Logbook SK 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Na’imatun Nafi’ah 195160100111017



SKENARIO



Kok Gigi Saya Jadi Panjang Ya Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke RSGM mengeluh gigi depan bawah terasa linu jika terkena air dingin dan tampak memanjang. Hasil anamnesis menunjukkan pasien belum pernah memeriksakan gigi karena tidak merasa sakit. Pemeriksaan intraoral didapatkan margin gingiva lebih apikal dari servikal line gigi 32, 31, 41, 42 di bagian buccal dan lingual. Skor OHI-S=4 dan gigi 46, 47 goyang derajat 2. Gambaran radiografis pada gigi 46, 47 tampak radiolusensi di furkasi serta tidak tampak lamina dura. Dokter gigi menjelaskan diagnosis dan rencana perawatan pada pasien tersebut.



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017



LEARNING ISSUE



1) Resesi gingiva a. Definisi b. Etiologi c. Klasifikasi d. Pathogenesis e. Prognosis f. Rencana perawatan 2) Periodontitis a. Definisi b. Etiologi c. Klasifikasi - Periodontitis kronis - Periodontitis aggressive - Periodontitis akibat kelainan sistemik d. Gambaran klinis e. Gambaran radiografis f. Pathogenesis g. Prognosis h. Rencana perawatan 3) Hipersensitivitas dentin a. Definisi b. Etiologi c. Klasifikasi d. Pathogenesis e. Prognosis f. Rencana perawatan 4) Furcation involvement a. Definisi b. Etiologi c. Klasifikasi d. Gambaran klinis dan radiografis e. Pathogenesis f. Prognosis g. Rencana perawatan



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017



SELF STUDY



Resesi gingiva a. Definisi Didefinisikan sebagai eksposur permukaan akar oleh karena pergeseran apikal pada posisi gingiva [ CITATION Sha11 \l 1057 ]



b.



Etiologi[ CITATION Sha11 \l 1057 ] Penyebab utama  plak pada gingiva dan kesalahan dalam menggosok gigi Penyebab sekunder:  Faktor anatomis o Malposisi gigi o Adanya dehiscene dan fenestration o Ablasi gingiva dari jaringan lunak o Sudut akar-tulang dan kelengkungan mesiodistal  Kebiasaan Kesalahan dalam menggosok gigi atau menggunakan sikat yang keras dapat mengakibatkan resesi gingiva. Baru-baru ini diamati terdapat hubungan antara merokok dan resesi gingiva, tetapi belum ada mekanisme yang tepat  Faktor iatrogenik Trauma primer dari oklusi menyebabkan resesi gingiva. Faktor restorasi yang tidak baik juga dapat mengakibatkan resesi gingiva  Faktor fisiologis Resesi gingiva dianggap sebagai proses fisiologis yang berkaitan dengan penuaan. Tetapi belum ada bukti yang meyakinkan untuk terjadinya oergeseran gingiva



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017



c.



Tipe[ CITATION Sha11 \l 1057 ]  Visible: dapat dilihat secara klinis  Hidden: tertutup oleh gingiva dan hanya dapat diukur menggunakan probe  Localized  Generalized



d.



Klasifikasi[ CITATION Sha11 \l 1057 ] 1) According to Sullivan and Atkins (Shallow-narrow, shallow-wide, deep-narrow, deep-wide) 2) According to PD Miller’s Class I  resesi pada marginal yang tidak berlangsung lama di mucogingival junction. Tidak ada kehilangan tulang atau jaringan lunak di area interdental. Dapat sempit atau lebar Class II  resesi pada marginal yang membentang ke atau dari lua mucogingival junction. Tidak ada kehilangan tulang atau jaringan lunak di daerah interdental. Dapat sempit atau lebar Class III  resesi marginal yang membentang ke atau dari luar mucogingival junction. Terdapat kehilangan tulang dan/atau jaringan lunak di daerah interdental atau ada malposisi gigi Class IV  resesi marginal yang membentang ke atau dari luar mucogingival junction dengan adanya kehilangan tulang dan jaringan lunak pada interdental dan/atau malposisi pada gigi



e. Pathogenesis 1) Tahap Awal, yang ditandai dengan adanya radang yang normal/subklinis 2) Munculnya proliferasi dari epitel secara klinis dan histologis 3) Peningkatan proliferasi epitel yang menyebabkan hilangnya inti jaringan ikat 4) Penggabungan epitel asal dan sulkular yang menghasilkan pemisahan dan resesi gingiva karena hilangnya suplai nutrisi



f.



Prognosis[ CITATION Sha11 \l 1057 ]  Kelas I  baik hingga sempurna  Kelas II  baik hingga sempurna  Kelas III  hanya cakupan parsial yang dapat diharapkan  Kelas IV  buruk



g. Rencana perawatan  Penambalan komposit sewarna gigi  Laterally positioned flap, soft tissue graft, coronally positioned flap, connective tissue graft, dan gingival graft  Perawatan orthodontik ® dengan atau tanpa bedah periodontal ® situasi dimana gigi geliginya mengalami malposisi



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017 











Terapi untuk penderita dengan resesi gingiva, bervariasi menurut besarnya resesi, jenis resesi serta, penyebabnya. Terapi dibagi menjadi dua, yaitu terapi bedah dan terapi nonbedah.



