11 0 367 KB
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN “ AW ” DENGAN GASTRITIS DI RUANG SANDAT RS BALIMED KARANGASEM PADA TANGGAL 23 – 25 JULI 2021
Oleh : Ni Luh Trisna Juliantari, S.Kep NIM. 20089142184
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG PROGRAM STUDI PROFESI NERS 2021
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN “ KM ” DENGAN GASTRITIS DI RUANG SANDAT RS BALIMED KARANGASEM PADA TANGGAL 23 – 25 JULI 2021 Ni Luh Trisna Juliantari, S.Kep NIM. 20089142184
Telah diterima dan disahkan oleh clinical teacher (CT) dan clinical Instrukture (CI) Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) sebagai syarat memperoleh penilaian dari departement Keperawatan Medikal Bedah (KMB) STIKes Buleleng. Clinical Instrukstur (CI),
Amlapura, 23 Juli 2021
Ruang Sandat
Clinical Teacher (CT),
RS BaliMed Karangasem
Stase Keterampilan Dasar Profesi STIKes Buleleng,
Ni Wayan Komala Lestari, A.Md.Kep
Ns. Made Mahaguna Putra, S.Kep., M.Kep
I. KAJIAN TEORI GASTRITIS A. Definisi Gastritis adalah proses inflamasi mukosa lambung, berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema mukosa sedangkan hasil foto memperlihatkan iregularitas mukosa (Mansjoer, Arif, dkk 2000). Gastritis (inflamasi mukosa lambung) seringkali karena diet yang tidak teratur, individu ini makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan terlalu berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit. Penyebab lain dari gastritis akut mencakup alkohol, aspirin, refluks empedu,
atau
terapi
radiasi.
Gastritis dapat menjadi tanda pertama infeksi
sistemik akut. Bentuk gastritis akut yang lebih parah di sebabkan oleh asam kuat atau alkali yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangreng atau perforasi (Brunner & Suddart, 2001) . Pada gastritis mukosa memerah, edamatosa dan di tutupi oleh mucus yang melekat, erosi kecil dan perdarahan sering timbul. Derajat peradangan sangat bervariasi. Gastritis biasanya menghilang bila agen penyebabnya di buang. Makanan dan cairan sebaiknya tidak di berikan sampai peradangan dan muntah- muntah meredah. Bila muntah terus menetap, mungkin perlu memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit dengan infus intravena. Obat-obatan antiemetik dapat di berikan untuk memperbaiki spasme otot polos (Sylvia, 2005). B. Anatomi Fisiologi Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2008). 1. Anatomi Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung - J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter. Secara anatomi lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum atau pylorus (Wilson, 2002).
Sebelah kanan atas lambung cekungan kurvatura minor dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia, atau sfingter esophagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esophagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinga aliran balik isi usus ke dalam lambung. (Wilson, 2002). a. Lambung terdiri dari 4 (empat) lapisan yaitu : 1) Tunika serosa/lapisan luar Merupakan bagian dari peritoneum viseralis, dua lapisan peritoneum viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum dan terns memanjang ke arah hate membentuk omentum minus. Omentum minor menunjang lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati, pada kurvatura mayor peritoneum terun kebawah membentuk omentum mayus yang menutupi usus depan seperti apron besar. 2) Muskularis Tersusun dari tiga lapis, lapisan longitudinal bagian luar, lapisan sirkular ditengah dan lapisan oblik bagian dalam. Susunan serat- serat otot yang unik memungkinkan herbage macam kontraksi yang diperlukan
untuk
memecahkan
makanan
menjadi
partikel
–
partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung dan mendorong kearah duodenum. 3) Submukosa Terdiri
dari
jaringan
areoral
yang
menghubungkan
lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak bersama gerakan peristaltic. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah dan saluran limfe. 4) Mukosa Lapisan dalam lambung tersusun dari lipatan longitudinal yang disebut rugae. Dengan adanya lipatan – lipatan ini lambung dapat berdistensi sewaktu diisi makanan, pada mukosa ini terjadi kelenjar yaitu :
a) Kelenjar kardia terletak dekat lubang kardia yang mengekresi mucus. b) Kelenjar fundus atau gastric terletak pada fundus dan hamper seluruh korpus lambung. Pada kelenjar fundus ini terdapat tiga jenis sel utama yaitu sel – sel zimogenik atau chiefcells mensekresikan pepsinogen, sel parietal, mensekresikan asm hidroklorida dan factor intrinsic, sel mucus mensekresikan mucus. b. Kelenjar
pylorus
terletak
pada
daerah
pylorus
lambung
yang
menghasilkan gastrin. (Wilson, 2002). Fungsi lambung yaitu : Menurut Sylvia (2005), fungsi lambung adalah sebagai berikut: 1) Fungsi Motorik Fungsi reservoir yaitu menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicernakan dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi resektif otot polos diperantai saraf vagus dan dirangsang oleh gastarin. 2) Fungsi Mencapur Memecahkan
makanan
menjadi
partikel-partikel
kecil
dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung. 3) Fungsi pengosongan lambung diatur oleh pembukaan spingter pylorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotic, keadaan fisik serta oleh emosi, obat – obatan dan kerja. 4) Fungsi pencernaan dan sekresi a) Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai
lambung,
pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amylase dan lipase dalam lambung kecil peranannya. b) Sintensis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi antrum dan rangsangan vagus. c) Sekresi faktor instrinsik memungkinkan absorbs vitamin B.12. d) Sekresi mucus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumus sehingga makanan lebih muda diangkut.
