20 0 486 KB
LAPORAN PENDAHULUAN BLIGHTED OVUM
1.1
Konsep Penyakit Blighted Ovum
1.1.1
Definisi Blighted ovum disebut juga kehamilan anembrionik merupakan suatu keadaan
kehamilan patologi dimana janin tidak terbentuk. Dalam kasus ini kantong kehamilan tetap terbentuk. Selain janin tidak terbentuk kantong kuning telur juga tidak terbentuk. Kehamilan ini akan terus dapat berkembang meskipun tanpa ada janin di dalamnya (Hanifa, 2011).
Blighted ovum ini biasanya pada usia kehamilan 14-16 minggu akan terjadi abortus spontan (Sarwono, 2009). Blighted ovum merupakan kehamilan dimana kantung gestasi memiliki diameter katung lebih dari 20 mm akan tetapi tanpa embrio. Tidak dijumpai pula adanya denyut jantung janin. Blighted ovum cenderung mengarah pada keguguran yang tidak terdeteksi (Manuaba, 2010). Blighted ovum adalah kehamilan di mana sel berkembang membentuk kantung kehamilan, tetapi tidak ada embrio di dalamnya. Telur dibuahi dan menempel ke dinding uterin, tetapi embrio tidak berkembang. Dalam pemeriksaan urin diperoleh hasil positif hamil. Hasil pembuahan akan terjadi keguguran saat trimester pertama kehamilan (Hummel, 2014). Dapat disimpulkan Blighted Ovum (BO) merupakan kehamilan tanpa embrio. Dalam kehamilan ini kantung ketuban dan plasenta tetap terbentuk dan berkembang, akan tetapi tidak ada perkembangan janin di dalamnya (kosong). Kehamilan ini akan
berkembang seperti kehamilan biasa seperti uterus akan membesar meskipun tanpa ada janin di dalamnya.
1.1.2
Anatomi dan Fisiologi
Uterus merupakan organ berongga dan berdinding tebal, terletak di tengahtengah rongga panggul di antara kandung kemih dan rektum.9,20,21 Uterus pada wanita nulipara dewasa berbentuk seperti buah avokad atau buah pir dengan ukuran 7,5 x 5 x 2,5 cm (Bobak, 2011). Berat uterus normal lebih kurang 30 gram. Pada akhir kehamilan (40 minggu) berat uterus menjadi 1000 gram, dengan panjang lebih kurang 20 cm dan dinding lebih kurang 2,5 cm. Hubungan besarnya uterus dengan tuanya usia kehamilan sangat penting diketahui, antara lain untuk membuat diagnosis apakah tersebut hamil fisiologik, atau hamil ganda, atau mengalami hamil molahidatidosa dan sebagainya. Pada kehamilan 28 minggu fundus uteri terletak kira-kira 3 jari di atas pusat atau sepertiga jarak antara pusat ke prosesus xipoideus. Pada kehamilan 32 minggu fundus uteri terletak antara setengah jarak pusat dan prosesus xipoideus. Pada kehamilan 36 minggu fundus uteri terletak kira-kira 1 jari dibawah prosesus xipoideus. Bila pertumbuhan janin normal maka tinggi fundus uteri pada kehamilan 28 minggu sekurangnya 25 cm, pada 32 minggu 27 cm, pada 36 minggu 30 cm. Pada kehamilan 40 minggu fundus uteri turun kembali dan terletak kira-kira 3 jari dibawah prosesus xipoideus (Saifuddin, 2013). Uterus terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu corpus uteri dan serviks uteri, dimana kedua bagian tersebut menyatu pada bagian yang disebut ismus. Hampir seluruh dinding uterus diliputi oleh serosa (peritoneum viseral) kecuali di bagian anterior dan di bawah ostium histologikum uteri internum. Uterus mempunyai tiga lapisan: 1.
Lapisan serosa (peritoneum viseral). Di bawahnya terdapat jaringan ikat subserosa; lapisan yang paling padat dan terdapat berbagai macam ligamen yang memfiksasi uterus ke serviks.
2.