Terapi bedah dapat dilakukan dengan soft tissue graft maupun bedah flap periodontal (coronally, apically atau laterally). Sedangkan terapi non-bedah dapat dilakukan dengan pembuatan gingiva tiruan (gingiva artifisial). Scalling-Root Planing ® evaluasi tingkat kebersihan rongga mulut serta dilakukan DHE ® Prosedur operasi dilakukan dengan tindakan asepsis dengan mengaplikasikan povidone iodine pada daerah operasi ® dilakukan insisi vertikal dan horizontal (Pada daerah interdental irisan horisontal dibuat 1 mm koronal dari servikal gigi) ® Full thicness flap dibuat hingga mucogingival junction ® Dilakukan pemotongan seluruh periosteum yang terdapat pada flap ke arah horisontal pada mucogingival junction ® Partial thicness flap dibuat pada mukosa apikal dari full thickness flap dan flap dicobakan ke arah koronal tanpa adanya tegangan ® Flap ditutupkan kembali kearah koronal dan dijahit. Terapi lainnya untuk resesi gingiva yaitu dengan pembuatan gingiva tiruan. Bahan gingiva tiruan yang digunakan adalah bahan soft liner (chairside vinyl polysiloxane resilient denture liner). Bahan tersebut digunakan karena kompatibilitasnya dengan jaringan yang baik serta warna dan teksturnya yang paling mendekati gingiva asli. Meskipun demikian gingiva tiruan ini harus dilepas pada saat aktivitas makan dan membersihkan rongga mulut.



Periodontitis Merupakan infeksi bakteri yang menyerang semua bagian periodonsium termasuk gingiva, ligament periodonsium, tulang, dan sementum. Ini adalah hasil dari interaksi kompleks antara plak biofilm yang terakumulasi di permukaan gigi dan upaya tubuh untuk melawan infeksi ini[ CITATION Jil11 \l 1057 ]. Gingivitis yang tidak diobati dapat berkembang menjadi periodontitis yang menyebabkan hilangnya dukungan perlekatan periodontal [kehilangan perlekatan klinis (CAL)] dan resorpsi tulang dan selanjutnya mengakibatkan mobilitas gigi dan kehilangan gigi[ CITATION Sha17 \l 1057 ]



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017



A. Chronic Periodontitis a. Definisi Periodontitis kronis adalah bentuk penyakit periodontal destruktif yang paling spesifik dan umum ditemui pada orang dewasa. Perkembangan penyakit biasanya lambat hingga sedang dan terkadang dikaitkan dengan periode perkembangan yang cepat. Adanya akumulasi plak bakteri dan mekanisme pertahanan tubuh host memainkan peran penting dalam patogenesis periodontitis kronis. Periodontitis kronis didefinisikan sebagai penyakit menular yang mengakibatkan peradangan di dalam jaringan pendukung gigi yang menyebabkan perlekatan progresif dan pengeroposan tulang. Hal ini juga ditandai dengan pembentukan kantong dan / atau resesi gingiva[ CITATION Sha17 \l 1057 ]. b. Etiologi[ CITATION Sha11 \l 1057 ]  Aspek mikrobiologi Porphyromonas gingivalis, Tannerella forsythia, dan Treponema denticola, atau dikenal sebagai bakteri kompleks merah, sering dikaitkan dengan perlekatan berkelanjutan dan pengeroposan tulang pada periodontitis kronis. Perkembangan periodontitis kronis mungkin tidak bergantung pada keberadaan satu bakteri atau bakteri spesifik saja Patogen periodontal dapat menginvasi jaringan periodontal dan dengan demikian memicu respon imun lebih lanjut dengan meningkatkan konsentrasi mediator proinflamasi yang dapat meningkatkan kerusakan periodontal. Selain itu, sejumlah pathogen periodontal mampu memproduksi protease yang secara langsung mempengaruhi jaringan dan respon imun inang[ CITATION New19 \l 1057 ]  Faktor lokal[ CITATION New19 \l 1057 ]  Dental kalkulus  Tepi mahkota gigi  Overhanging restorasi  Furcation involvement



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017   



Probing depths yang dalam Anatomi groove pada akar Karies subgingia atau lesi resorptif



 Faktor sistemik Diabetes tipe II merupakan salah satu kondisi yang dapat meningkatkan tingkat keparahan pernyakit periodontal  Faktor lingkungan/perilaku Merokok jika dikombinasikan dengan plak, akan memacu terjadinya periodontitis. Tekanan emosi juga doat mempengaruhi tingkat dan keparahan periodontitis kronis



 Faktor genetik Meskipun tidak ada faktor penentu yang jelas untuk periodontitis kronis, predisposisi genetik dapat diamati pada kerusakan periodontal yang agresif sebagai respons terhadap akumulasi plak dan kalkulus c. Klasifikasi [ CITATION Sha11 \l 1057 ]  Berdasarkan distribusinya o Localized periodontitis Apabila kurang dari 30% dari rongga mulut yang menunjukkan loss of attachement dan bone loss o Generalized periodontitis Apabila lebih dari 30% dari rongga mulut yang menunjukkan loss of attachement dan bone loss  Berdasarkan keparahannya o Slight (mild) periodontitis  Loss of attachement tidak lebih dari 1-2 mm  Biasanya generalized involvement  Furcation involvement minimal dengan sedikit atau tanpa mobilitas  Bone loss nya minimal (kurang dari 20% dari total attachement) o Moderates periodontitis  Loss of attachment 3-4 mm  Furcation involvement dini hingga sedang dengan mobilitas gigi ringan hingga sedang  Bone loss hingga 40% dari total periodontal attachment o Severe Periodontitis



