LP Dan Askep Autisme [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH



ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISME



OLEH :



1. M. IQBAL BASUKI



(14.401.17.054)



2. NIKE ALISTINA



(14.401.17.064)



3. NUR INAYAH



(14.401.17.065)



4. NUR ITIKAVIA



(14.401.17.066)



5. QISY AYU ANDINI



(14.401.17.071)



6. SHIFWATUL JAYYIDAH LUTHFI



(14.401.17.078)



PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA 2019



KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayahNya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah tentang “Asihan Keperawatan Pada Anak Berkebutuhan Khusus Autisme”. Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat, tata bahasa maupun isi dari makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH ............................................................................... 1 B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 1 C. TUJUAN MASALAH .................................................................................................... 2 BAB II KONSEP MEDIS A. DEFENISI ....................................................................................................................... 3 B. KLASIFIKASI ................................................................................................................ 5 C. ETIOLOGI ...................................................................................................................... 5 D. PATOFISIOLOGI........................................................................................................... 7 E. Phatway ........................................................................................................................... 9 F.



MANIFESTASI KLINIS .............................................................................................. 10



G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ................................................................................ 11 H. PENATALAKSANAAN .............................................................................................. 12 1.



PENATALAKSANAAN MEDIS ................................................................................ 12



2.



PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN .............................................................. 13



BAB III KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN .............................................................................................................. 15 B. DIAGNOSA KEPERAWATAN .................................................................................. 16 C. INTERVENSI KEPERAWATAN................................................................................ 23 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 27 B. SARAN ......................................................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 28



iii



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam Anak Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autisme. Anak Autisme juga merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan, maupun secara akademik. Permasalahan yang ada dilapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui tentang anak Autisme tersebut. Oleh kerena itu kita harus kaji lebih dalam tentang anak Autisme. Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi mengenai siapa anak Autisme, penyebabnya dan lainnya. Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum. Dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama ini terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu, makalah ini nantinya dapat membantu kita mengetahui anak Autisme tersebut. Autisme didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk, dan pria lebih sering dari wanita dengan perbandingan 4:1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Beberapa penyakit sistemik, infeksi dan neurologis menunjukkan gejala-gejala seperti-austik atau memberi kecenderungan penderita pada perkembangan gejala austik. Juga ditemukan peningkatan yang berhubungan dengan kejang. B. RUMUSAN MASALAH Dari data pada latar belakang masalah pada Anak Berkebutuhan Khusus Autisme, maka rumusan masalah Anak Berkebutuhan Khusus Autisme adalah: 1. Apa yang dimaksud dengan anak Autisme ? 2. Apa yang menyebabkan anak Autisme ? 3. Bagimana patofisiologi anak yang Autisme ? 4. Apa saja manifestasi klinis anak Autisme ? 5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada anak Autisme ? 6. Apa saja penatalaksanaan pada anak autis? 7. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien anak dengan Berkebutuhan Khusus “Autisme”?



1



C. TUJUAN MASALAH 1. Tujuan Umum Untuk memperoleh informasi tentang Konsep Medis dan Konsep Keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”. 2.



Tujuan Khusus Konsep Medis Autisme : a. Memperoleh informasi tentang pengertian Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”. b. Memperolah pengetahuan tentang Etiologi Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”. c. Memperoleh pengetahuan bagaimana patofisiologi Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”. d. Dapat mengetahui manifestasi klinis Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”. e. Memperoleh



pengetahuan



tentang



pemeriksaan



diagnostik



Anak



Berkebutuhan Khusus “Autisme”. f. Dapat mengetahui penatalaksanaan pada Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”. Konsep keperawanan Autisme : a. Memperoleh informasi tentang pengkajian pada Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”. b. Memperoleh informasi tentang diagnosa keperawatan pada



Anak



Berkebutuhan Khusus “Autisme”. c. Memperoleh informasi



tentang intervensi



Berkebutuhan Khusus “Autisme”.



2



keperawanan pada Anak



BAB II KONSEP MEDIS A. DEFENISI Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan



isme



(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para ahli adalah sebagai berikut: a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo, 2003) b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American Psychiatic Association, 2000) c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial, komunikasi, perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan terlambat atau tidak normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3 tahun). “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III) d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-Cohen, 1993). Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta perilakunya. Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu: a. Segi pendidikan : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara khusus sejak dini. b. Segi medis: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan otak yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/terapi secara klinis. 3



c. Segi psikologi: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya penanganan secara psikologis. d. Segi sosial: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi sosial, sehingga anak ini memerlukan bimbingan keterampilan sosial agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak autisme mempunyai dunianya sendiri.



4



B. KLASIFIKASI Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya. Sering kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut: 1) Autis Ringan Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali. 2) Autis Sedang Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan. 3) Autis Berat Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di pelukan orang tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011). C. ETIOLOGI Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ (organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu. 5



Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara diketemukan beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan impuls di otak. Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi. Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetika dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak, namun diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit ditemukan. Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya gejala autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya : infeksi ringan sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat menimbulkan tumbuhnya jamur yang berlebihan dan menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena faktor ekonomi.