5) Pengaturan Sekresi Lambung Menurut Wilson (2002), pengaturan sekresi lambung terdiri dari: a) Fase Sefalik Dimulai
makanan
masuk
lambung
yaitu
sebagai
akibat
melihat, mencium, dan memikir atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai seluruhnya oleh syaraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi sinyal neorogerik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantar melalui syaraf vagus ke lambung. Hasilnya kelenjar gastric dirangsang mengeluarkanasam HCL, pepsinogen dan menambah mucus. b) Fase Gastric Dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Distensi yang terjadi
pada
antrum
menyebabkan
terjadinya
rangsangan
mekanis dari reseptor-reseptor pada dinding lambung. Gastri dilepas dari antrum kemudian dibawa kealiran darah menuju kelenjar lambung untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam empedu di atrum. Gastrin adalah stimulus utama sekresi asam hidroklorida. c) Fase Intestinal Dimulai oleh gerakan kismus dari lambung keduodenum. Adanya protein yang telah dicerna sebagai dalam duodenum merangsang pelepasan gastrin usus suatu hormon yang menyebabkan lambung terus menerus mensekresi cairan lambung, tapi peranan usus halus sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih besar. 2. Fisiologi Lambung Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu : Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung. Asam klorida (HCl) menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga
berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein) (Wilson, 2002). Lambung menerima makanan dan esophagus melalui orifisium kardiak dan bekerja sebagai penimbun sementara, kontraksi otot mencampur makanan dengan getah lambung. Gelombang
peristaltik di tinggi fundus berjalan
berulang- ulang, setiap menit tiga kali dan merayap perlahan-lahan pylorus. Makanan masuk kedalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Perjalanan makanan masuk ke lambung praktis beralan lancar pada waktu orang sedang makan, tetapi perjalanan makanan keluar lambung tidak dimulai segera mula-mula makanan harus dibuat cair, kemudian jumlah kecil, kira-kira 70 cc, berjalan melalui lubang pilorik masuk duodenum. isi lambung sangat asam, ketika jumlah kecil itu masuk ke duodenum, .spinkter pilorik menutup sampai isi asam itu sebagian telah dinetralkan oleh kerja getah duodenum. pankreas dan empedu yang alkalis Bila otot spinkter mengendor lagi maka duodenum menerima kiriman lain dan isi lambung (Silvia, 2005). C. Etiologi Penyebab utama dari gastritis adalah karena makanan dan minuman yang panas atau yang dapat merusak, pada mukosa lambung misalnya : alkohol, salisilat, keracunan makanan yang mengandung toksin stafilokok, dan lain - lain (Hadi S, 2005). Penyebab lain penyakit ini antara lain: 1. Obat obatan : Aspirin, obat Anti Inflamasi Nonsteroid (AINS), bahan kimia seperti Lisol, merokok, alkohol. 2. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung, luka bakar, trauma, sepsis, refluks usus lambung, endotoksin. Secara mikroskopi terdapat lesi erosi mukosa dengan lokasi berbeda di temukan pada korpus dan fundus biasanya di sebabkan stress. Jika di sebabkan karena obat-obatan AINS terutama di temukan di atrium, namun dapat juga menyeluruh sedangkan secara mikroskopik terdapat erosi dengan regenerasi epitel, dan di temukan reaksi sel inflamasi neutrofil yang minimal (Mansjoer, Arif, dkk 2000). Etiologi dan pathogenesis gastritis kronik pada umumnya belum di ketahui, penyakit ini lebih sering terdapat pada orang tua. Namun alkohol
berlebihan, teh panas dan merokok merupakan predisposisi akan timbulnya gastritis kronik (Sylvia, 2005). D. Manifestasi klinis Gastritis dapat bervariasi dari keluhan abdomen yang tidak jelas, seperti mual sampai gejala yang paling berat seperti nyeri epigastrium, muntah, perdarahan, dan hematemesis. Pada beberapa kasus bila gejala-gejala menunjang dan resisten terhadap pengobatan mungkin di perlukan tindakan diagnostik tambahan seperti endoskopi, biopsy mukosa, dan analisis cairan lambung untuk memperjelas diagnosis (Sylvia, 2005). Pada pemeriksaan fisik sering tidak di jumpai kelainan kadang-kadang dapat di jumpai nyeri tekan epigastrium yang sedang saja. Pemeriksaan laboratorium juga tidak banyak membantu. Kadang-kadang dapat di jumpai anemia makrositik. Uji coba schilling tidak normal, analisis cairan lambung kadang-kadang Dapat
terjadi
aklorhidria,
kadar
gasmin
terganggu.
serum meninggi pada penderita