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017    



Loss of attachment 7 mm atau lebih Furcation involvment hingga grade III Mobilitas gigi yang berlebih Bone loss hingga lebih dari 40% (horizontal dan angular bony defects)



d. Gambaran klinis[ CITATION New19 \l 1057 ]  Plak dan kalkulus pada supragingiva dan subgingiva  Pembengkakan gingiva, kemerahan, dan hilangnya bintik gingiva (stippling)  Margin gingiva berubah (berguling, berkisi, papila berlubang, resesi)  Pembentukan poket  Bleeding on probing



     



Terdapat loss of attachment Bone loss (vertikal horizontal) Keterlibatan furkasi akar Peningkatan mobilitas gigi Perubahan posisi gigi Kehilangan gigi



atau



e. Gambaran radiografis  Ketidakjelasan dan putusnya kontinuitas lamina dura di aspek mesial atau distal puncak septum interdental. Ini hasil dari perluasan peradangan gingiva ke dalam tulang yang menyebabkan pelebaran saluran pembuluh darah dan pengurangan jaringan kalsifikasi di tepi septum.  Triangulasi (corong): Triangulasi adalah pelebaran ruang ligamentum periodontal oleh resorpsi tulang di sepanjang aspek mesial atau distal dari tulang krista interdental (interseptal).  Proses destruktif meluas hingga puncak septum interdental dan ketinggiannya berkurang. Proyeksi radiolusen seperti jari meluas dari puncak ke septum. Proyeksi radiolusen ke dalam septum interdental adalah hasil dari perluasan peradangan yang lebih dalam ke tulang.  Ketinggian septum interdental berkurang secara bertahap karena perluasan inflamasi dan resorpsi tulang[ CITATION Sha17 \l 1057 ]



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017



f.



Pathogenesis 1) Produk dari plak yang berada pada sel progenitor tulang menginduksi diferensiasi sel-sel tersebut menjadi osteoklas 2) Produk dari plak menghancurkan tulang melalu mekanisme non seluler 3) Produk dari plak menstimulasi sel gingiva, menyebabkan sel gingiva melepaskan mediator, yang menginduksi sel progenitor tulang melepaskan kofaktor dari resorpsi tulang 4) Produk dari plak menyebabkan sel gingiva melepaskan agen yang menghancurkan tulang melalui reaksi kimia tanpa keterlibatan osteoklas



g. Prognosis Prognosis sedang karena pada periodontitis kronis bercirikan dukungan yang kurang adekuat, gigi sedikit mobilitas, dan lesi furkasi derajat (fair) h. Rencana perawatan[ CITATION Sha17 \l 1057 ] 1) Terapi Nonsurgical  Instruksi, motivasi dan penguatan pasien untuk melakukan kontrol plak secara teratur  Kontrol plak:  Kontrol plak secara pribadi setiap hari.



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017 



Scaling dan root planing: Scaling supragingiva dan subgingiva serta root planing harus dilakukan untuk menyingkirkan plak dan kalkulus mikroba.  Penghapusan faktor penyebab lainnya:  Menghilangkan atau membentuk kembali overhang restoratif dan mahkota yang terlalu berkontur  Koreksi peralatan prostetik yang tidak pas  Restorasi lesi karies  Odontoplasti  Gerakan gigi  Pemulihan kontak terbuka yang mengakibatkan impaksi makanan  Pengobatan trauma oklusal.  Agen antimikroba: Agen ini mungkin memiliki peran tambahan dalam pembentukan periodontitis kronis. Tergantung pada rute pemberian ke tempat yang sakit, terapi antimikroba dikategorikan sebagai pemberian obat sistemik atau lokal.



 Penghapusan, perubahan, atau pengendalian faktor risiko sistemik yang berkontribusi pada periodontitis kronis dengan konsultasi dokter berguna untuk mengontrol perkembangan penyakit. 2) Evaluasi  Penilaian hasil terapi awal direkomendasikan setelah periode resolusi inflamasi dan perbaikan jaringan. Membandingkan temuan klinis awal dengan temuan yang dievaluasi ulang membantu mengidentifikasi hasil terapi awal. Ini juga membantu untuk menentukan kebutuhan dan jenis perawatan selanjutnya.  Jika terapi awal cukup kuat untuk mengatasi infeksi periodontal, perawatan periodontal harus disarankan pada interval yang sesuai.  Jika terapi awal gagal untuk mengatasi kondisi periodontal, operasi periodontal dianjurkan untuk mengontrol perkembangan penyakit dan / atau memperbaiki defek anatomis. 3) Terapi Bedah (Bedah Periodontal) Manajemen bedah disarankan pada periodontitis kronis untuk:  Mengalokasikan akses yang baik untuk memberantas agen penyebab, mis. prosedur flap (Flap Widman yang dimodifikasi)  Mengurangi kedalaman probing yang dalam, mis. flap yang dipindahkan secara apikal  Meregenerasi atau merekonstruksi jaringan periodontal yang hilang, mis. operasi tulang regeneratif: pencangkokan penggantian tulang, regenerasi jaringan terpandu dan teknik regeneratif gabungan.