Miometrium; lapisan otot uterus dan lapisan paling tebal, terdiri atas serabutserabut otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah. Miometrium terdiri atas tiga lapisan, otot sebelah luar berjalan longitudinal dan lapisan sebelah dalam berjalan sirkuler, di antara kedua lapisan ini otot polos berjalan saling beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi. Ketebalan miometrium sekitar 15 mm pada uterus perempuan nulipara dewasa.
3.
Endometrium; lapisan terdalam yang terdapat di sekitar rongga uterus. Endometrium terdiri atas epitel selapis kubik, kelenjar-kelenjar dan stroma dengan banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok. Endometrium mengalami perubahan yang cukup besar selama siklus menstruasi. Bagian atas uterus disebut fundus uteri dan merupakan tempat tuba Falopii kanan dan kiri masuk ke uterus.
1.1.3
Etiologi Blighted ovum terjadi saat awal kehamilan. Penyebab dari blighted ovum saat
ini belum diketahui secara pasti, namun diduga karena beberapa faktor. Faktor-faktor blighted ovum (Dwi, 2013) : 1.
Adanya kelainan kromosom dalam pertumbuhan sel sperma dan sel telur.
2.
Meskipun prosentasenya tidak terlalu besar, infeksi rubella, infeksi TORCH, kelainan imunologi, dan diabetes melitus yang tidak terkontrol.
3.
Faktor usia dan paritas. Semakin tua usia istri atau suami dan semakin banyak jumlah anak yang dimiliki juga dapat memperbesar peluang terjadinya kehamilan kosong.
4.
Kelainan genetik.
5.
Kebiasaan merokok dan alkohol.
1.1.4
Tanda dan gejala Menurut (Sanders, 2007) beberapa tanda dan gejala blighted ovum meliputi :
1.
Pada awalnya pemeriksaan awal tes kehamilan menunjukkan hasil positif. Wanita merasakan gejala-gejala hamil, dalam seperti mudah lelah, merasa ada yang lain pada payudara atau mual-mual.
2.
Hasil pemeriksaan USG saat usia kehamilan lebih dari 8 minggu rahim masih kosong.
3.
Meskipun tidak ada perkembangan embrio, tetapi kadar HCG akan terus diproduksi oleh trofoblas di kantong.
4.
Kemungkinan memiliki kram perut ringan, dan atau perdarahan bercak ringan.
5.
Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali. Gejala dan tanda-tanda mungkin termasuk :
a.
Periode menstruasi terlambat
b.
Kram perut
c.
Minor vagina atau bercak perdarahan
d.
Tes kehamilan positif pada saat gejala
e.
Ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul keluhan perdarahan
f.
Hampir sama dengan kehamilan normal
g.
Gejala tidak spesifik (perdarahan spotting coklat kemerah-merahan, kram perut,bertambahnya ukuran rahim yang lambat).
h.
1.1.5
Tidak sengaja ditemukan dengan USG
Patofisiologi Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu
sperma. Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas telur/sperma yang buruk atau terdapat infeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang berisi hasil konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan bahawa sudah terdapat hasil konsepsi didalam rahim. Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya yang lazim dialami ibu hamil pada umumnya. Hal ini disebabkan Plasenta menghasilkan hormone HCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai hormon kehamilan (Bobak, 2011).
1.1.6
Pathway Sel Telur
Sel Sperma Konsepsi
Kelainan Kromosom
Infeksi TORCH, kelainan imunologi, DM.
Usia dan paritas
Genetik
Hasil Konsepsi Tetap Tertanam Rahim mengirim sinyal pada indung telur dan otak Plasenta menghasilkan hormon HCG
Mual & muntah
Kehamilan tanpa embrio
Mudah lelah
MK: Keletihan
Abortus Spontan
MK: Risiko Perdarahan
MK: Ansietas
Curratage
MK: Risiko infeksi
(Sumber : Kurjak, 2006; Prawihardjo, 2011 dan Arora, 2014)
1.1.7
Komplikasi
1.
Robekan serviks yang disebabkan oleh tenakulum. Penanganan : Jika terjadi perdarahan, serviks yang robek dijahit kembali untuk menghentikan perdarahan.
