LP Apendisitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN “APENDISITIS” DI RUMAH SAKIT NU MANGIR KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2021



DISUSUN OLEH : HERLINA DWI JAYANTI NIM: 2018.02.020



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI 2021



LAPORAN PENDAHULUAN I.



Konsep Penyakit Apendisitis A. Anatomi Fisiologi Apendiks



Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendiks merupakan suatu organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit ke arah ujung, keadaan ini menjadi sebab rendahnya kejadian apendisitis pada usia tersebut (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012 ). Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut secara normal dicurahkan ke lumen dan selanjtnya mengalir menuju sekum. Adanya hambatan pada aliran lendir di muara apendiks dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya apendisitis. Di sepanjang saluran cerna terdapat imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associates Lymphoid Tissue) yakni IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun apabila seseorang menjalani prosedur apendektomi, maka tidak akan mempengaruhi imun tubuh, sebab jumlah jaringan limf di area ini sangat kecil dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan seluruh tubuh (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012). B. Definisi Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak pada perut kanan bawah (Handaya, 2017). Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks) (Wim de jong, 2005 dalam Nurarif, 2015). Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada vermiforis. Apendisitis adalah inflamasi saluran usus yang tersembunyi dan kecil yang



berukuran sekitar 4 inci yang buntu pada ujung sekum (Rosdahl dan Mary T. Kowalski, 2015). Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum (Nurfaridah, 2015). Apendisitis adalah salah satu penyakit akut abdomen dimana terjadi inflamasi pada apendiks vermiformis yang disebabkan oleh infeksi bakteri sebagai penyebab utamanya (Zulfikar et al. 2015). Apendisitis merupakan inflamasi saluran usus yang tersembunyi dan kecil yang berukuran sekitar 4 inci (10 cm) yang buntu pada sekum. Apendiks dapat terobstruksi oleh masa feses yang keras, yang akibatnya akan terjadi inflamasi, infeksi, gangren, dan mungkin perforasi. Apendiks yang ruptur merupakan gejala serius karena isi usus dapat masuk ke dalam abdomen dan menyebabkan peritonitis atau abses (Caroline & Kowalski,2017).



C. Etiologi Menurut Irianto (2015:60), menyatakan bahwa penyebab apendisitis sebagai berikut : a. Penyebab belum pasti b. Faktor yang mempengaruhi 1. Obstruksi : hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, 2. Ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica 3. Konstipasi : timbunan tinja yang keras (fekalit)



D. Manifestasi Klinis Menurut Baughman dan Hackley (2016), manifestasi klinis apendisitis meliputi : a. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual dan seringkali muntah. b. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan. c. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasm otot, dan konstipasi atau diare kambuhan. d. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah, yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah). e. Jika terjadi rupture apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih melebar; terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.



E. Klasifikasi Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), apendisitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu : 1. Apendisitis Akut Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria. Dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasite (E. histolytica). 2. Apendisitis Rekurens Apendisitis rekures yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan yang apendiksitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. 3. Apendisitis Kronis Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.



F. Patofisiologis Apendisitis terjadi karena disebabkan oleh adanya obstruksi pada lamen apendikeal oleh apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal), atauparasit EHistolytica. Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan makanan yang rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi. Kondisi obstruktif akan meningkatkan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan bakteri. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan kongesti dan penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan inflamasi apendiks. Pada fase ini penderita mengalami nyeri pada area periumbilikal. Dengan berlanjutnya pada proses inflamasi, akan terjadi pembentukan eksudat pada permukaan serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan perietal peritoneum, maka intensitas nyeri yang khas akan terjadi (Santacroce, 2009 dalam dalam muttaqin & kumala sari, 2015). Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa dinding apendiks yang ditandai dengan ketidaknyamanan pada abdomen. Adanya penurunan perfusi pada dinding akan menimbulkan iskemia dan nekrosis serta diikuti peningkatan tekanan intraluminal, juga akan



meningkatkan risiko perforasi dari apendiks. Pada proses fagositosis terhadap respon perlawanan terhadap bakteri ditandai dengan pembentukan nanah atau abses yang terakumulasi pada lumen apendiks. Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen kemudian akan memberikan respon inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan abses, maka akan ditandai dengan gejala nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian akan memberikan respons peritonitis. Gejala yang khas dari perforasi apendiks adalah adanya nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanaki, 2005 dalam muttaqin, Arif & kumala sari, 2015).



