LP Colik Renal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN COLIC RENAL DIRUANG INSTALASI GAWAT DARURAT Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar Keperawatan Klinik Gadar Dosen Pembimbing Ns. Ainnur Rahmanti, M.Kep



Disusun Oleh : AINNUR RIZQIANA DEWI NIM 20101440118008



PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV/DIPONEGORO SEMARANG 2020/2021



LAPORAN PENDAHULUAN COLIK KRENAL A. Pengertian Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di ginjal, pelvis renal atau ureter oleh batu. Nyeri ini timbul akibat peregangan, hiperperitalsis, dan spasme otot polos pada sistem pelviokalises ginjal dan ureter sebagai usaha untuk mengatasi obstruksi. Istilah kolik sebetulnya mengacu kepada sifat nyeri yang hilang timbul (intermittent) dan bergelombang seperti pada kolik bilier dan kolik intestinal namun pada kolik renal nyeri biasanya konstan. Nyeri dirasakan di flank area yaitu daerah sudut kostovertebra kemudian dapat menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke daerah kemaluan. Nyeri muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat sehingga digambarkan sebagai nyeri terberat yang dirasakan manusia seumur hidup. Kolik renal sering disertai mual dan muntah, hematuria, dan demam, bila disertai infeksi Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69). B. Insidens dan Etiologi Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih.



Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik, meliputi: 1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi. 2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun 3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita. Faktor ekstrinsik, meliputi: 1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu) 2. Iklim dan temperatur 3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. 4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih. 5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life). Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah: 1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih. 2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristalkristal batu.



3. Penghambat



kristalisasi:



Urine



orang



normal



mengandung



zat



penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih. Komposisi Batu Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif. Batu Kalsium Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah: 1. Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria



renal)



dan



adanya



peningkatan



resorpsi



tulang



(hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid. 2. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam. 3. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen. 4. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide



dalam jangka waktu lama. 5. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium ddengan oksalat. Batu Struvit Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia,



Enterobakter,



Pseudomonas



dan



Stafilokokus)



yang



dapat



menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. Batu Urat Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.



C. Patofisiologi Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal)



Batu Saluran Kemih



Obstruksi



Hidronefrosis Hidroureter



Infeksi



Pielonefritis Ureritis Sistitis



Pionefrosis Urosepsis



Gagal Ginjal



D. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik: Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah: 1. Aktivitas/istirahat: Gejala: Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama) 2.



Sirkulasi Tanda: Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal) Kulit hangat dan kemerahan atau pucat



3.



Eliminasi



Gejala: Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya Penrunan volume urine Rasa terbakar, dorongan berkemih Diare Tanda: Oliguria, hematuria, piouria Perubahan pola berkemih



4.



Makanan dan cairan: Gejala: Mual/muntah, nyeri tekan abdomen Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup Tanda: Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus Muntah



5.



Nyeri dan kenyamanan: Gejala: Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan) Tanda: Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit



6.



Keamanan: Gejala: Penggunaan alkohol Demam/menggigil



7.



Penyuluhan/pembelajaran: Gejala: Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.



E. DIAGNOSA KEPERAWATAN



1.



Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis



2.



Resiko syok berhubungan dengan faktor resiko sepsis



3. 4.



Mual berhubungan dengan nyeri Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi



RENCANA dan INTERVENSI KEPERAWATAN a. Pada klien dengan penyakit Colik Renal pre-operasi NO 1



Dx Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis



NOC



NIC



Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri keperawatan selama 1x24 jam nyeri terkontrol : 1. Kaji secara No Kriteria Score komphrehensif tentang 1 Mengenal faktor 5 nyeri, meliputi: skala penyebab nyeri nyeri, lokasi, 2 Mengenali tanda karakteristik dan onset, dan gejala nyeri 3 Mengetahui onset 5 durasi, frekuensi, nyeri kualitas, 4 Menggunakan 5 intensitas/beratnya nyeri, langkah-langkah dan faktor-faktor pencegahan nyeri presipitasi. 5 Menggunakan 5 2. Observasi isyarat-isyarat teknik relaksasi non verbal dari 6 Menggunakan 5 analgesic yang ketidaknyamanan tepat 3. Berikan analgetik sesuai 7 Melaporkan nyeri 5 dengan anjuran sebelum terkontrol memulai aktivitas 4. Gunakan komunkiasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan



nyeri 5. Kaji latar belakang budaya klien 6. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan 7. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga 8. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan 9. Motivasi klien untuk memonitor sendiri nyeri 10. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nafas dalam 11. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri 12. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup 13. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan.