2.
Perforasi yang disebabkan oleh sonde uterus, abortus tank, dan alat kuretnya. Penanganan : Hentikan tindakan dan konsultasi dengan bagian bedah bila ada indikasi untuk dilakukan laparatomi.
3.
Perdarahan post kuretase yang disebabkan oleh atonia uteri, trauma dan sisa hasil konsepsi perdarahan memanjang.
Penanganan : Profilaksis dengan pemberian uterotonika, konsultasi dengan bagian bedah dan kuretase ulang. Profilaksis menggunakan metergin dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat. Jika terjadi atonia uteri dilakukan penanganan atonia uteri yaitu memposisikan pasien trendelenburg, memberikan oksigen dan merangsang kontraksi uterus dengan cara masase fundus uteri dan merangsang puting susu, memberikan oksitosin, kompresi bimanual ekternal, kompresi bimanual internal dan kompresi aorta abdominalis. Jika semua tindakan gagal lakukan tindakan
operatif
laparatomi
dengan
pilihan
bedah
konservatif
(mempertahankan uterus) atau dengan histerektomi (Sarwono, 2009).
4.
Infeksi post tindakan ditandai dengan demam dan tanda infeksi lainnya Penanganan: Berikan profilaksis dengan pemberian uterotonika. Profilaksis menggunakan metergin dengan dosis Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari dan IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat. (Manuaba, 2010).
1.1.8
Prognosis Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah
mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim atau kuretase. Hasil kuretase akan dianalisa untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil dengan normal.
1.1.9
Penanganan Medis Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah
mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalis untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka maka dapat diobati agar tidak terjadi kejadian berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan. Penyebab blighted ovum yang dapat diobati jarang ditemukan, namun masih dapat diupayakan jika kemungkina penyebabnya diketahui. Sebagai contoh, tingkat hormon yang rendah mungkin jarang menyebabkan kematian dini ovum. Dalam kasus ini, pil hormon seperti progesteron dapat bekerja. Namun efek samping dari pemakaian hormon adalah sakit kepala dan perubahan suasana hati, dll. Jika terjadi kematian telur di awal kehamilan secara langsung, maka pembuahan buatan
mungkin efektif dalam memproduksi kehamilan. Dalam hal ini perlu donor sperma atau ovum untuk memiliki anak. Akan tetapi, pembuahan itu mahal dan tidak selalu bekerja dan risiko kelahiran kembar seiringkali lebih tinggi. Pada pasien diterapi dengan pemberian preparat misoprostol, setelah terjadi dilatasi serviks kemudian dilakukan kuretase.
1.2 Rencana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Blighted Ovum 1.2.1
Pengkajian
Identitas & Umur Apakah pasien berusia 35 tahun.
Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga
1)
Riwayat Kesehatan Dahulu Apakah klien pernah atau tidak pernah menderita penyakit menular (seperti TBC, kusta), penyakit menurun (DM, HT, asma, dll) serta serta penyakit infeksi seperti TORCH. Infeksi dari torch, kelainan imunologi dan penyakit diabetes dapat ikut menyebabkan terjadinya blighted ovum.
2)
Riwayat Kesehatan Sekarang Bagaimana keadaan kesehatan klien saat ini, apakah klien sedang menderita menular (seperti TBC, kusta), penyakit menurun (jantung, Diabetes, hipertensi, asma, dll) serta penyakit infeksi seperti TORCH.
3)
Riwayat Kesehatan keluarga Apakah dalam keluarganya/keluarga, atau suaminya ada atau tidak yang mempunyai penyakit menurun (seperti DM, HT, asma, dll), penyakit menular (TBC, Kusta) serta ada atau tidak yang mempunyai keturunan kembar, bila ada siapa. Perlu dikaji untuk mengetahui penyakit yang diderita keluarga yang dapat menurun atau menular pada ibu sehingga mempengaruhi masa kehamilan.