gastritis kronik fundus yang berat. Antibodi terhadap sel parietal dapat di jumpai pada sebagian penderita gastritis kronik fundus (Mansjoer, Arif, dkk 2001). E. Patofisiologi Gastritis terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam HCL) dan pepsi, erosi yang terkait berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam- pepsin atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus cukup untuk bertindak sebagai barier terhadap HCL. Seseorang mungkin mengalami gastritis karena 2 faktor yaitu hipersekresi asam pepsin dan kelemahan barrier mukosa lambung (Sylvia, 2005). Pada gastritis akut terdapat gangguan keseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensive yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa lambung. Faktor agresif tersebut HCL, pepsin, asam empedu, infeksi, virus, bakteri dan bahan korosif (asam dan basa kuat). Sedangkan faktor defensive adalah mukosa lambung dan mikro sirkulasi (Sylvia, 2005). 1. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obatobatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus Vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan selepitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna (Prabu, 2009). Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukosa berfariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang
memproduksi
HCl (terutama daerah fundus) dan
Vasodilatasi mukosa gaster akan
pembuluh
darah.
menyebabkan produksi HCl meningkat.
Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena
kontak
HCl
dengan
akibat penurunan sekresi
mukus
mukosa dapat
gaster. Respon mukosa lambung berupa eksfeliasi
(pengelupasan).
Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam
hidup penderita, namun dapat juga berhenti
sendiri karena prosesregenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan. 2. Gastritis Kronik Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin
dan
fungsi
intinsik
lainnya
akan menurun dan dinding
lambungjuga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser. Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif (Mansjoer, Arif, dkk 2001). Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan munculah respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster,
misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang (Mansjoer, Arif, dkk 2001). Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan pendarahan (Mansjoer, Arif, dkk 2001). F. Pathway
G. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada penderita gastritis antara lain : Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan medis, kadangkadang perdarahannya cukup banyak sehingga mengakibatkan kematian. Terjadi ulkus kalau prosesnya hebat. Pada gastritis kronis, atrofi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terutama pada vitamin B12 selanjutnya menyebabkan anemia yang secara klinis hampir sama dengan anemia pernisiosa keduanya dapat di pisahkan dengan pemeriksaan antibodi terhadap faktor intrinsik (Brunner & Suddart, 2001). Penderita anemia pernisiosa biasanya mempunyai antibody terhadap faktor intrinsik dalam serum dan cairan gasternya, selain vitamin B12 penyerapan besi juga dapat terganggu. Gastritis kronik atrium pylorus dapat menyebabkan penyempitan daerah atrium pylorus, gastritis kronik sering di hubungkan dengan keganasan lambung terutama gastritis kronik atrium pylorus (Brunner & Suddart, 2001). H. Penatalaksanaan medis Pada umumnya gastritis kronik tidak memerlukan pengobatan, yang harus di perhatikan adalah penyakit lain yang keluhannya dapat di hubungkan dengan gastritis kronik, kemungkinan itu seharusnya di cari lebih dahulu. Anemia yang di sebabkan gastritis kronik biasanya bereaksi baik terhadap pemberian vitamin B12 atau preparat besi, tergantung definisinya (Prabu, 2009). Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu di anjurkan untuk makan makanan yang bergizi. Bila gejala menetap maka cairan di berikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi maka penatalaksanaannya adalah serupa dengan prosedur yang di anjurkan (Prabu, 2009). Gastritis kronik di atasi dengan memodifikasi pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi stress, dan memulai farmakoterapi. H.Pilopi dapat di atasi dengan antibiotik seperti Tetrasiklin atau Amoxillin dan Garam Bismut (Pepto Bismol). Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi Vitamin B12 yang di sebabkan oleh adanya antibody terhadap faktor intrinsic (Brunner & Suddart, 2001).