G. Pathway Obstruksi: hyperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks



Ulserasi mukosa apendiks oleh parasite E. Histolytica



Konstipasi: timbunan tinja yang keras (fekalit)



Inflamasi apendiks



Meningkatnya tekanan intrakranial



Nyeri abdomen



Terhambatnya aliran limfe



apendisitis



Edema dan useelerasi mukosa



Nyeri epigastrium



Edema dan peningkatan intra lumen



MK: nyeri akut



Absorsi makanan tidak adekuat, pengeluaran cairan tidak efektif



Peradangan pada dinding apendisitis



Peningkatan leukosit dan peningkatan suhu tubuh



Mual dan muntah



Mk: hipertermi



Mk: defisit nutrisi



H. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi 2. Pemeriksaan Radiologi a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu) b. Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari apendiks b. CT – Scan Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi apendisitis dan adanya kemungkinan perforasi. c. C – Reactive Protein (CRP) C – Reactive Protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi fase akut oleh hati sebagai respon dari infeksi atau inflamasi. Pada apendisitis didapatkan peningkatan kadar CRP (Mutaqqin, Arif & Kumala Sari 2011) I. Penatalaksanaan a. Farmakologis. Penatalaksanaan pada post operasi apendiktomi di bagi menjadi tiga bagian menurut (Brunner & Suddarth, 2010), yaitu : a) Sebelum operasi / pre op 1) Observasi Dalam kurun waktu 8-12 jam setelah munculnya keluhan, perlu di observasi dengan ketat karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien akan diminta untuk meakukan tirah baring dan dipuasakan terlebih dahulu. Laksatif tidak boleh di berikan apabila di curigai adanya apendisitis. Diagnosis yang ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah setelah timbulnya keluhan nyeri. 2) Antibiotik Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi akan memerlukan obat jenis antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi yang tidak memerlukan antibiotik. b) Operasi Operasi atau pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat apendiks yaitu apendiktomi. Apendiktomi dilakukan dibawah anestesi umum dengan pembedahan abdomen bawah atau dengan laparoskopi (Brunner & Suddarth, 2010). Apendiktomi dilakukan dengan dua metode pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan konvensional laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan minimal invasive (Brunner & Suddarth, 2010).



c) Setelah operasi Kaji tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam. Baringkan klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, dan selama itu klien dipuasakan. Satu hari setelah operasi, klien di anjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua pasien dapat dianjurkan duduk di luar kamar. Hari ke tiga dapat di angkat dan di bolehkan untuk pulang (Mansjoer, 2010). b. Non Farmakologi. Tindakan yang dapat dilakukan perawat adalah selain mengubah posisi, meditasi, makan, dan membuat klien merasa nyaman yaitu mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam (Potters & Perry,2010). J. Komplikasi Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam penanganannya. Adapun jenis komplikasi menurut (LeMone, 2016) diantaranya sebagai berikut: 1. Perforasi apendiks Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui dengan gambaran klinis seperti suhu tubuh lebih dari 38,50C dan nyeri tekan pada seluruh perut yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit. 2. Peritonitis Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa rongga abdomen). Komplikasi ini termasuk komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. 3. Abses Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.



II.



