, diabetes dan hipertrofi ventrikel kiri merupakan penanda risiko paling signifikan bagi perkembangan penyakit gagal jantung. Berat badan dan rasio tinggi konsentrasi kolesterol total hingga konsentrasi kolesterol HDL juga merupaka faktor risiko gagal jantung yang independen. Jelas bahwa faktor-faktor risiko tersebut dapat meningkatkan risiko gagal jantung melalui efeknya pada penyakit arteri koroner, walaupun diabetes sendiri dapat memicu perubahan struktural dan fungsional yang penting pada miokardium, yang kemudian dapat meningkatkan risiko gagal jantung.5 b. Hipertensi Hipertensi berhubungan dengan meningkatnya risiko gagal jantung pada beberapa studi epidemiologi. Dalam penelitian Framingham, hipertensi dilaporkan sebagai penyebab gagal jantung, baik terjadi dengan maupun tanpa faktor lain, pada lebih dari 70% kasus, berdasarkan penilaian non-invasif.



16



Namun demikian, penelitian lainnya yang berdasarkan pada populasi dan rumah sakit, melaporkan hipertensi sebagai penyebab gagal jantung yang tidak umum. Namun demikian, hipertensi kemungkinan merupakan penyebab utama gagal jantung pada beberapa kelompok pasien, termasuk wanita dan populasi berkulit hitam (lebih dari sepertiga kasus). Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme patologik, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri berhubungan dengan disfungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri, dan peningkatan risiko infar miokard, yang kemudia dapat menyebabkan aritmia atrial maupun ventrikular. 5 c. Kardiomiopati Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit-penyakit pada otot jantung yang tidak disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, kongenital, kelainan katup, atau penyakit perikardium. Sebagai penyakit primer otot jantung, kardiomiopati merupakan penyebab gagal jantung yang tidak umum, tetapi harus tetap diperhatikan dalam menegakkan diagnosis. 



Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung di mana abnormalitas utamanya adalah dilatasi ventrikel kiri, dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Sel-sel miokardium juga mengalami hipertrofi, dengan variasi ukuran dan fibrosis ekstraselular yang meningkat. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa lebih dari seperempat kasus-kasus kardiomiopati dilatasi diturunkan dalam keluarga. Miokarditis viral merupakan penyebab yang dipertimbangkan. Penyakit jaringan ikat seperti systemic lupus erythematosus (SLE), sindrom ChurgStrauss, dan poliartritis nodosa merupakan penyebab yang lebih jarang. Angiografi koroner dapat mengeksklusi penyakit koroner, dan biopsi endomiokardium harus dilakukan untuk mengeksklusi miokarditis atau penyakit infiltratif lain. Dilatasi juga dapat disebabkan oleh aritmia atrial dan ventrikular, dan dilatasi ventrikel dapat menyebabkan regurgitasi mitral dan trikuspid “fungsional”.



17







Kardiomiopati hipertrofik dapat diturunkan dalam keluarga (dominan autosomal), walaupun kasus sporadik dapat terjadi. Penyakit ini ditandai dengan abnormalitas serat-serat miokardium, dan bentuk klasiknya termasuk hipertrofi septal asimetris, berhubungan dengan obstruksi aliran keluar dari aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). 



Kardiomiopati restriktif dan obliteratif



Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan dan komplians yang tidak baik dari ventrikel, yang secara substansia tidak membesar, dan hal ini berhubungan dengan abnormalitas fungsi diastolik (relaksasi) yang membatasi pengisisan ventrikel. Amyloidosis dan penyakit infiltratif lain, termasuk sarcoidosis dan haemochromatosis, dapat menyebabkan sindrom restriktif.



Fibrosis



endomiokardium



juga



merupakan



penyebab



kardiomiopati restriktif, walaupun penyakit tersebut merupakan penyebab gagal jantung yang jarang di negara barat. Fibrosis endokardium traktus yang menuju salah satu atau kedua ventrikel, termasuk regio subvalvar, menyebabkan restriksi pengisian diastolik dan obliterasi cavitas.5 d. Penyakit katup jantung Dalam penelitian Framingham, penyakit jantung rheumatik menyebabkan gagal jantung 2% pada pria dan 3% pada wanita, walaupun insidensi keseluruhan penyakit katup telah berkurang secara stabil dalam penelitian cohort Framingham selama lebih dari 30 tahun terakhir. Regurgitasi mitral dan stenosis aorta merupakan penyebab utama gagal jantung yang disebabkan oleh penyakit katup. Regurgitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan peningkatan volume (peningkatan preload), berkebalikan dengan stenosis aorta yang menyebabkan overload tekanan (peningkatan afterload). Progresi gagal jantung pada pasien dengan penyakit katup bergantung pada penyebab dan luas penyakit katup tersebut. Pada stenosis aorta, gagal jantung secara relatif terjadi pada stadium akhir, tanpa pergantian katup, dan memiliki prgnosis buruk. Sebaliknya, pasien