I. Data Penunjang Diagnostik Adapun pemeriksaan penunjang gastritis menurut Hudak dan Gallo (2006), seperti di bawah ini : 1. Nilai haemoglobin dan hematokrit untuk menentukan adanya anemia akibat perdarahan. 2. Kadar serum gastrin rendah atau normal, atau meninggi pada gastritis kronik yang berat. 3. Pemeriksaan rontgen dengan sinar X barium untuk melihat kelainan mukosa lambung. 4. Endoskopi dengan menggunakan gastrocopy untuk melihat kelainan mukosa lambung. 5. Pemeriksaan
asam
lambung
untuk
mengetahui
ada
atau
tidak
peningkatan asam lambung. J. Penanggulangan Mengatasi maag dengan mengetahui terlebih dahulu apa penyebabnya. Salah satu penyebab dari penyakit maag adalah akibat makan yang tidak teratur, dan juga serangan bakteri. Pylori yang merupakan bakteri pencetus maag. Selain itu penyebab lainnya adalah karna mengkonsusmsi obat-obatan yang bisa menyebabkan pemicu dari terjadinya penyakit maag. Penyebabnya karena mengkonsumsi alkohol, pola tidur dan pola makan yang tidak teratur, akibat stres. Biasanya pada penderita maag, penderita telat makan, dan juga porsi maka penderita biasanya lebih banyak. Berikut beberapa cara mengatasi gastritis menurut (Wilson, 2002) : 1. Menghindari keadaan perut kosong, karena jika perut kosong maka akan menyebabkan asam lambung naik. 2. Mengatur jadwal makan dengan porsi makan yang kecil dan juga ringan dan jangan makan dengan porsi yang lebih sering. 3. Makanlah makanan yang teksturnya lunak dan bisa dengan mudah dicerna oleh tubuh. 4. Menghindari stres. 5. Hindarilah jenis makanan atau minuman yang mengandung alkohol, gas, dan juga kafein.
II. KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1998). Pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan dasar proses keperawatan. Diperlukan pengkajian yang cermat untuk masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Sebagai sumber informasi dapat digunakan yaitu : pasien, keluarga, anak, saudara, teman, petugas kesehatan lainnya. Tahap pengkajian meliputi 4 kegiatan yaitu : 1. Pengumpulan Data Data yang berhubungan dengan kasus gastritis : a. Biodata 1) Identitas klien : nama, jenis kelamin, agama, suku bangsa, dan alamat. 2) Identitas penanggung : nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan alamat serta hubungan keluarga. b. Riwayat Kesehatan Sekarang 1) Adanya nyeri epigastrium. 2) Disertai mual, muntah, anoreksia. c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya 1) Alkohol. 2) Makan yang pedas. 3) Obat-obatan. d. Riwayat diabetes mellitus. e. Riwayat toksik f. Aspek-aspek lain yang berhubungan misalnya pola istirahat, aspek psikososial dan spiritual. g. Data-data Pengkajian Klien 1) Aktivitas/Istirahat -
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
-
Tanda : Tatikardia, hiperventilasi (respon terhadap aktivitas).
2) Sirkulasi
-
Gejala : Hipotensi termasuk postural, takikardia, disritmia, kelemahan nadi perifer lemah, pegisian kapiler lembut/perlahan.