Konsep ASKEP A. Pengkajian Pengkajian pada pasien post operasi apendiktomi menurut (Bararah & Jauhar, 2013 dalam saputro, 2018) ; mutaqqin & kumala sari, (2011) antara lain: 1. Data umum pasien Meliputi nama pasien, umur (remaja - dewasa), jenis kelamin (Laki – laki lebih berisiko daripada perempuan), suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. 2. Keluhan utama Pasien dengan post operasi apendiktomi biasanya merasakan nyeri pada luka insisi/operasi 3. Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit sekarang dikaji dimulai dari keluhan yang dirasakan pasien sebelum masuk rumah sakit,ketika mendapatkan perawatan di rumah sakit sampai dilakukannyapengkajian. Pada pasien post operasi apendiktomi biasanya didapatkan adanya keluhan seperti nyeri pada luka insisi operasi. Keluhan nyeri dikaji menggunakan PQRST : P (provokatif), yaitu faktor yang mempengaruhi berat atau ringannya nyeri. Q (Quality), yaitu kualitas dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat. R (Region), yaitu daerah / lokasi perjalanan nyeri.S (Severity), yaitu skala/ keparahan atau intensitas nyeri.T (Time), yaitu lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri 4. Riwayat kesehatan dahulu Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien tentang penyakit apa saja yang pernah di derita, riwayat operasi serta tanyakan apakah pernah masuk rumah sakit sebelumnya. 5. Riwayat penyakit keluarga Tanyakan pada pasien mengenai riwayat penyakit keluarga seperti (Diabetes Melitus, Hipertensi, Asma) dan penyakit menular. 6. Riwayat Psikososial Pada pasien post operasi apendiktomi didapatkan kecemasan akan nyeri hebat atau akibat respons pembedahan. Pada beberapa pasien juga didapatkan mengalami ketidakefektifan koping berhubungan dengan perubahan peran dalam keluarga (Mutaqqin, Arif & kumala sari, 2011). 7. Pola sehari-hari a. Nutrisi Nafsu makan menurun dan porsi makan menjadi kurang



b. Eliminasi 1) Alvi : Kadang terjadi diare/ konstipasi pada awal post operasi 2) Urine : Pada pasien post operasi apendiktomi mengalami penurunan haluaran urin. c. Tidur/istirahat Pola tidur dapat terganggu maupun tidak terganggu, tergantung bagaimana toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakannya. d. Personal Hygiene Upaya untuk menjaga kebersihan diri cenderung kurang. e. Aktivitas Biasanya pasien post operasi apendiktomi mengalami kelemahan f. Ibadah Kebiasan melakukan ibadah sebelum dan setelah sakit 8. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Keadaan umum klien mulai saat pertama kali bertemu dengan klien dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital. Pada pasien post operasi apendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari ruang operasi. b. Tanda-tanda vital Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu) umumnya pasien mengalami takikardi, peningkatan tekanan darah, dapat juga terjadi hipotensi. c. Pemeriksaan Fisik 1) Pemeriksaan Kepala Kebersihan kepala, warna rambut, tidak ada kelainan bentuk kepala, tidak ada nyeri tekan. 2) Pemeriksaan Muka Pasien nampak meringis menahan nyeri pada luka bekas operasi. tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema. 3) Pemeriksaan Mata Keadaan pupil isokor, palperbra dan refleks cahaya tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis 4) Pemeriksaan Hidung Bersih, tidak terdapat polip, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat nafas cuping hidung 5) Pemeriksaan Mulut Mukosa bibir kering karena adanya pembatasan masukan oral, mengamati bibir ada tidaknya kelainan kogenital (bibir sumbing), sianosis atau tidak,



pembengkakkan atau tidak, lesi atau tidak, amati adanya stomatitis pada mulut atau tidak, amati jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak, dan kebersihan gigi.mengkaji terdapat nyeri tekan atau tidak pada pipi dan mulut bagian dalam



6) Pemeriksaan Telinga Pada klien post operasi apendiktomi fungsi pendengaran tidak mengalami gangguan, inspeksi bentuk dan kesimetrisan telinga, kebersihan telinga. 7) Pemeriksaan Thorak a) Paru-paru Inspeksi : Pergerakan dada simetris, Pasien post operasi apendiktomi akan mengalami penurunan dan peningkatan frekuensi nafas Palpasi : Kaji ada tidaknya nyeri tekan, vokal fremitus sama antara kanan dan kiri. Perkusi : Terdengar sonor Auskultasi : Normalnya terdengar vasikuler pada kedua paru, tidak terdapat suara tambahan b) Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4 & 5 mid clavicula sinistra. Perkusi : Normalnya terdengar pekak Auskultasi : Normalnya terdengar tunggal suara jantung pertama dan suara jantung kedua. 8) Abdomen Inspeksi :Terdapat luka bekas operasi tertutup kasa, bentuk dan ukuran luka, terlihat mengencang (distensi). Auskultasi : Bising usus menurun Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen bekas operasi Perkusi :Kaji suara apakah timpani atau hipertimpani 9) Ekstremitas Secara umum klien post operasi apendiktomi dapat mengalami kelemahan karena tirah baring pasca operasi. Kekakuan otot akan berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi aktivitas klien. 10) Integritas kulit