18



dengan regurgitasi mitral (atau aorta) kronik secara umum mengalami penurunan lebih lambat dan lebih progresif.5 e. Alkohol dan obat-obatan Alkohol memiliki efek toksik langsung pada jantung, yang dapat menyebabkan gagal jantung akut atau gagal jantung yang disebabkan oleh aritmia, yang umumnya adalah fibrilasi atrial. Konsumsi alkohol berlebih yang kronik juga dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol merupakan penyebab gagal jantung kronik yang dapat diidentifikasi pada 2-3% kasus. Agen-agen kemoterapi (contoh: doxorubicin) dan antiviral (contoh: zidovudine) terbukti dapat menyebabkan pada gagal jantung, melalui efek toksik langsung pada miokardium.5 f. Etiologi lain Infeksi dapat mempresipitasi gagal jantung sebagai akibat dari efek metabolik toksik (hipoksia relatif, gangguan keseimbangan asam-basa) disertai dengan vasodilatasi perifer dan takikardi, sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Pasien-pasien dengan gagal jantung kronik, seperti halnya pasienpasien dengan penyakit kronik lainnya, sangat rentan terhadap infeksi pernafasan virus dan bakterial.Gagal jantung “high output” kebanyakan terlihat pada pasien-pasien dengan anemia berat, walaupun tirotoksikosis dapat pula menjadi penyebab pada pasien-pasien ini. Myxoedema dapat terjadi dalam gagal jantung sebagai akibat keterlibatan miokardium atau akibat efusi perikard.5 5. PATOFISIOLOGI Gagal jantung merupakan penyakit multisistem yang ditandai dengan abnormalitas jantung, otot skelet, dan fungsi jantung; stimulasi sistem saraf simpatetik; dan pola kompleks perubahan neurohormonal.5 Pada pasien-pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri, perubahan maladaptif terjadi pada miosit dan matrik ekstraselular yang masih bertahan setelah



19



terjadi cedera miokardium (contoh: infark miokard) yang menyebabkan terjadikan ‘remodelling’ patologis ventrikel dengan dilatasi dan kontraktilitas yang rusak, yang dapat dinilai dari fraksi ejeksi (EF) yang berkurang.Disfungsi sistolik yang tidak tertangani ditandai dengan perburukan progresif perubahan-perubahan yang terjadi seiring waktu, dengan ventrikel kiri yang semakin membesar dengan EF yang berkurang, walaupun pada awalnya pasien mungkin tidak menunjukkan gejala apapun.Dia mekanisme dipikirkan terjadi dalam proses ini. Mekanisme pertama adalah terjadinya hal-hal yang menyebabkan bertambahnya jumlah miosit yang mati (contoh: infark miokard rekuren). Mekanisme yang kedua adalah respon sistemik yang diinduksi oleh penurunanfungsi sistolik, terutama aktivasi neurohormonal. Dua kunci sistem neurohormonal yang teraktivasi dalam gagal jantung adalah sistem renin–angiotensin–aldosterondan sistem saraf simpatetik.Sebagai tambahan dalam menyebabkan cedera miokadium yang lebih jauh, respon-respon sistemik ini memiliki efek merugikanpada pembuluh-pembuluh darah, jantung, otot, sumsum tulang, paru-paru, dan hati, serta menciptakan suatu ‘vicious cycle’ patofisiologis, menghasilkanbanyak gambaran klinis sindrom gagal jantung, termasuk instabilitas elektrik miokardium. Interupsi kedua proses ini merupakan dasar dari banyak terapi gagal jantung yang efektif. Secara klinis, perubahan-perubahantersebut dapat menyebabkan simtom berkembang dan memberat seiring waktu, menyebabkan kualitas hidup yang memburuk, menurunkankapasitas fungsional, episode dekompensasi nyata yang mengharuskan pasien dirawat ke rumah sakit, dan kematian prematur, biasanya dikarenakan oleh kegagalan memompa atau aritmia ventrikular.Kerja jantung yang terbatas pada pasien-pasien ini juga bergantung pada kontraksi atrial, kontraksi ventrikel kiri yang sinkron, dan interaksi normal antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri.4 a. Disfungsi sistolik Pada



disfungsi



sistolik,



kontraktilitas



miokard



mengalami



gangguan.



Dibandingkan dengan keadaan normal, isi sekuncup berkurang dan volume akhir sistolik meningkat. Akibat dari peningkatan volume akhir sistolik, sewaktu darah dari vena pulmonalis kembali ke jantung yang sedang payah, volume ruangan