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017 4) Hasil yang diinginkan menghilangkan tanda-tanda klinis inflamasi gingiva; pengurangan kedalaman probing; stabilisasi atau penambahan alat perlekatan klinis dan pengurangan plak yang dapat dideteksi secara klinis sesuai untuk kesehatan gingiva yang adekuat. B. Aggressive Periodontitis a. Definisi Periodontitis agresif adalah bentuk periodontitis yang relatif jarang yang ditandai dengan pola kehilangan tulang alveolar yang cepat di sekitar gigi molar pertama permanen dan gigi seri. Kecepatan dan keparahan kerusakan tidak sebanding dengan massa plak dan kalkulus[ CITATION Sha17 \l 1057 ]



b. Etiologi[ CITATION Sha11 \l 1057 ]  Faktor mikrobiologi bakteri yang menyerang adalah A. actinomycetemcomitans, Capnocytopthaga, sub-spesies Mycoplasma dan Spirochetes.  Faktor imunologi o Localized aggressive periodontitis  75 % pasien LAP memiliki neutrofil disfungsional yang terlihat sebagai penurunan respon chemotactic ke beberapa zat kimia. LAP juga berkaitan dengan berkurangnya 40% glikoprotein, GP1 10, pada permukaan neutrofil  Pasian LAP menunjukkan respon antibodi yang kuat terhadap A. Actinomycetemcomitans yang menjelaskan keterbatasan infeksi. Seru antibodi yang dominan pada pasien LAP adalah IgG2 yang spesifik sebagai antigen A. Actinomycetemcomitans o Generalized aggressive periodontitis Berbagai pola mikroba termasuk organisme yang terkait dengan periodontitis kronis telah terlibat. Repon host sering dicirikan dengan kelaina pada neutrofil atau monosit  Faktor genetik Beberapa penulis telah mengemukakan bahwa, gen mayor berperan dalam penyakit periodontal agresif, yang dapat ditularkan melalui mode pewarisan autosom dominan.  Faktor lingkungan Merokok menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat periodontitis. Perokok dengan GAP lebih banyak jumlah gigi yang terdampak dibanding dengan non perokok



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017 c. Klasifikasi 1) Localized Aggressive Periodontitis a) Gambaran klinis  Pola onset sirkumpubertal yang khas.  Respon antibodi serum yang kuat terhadap serangan patogen.  Keterlibatan lokal molar pertama / gigi seri dengan karakteristik kehilangan perlekatan interproksimal pada setidaknya dua gigi permanen, salah satunya adalah gigi molar pertama dan melibatkan tidak lebih dari dua gigi selain gigi molar satu dan gigi seri. b) Rencana perawatan  Modalitas Perawatan Masa Lalu  Pencabutan  Terapi periodontal standar: scaling dan root planing, kuretase, operasi flap dengan dan tanpa cangkok tulang, amputasi akar dan hemiseksi







Terapi antibiotik tetrasiklin (250 mg 4 kali sehari selama 14 hari setiap 8 minggu)



 Modalitas Perawatan Saat Ini  Deteksi dini  Pendidikan: Mendidik pasien tentang penyakit, termasuk penyebab dan faktor risiko penyakit serta peran pasien dalam keberhasilan pengobatan.  Upaya pengendalian faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi dan kuantitas mikrobiota subgingiva  Menyediakan lingkungan yang kondusif untuk jangka panjang  Terapi Nonsurgical  Terapi periodontal konvensional: Terdiri dari edukasi pasien, instruksi kebersihan mulut, scaling dan root planing serta pemeliharaan recall secara teratur  Desinfeksi penuh mulut  lidah disikat dengan gel klorheksidin (CHX) (1%) selama 1 menit, mulut dibilas dengan larutan CHX (0,2%) selama 2 menit dan kantong periodontal diirigasi dengan CHX (1%).  Terapi antimikroba Antibiotik digunakan dalam dua cara untuk pengobatan: o Dikombinasikan dengan instrumentasi intensif dalam waktu singkat setelah pencapaian kontrol plak yang memadai dalam periode motivasi pretreatment; atau.



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017 



 







o Sebagai pendekatan bertahap setelah selesainya terapi awal. Pemberian tetrasiklin sistemik (250 mg tetrasiklin hidroklorida 4 kali sehari selama minimal 1 minggu). Doxycycline 100 mg / hari juga dapat digunakan. Pembilasan CHX juga harus diresepkan dan dilanjutkan selama beberapa minggu. Terapi lokal untuk mencegah efek samping dari agen antibakteri sistemik. Modulasi inang yang dapat digunakan adalah subantimicrobial dose doxycycline (SDD), flurbiprofen, indomethacin atau naproxen. Penyesuaian oklusal



 Terapi Bedah Terapi periodontal resektif dan regeneratif dapat efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kedalaman kantong. Prosedur regeneratif, seperti debridemen flap terbuka, pengkondisian akar dan bahan regeneratif, termasuk cangkok tulang, membran penghalang dan faktor pertumbuhan, telah berhasil dibuktikan pada pasien dengan LAP.



 Perawatan Periodontal. Kunjungan pemeliharaan rutin merupakan salah satu langkah penting dalam pengendalian penyakit dan keberhasilan pengobatan. Setiap kunjungan pemeliharaan harus terdiri dari tinjauan riwayat medis, penyelidikan tentang masalah periodontal baru-baru ini, pemeriksaan periodontal yang komprehensif, penskalaan menyeluruh dan root planing diikuti dengan instruksi kebersihan mulut. Durasi antara kunjungan ingat ini biasanya singkat selama periode pertama setelah pasien menyelesaikan terapi biasanya tidak lebih dari selang 3 bulan[ CITATION Sha17 \l 1057 ] 2) Generalized Aggressive Periodontitis a) Gambaran klinis kehilangan perlekatan interproksimal umum yang mempengaruhi setidaknya tiga gigi permanen selain gigi molar 1 dan gigi seri.[ CITATION Sha17 \l 1057 ] 1. Distribusi umur dan jenis kelamin: terjadi pada usia puber hingga 35 tahun (atau lebih) dan dapat terjadi pada pria maupun wanita 2. Distribusi lesi: tidak ada pola tertentu, semua gigi dapat terpengaruh 3. Respon gingiva: dapat berupa proliferasi, ulser dan berwarna red fiery, perdarahan spontan dan supurasi. Atau bisa juga berupa warna gingiva yang pink, tidak ada inflamasi namun terdapat poket dalam dengan pemeriksaan probing.