2



Pencegahan syok 1. Monitor status sirkulasi (tekanan darah, warna kulit, suhu tubuh, suara jantung, denyut jantung, denyut nadi perifer dan capillary refill) 2. monitor adanya tanda dan gejala ketidakadekuatan Resiko syok Setelah dilakukan tindakan jaringan oksigenasi berhubungan keperawatan selama 1x24 jam 3. monitor adanya dengan status tanda-tanda vital adukuat kecemasan dan perubahan faktor resiko dengan kriteria hasil: status mental sepsis NO Kriteria Score 4. monitor status pernafasan 1 Temperature:36,3- 5



2



3 4



3



Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi



37,5oC Tekanan darah 5 normal systole:100140mmhg, diastole:7090mmhg Nadi:60-100x/mnt 5 Frekuensi 5 pernapasan:1824x/mnt



5. monitor intake dan output 6. monitor nilai laboratorium (hemoglobin, hematokrit, clotting profile, nilai elektrolit, cultures, dam profil kimia) 7. catat adanya petechiae dan kondisi membran mukosa 8. catat warna, jumlah dan frekuensi dari BAB dan muntah 9. monitor adanya nyeri abdomen 10. monitor secara dini respon kehilagan cairan (peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, kulit yang dingin) 11. posisikan pasien supinasi, jaga kepatenan jalan nafas, berikan terapi oksigenasi.



Setelah dilakukan tindakan Mengajarkan tentang keperawatan selama 1x24 jam proses penyakitnya Pengetahuan tentang proses 1. Kaji pengetahuan klien penyakitnya terpenuhi dengan tentang penyakitnya kriteria hasil : 2. Jelaskan tentang proses penyakitnya (tanda dan gejala) No Kriteria Score 3. Jelaskan tentang kondisi 1 Pasien familier 5 klien dengan proses 4. Jelaskan tentang penyakitnya program pengobatan 2 Pasien/keluarga 5 dan alternatif dapat pengobatan mendeskripsikan 5. Diskusikan perubahan proses gaya hidup yang penyakitnya, mungkin digunakan kondisi, untuk mencegah prognosis dan komplikasi program 6. Eksplorasi kemungkinan pengobatan sumber yang bisa 3 Pasien dan 5 digunakan/ mendukung keluarga mampu 7. Instruksikan kapan melaksanakan harus ke pelayanan prosedur yang



dijelaskan secara benar.



4



Mual berhubungan dengan nyeri



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam status nutrisi : intake makanan dan cairan terpenuhi dengan kriteria hasil sebagai berikut : No Kriteria Score 1. Intake makanan 5 oral 2 Intake minuman 5 oral Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam hidrasi terpenuhi dengan kriteria hasil sebagai berikut : No Kriteria 1. Hidrasi kulit 2 Kelembapan membran mukosa 3 Tekanan darah : (100-140/6090mmhg) 4 Urin output : (0,5-1cc/kg bb/jam)



Score 5 5 5 5



8. Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakitnya 9. Prosedur perawatan dan pengobatan. Manajemen mual : 1. Anjurkan pasien untuk mengkontrol mualnya 2. Kaji mual pasien meliputi : frekuensi, durasi keparahan dan faktor penyebab 3. Kaji riwayat diet pasien meliputi : pilihan makanan kesukaan dan yang tidak disukai 4. Identifikasi riwayat penggunaan medikasi sebelumnya 5. Kolaborasi pemberian obat antiemetik 6. Kaji efektivitas pemberian obat antiemetik 7. Ajarkan pasien untuk menggunakan terapi nonfarmakologi : relaksasi dan distraksi. 8. Anjurkan pasien untuk istirahat dan tidur yang adekuat 9. Monitor kefektifitasan manajemen mual yang dilakukan Monitor cairan : 1. Monitor intake dan output cairan 2. Monitor tekanan darah nadi dan rr 3. Monitor kondisi membran mukosa 4. Monitor turgor kulit 5. Monitor warna, jumlah, kualitas urin Diet staging: 1. Kaji bising usus 2. Monitor toleransi pasien terhadap masukan