3) Warna kulit : pucat, sianosis. -
Kelembaban kulit : berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik).
4) Integritas Ego -
Gejala : Faktor stress akut atau kronik (keuangan, hubungan, kerja)
-
Tanda : Tanda ansietas, misalnya : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
5) Eliminasi -
Gejala : Riwayat penyakit sebelumnya karena perdarahan gastro intestinal atau masalah yang berhubungan dengan gastro intestinal. Misalnya : luka peptic/gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi gaster.
-
Tanda : Nyeri tekan abdomen, distensi.
-
Bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan. Karakteristik feses diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang merah cerah : berbusa, bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida).
-
Haluaran urine : menurun, pekat.
6) Makanan/cairan -
Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal). Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual/muntah. Tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan pedas, cokelat ; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya
-
Tanda : Muntah warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah.
-
Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis)
7) Neurosensori -
Gejala : Rasa berdenyut, pusing sakit kepala karena sinar, kelemahan. Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu rentang
dari
agak cenderung
tidur,
disorientasi/bingung,
sampai
pingsan,
dan
koma (tergantung pada volume sirkulasi/
oksigenisasi). 8) Nyeri/kenyamanan -
Gejala : Nyeri digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih. Rasa ketidaknyamanan/distres samar-samar setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut).
-
Nyeri epigastrium kiri/tengah menyebar ke punggung 1 – 2 jam setelah makan dan hilang dengan makan antasida (Ulkus gaster).
-
Nyeri epigastrium terlokalisir di kanan 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal).
-
Tak ada nyeri (varises esofageal atau gastritis).
-
Faktor pencetus : makanan, rokok, alcohol, penggunaan obat tertentu (salsilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stressor psikologis.
-
Tanda : Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
9) Keamanan -
Gejala : Alergi terhadap obat/sensitive, misalnya : ASA. Tanda : Peningkatan suhu.
-
Spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis/ hipertensi portal).
2. Pemeriksaan fisik a. Pemeriksaan Vital Sign Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi. b. Pemeriksaan Kulit Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
c. Pemeriksaan Kepala dan Leher Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar
tiroid,
kelenjar
getah
bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2. d. Pemeriksaan Dada (Thorak) Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat dan dalam. e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler) Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi. f. Pemeriksaan Abdomen Dalam batas normal g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Sering BAK h. Pemeriksaan Muskuloskeletal Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan i. Pemeriksaan Ekstremitas Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal j. Pemeriksaan Neurologi k. GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC) 3. Pemeriksaan diagnosik a. EGD
(esofagogastroduodenoskopi)
:
tes
diagnostik
kunci
untuk
perdarahan GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan/derajat ulkus jaringan/cedera. b. Minum
barium
untuk
foto
rontgen
untuk
membedakan
diagnosa
penyebab/sisi lesi. c. Analisa gaster : mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster. Penurunan atau jumlah normal diduga ulkus gaster. d. Angiografi : vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak dapat disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan sirkulasi kolateral dan kemungkinan sisi perdarahan. e. Hb/Ht : penurunan kadar terjadi dalam 6 – 24 jam setelah perdarahan mulai.
f. Jumlah darah lengkap : dapat meningkat, menunjukkan respon tubuh terhadap cedera. g. Analisa gastrin serum : peningkatan kadar diduga sindrom Zollinger – Allison atau kemungkinan adanya penyembuhan ulkus yang buruk. Normal atau rendah pada gastritis tipe B. h. Kadar pepsinogen ; meningkat dengan penetralisir ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis. Sel parietal antibody serum : adanya dugaan gastritis kronis. 4. Klasifikasi Data Mengklasifikasikan dalam data subjektif dan data objektif. a. Data subjektif. Adalah persepsi klien terhadap masalah-masalah yang dikeluhkan sehubungan dengan gastritis. b. Data obyektif Adalah semua data senjang pada klien dengan gastritis yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, dan hasilhasil pemeriksaan diagnostik). 6. Analisa Data Dengan melihat data subjektif dan data obyektif dapat ditentukan permasalahan yang dihadapi oleh klien dan dengan memperhatikan patofisiologi mengenai penyebab penyakit gastritis sampai permasalahannya tersebut. B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri
sehubungan
dengan
iritasi
gastrium
atau
pengecilan
kelenjar
gastric Ansietas berhubungan dengan krisis situasional 2. Kekurangan volume cairan sehubungan dengan pemasukan cairan dan elektrolit yang kurang, muntah, perdarahan. Aktivitas intolerance berhubungan dengan kelemahan fisik. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. 4. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan infasif 5. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan (proses penyakit) (Doengoes, 2000).