20



jantung pada diastol meningkat lebih besar dibandingkan pada jantung normal. Ini menyebabkan tekanan dan volume akhir sistolik lebih tinggi dari normal. Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri, antara lain infark miokard, regurgitasi mitral/aorta, stenosis aorta, kardiomiopati dilatasi, dan hipertensi yang tidak terkendali. Disfungsi kontraktilitas dapat disebabkan oleh kerusakan miosit pada infark miokard. Pada kardiomiopati dilatasi atau keadaan dengan kelebihan beban volume yang kronik, terdapat gangguan kontraktilitas yang progresif tanpa kehilangan viabilitas miosit yang jelas. Sebagai akibat dari gangguan kontraktilitas, isi sekuncup ventrikel berkurang dan timbullah gejala penurunan curah jantung. Pengosongan ventrikel yang tidak sempurna selanjutnya menyebabkan peningkatan volume diastolik, akibatnya, juga terjadi peningkatan tekanan. Pada gagal jantung kiri, kenaikan tekanan diastolik diteruskan secara retrograd ke atrium kiri kemudian ke vena dan kapiler paru. Kenaikan tekanan hidrostatik kapiler paru bila cukup tinggi (melebihi 20 mmHg) bisa menyebabkan transudasi cairan ke dalam interstitial paru dan menyebabkan keluhan-keluhan kongesti paru. Bila ventrikel kanan gagal, kenaikan tekanan diastolik diteruskan ke atrium kanan, selanjutnya timbul bendungan pada vena sistemik dan tanda-tanda gagal jantung kanan. Peningkatan berlebihan beban akhir (afterload) pada ventrikel kanan paling sering diakibatkan oleh gagal jantung kiri, karena adanya peningkatan tekanan vena dan arteri pulmonalis yang menyertai disfungsi ventrikel kiri. Gagal jantung kanan murni (isolated) di mana fungsi ventrikel kiri normal lebih jarang ditemukan. Ini sering mencerminkan peningkatan beban akhir ventrikel kanan akibat penyakit parenkim paru atau pembuluh paru. Gagal jantung yang berhubungan dengan keadaan-keadaan ini disebut kor pulmonal.1 b. Disfungsi diastolik Kira-kira 40% dari penderita gagal jantung mempunyai fungsi kontraktilitas (sistolik) ventrikel yang normal. Banyak dari penderita ini yang menunjukkan



21



kelaiann fungsi diastolik, berupa gangguan relaksasi diastolik dini (yaitu suatu proses yang aktif dan bergantung pada energi), peningkatan kekakuan dinding ventrikel (sifat yang pasif), atau kedua-duanya. Iskemia miokard yang akut adalah contoh suatu keadaan yang menghambat sementara hantaran energi yang dapat menghambat relaksasi diastolik. Hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati restriktif menyebabkan dinding ventrikel menjadi kaku secara kronik. Penderita dengan disfungsi diastolik sering memperlihatkan tanda-tanda bendungan akibat peninggian tekanan diastolik yang diteruskan ke vena pulmonalis dan sistemik. Namun demikian, penderita-penderita seperti ini dengan fungsi sistolik yang normal, gejala penurunan curah jantungnya lebih jarang.1 Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal jantung kanan; demikian pula gagal jantung kanan dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal jantung kiri. Jika kedua gagal jantung tersebut terjadi pada saat yang bersamaan maka keadaan ini disebut sebagai gagal jantung kongestif.1 C. Penyakit 3 saluran (3 vessels disease) Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa pada anatomi sistem koroner jantung, terdapat 2 pembuluh darah utama yang menyuplai darah ke setiap sisi jantung, yaitu koroner arteri kanan, dan koroner arteri kiri. Koroner arteri kiri terbagi lagi menjadi 2 cabang yang lebih kecil yang dinamakan Left Circumflex dan Left Anterior Descendants. Ketiga percabangan arteri tersebut bertugas untuk menyuplai darah kepada 15 segment kecil yang mengelilingi jantung. Setiap penyumbatan yang terjadi di 3 percabangan tersebut itulah yang disebut sebagai Vessel Disease. Jika penyumbatan yang terjadi di 3 tempat secara bersamaan, maka disebutlah penyakit 3 saluran atau 3 Vessels Disease.



22



Pada penyakit jantung koroner 3 saluran ini, penyumbatan oleh karena plak yang menempel pada dinding endotel pembuluh darah tersebut terjadi di 3 saluran besar dengan indikasi tingkat keparahan sebagai berikut: 1.



Mild: jika 1 atau lebih percabangan tersumbat kurang dari 50%.



2.



Moderate: jika 1 atau lebih percabangan tersumbat antara 50-75%.



3.



Severe: jika 1 atau lebih percabangan tersumbat lebih dari 75%.



6. KLASIFIKASI Klasifikasi yang digunakan dalam penyakit gagal jantung adalah klasifikasi New York Heart Association (NYHA).4 Tabel 1 – NYHA Klasifikasi fungsional berdasarkan keparahan gejala dan aktivitas fisik1 Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV



Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan sesak nafas, fatigu, atau palpitasi. Aktivitas fisik sedikit terbatas. Pasien merasa nyaman saat istirahat, namun aktivitas fisik sehari-hari dapat menyebabkan sesak nafas, fatig, atau palpitasi. Aktivitas fisik terbatas. Pasien merasa nyaman saat istirahat, namun aktivitas fisik ringan dapat menyebabkan sesak nafas, fatig, atau palpitasi. Tidak dapat menjalani aktivitas fisik apapun dengan nyaman. Gejala-gejala dapat muncul saat beristirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, pasien merasa semakin tidak nyaman.