makanan 3. Kolaborasikan dengan ahli gizi perencanaan diet pasien 4. Monitor kemajuan toleransi terhadap intake makanan



a. Pada Klien dengan Colik Renal Post Operasi dengan General Anastesi No 1



Dx. Keperawatan



NOC



Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan disfungsi Neuromuskular



Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai dengan kondisi pasien 1x24 jam, pola nafas efektif dengan criteria hasil: No Kriteria Score 1 Respiratori 5 Rate : (18-24 x/mnt) 2 Tidak 5 didapatkan penggunaan otot-otot tambahan 3 Tidak ada suara 5 nafas tambahan 4 Tidak ada 5 retraksi dada 5 Tidak ada 5 dispnea 6 Tidak ada 5 orthopnea



2



Nursing Intervention Clasification NIC Manajemen jalan nafas: 1. Berikan posisi semi fowler 2. Berikan terapi oksigenasi sesuai kondisi pasien. Monitor Pernafasan: 1. Monitor hemodinamik pasien 2. Monitor frekuensi, ritme, kedalaman pernafasan 3. Catat pergerakan dada kesimetrisan 4. Penggunaan otot tambahan 5. Monitor pola nafas : bradipneu, takipneu, hiperventilasi 6. Palpasi ekspansi paru 7. Auskultasi suara pernafasan 8. Monitor sekresi pernafasan pasien 9. Berikan O2 sesuai prosedur 10. Berikan posisi semi flower



Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri berhubungan keperawatan selama 1x24 jam 1. Kaji secara komphrehensif dengan agen nyeri terkontrol : tentang nyeri, meliputi: cedera skala nyeri, lokasi, (biologis) karakteristik dan onset, No Kriteria Score durasi, frekuensi, kualitas, 1 Mengenal faktor 5 intensitas/beratnya nyeri, penyebab nyeri dan faktor-faktor 2 Mengenali tanda presipitasi. dan gejala nyeri 2. Observasi isyarat-isyarat



3 4



5 6 7



8 9



10 11 12



13 14 15 16



Mengetahui lamanya (onset) nyeri Pasien dapat menggunakan metode non analgetik untuk mengurangi nyeri Menggunakan teknik relaksasi Menggunakan analgesic yang tepat Pasien dapat melaporkan gejala nyeri pada perawat/dokter Melaporkan nyeri terkontrol Melaporkan tingkat / skala nyeri, frekuensi nyeri berkurang, lama episode nyeri berkurang Ekspresi oral tentang nyeri berkurang Ekspresi wajah tentang nyeri berkurang Perilaku perlindungan diri dari rasa nyeri berkurang Tidak ada ketengangan otot Nadi : (N : 60-100 x/mnt) Tekanan darah : (100-140/6090mmhg) Respirasi : (18-24x/menit)



5 5



5 5



5 5



5 5 5



5 5 5 5



non verbal dari ketidaknyamanan 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran sebelum memulai aktivitas 4. Gunakan komunkiasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri 5. Kaji latar belakang budaya klien 6. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan 7. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga 8. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan 9. Motivasi klien untuk memonitor sendiri nyeri 10. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nafas dalam 11. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri 12. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup 13. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan.