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017 Pada beberapa pasien dapat terjadi manisfestasi sistemik seperti kehilangan berat badan, depresi, dan tidak enak badan (malaise) [ CITATION Sha11 \l 1057 ]



d. Gambaran radiografis Gambaran radiografik dari periodontitis agresif ditandai dengan adanya kehilangan tulang vertikal dalam yang secara khas mengenai regio molar dan insisivus pertama dan relatif hemat pada segmen gigi lainnya. Secara radiologis, ini muncul sebagai kehilangan tulang alveolar berbentuk busur yang menjalar dari permukaan distal gigi



premolar ke-2 ke permukaan mesial gigi molar ke-2. Biasanya bilateral simetris di kedua molar pertama setiap rahang[ CITATION Sha17 \l 1057 ]



e. Pathogenesis 1. Awal kolonisasi mikroba, A. actinomycetemcomitans menghambat pertahanan tubuh dengan berbagai mekanisme. Beberapa di antaranya adalah produksi faktor penghambat kemotaksis leukosit polimorfonuklear (PMN), endotoksin, kolagenase, leukotoksin, dan faktor lain yang memulai kolonisasi bakteri pada pocket dan selanjutnya merusak jaringan periodontal. Host memproduksi antibodi opsonik untuk meningkatkan pembersihan dan fagositosis bakteri yang menembus dan



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017 menetralkan aktivitas leukotoksik. Hal ini mencegah kolonisasi mikroba pada situs lain di rongga mulut. 2. Bakteri antagonis dari A. actinomycetemcomitans berkolonisasi pada jaringan periodontal dan menekan aktivitas A. actinomycetemcomitans sehingga A. actinomycetemcomitans menginfeksi jaringan local tertentu 3. Saat A. actinomycetemcomitans tidak menghasilkan leukotoxin lagi, perkembangan penyakit terhenti dan kolonisasi bakteri pada situs periodontal baru dapat dihindari. 4. Kerusakan pada sementum dapat meningkatkan posibiitas untuk terjadinya lesi lokalisir. f.



C.



Prognosis Prognosis untuk pasien dengan periodontitis agresif ditentukan oleh berbagai faktor, termasuk apakah penyakitnya digeneralisasi atau dilokalisasi; tingkat kehancuran yang ada pada saat pemeriksaan dan kemampuan untuk mengontrol perkembangan di masa depan. Bentuk umum bila dikaitkan dengan keterlibatan sistemik menunjukkan prognosis yang buruk dibandingkan dengan bentuk terlokalisasi. GAP jarang mengalami remisi spontan sedangkan bentuk lokal penyakit telah diketahui berhenti secara spontan karena fenomena burn out.[ CITATION Sha17 \l 1057 ].



Periodontitis as a manifestation of systemic disease [ CITATION Jil11 \l 1057 ] a. Definisi Periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik adalah diagnosis yang digunakan ketika kondisi sistemik merupakan faktor penyebab utama periodontitis dan faktor lokal seperti akumulasi berat dari biofilm plak gigi dan endapan kalkulus tidak terlihat. b. Klasifikasi 1) Associated with hematological disorders Ketidaknormalan dalam struktur atau fungsi darah dan jaringan pembentuk darah seperti sel darah merah, sel darah putih, keping darah, atau faktor-faktor pembeku



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017



a) Acqueired neutropenia Merupakan kelainan darah yang dicirikan dengan jumlah neutropeni (PMNs) yang sangat rendah dalam darah. Penyebabnya mungkin genetik atau mungkin infeksi virus dan setelah radioterapi dan kemoterapi. Neutropenia menurunkan barier kekebalan terhadap infeksi bakteri dan jamur



b) Leukemia Merupakan kanker dalam sel darah. Sumsum tulang menghasilkan sel darah putih yang tidak normal dan tidak berfungsi dengan baik Manifestasi periodontal dari leukemia adalah pembesaran gingiva, perdarahan, dan infeksi



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017



c) AIDS/HIV infection Linear gingival erythema (LGE) dan necrotizing periodontal disease (NPD) adalah kondisi periodontal yang paling umum berkaitan dengan HIV LGE adalah manifestasi gingival dari penekanan pada kekebalan Gambaran klinis LGE ditandai dengan garis merah yang terbatas pada free gingiva Kehilangan attachment periodontal dan kerusakan tulang alveolar pada penderita HIV bisa jadi sangat cepat



2) Associated with genetic disorders Kelainan genetik disebabkan oleh ketiadaan gen oleh atau adanya gen yang rusak. Penyakit genetik diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya tetapi tidak selalu muncul pada setiap generasi a) Familial and cyclic neutropenia