7. DIAGNOSIS Diagnosis definitif gagal jantung kongestif ditegakkan jika memenuhi minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor muncul bersamaan. Keberadaan kondisi lain yang dapat menyebabkan tanda dan gejala dipertimbangkan untuk mengevaluasi temuan-temuan yang didapatkan.6 Kriteria mayor: 1. paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) atau orthopnea; 2. vena-vena leher menggembung (pada posisi selain posisi supinasi); 3. ronchi; 4. ukuran jantung membesar dilihat dengan x-ray; 5. edema pulmo akut dilihat dengan x-ray; 6. gallop ventrikular S(3); 7. tekanan vena meningkat> 16 cm H20;



23



8. refluks hepatojugular; 9.edema pulmo, kongesti visceral, kardiomegalididapat dalam otopsi; 10. berat badan turun pada CHF. Kriteria minor: 1. edema pergelangan kaki bilateral; 2. batuk di malam hari; 3. dyspneapada aktivitas rutin; 4. hepatomegali; 5. efusi pleuradilihat dengan x-ray; 6. menurunnya 1/3 kapasitas vital dari rekam maksimal; 7. takikardi (120 kali per menit atau lebih); 8. engorgementvaskularisasi pulmonal dilihat dengan x-ray.1 Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan berdasarkan: a. Tanda dan Gejala Gejala tipikal : sesak nafas, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspneu, toleransi beraktivitas yang berkurang, waktu yang diperlukan untuk pulih setelah beraktivitas semakin memanjang, fatig, kelelahan, dan bengkak pada pergelangan kaki. Gejala tidak khas : batuk tengah malam, wheezing, berat badan meningkat (>2 kg/minggu), berat badan menurun (pada gagal jantung berat), perasaan kembung, hilang nafsu makan, palpitasi, kebingungan (khususnya pada orang tua), depresi, dan sinkop. Tanda spesifik : JVP meningkat, refluks hepatojugular, suara jantung ke-3 (ritme gallop), impuls apikal ke lateral, murmur. Tanda tidak spesifik : edema perifer, krepitasi pulmonal, inspirasi udara berkurang dan pekak basal paru pada perkusi (efusi pleura), takikardi, nadi irregular, takipnoe, hepatomegali, ascites, kaheksia (wasting jaringan).4 Gejala gagal jantung kiri



24



Gejala-gejala gagal jantung sebenarnya berasal dari gejala menurunnya curah jantung disertai mekanisme kompensasi jantung dan gejala karena terjadinya bendungan paru. 1. Dyspnoe de Effort: sesak nafas pada aktivitas fisik 2. Orthopneu: sesak nafas yang terjadi pada saat berbaring dan dapat berkurang dengan sikap duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan pada saat berdiri terjadi penimbunan cairan di kaki dan perut. Pada waktu berbaring, cairan ini kembali ke pembuluh darah dan menambah darah balik, sehingga terjadi sesak nafas. 3. Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe (PND): serangan sesak nafas ini terjadi pada malam hari, di mana pasien yang sedang tidur terbangun karena sesak nafas. Berbeda dengan ortopneu yang dengan cepat bisa disembuhkan dengan perubahan dari posisi tidur ke posisi berdiri, PND memerlukan waktu agak lama, yaitu sekitar 30 menit. Sebab yang pasti terjadinya PND belum diketahui, tetapi mungkin disebabkan oleh kombinasi: (1) menurunnya tonus simpatis; (2) darah balik yang bertambah; (3) penurunan aktivitas pada pusat pernafasan di malam hari; (4) edema paru, keadaan ini merupakan suatu kesatuan atau keadaan tersendiri dan merupakan tingkat terberat dari gagal jantung. Selain keadaan di atas, dapat pula terjadi sesak yang sangat berat, takikardia, tekanan darah menurun, hemoptoe, keringat dingin, pucat, dan sebagainya.1 Gejala gagal jantung kanan Pada keadaan gagal jantung kanan akut akibat ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi secara optimal, terjadi bendungan di atrium kanan dan vena cava (inferior dan superior). Dalam keadaan ini, gejala edema perifer, hepatomegali, dan splenomegali belum sempat terjadi. Yang terjadi secara mencolok adalah turunnya tekanan darah dengan cepat sebab darah balik berkurang. Pada gagal jantung kanan yang kronik, ventrikel kanan saat sistol tidak mampu memompakan darah keluar, sehingga tekanan akhir diastol ventrikel kanan akan meninggi. Dengan demikian, maka tekanan di atrium kanan juga