Pemeriksaan fisik: head to too Keadaan umum Inspeksi: Kepala dan Wajah Meliputi keadaan rambut, apakah ada edema pada wajah , warna pada sklera mata,warna konjungtiva. Leher Apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran pembuluh limfe, dan pembesaran vena jugularis. Payudara
Mengamati bentuk, ukuran, dan kesimetrisannya, puting susu menonjol atau masuk ke dalam. Adanya kolostrum atau cairan lainnya, misalnnya ulkus, retraksi akibat adanya lesi, masa atau pembesaran pembuluh limfe. Abdomen Terdapat linea nigra, striae uvidae/albican,dan terdapat pembesaran abdomene. Genetalia Apakah
terdapat
varices
pada
vulva
dan
vagina,
oedema,
condilomatalata, condylomaacuminata, pembesaran kelenjar skene dan bartholini, keputihan dan untuk mengetahui adanya kelainan alat reproduksi a.
Pemeriksaan genikologi Ada tidaknya tanda akut abdomen jika memungkinkan, cari sumber perdarahan, apakan dari dinding vagina atau dari jaringan servik.
b.
Pemeriksaan vaginal touche: bimanual tentukan besat dan letak uterus, tantukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan kedalam ostium dengan mudah atau tidak.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa blighted ovum adalah dengan Tes Kehamilan dan USG (Ultrasonografi) menunjukkan kantung kehamilan kosong (Hummel, 2005).
Diagnosis pasti bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6 – 7 minggu. Sebab saat itu diameter kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 mm sehingga bisa terlihat lebih jlas. Dari situ juga akan tampak adanya kantung kehamilan dan tidak berisi janin. Diagnosis kehamilan anembriogenik dapat ditegakkan bila pada kantong gestasi yang berdiameter sedikitnya 30 mm tidak dijumpai struktur mudigah dan kantong telur.
1.2.2
1.2.3
No
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul 1.
Risiko infeksi b.d prosedur pembedahan (kuretase)
2.
Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan umum
3.
Ansietas b.d. perubahan status kesehatan
Perencanaan Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan Tujuan
Intervensi Keperawatan
Rasional
1.
Risiko infeksi
Setelah
b.d prosedur
dilakukan
lingkungan atau
bakteri di sekitar
pembedahan
tindakan
alat-alat setelah
lingkungan pasien
(kuretase)
keperawatan
dipakai oleh
selama 3x24
pasien
jam, masalah
1. Bersihkan
2. Instruksikan
1. Mencegah invasi
2. Mencegah terjadinya penyebaran infeksi
keperawatan
pengunjung untuk
risiko
mencuci tangan
infeksi teratasi
sebelum dan
terjadinya
dengan
sesudah menengok
penyebaran bakteri
indikator:
pasien
baik bagi pasien
Tidak
3. Cuci tangan
nosokomial 3. Mencegah
maupun perawat
didapatkan
sebelum dan
tanda
sesudah tindakan
prosedur tindakan
terjadinya
keperawatan
dan mencegah
infeksi
4. Gunakan universal
Tidak
precaution / APD
4. Sebagai standar
invasi bakteri 5. Nutrisi adekuat
didapatkan
selama kontak
meningkatkan
fatigue
dengan kulit yang
kesembuhan luka
kronis
luka
lebih efektif
Temperatur
5. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
badan sesuai yang
6. Observasi dan
6. Acuan intervensi dengan tepat bagi kondisi pasien dan
diharapkan
laporkan tanda dan
mencegah
dengan
gejala infeksi
keparahan infeksi
interval
seperti kemerahan, 7. Mengetahui pola
36,5⁰C –
panas, dan nyeri
normal metabolik
7. Kaji temperatur
8. Mencegah infeksi
37,5⁰C.
8.
tiap 4 jam
terjadi pada luka
Pastikan teknik
pada pasien
perawatan luka
9. Proses istirahat
yang tepat 9. Anjurkan pasien istirahat adekuat 10. Kolaborasi dengan dokter untuk
adekuat akan membantu proses regenerasi jaringan dalam tubuh 10. Tahap penanganan
pemberian
infeksi dan
antibiotik
menurunkan risiko penyebaran infeksi
No
Diagnosa
.
Keperawat
Rencana Tindakan Tujuan
an 2.