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017 Kelainan bawaan yang mempengaruhi sumsum tulang, sehingga mengakibatkan neutrofil (PMNs) yang sangat rendah dalam darah b) Down syndrome Kesalahan pembelahan sel yang mengakibatkan munculnya kromosom ketiga 21 dan menimbulkan keterbelakangan mental yang ringan hingga sedang serta problem medis yang terkait Pembentukan plak biofilm yang substansial, poket periodontal yang dlaam, dan radang gingiva yang parah mencirikan penyakit periodontal pada Down syndrome



c) Leukocyte adhesion deficiency (LAD) syndrome Terdapat gangguan pada leukocyte chemotaxis yang dicirikan oleh infeksi bakteri berulang dan kerusakan penyembuhan luka ringan. d) Papillon-Lefevre syndrome Gangguan yang dicirikan dengan hiperkeratosis telapak tangan dan telapak kaki serta kerusakan periodontium yang parah e) Chediak-Higashi syndromes Gangguan sistem kekebalan dan saraf yang langka, dicirikan oleh rambut, mata, dan kulit berwarna pucat. Gangguan neutropil chemotaxis adalah ciri utama sindrom ini f) Glycogen storage disese salah satu dari 14 penyakit yang diketahui mengganggu penyimpanan karbohidrat sebagai glikogen dalam tubuh, ditandai dengan neutropenia



g) Infantile genetic agranulocytosis Suatu penyakit bawaan langka dari neutropenia kronis yang parah, biasanya terrdeteksi tidak lama setelah lahir. Biasanya mengalami penyakit gusi yang parah saat masih kanak-kanak h) Cohen syndrome



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017 Gangguan bawaan yang mempengaruhi banyak bagian tubuh dan dicirikan oleh neutropenia, keterbelakangan mental, ukuran kepala kecil, dan otot yang lemah i) Ehlers-Danlos syndrome (Types IV and VIII) Gangguan yang timbul karena jaringan ikat mudah memar, sendi yang longgar, kelemahan pada kulit, dan melemahnya jaringan j) Hypophosphatasia Kelainan genetik metabolisme mineral pada tulang disebabkan oleh kekurangan fosfat alkaline dalam serum dan jaringan; dicirikan oleh cacatnya tulang mirip dengan rickers Manifestasi periodontal mencakup kehilangan parah tulang alveolar dan kehilangan prematur gigi primer dan permanen dalam ketiadaan respon radang k) other 3) Not otherwise specified (NOS) c. Prognosis Prognosis pada pasien dengan penyakit sistemik biasanya menunjukan level prognosis yang sedang hingga buruk kecuali penyakit sistemiknya dapat diperbaiki. Pada kasus kelainan genetik yang mengubah respon host, prognosis umumnya sedang hingga buruk.



Hipersensitivitas dentin a. Definisi Hipersensitivitas dentin adalah respons yang berlebihan terhadap rangsangan non-berbahaya. Ini ditandai dengan nyeri tajam dan pendek yang timbul dari dentin yang terpapar sebagai respons terhadap rangsangan biasanya termal, penguapan, taktil, osmotik / kimiawi. Tidak dapat dianggap sebagai bentuk cacat / patologi gigi[ CITATION Sha17 \l 1057 ]



b.



Etiologi[ CITATION Sha17 \l 1057 ]  Kehilangan Enamel Kehilangan enamel dapat disebabkan oleh gesekan, abrasi, erosi atau kombinasi. Hilangnya enamel yang terjadi karena gesekan, berhubungan dengan fungsi oklusal dan dapat diperbesar oleh kebiasaan atau aktivitas parafungsional seperti bruxism. Kehilangan email



dapat terjadi karena abrasi dari komponen makanan dan kebiasaan seperti menyikat gigi; atau oleh erosi yang terkait dengan komponen lingkungan dan makanan, terutama asam.



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017 



c.



Hilangnya Struktur Periodontal yang Menutupi Penyakit periodontal akut dan kronis, salah menyikat gigi atau trauma kronis dari kebiasaan lain dan beberapa bentuk operasi periodontal merupakan faktor kasual yang penting. Faktor-faktor seperti metode dan frekuensi menyikat, jenis sikat dan pasta gigi yang digunakan semuanya berkaitan dengan efek yang dihasilkan pada jaringan lunak dan keras. Agen erosif terutama asam, lingkungan, makanan atau endogen diketahui menyebabkan kerusakan, mis. pekerja yang terpapar asap asam klorida, sulfat, nitrat, dan tartarat.



Pathogenesis[ CITATION Sha17 \l 1057 ] 1) Teori Saraf Teori saraf menganjurkan bahwa rangsangan termal atau mekanis secara langsung merangsang ujung saraf yang berada di dalam tubulus dentin. Sinyal saraf ini dilakukan oleh serabut saraf aferen primer induk di pulpa ke cabang saraf gigi dan kemudian ditransmisikan ke otak. 2) Teori Transduksi Odontoblastik Teori tersebut menyatakan bahwa hipersensitivitas yang menghasilkan rangsangan pada awalnya merangsang proses odontoblas. Membran odontoblas ini mendekati ujung saraf yang ada di pulpa atau di tubulus dentin. Odontoblas selanjutnya mentransfer eksitasi ke ujung saraf yang terkait. 3) Teori Hidrodinamik Brannstrom pada tahun 1963 mengemukakan bahwa hipersensitivitas dentin adalah respons terhadap pergerakan cairan di dalam tubulus dentin. Cairan ketika mengalami perubahan suhu atau perubahan osmotik fisik, gerakan yang dihasilkan merangsang reseptor saraf yang peka terhadap tekanan. Stimulasi reseptor saraf mengarah pada transmisi rangsangan.