25



akan meninggi, sehingga diikuti bendungan darah di vena cava superior dan inferior serta seluruh sistem vena. Hal ini secara klinis akan memperlihatkan gejala: 1. bendungan di vena jugularis eksterna; 2. bendungan di vena hepatika (menyebabkan hepatomegali); 3. bendungan di vena lienalis (menyebabkan splenomegal); 4. bendungan di vena-vena perifer, sehingga tekanan hidrostatik di kapiler meningkat melalui tekanan koloid osmotik, sehingga terjadi edema perifer.1



b. Pemeriksaan penunjang 1. X-ray thoraks Pemeriksaan x-ray thoraks berperan penting dalam investigasi rutin pasienpasien yang disuspek mengalami gagal jantung, dan dapat pula berguna dalam memantau respon terapi.Pembesaran jantung (CTR > 50%) dapat terjadi, meskipun rasio cardiothoraks dan fungsi ventrikel kiri tidak terlalu berhubungan. Terjadinya kardiomegali bergantung pada tingkat keparahan dan durasi gangguan hemodinamik: kardiomegali biasanya tidak terjadi, misalnya pada gagal ventrikel kiri akut yang disebabkan oleh infark miokard akut, regurgitasi katup akut, atau defek septum ventrikel didapat.Peningkatan rasio cardiothoraks kemungkinan berhubungan dengan dilatasi ventrikel kanan atau kiri, dan terkadang efusi pleura, terutama jika siluet jantung berbentuk globular.X-ray thoraks juga dapat memberikan informasi mengenai penyebab sesak nafas yang bukan disebabkan oleh kelainan jantung.5



26



Gambar 6 – Gambaran x-ray thoraks yang menunjukkan kardiomegali pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi5



Gambar 7 - Gambaran x-ray thoraks yang menunjukkan kardiomegali dan kongesti paru pada fissura horizontalis5



2. Elektrokardiografi (EKG) 12 sadapan Gambaran elektrokardiografi (EKG) 12 sadapan abnormal pada sebagian besar pasien gagal jantung, walaupun gambaran EKG normal pada lebih dari 10% kasus. Abnormalitas yang umum terjadi berupa gelombang Q, abnormalitas pada gelombang T dan segmen ST, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block, dan fibrilasi atrial. Kombinasi x-ray thoraks yang normal dan gambaran EKG normal menunjukkan bahwa kemungkinan besar sesak nafas bukan disebabkan oleh kelainan jantung. Pada pasien bergejala



27



(palpitasi atau pusing), pemantauan EKG 24 jam (Holter) atau peralatan Cardiomemo dapat mendeteksi aritmia paroksismal atau abnormalitas lain, seperti ventrikular ekstrasistol, takikardi ventrikular berlanjut ataupun tidak berlanjut, dan ritme atrial abnormal (ekstrasistol, takikardi supraventrikular, dan fibrilasi atrial paroksismal). Namun demikian, banyak pasien gagal jantung menunjukkan ventrikular ekstrasistol kompleks dalam pemantauan 24 jam.5



Gambar 8 – Gambaran EKG yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri dengan perubahan gelombang T dan segmen ST pada sadapan-sadapan lateral (“strain pattern”)5



Gambar 9 – Gambaran EKG menunjukkan fibrilasi atrial dengan respon ventrikular cepat5



28



3. Ekokardiografi Ekokardiografi merupakan satu-satunya pemeriksaan non-invasif yang bermanfaat dalam penilaian fungsi ventrikel kiri yang idealnya dilakukan pada seluruh pasien yang disuspek gagal jantung. Walaupun penilaian klinis yang dikombinasikan dengan pemeriksaan x-ray thoraks dan EKG memungkinkan diagnosis awal gagal jantung, ekokardiografi dapat menilai struktur dan fungsi jantung secara objektif.Dilatasi ventrikel kiri dan gangguan kontraktilitas diobservasi pada pasien-pasien dengan disfungsi sistolik yang berhubungan dengan penyakit jantung iskemik (di mana abnormalitas pergerakan dinding jantung regional dapat dideteksi) atau kardiomiopati dilatasi (dengan kerusakan global kontraksi sistolik).5



Gambar 10 – Gambaran ekokardiogram dua dimensi (atas) dan ekokardiogram model M (bawah) menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri. A=septum intraventrikular; B=dinding posterior ventrikel kiri5



Gambar 11 – Ekokardiogram Doppler berwarna menunjukkan regurgitasi mitra; (kiri) dan regurgitasi aorta (kanan)5



29



Gambar 12 – Ekokardiogram dua dimensi (tampak parasternal aksis panjang) (atas) dan ekokardiogram mode M (bawah) menunjukkan kerusakan berat fungsi ventrikel kiri pada kardiomiopati dilatasi5