C. Intervensi keperawatan No Diagnosa 1 Nyeri sehubungan
Tujuan Paint control
iritasi tindakan gastrium atau selama... pengecilan
kepeawatan jam
diharapakan
kelenjar gastric Ansietas berhubungan dengan
dilakukan 1. Observasi
Setelah
dengan
Intervensi Pain menegent
krisis
situasional
nyeri
berkurang atau hilang dengan kriteria hasil : 1. Klien
mengatakan
rasa
nyeri
berkurang
atau
hilang darah
90/60-140/90
nyeri klien secara
nyeri
konferhensif
melakukan
60-
100
lokasi,
5. Nyeri ringan 2-3
reaksi. 2. Observasi
tanda- 2. Mengetahui
tanda vital
perkembangan kondisi klien
3. Ajarkan
teknik 3. Mengurangi rasa nafas
dalam untuk
terlibat
menjaga
dalam
asuhan
dan
volume
cairan tindakan
selama...jam
dengan
diharapakan
pemasukan cairan
klien
mengambil
sebab nyeri kepada
informasi kepada
klien
klien nyeri
tentang yang
pemberian
mengurangi
analgesik
nyeri
lakukan 1. Awasi dan karakter klien
6. Membantu yang
di
rasakan masukan 1. Memberikan haluaran, dan
frekuensi muntah.
informasi tentang keseimbangan cairan.
menunjukkan 2. Kaji tanda- tanda 2. Menunjukkan dan vital. kehilangan pemasukan elektrolit dapat
di
rasakan
kepeawatan
sehubungan
di
keputusan
6. Kolaborasi
di
yang
keluarga 4. membantu
menyeringai
Setelah
nyeri rasakan
6. Wajah klien tidak
Kekurangan
intervensi
24 5. Jelaskan sebab – 5. memberikan
16-
x/menit
2
untuk
intensitas,
keperawatan
x/menit 4. Respirasi
baik
meliputi frekuensi,
4. Edukasi
mmHg 3. Nadi
tingkat 1. Mengidentifikasi
relaksasi
2. Tekanan
Rasional
elektrolit
yang yang
kuat
cairan berlebihan
dengan
kurang, muntah, kriteria hasil perdarahan.
1. Tidak penurunan
atau dehidrasi. ada 3. Ukur berat badan 3. Indikator cairan tiap hari. status nutrisi. berat
badan 2. Tidak
ada
mual
muntah 3
Ketidakseimban Setelah di lakukan gan
nutrisi tindakan kepeawatan
kurang
4. Kolaborasi
4. Mengontrol mual
pemberian
dan muntah pada
antiemetic
pada
keadaan akut. 1. Kaji nafsu makan klien.
dari selama... jam
keadaan akut. 1. Mengetahui sejauhmana terjadinya
kebutuhan
diharapakan klien
perubahan pola
berhubungan
dapat menunjukkan
makan dan
tidak adanya tanda-
sebagai bahan
tanda
untuk
ketidakseimbangan
melaksanakan
nutrisi kurang dari
intervensi.
dengan yang adekuat.
intake tidak
kebutuhan dengan
2. Kaji hal-hal yang
2. Mendeteksi
kriteria :
menyebabkan
secara diri dan
1. Nafsu makan baik
klien malas
tepat agar
2. Porsi makan
makan
mencari
dihabiskan
intervensi yang
3. Berat badan
cepat dan tepat
normal, sesuai
untuk
dengan tinggi
penanggulangan
badan.
ya. 3. Anjurkan klien
3. Porsi yang
untuk makan
sedikit tapi
porsi sedikit tapi
sering
sering.
membantu menjaga pemasukan dan
rangsangan mual/muntah. 4. Anjurkan dan
4. Menimbulkan
ajarkan
rasa segar,
melakukan
mengurangi rasa
kebersihan mulut
tidak nyaman,
sebelum makan.
sehingga berefek meningkatkan nafsu makan.