d. Rencana perawatan  Kontrol Biofilm Plak Pasien dengan kontrol film bio plak yang buruk memiliki lebih banyak kepekaan dan seringkali enggan untuk membersihkan area sensitif secara menyeluruh. Ahli kebersihan gigi dapat mendidik pasien tentang asam biofilm plak bakteri dan kontribusinya terhadap sensitivitas dan memperkuat pentingnya kebersihan mulut harian yang cermat[ CITATION Dor14 \l 1057 ]  Pengobatan Intervensional Pilihan perawatan di rumah di rumah menggunakan agen desensitizing dapat digunakan untuk menutup tubulus dentin yang memblokir mekanisme hidrodinamik dari sensitivitas dentin. Pilihan perawatan di kantor



 Metode non-invasif:  Oksalat



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017  kristal oksalat  Vernis rongga  Strontium klorida  Resin komposit  GLUMA  Kalsium hidroksida [Ca (OH) 2]  LASER  Iontoforesis  Metode invasif:  Pulpektomi.  Restorasi Kelas V.  Operasi cangkok gingiva  Memblokir Transmisi Saraf Pulpa  Oleh endodontik.  Pencabutan gigi.[ CITATION Sha17 \l 1057 ]



Furcation involvement a. Definisi Istilah keterlibatan furkasi mengacu pada invasi percabangan dan trifurkasi gigi multi-akar oleh periodontitis[ CITATION New19 \l 1057 ] b. Etiologi Faktor etiologi utama dalam perkembangan cacat furkasi adalah plak bakteri dan konsekuensi inflamasi yang diakibatkan keberadaannya dalam jangka panjang. Tingkat kehilangan perlekatan yang diperlukan untuk menghasilkan defek furkasi bervariasi dan terkait dengan faktor anatomi lokal (misalnya, panjang batang akar, morfologi akar) dan anomali perkembangan lokal (misalnya proyeksi enamel serviks [CEPs]). Studi menunjukkan bahwa prevalensi dan keparahan keterlibatan furkasi meningkat seiring bertambahnya usia. Karies gigi dan kematian pulpa juga dapat mempengaruhi gigi dengan keterlibatan furkasi atau bahkan area furkasi. [ CITATION New19 \l 1057 ]



c.



Klasifikasi[ CITATION Klasifikasi Glickman:



New19 \l 1057 ]



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017  Kelas I Gambaran klinis  Merupakan tahap awal keterlibatan furkasi. Terdapat poket suprabony dan mengenai jaringan lunak. Keropos tulang dini mungkin terjadi dengan peningkatan kedalaman probing Gambaran radiografis  tidak ada perubahan radiografi  Kelas II Lesi furkasi pada dasarnya adalah cul-de-sac dengan komponen horizontal deinite. Jika terdapat beberapa cacat, keduanya tidak berhubungan satu sama lain karena sebagian tulang alveolar tetap menempel pada gigi. Luasnya probing horizontal furkasi menentukan apakah defek tersebut dini atau lanjut. Gambaran klinis  Keropos tulang vertikal dapat terjadi dan merupakan komplikasi terapeutik. Gambran radiografis  Radiografi mungkin atau mungkin tidak menggambarkan keterlibatan furkasi, terutama dengan molar rahang atas karena radiografik tumpang tindih dari akar.  Kelas III Gambaran klinis  Tulang tidak menempel pada kubah furkasi. Pada awal keterlibatan tingkat III, pembukaan mungkin ditutupi jaringan lunak dan mungkin tidak terlihat. Gambaran radiografis  Radiografi yang terbuka dan bersudut pada furkasi kelas III awal menunjukkan defek sebagai area radiolusen di furkasi gigi.  Kelas IV Gambaran klinis  Tulang interdental hancur, dan jaringan lunak telah menyusut ke apikal sehingga pembukaan furkasi dapat terlihat secara klinis. Dengan demikian probe periodontal berpindah dengan mudah dari satu aspek gigi ke aspek lainnya.



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017 d. Pathogenesis Tahap awal terjadi pelebaran membran periodontal, eksudasim inflamasi selular, diikuti oleh proliferasi sel epitel ke arah furkasi dan poket periodontal yang berdampingan. Perpanjangan peradangan ke dalam tulang menyebabkan resorpsi dan pengurangan tinggi tulang pola bone destruction dapat menghasilkan kehilangan bone horizontal/defek osseus angular terkait dengan poket infrabony mungkin terdapat plak, kalkulus, dan serpihan bakteri yang menempati ruang furkasi yang gundul. e. Prognosis Secara umum, gigi dengan keterlibatan furkasi memiliki prognosis yang buruk  Prognosis keterlibatan furkasi pada gigi premolar satu rahang atas memiliki prognosis yang buruk.  Prognosis molar rahang atas kurang baik sedangkan prognosis molar satu rahang bawah tergolong baik. Faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan dalam memproyeksikan prognosis gigi dengan keterlibatan furkasi:  Tingkat keterlibatan.  Status dukungan tulang.  Pemisahan root.  Kesehatan gigi tetangga. Faktor lain yang terlibat dalam menetapkan prognosis pengobatan terkait dengan pertimbangan pribadi, psikologis, sosiologis, dan keuangan[ CITATION Sha17 \l 1057 ]. Penelitian klinis telah menunjukkan bahwa masalah furkasi tidak separah yang diduga semula, jika seseorang dapat mencegah perkembangan karies pada furkasi. Terapi periodontal yang relatif sederhana cukup untuk mempertahankan fungsi gigi dalam jangka waktu yang lama. Prognosis yang terlibat gigi tergantung pada beberapa faktor seperti: • Usia penderita. • Kondisi umum pasien. • Bentuk atau ekspresi penyakit periodontal. • Kepentingan strategis keseluruhan dari masing-masing gigi. • Jenis gigi dan tingkat keterlibatan furkasi. • Morfologi gigi atau akar, hubungan anatomis dan topografi antara akar yang berbeda, morfologi lesi tulang, sisa aparatus perlekatan periodontal di sekitar akar tunggal dan mobilitas yang diharapkan perlu dipertimbangkan dengan hati-hati. • Keterampilan dan pengalaman operator juga harus diperhitungkan[ CITATION Anu15 \l 1057 ] Terapi bedah atau non-bedah memberikan hasil yang cukup baik untuk grade I dan II Grade III dan IV mempunyai prognosa yang kurang menguntungkan. Umumnya dilakukan pencabutan dan implan[ CITATION Bam21 \l 1057 ]



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017



f.