Intoleransi
Intervensi
Rasional
Keperawatan Setelah
1. Monitor vital sign
1. Mengetahui
aktifitas b.d. dilakukan
sebelum dan sesudah
perubahan pola
kelemahan
tindakan
latihan dan lihat
aktifitas yang terjadi
umum
keperawatan
respon pasien saat
pada pasien
selama 3x24
latihan
jam, masalah
2. Monitor lokasi
2. Mengetahui faktor penyebab intoleransi
keperawatan
ketidaknyamanan /
aktifitas dan
intoleransi
nyeri selama gerakan
menentukan
aktifitas
atau aktifitas
intervensi dengan
teratasi
3. Kaji kemampuan
dengan indikator: Klien
pasien dalam aktifitas 4. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
mampu
ADL secara mandiri
menunjukk
sesuai kebutuhan
an
5. Dampingi dan bantu
tepat 3. Mengetahui sejauh mana batasan aktifitas pasien 4. Mengoptimalkan kemampuan pasien dalam aktifitas
kemampua
pasien saat mobilisasi
5. Memberikan rasa
n berpinda
dan bantu pemenuhan
aman pada pasien
kebutuhan ADL
saat melakukan
Klien menunjukk
6. Berikan alat bantu
aktifitas dan
an
bila pasien
meningkatkan rasa
kemampua
membutuhkan
percaya diri pasien
n ambulasi:
7. Ajarkan bagaimana
berjalan/kur
merubah posisi dan
si roda
berikan bantuan bila
Tidak
diperlukan
6. Menurunkan resiko terjadinya cidera 7. Menghindari terjadinya cidera dan
terdapat
melancarkan
adanya
sirkulasi darah
tanda dan
dalam tubuh
gejala gangguan sirkulasi akibat
aktifitas yang terbatas
No.
3.
Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan Tujuan
Intervensi
Rasional
Keperawatan
Ansietas b.d.
Setelah
perubahan
dilakukan
status
tindakan
kesehatan
1. Gunakan pendekatan 1. Membina yang menyenangkan
hubungan saling
2. Pahami perspektif
percaya guna
keperawatan
pasien terhadap
mendapatkan
selama 2x24
stress
informasi adekuat
jam, masalah
3. Temani pasien untuk
keperawatan
memberikan
cemas teratasi
kemanan
dengan
4. Berikan informasi
yang dibutuhkan perawat 2. Penilaian seseorang
indikator:
adekuat mengenai
terhadapt stres dan
Klien
diagnosis, tindakan
mekanisme
dan prognosis
kopingnya tidak
menunjukkan kecemasan
5. Dorong keluarga
berkurang
untuk menemani
secara verbal
pasien
Klien
6. Bantu pasien
selalu sama 3. Faktor dukungan moral dapat membuat pasien
mengatakan
mengenali situasi
merasa aman dan
cemas dapat
yang menimbulkan
menurunkan
teratasi pada
kecemasan
kecemasan
level yang
7. Instruksikan pasien
4. Informasi adekuat
dapat
menggunakan teknik
akan membuat
ditangani
relaksasi
pasien ikut
oleh pasien
berpartisipasi
sendiri
dalam tindakan keperawatan dan menurunkan tingkat kecemasan pasien 5. Menghindari perilaku isolasi
sosial karena faktor perubahan kondisi tubuh dan kesehatan dan meningkatkan rasa aman pasien 6. Pengetahuan yang adekuat sehingga pasien mampu memilih mekanisme koping yang tepat terhadap stress 7. Relaksasi pikiran menstimulasi rangsang saraf agar menjadi tenang dan rileks
DAFTAR PUSTAKA Bobak (2011). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC Doenges M. E. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC. Dwi W, Dessie. 2013. Blighted Oum, Tanda Dan Gejalanya. Internet. Tersedia dalam diakses pada 30 Januari 2017 Hanifa W. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Dan Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC Mochtar R. (1998). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Ed 2. Jakarta: EGC Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihadjo Sanders. 2007. Built To Serve: How To Drive The Bottom Line With People First Practices. http://doktersehat.com/?s=blighted+ovum diakses tanggal 04 desember 2016