5. Kolaborasi
4
Resiko dengan
infeksi Setelah di lakukan faktor tindakan keperawatan
resiko tindakan selama ….jam infasif diharapakan klien tidak
5. Makanan Tinggi
dengan tim gizi
Kalori Tinggi
dalam pemberian
Protein dapat
TKTP.
mengganti
kalori, protein 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui umum pasien
keadaan umum pasien
2. Observasi tanda
2. Mengetahui
mengalami adanya
tanda infeksius
perkembangan
tanda dengan criteria
secara konfrehensi
pasien
hasil :
f
1. Klien bebas dari tanda tanda dan gejala infeski 2. Mendeskripsikan
3. Awasi tanda vital, perhatikan
infeksi terjadinya
demam, menggigil,
sepsis, abses
berkeringat,
perfonitis
perubahan mental,
proses penularan
meningkatn ya
serta
nyeri abdomen
penatalaksanannya 3. Menunjukan kemampuan untuk mencegah
3. Dugaan adanya
4. Lakukan pencucian 4. Menurunkan tangan dengan
risiko
baik sebelum
penyebaran
kontak dengan
bakteri
timbulnya infeksi 4. Jumlah leukosit dalam batas normal 5. Menunjukan prilaku hidup sehat
klien 5. Lakukan prinsip
5. Meminimalkan
septik dan
transisi
antiseptic setiap
mikroorganisme
tindakan 6. Berikan informasi
6. Pengetahuan
yang tepat, jujur
tentang
pada pasien/oran
kemajuan situasi
g terdekat
memberikan dukungan emosi, memantu menurunkan ansietas.
7. Kolaborasi
7. Menurunkan
terhadap dokter
jumlah
untuk obat
mikroorganisme,
antibiotik sesuai
menurunkan
indikasi
penyebaran dan pertumbuhanny
5
a 1. Mengetahui
Defisit
Setelah di lakukan
Pengetahuan
tindakan kepeerwatan
kemampuan klien
kemampuan
berhubungan
selama …. Jam
dalam
pasien dalam
pemahaman
memenuhi
tentang
kemampuan
penyakitnya
terhadap
dengan kurang diharapkan deficit pengetahuan penegtahuan teratasi (proses penyakit) (Doengoes, 2000).
dengan kriteria hasil
1. Observasi
1. Klien dan keluarga
penyakitnya
mampu menyatakan
2. Membantu 2. Bantu klien dalam
pasiendalam
pemahaman
memilih diit yang
memenuhi
tentang penyakit,
tepat ketika
kebutuhan
kondisi, prognosis
kembali dirumah
dirinya
dan program pengobatan serta
3. Memberikan 3. Pendidikan
program diit 2. Klien dan keluaraga
kesehatan tentang
tentang penyakit
gastritis
yang dialami
mampu menjelaskan
informasi
4. Membantu 4. Libatkan keluarga
kembali apa yang
untuk hidup sehat
pasien dalam memenuhi
dijelaskan oleh
kebutuhan
perawat
dirinya 5. Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dirinya
D. Implementasi Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011). E. Evaluasi Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu : 1. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai 2. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP. F. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
G. Evaluasi Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu : 3. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai 4. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi. Jakarta: EGC Bulechek, G.M., Butcher, H & Dochterman, J M, (Eds). 2008. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby. St.Louis. Depkes, RI. 2012. Indonesia Sehat 2012 Departemen Kesehatan RepublikIndonesia: Jakarta Hadi S. 2005. Gastroenterologi. Jakarta: PT. Alumni Hudak & Gallo. 2006. Keperawatan kritis Volume 1. EGC: Jakarta Kozier, Berman, Snyder, Erb, (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi 5. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jakarta: Media Aesculopius Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1 Jakarta: Media Aesculopius Mubarak. 2006. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik: EGC: Jakarta NANDA, NIC & NOC, 2010, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta. Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing. Nursalam. 2008. Metodologi Penelitian & Penerapan Dalam Praktek. Jakarta: Salemba Medika Nasrul Effendy. (1998). Dasar-dasar kesehatan masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Potter, P.A, Perry, A.G. 2005 Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi. Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC. Prabu. 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika. Price & Wilson. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8. Jakarta: EGC. Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit Volume 1 Edisi 6 Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo. dkk, Jakarta: EGC
Tamsuri A, 2007, Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.