Rencana perawatan[ CITATION Sha17 \l 1057 ] 1) Cacat Furkasi Kelas I.  Furkasi plasty Peningkatan flap mukoperiosteal untuk memberikan akses ke area furkasi dan menggabungkan scaling dan root planing, osteoplasty dan odontoplasty untuk menghilangkan iritan lokal  Scaling dan root planing Pada tingkat I, lesi furkasi belum kehilangan tulang di dalam furkasi, sehingga prosedur scaling dan root planing tertutup atau terbuka dapat mengatasi peradangan. Jika peradangan tidak teratasi maka gingivektomi atau flap yang diposisikan ke apikal dapat dilakukan tergantung pada lebar gingiva yang menempel.  Odontoplasti Odontoplasti didefinisikan sebagai pembentukan kembali gigi koronal ke furkasi. Ini memperlebar dan mendangkal furkasi dengan meninggikan atap furkasi. Alasan di balik teknik ini adalah untuk menciptakan akses yang lebih baik untuk kontrol dan pemeliharaan plak.  Osteoplasti Hal ini dilakukan untuk memberikan bentuk gingiva yang lebih baik dengan menekuk tulang di antara akar dan kemudian, memperhiasi dan memiringkan tulang ke akar.  Gingivektomi / flap dengan posisi apical Dapat digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan kantong jaringan lunak di atas daerah furkasi untuk meningkatkan akses kontrol plak dan memungkinkan resolusi inflamasi periodontal. 2) Cacat Furkasi Kelas II  Buka debridemen flap Jika akses subgingiva yang memadai tidak dimungkinkan dengan pendekatan tertutup, untuk molar yang berbulu dengan lesi yang dalam, maka debridemen flap terbuka atau flap widman yang dimodifikasi menghasilkan penghilangan plak dan kalkulus yang lebih efektif.  Regenerasi jaringan Membran penghalang organik atau sintetis digunakan berdasarkan prinsip regenerasi jaringan terpandu  Pencangkokan tulang Fokus yang kuat pada pembentukan tulang sebagai prasyarat untuk pembentukan perlekatan baru telah menyebabkan implantasi cangkok tulang atau berbagai jenis pengganti tulang ke dalam defek furkasi. Diantaranya adalah autograft tulang, allografts, xenografts dan bahan-bahan aloplastik yang dirancang baik sebagai pengganti tulang atau penghalang biologis.



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017 3) Cacat Furkasi Kelas III dan IV  Persiapan terowongan Tunneling adalah proses pengambilan tulang secara sengaja dari furkasi untuk menghasilkan terowongan terbuka melalui furkasi. Ini adalah teknik resektif dan digunakan untuk merawat cacat furkasi kelas II dan kelas III lanjutan. Tujuan dari teknik ini adalah membuat area furcal dapat diakses oleh pasien untuk instrumen perawatan di rumah.  Reseksi akar Merupakan pengobatan pilihan untuk lesi furkasi tingkat II dan III yang dalam ketika regenerasi tidak dapat diprediksi. Akar dengan keropos tulang terbesar harus dipertimbangkan untuk amputasi.  Hemiseksi Hemiseksi adalah pemisahan gigi berakar dua menjadi dua gigi terpisah. Proses ini juga disebut sebagai bikuspidisasi. 4) Cacat Furkasi Kelas IV Lanjutan  Cabut gigi Indikasi:  Orang yang tidak menjaga kebersihan mulut.  Pasien dengan aktivitas karies tingkat tinggi.  Keberadaan molar tanpa lawan yang merupakan gigi terminal pada arch.  Pertimbangan keuangan menghalangi penerimaan pengobatan.  Jika upaya heroik lainnya untuk gigi dengan prognosis yang meragukan akan lebih baik ditangani dengan implant



REFERENCE



Na’imatun Nafi’ah 195160100111017



Bathla, S., 2017. Texbook of Periodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher (P) Ltd. Laksono, B. D., n.d. Furation: Involvement and Treatment. [Online] Available at: https://www.academia.edu/12089041/Furcation_involvement_and_treatment [Accessed 4 Maret 2021]. Newman & Carranza's, 2019. Clinical Periodontology. Philadelphia: Elsevier. Nield-Gehrig, J. S. & WIllmann, D. E., 2011. Foundations of Periodontics for the Dental Hygienist. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Parihar, A. S. & Katoch, V., 2015. Furcation involvement & Its Treatment: a Review. J Adv Med Dent Scie Res, 3(1), pp. 81-87. Perry, D. A., Beemsterboer, P. L. & Essex, G., 2014. Periodontology for the Dental Hygienist. St. Louis: Elsevier. Reddy, S., 2011. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontitics. Bengaluru: Jaypee Brothers medical Publisher (P) Ltd.