3



4



Resiko Infeksi berhubungan dengan faktor resiko prosedur invasif



Setelah dilakukan tindakan Kontrol infeksi keperawatan selama 1x24 jam 1. Bersihkan ruangan risiko terkontrol dengan kriteria sebelum digunakan hasil : klien bebas dari tanda dan tindakan pada pasien gejala infeksi : 2. Ganti peralatan untuk tindakan pada pasien 3. Batasi jumlah pengunjung No Kriteria Score 4. Ajarkan pada pasien untuk 1 Tidak terdapat 5 melakuakn cuci tangan rubor dengan benar 2 Tidak terdapat 5 5. Instruksikan pada kalor pengunjung untuk 3 Tidak terdapat 5 melakukan cuci tangan dolor sebelum ke pasien 4 Tidak terdapat 5 6. Gunakan sabun tumor antimikroba untuk cuci 5 Tidak terdapat 5 tangan fungsiolesa 7. Bersihkan tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan pada pasien 8. Gunakan universal precaution 9. Gunakan sarung tangan sesuai standar universal precaution 10. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai dengan kondisi pasien 11. Ajarkan pada pasien dan keluarga untuk mengenali tanda dan gejala infeksi serta melaporkan pada tenaga kesehatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi. Hambatan Selama dilakukan tindakan Exercise Therapy : Ambulasi mobilitas fisik keperawatan x24 jam mobilisasi 1. Latih klien dalam berhubungan pasien meningkat dengan pemenuhan kebutuhan dengan nyeri kriteria : perawatan dirinya dan kelemahan No 2. Dekatkan tempat tidur Kriteria Score otot yang dekat dengan fasilitas 1 Balance 5 (meja, dll) performance 3. Bantu klien untuk duduk 2 Posisi tubuh 5 dan fasilitasi posisi yang sesuai sesuai 3 Tidak 5 4. Konsultasi dengan dokter/ sempoyongan fisioterapist tentang 4 Pergerakan otot 5 perencanaan tahap baik ambulasi yang dibutuhkan 5 Pergerakan 5



6 7



5



Kerusakan integritas Kulit berhubungan dengan medikasi



sendi baik Mampu berpindah Ambulasi bertahap (miring kanan-kiri, duduk, berdiri, kemudian berjalan).



5 5



Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai dengan kondisi pasien 1x24jam integritas kulit dan membran mukosa baik dengan kriteria hasil : No Kriteria Score 1 Temperature : 5 (36,5 – 37,5 °c) 2 sensasi dalam 5 batas normal 3 elastisitas dalam 5 batas normal 4 pigmentasi dalam 5 batas normal 5 perspiration dalam 5 batas normal 6 warna kulit dalam 5 batas normal 7 teksture dalam 5 batas normal 8 perfusi jaringan 5 baik 9 pertumbuhan 5 rambut di kulit baik.



pasien 5. Instruksikan pasien bagaimana tehnik pengaturan posisi dan proses berpindah yang aman 6. Berikan alat bantu jika diperlukan 7. Dorong pasien untuk melakukan ambulasi secara mandiri Nursing Intervention Clasification (NIC) :pengobatan pada kulit 1. Lakukan prosedur 5 benar dalam pemberian obat 2. catat adanya alergi pasien 3. kaji pengetahuan pasien tentang cara pengobatan 4. kaji kondisi sekitar kulit sebelum dilakukan pengobatan 5. berikan pengobatan dengan jumlah yang benar sesuai dengan standar 6. monitor efek dari pengobatan.



6



Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi



Setelah dilakukan tindakan Mengajarkan tentang proses keperawatan selama 1x24 jam penyakitnya Pengetahuan tentang proses 10. Kaji pengetahuan klien penyakitnya terpenuhi dengan tentang penyakitnya kriteria hasil : 11. Jelaskan tentang proses penyakitnya (tanda dan gejala) No Kriteria Score 12. Jelaskan tentang kondisi 1 Pasien familier 5 klien dengan proses 13. Jelaskan tentang program penyakitnya pengobatan dan alternatif 2 Pasien/keluarga 5 pengobatan dapat 14. Diskusikan perubahan mendeskripsikan gaya hidup yang mungkin proses digunakan untuk penyakitnya, mencegah komplikasi kondisi, 15. Eksplorasi kemungkinan prognosis dan sumber yang bisa program digunakan/ mendukung pengobatan 16. Instruksikan kapan harus 3 Pasien dan 5 ke pelayanan keluarga mampu 17. Tanyakan kembali melaksanakan pengetahuan klien tentang prosedur yang penyakitnya dijelaskan secara 18. Prosedur perawatan dan benar. pengobatan.



DAFTAR PUSTAKA



Brunner & Suddarth (2012). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, EGC.Jakartta. Carpenito, Linda Juall (2000) Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan ( terjemahan) PT EGC, Jakarta. Doenges,et al, (2009). Rencana Asuhan Keperawatan ( terjemahan), PT EGC, Jakarta Digiulio Mary, dkk (2007). Medical Surgical Nursing Demystified. New York Chicago San Fransisco Lisbon London, Mexico City Milan New Delhi San Juan Seoul, Singapore Sydney Toronto. Soeparman, ( 2000), Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Sylvia dan Lorraine ( 2008). Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi empat, buku kedua. EGC. Jakarta.