4. Pemeriksaan Hematologi dan Biokimia Investigasi hematologi dan biokimia rutin direkomendasikan untuk mengeksklusi anemia sebagau penyebab sesak nafas dan gagal jantung curah tinggi dan untuk mengeksklusi abnormalitas metabolik yang penting yang telah ada sebelumnya. Pada gagal jantung ringan dan sedang, fungsi ginjal dan elektrolit biasanya normal. Namun demikian, pada gagal jantung berat (New York Heart Association, kelas IV), sebagai akibat dari berkurangnya perfusi ginjal, diuretik dosis tinggi, restriksi sodium, dan aktivasi sistem neurohormonal (termasuk vasopresin), dapat timbul ketidakmampuan untuk mengekskresikan



air



dan



hiponatremia



dilusional.Oleh



karena



itu,



hiponatremia merupakan penanda tingkat keparahan gagal jantung kronik. Penilaian dasar fungsi ginjal merupakan hal yang penting diperhatikan sebelum memulai terapi, karena aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun pada gagal jantung kongestif berat. Proteinuria merupakan temuan yang umum pada gagal jantung kongestif berat. Hipokalemia terjadi jika terdapat pemberian diuretik dosis tinggi tanpa suplementasi potasium atau agen sparing potasium. Hiperkalemia dapat pula terjadi pada gagal jantung kongestif berat dengan laju filtrasi glomerulus yang rendah, terutama dengan penggunaan ACE-inhibitor dan diuretik sparing potasium bersamaan. Baik hipokalemia maupun hiperkalemia dapat



30



meningkatkan risiko aritmia jantung. Hipomagnesemia, yang berhubungan dengan penggunaan diuretik jangka panjang meningkatkan risiko terjadinya aritmia ventrikular.Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin serum, aspartate aminotransferase, dan lactate dehydrogenase) biasanya menunjukkan abnormalitas pada gagal jantung berat, sebagai akibat dari kongesti hepatik.5 8. PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan pada pasien yang telah didiagnosis dengan gagal jantung adalah untuk menghilangkan gejala dan tanda (contoh: edema), mencegah perawatan di rumah sakit, dan meningkatkan angka kehidupan. Mengurangi tingkat mortalitas dan perawatan di rumah sakit merefleksikan efektivitas terapi dalam memperlambat atau mencegah gagal jantung yang semakin memburuk secara progresif.4 Non-farmakologik 



Edukasi dan konseling : berikan informasi dan saran secara berhati-hati mengenai penyakit yang diderita, terapi, dan strategi merawat diri sendiri.







Diet : menjamin nutrisi yang adekuat secara umum, dan, pada pasien obesitas, disarankan untuk menurunkan berat badannya.







Garam



:



menyarankan



pasien



untuk



menghindari



makanan



yang



mengandung garam tinggi ataupun menambahkan garam dalam makanannya (terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat). 



Cairan : menekankan pada pasien dengan gejala kongesti untuk membatasi konsumsi cairannya.







Alkohol : menyarankan konsumsi alkohol yang dikurangi (hentikan konsumsipada kasus kardiomiopati yang disebabkan oleh alkohol).







Merokok : hindari merokok (efek samping pada penyakit koroner dan hemodinamik).







Latihan fisik : latihan fisik reguler disarankan.5



31



Farmakologik Berdasarkan patofisiologinya, konsep terapi farmakologis pada gagal jantung saat ini terutama bertujuan untuk: -



Menurunkan preload (diuretik, antagonis reseptor aldosteron, nitrat). Diuretik juga dapat dipakai untuk mengatasi retensi cairan tubuh.



-



Meningkatkan



kontraktilitas



jantung



(bagi



yang



mengalami



gangguan



kontraktilitas miokard) (digitalis, ibopamin, β-blocker generasi ketiga, atau inhibitor fosfodiesterase). -



Menurunkan afterload (ACE-inhibitor, Angiotensin Receptor Blocker/ARB, Direct Renin Inhibitor/DRI, atau Calcium Channel Blocker/CCB golongan dihidropiridin).



-



Mencegah remodelling miokard dan menghambat progresivitas gagal jantung dengan ACE-inhibitor atau ARB.



-



Memperbaiki metabolisme energi miokard dengan Carnitine, Co-enzyme Q10, D-ribose, magnesium, dan vitamin-vitamin.



a. Diuretik Diuretik merupakan pengobatan standar untuk penderita gagal jantung kongestif. Kebanyakan pasien membutuhkan obat ini secara kronis untuk mempertahankan euvolemia. Diuretik yang sering digunakan adalah tiazid, furosemid, dan spironolakton. 



Hydro-Chloro Thiazide (HCT) harganya murah, namun selalu menyebabkan hipokalemia dan hipomagnesemia. Dosis kecil (12,5 mg/hari) atau dengan substitusi kalium dapat mengurangi efek samping.