Terdapat luka sayatan pada bekas operasi, warna kulit, kelembaban, akral hangat, CRT (Capilary Refil Time)< 2 detik, turgor kulit menurun. 9. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi. b. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keparawatan yang muncul pada pasien menurut (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) antara lain: 1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.007) 2. Hipertermi b.d proses penyakit (D.0130) 3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi makanan (D.0019)



C. Intervensi Keperawatan (SLKI dan SIKI) MANAJEMEN NYERI (I. 08238) dan TINGKAT NYERI (L.08066) Tujuan: setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam, maka nyeri akut menurun, dengan kriteria hasil: Kriteria Hasil



Menurun



Cukup Menurun



Sedang



Kemampuan menuntaskan aktivitas Kriteria Hasil



1



2



3



Meningkat



Sedang



Keluhan nyeri Muntah mual Kriteria Hasil



1 1 1 Memburuk



Frekuensi nadi Pola napas Tekanan darah



1 1 1



Cukup Meningkat 2 2 2 Cukup Memburuk 2 2 2



1.



Observasi



3 3 3 Sedang 3 3 3



Cukup Meningka t 4



Meningkat



Cukup Menurun 4 4 4 Cukup Membaik 4 4 4



Menurun



5



5 5 5 Membaik 5 5 5



2.



3. 4.



lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri Identifikasi skala nyeri Identifikasi respon nyeri non verbal Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri Terapeutik  Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)  Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)  Fasilitasi istirahat dan tidur  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri  Jelaskan strategi meredakan nyeri Kolaborasi  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



   



MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119) dan STATUS NUTRISI (L.03030) Tujuan: setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam, maka status nutrisi membaik, dengan kriteria hasil: Kriteria Hasil



Menurun



Porsi makanan 1 yang dihabiskan Verbalisasi 1 keinginan untuk meningkatkan nutrisi Kriteria Hasil Meningkat Nyeri abdomen Kriteria Hasil Berat badan IMT Frekuensi makan 1.



Cukup Menurun 2



Sedang



2



3



3



Cukup Sedang Meningkat 1 2 3 Memburuk Cukup Sedang Memburuk 1 2 3 1 2 3 1 2 3



Cukup Meningkat Meningkat 4 5 4



Cukup Menurun 4 Cukup Membaik 4 4 4



Observasi  Identifikasi status nutrisi  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan  Identifikasi makanan yang disukai



5



Menurun 5 Membaik 5 5 5



2.



3. 4.



Terapeutik  Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu  Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai  Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi Edukasi  Anjurkan posisi duduk, jika mampu  Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu



MANAJEMEN (L.14134)



HIPERTERMIA



(I.15506)



dan



TERMOREGULASI



Tujuan: setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam, maka termoregulasi membaik, dengan kriteria hasil: Kriteria Hasil



Memburuk



Cukup Memburu k



Sedang



Cukup Membaik Membaik



Suhu tubuh



1



2



3



4



5



Suhu kulit



1



2



3



4



5



Ventilasi



1



2



3



4



5



Tekanan darah



1



2



3



4



5



1. Observasi  Monitor suhu tubuh  Monitor kadar elektrolit 2. Terapeutik  Sediakan lingkungan yang dingin  Longgarkan atau lepaskan pakaian  Basahi dan kipasi permukaan tubuh  Berikan cairan oral 3. Edukasi  Anjurkan tirah baring 4. Kolaborasi  Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu



LEMBAR KONSULTASI Nama : Herlina Dwi Jayanti NIM



: 2018.02.020



Prodi : S1 Keperawatan



NO



TANGGAL



KETERANGAN



PARAF



DAFTAR PUSTAKA Triyani, Ida. 2020. “APENDISIDTIS”. http://eprints.umpo.ac.id/6137/3/BAB%202.pdf, diakses pada 26 Juli 2021 pukul 16.07 Sitompul,



Belzasar. 2020. APENDISITIS”.



“ASUHAN



KEPERAWATAN



PADA



KLIEN



http://ecampus.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/2941/1/ Belzasar%20Sitompul.pdf, diakses pada 26 Juli 2021 pada pukul 18.09 Nurlaili, Rizky. 2015. “PORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APPENDISITIS”. https://pdfcoffee.com/kmb-lpapendisitis-pdf-free.html