Spironolakton memilikiefek potassium sparing yang tidak menyebabkan hipokalemia, akan tetapi obat ini merupakan antagonis reseptor aldosteron. Spironolakton dilaporkan dapat menghambat perburukan gagal jantung dan menurunkan mortalitas. Dosis yang dianjurkan tidak melebihi 25 mg karena dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama jika dikombinasikan dengan ACE-inhibitor. 32







Furosemid adalah loop diuretic yang kuat, di mana mula kerja untuk diuresisnya mulai tampak dalam 30 menit masa kerja 4-6 jam. Obat ini masih memperlihatkan efek diuresisnya walaupun GFR turun di bawah 25 ml/jam dan aman digunakan untuk penderita gagal ginjal. Bagi penderita gagal jantung kongestif ringan sampai sedang, furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari akan memberikan respon yang baik. Sedangkan pada kasus berat mungkin membutuhkan 40-80 mg/hari. Dosis ini dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan. Kontraindikasi pemberian diuretik adalah tamponade jantungm infark miokard ventrikel kanan, hepatic failure, hipokalemia, dan hipersensitivitas.



b. Nitrat Pemberian nitrat sangat berguna pada penderita gagal jantung yang juga memiliki riwayat penyakit jantung koroner atau bagi mereka yang telah menerima furosemid dosis tinggi namun belum mampu mengatasi sindrom gagal jantung. Pemberian nitrat harus selalu dimulai dengan dosis awal rendah untuk mencegah terjadinya sinkop. Pemberian nitrat dosis kecil lebih menyebabkan dilatasi vena dibandingkan dilatasi arteriol. Venodilatasi yang ditimbulkan nitrat menurunkan preload sehingga menurunkan ukuran ruang atrium kanan dan kiri serta tekanan akhir diastolik, sehingga meningkatkan perfusi miokard. Nitrat dapat diberikan peroral, intravena, topikal, dan sublingual. c. Digitalis (digoksin) Digitalis digunakan sebagai obat standar untuk penderita gagal jantung karena memiliki efek inotropik positif (meningkatkan kontraktilitas) dan inotropik negatif (menurunkan laju jantung). Sifat obat ini sangat ideal karena hampir semua pasien gagal jantung mengalami takikardi. Dengan menurunkan laju jantung, obat ini memberi kesempatan bagi ventrikel kiri untuk mengadakan relaksasi dan pengisian efektif sebelum dipompakan keluar. Digoksin adalah rapid-actingdigitalis yang dapat diberikan secara oral atau intravena. Mekanisme kerja digoksin yang pertama adalah menghambat aktivasi



33



pompa sodium (Na+/K—ATPase) yang memperlambat fase repolarisasi, atau dengan kata lain memperpanjang fase depolarisasi miokard; dengan demikian lebih banyak Ca2+ masuk ke dalam sel. Mekanisme kerja digoksin yang kedua adalah meningkatkan tonus vagus (parasimpatis) sehingga menurunkan laju jantung. Digoksin intravena diberikan pada gagal jantung akut akibat fibrilasi atrium respon cepat. Digoksin oral diabsorpsi lambat dan tidak sempurna (30-40%), akan tetapi obat ini masuk ke dalam sirkulus enterohepatis sehingga waktu paruh penjang, yaitu 1,6 hari. Sifat-sifat ini menyebabkan pemberian digoksin selalu mulai dengan dosis muat (loading dose), yaitu 3 kali 1 tablet (0,25 mg) per hari selama tiga hari untuk dewasa, kemudian dilanjutkan dosis pemeliharaan (maintenance dose) 0,25 mg/hari untuk umur di bawah 70 tahun dan 0,125 mg/hari untuk umur di atas 70 tahun. d. Ibopamin Ibopamin adalah dopamin-like prodrug. Di dalam plasma, obat ini dihidrolisis menjadi epinine, yang akan mengaktivasi reseptor DA-1 dan –β2 sehingga menyebabkan vasodilatasi arteri, mengaktivasi reseptor DA-2 dan -ɑ2 (sentral) sehingga menghambat pelepasan noradrenalin dan menurunkan aktivitas sistem RAA, dan mengaktivasi adrenoreseptor-β1 sehingga meningkatkan kontraktilitas jantung. Berbagai studi melaporkan bahwa pemberian ibopamin 3 kali 100 mg/hari pada penderita gagal jantung mampu menaikkan indeks kardiak sebesar 30% disertai penurunan resistensi vaskular, tanpa banyak mempengaruhi denyut jantung dan tekanan darah. Dengan demikian, obat ini dapat diberikan sebagai monoterapi (menggantikan digitalis dan diuretik) atau diberikan sebagai terapi kombinasi dengan digitalis pada gagal jantung NYHA II dan III. e. β-blocker β-blocker yang terbukti dapat meningkatkan fraksi ejeksi, memperbaiki gejala, dan menurunkan angka kematian pasien gagal jantung adalah metoprolol,



34



bisoprolol, dan carvedilol. “Start low and go slow” adalah cara pemberian obat ini untuk pasien gagal jantung. Semua pasien harus dalam kondisi relatif stabil, yaitu sudah tidak terlalu sesak, tidak udem pretibial, atau ascites. Mulai dengan dosis awal sangat rendah, yaitu 1/8-1/10 dosis target; misalnya dosis target carvedilol adalah 25 mg/hari atau bisoprolol 5 mg/hari, maka mulai dengan 1/8 tablet/hari. Dosis kemudian dinaikkan pelan-pelan dengan supervisi ketat, yaitu apabila kondisi pasien membaik, maka setiap 1-2 minggu dosis ditingkatkan 1/8 tablet sampai mencapai dosis target. Kemajuan akan tampak setelah beberapa minggu bahkan beberapa bulan kemudian. f. Angiotensin Converting Enzyme (ACE)-inhibitor Setelah



ditemukannya



angiotensin



II



reseptor



yang



memiliki



sifat



protooncogenic terhadap sel jantung, maka konsep yang paling populer terhadap mekanisme kerja ACE-inhibitor pada gagal jantung ialah bahwa obat golongan ini memiliki efek langsung pada jantung dalam hal mencegah terjadinya remodelling dan menghambat perluasan kerusakan miokard. Selain itu, obat golongan ini juga memiliki efek lainnya, seperti: menurunkan afterload, menurunkan aktivitas saraf simpatik, menurunkan sekresi aldosteron (sehingga meningkatkan sekresi natrium), dan menurunkan sekresi vasopresin yang semuanya berguna untuk penderita gagal jantung kongestif. Penderita gagal jantung kongestif yang juga hipertensi adalah golongan yang aman untuk menerima ACE-inhibitor. Biasanya, pengobatan dimulai dengan ACE-inhibitor short-acting seperti captopril dosis rendah yaitu 3 kali 6,25 mg atau 12,5 mg/hari, kemudian dosis dinaikkan secara bertahap. Apabila tampak perbaikan dan hemodinamik stabil, obat short-acting ini dapat diganti ke golongan long-acting seperti lisinopril atau ramipril. g. Angiotensin Receptor Blockers (ARB) ACE-inhibitor tidak mampu menghambat sebagian besar produksi angiotensin II, jadi dengan memblokade AT-1 reseptor, ARB diharapkan dapat sebagian



35



besar efek negatif dari sistem RAA. Pemberian ARB dianjurkan pada pasien gagal jantun yang memiliki kontraindikasi terhadap ACE-inhibitor. h. Calcium Channel Blocker (CCB) CCB golongan dihidropiridin merupakan vasodilator kuat sehingga biasanya diberikan pada pasien gagal jantung grade II yang tidak takikardi. CCB yang long-acting seperti amlodipin dan nifedipin GIT lebih baik karena tidak mempresipitasi refleks takikardi dan dilaporkan bermanfaat pada kasus yang belum maupun yang sudah terjadi gangguan fungsi sistolik. Bagi pasien yang tidak mampu, dapat diberikan nifedipin 10 mg, yang penting dosis dibagi rata setiap 8 jam.7 Tatalaksana Pembedahan Jika penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab gagal jantung kronik, dan jika terdapat iskemia jantung, maka pada pasien dapat dilakukan revaskularisasi koroner, termasuk angioplasti koroner atau coronary artery bypass grafting (CABG). Revaskularisasi juga dapat memperbaiki fungsi dari miokardium yang



sebelumnya



berhibernasi.



Pergantian



atau



perbaikan



katup



harus



dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit katup primer yang berkaitan dengan stabilitas hemodinamik. Transplantasi jantung kini dinyatakan sebagai terapi pilihan pada beberapa pasien dengan gagal jantung berat yang masih menunjukkan gejala meskipun telah diberikan terapi medis yang intensif.Hal ini berhubungan dengan 90% angka bertahan hidup satu tahun dan 50-60% angka bertahan hidup 10 tahun, meskipun hal ini dibatasi oleh ketersediaan organ donor.Transplantasi harus dipertimbangkan pada pasien-pasien yang lebih muda (usia< 60 tahun) tanpa penyakit penyerta yangberat (contoh: gagal ginjal atau keganasan). Bradikardi dapat ditangani dengan pacu jantung permanen konvensional, meskipun dapat dilakukan pacu jantung biventrikularpada beberapa pasien dengan gagal jantung kongestif resisten.Kardiodefibrilator yang dapat diimplan kini dinyatakan sebagai terapi pada beberapa pasien dengan aritmia ventrikular resisten



36



yang mengancam nyawa. Pendekatan operatif yang baru seperti kardiomioplasti dan operasi reduksi ventrikel (prosedur Batista) jarang digunakan karena memiliki angka morbiditas dan mortalita yang berat serta kurangnya bukti percobaan yang konklusif mengenai keuntungan substansialnya.4 9. PROGNOSIS Dalam gagal jantung, banyak variabel yang dapat menentukan prognosis penyakit ini, meskipun sebagian besar didapatkan dari data yang telah tersedia seperti usia, etiologi, kelas NYHA, fraksi ejeksi, komorbiditas (disfungsi renal, diabetes, anemia, hiperurisemia), dan konsentrasi peptida natriuretik plasma.Jelas bahwa variabelvariabel ini berubah seiring waktu, begitu pula dengan prognosis.Penilaian prognosis terutama penting dalam mengedukasi pasien mengenai peralatan dan pembedahan (termasuk transplantasi) dan dalam merencanakan perawatan akhir kehidupan dengan pasien, keluarga pasien, dan sebagainya.7



37