6



D. PATOFISIOLOGI Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak. Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau 7



sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung logam berat. Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide. Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori). Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan.



8



E. Phatway Partus lama



Keracunan logam



Genetik



neutropin dan neuropeptida



Gangguan nutrisi dan oksigenasi Gangguan pada otak Abnormalitasn pertumbuhan sel saraf Peningkatan neurokimia secara abnormal



Kerusakan pada sel purkinje dan hippocampus Gangguan keseimbangabn secrotonin dan dopamin Gangguan otak kecil Reaksi atensi lebih lambat



Autisme



Keterlambatan dalam berbahasa/kom unikasi Bicara monoton dan tidak dimengerti oleh orang lain



Mengabaikan dan menghindari orang lain



hiperaktif



Sangat agresif terhadap orang dan dirinya



Acuh tak acuh terhadap lingkungan dan orang lain



Gangguan komunikasi



Gangguan komunikasi verbal



Resiko tinggi cidera



Prilaku yang aneh



Gangguan interaksi sosial 9



Stresor dari lingkungan



Terjadinya perilaku yang menyimpang dari ideal diri yang diharapkan



Gangguan konsep diri



F. MANIFESTASI KLINIS 1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicara monoton seperti robot. 2. Gangguan dalam bidang interaksi social Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh. 3. Gangguan dalam bermain Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama. 4. Gangguan perilaku Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri seperti memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif 10



atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya. 5. Gangguan perasaan dan emosi Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan anak lain. 6. Gangguan dalam persepsi sensori Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan. 7. Intelegensi Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan yang menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori. G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:



11



1. Childhood Autism Rating Scale (CARS): Skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal 2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): Berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.pertanyaan dokter kepada orang tua. 3. The Autism Screening Questionare: Adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka 4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: Tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi. H. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan.



1. PENATALAKSANAAN MEDIS Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur. Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu antipsikotik 12



atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri sendiri. Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi. Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari, penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan sebagainya. Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus. Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi 2. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk: a. Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak berbicara yang lebih baik. b. Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak c. Terapi perilaku : anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka tak 13



heran mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negative tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.



14



BAB III KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN a. Identitas klien Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis. b. Riwayat kesehatan  Riwayat kesehatan sekarang Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.  Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan) 



Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.







Cidera otak



 Riwayat kesehatan keluarga Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan. c. Status perkembangan anak.  Anak kurang merespon orang lain.  Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.  Anak mengalami kesulitan dalam belajar.  Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.  Keterbatasan kognitif.



15



d. Pemeriksaan fisik  Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).  Terdapat ekolalia.  Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.  Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.  Peka terhadap bau. e. Psikososial  Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua  Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem  Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek  Perilaku menstimulasi diri  Pola tidur tidak teratur  Permainan stereotip  Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain  Tantrum yang sering  Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan  Kemampuan bertutur kata menurun  Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus f. Neurologis  Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus  Refleks mengisap buruk  Tidak mampu menangis ketika lapar B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko cidera dibuktikan dengan individu autistik. Defiinisi: beresiko me ngalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik. Factor resiko: (eksternal) a. Terpapar pathogen b. Terpapar zat kimia toksik c. Terpapar agen nosokomial d. Ketidak amanan transportasi 16



(internal) a. Ketidaknormalan profil darah b. Perubahan orientasi afektif c. Perubahan sensasi d. Disfungsi autoimun e. Disfungsi biokimia f. Hipoksia jaringan g. Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh h. Malnutrisi i. Perubahan fungsi psikomotor j. Perubahan fungsi kognitif Kondisi klinis terkait a. Kejang b. Sinkop c. Vertigo d. Gangguan penglihatan e. Gangguan pendengaran f. Penyakit Parkinson g. Hipotensi h. Kelainan nervus vestibularis i. Retardasi mental



2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler. DEFINISI Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem simbol. PENYEBAB a. Penurunan sirkulasi serebral b. Gangguan neuromuskuler c. Gangguan pendengaran d. Gangguan muskuloskeletal e. Kelainan palatum 17



f. Hambatan fisik (mis. terpasang trakheostomi, intubasi, krikotiroidektomi) g. Hambatan individu (mis. ketakutan, kecemasan, merasa malu, emosional, kurang privasi) h. Hambatan psikologis (miss gangguan psikotik, gangguan konsep diri, harga diri rendah, gangguan emosi). i. Hambatan lingkungan (mis. ketidakcukupan informasi, ketiadaan orang terdekat, ketidaksesuaian budaya, bahasa asing)



GEJALA & TANDA MAYOR Subjektif (tidak tersedia) Objektif Tidak mampu berbicara atau mendengar Menunjukkan respon tidak sesuai



GEJALA & TANDA MINOR Subjektif (tidak tersedia) Objektif a. Afasia b. Disfasia c. Apraksia d. Disleksia e. Disartria f. Afonia g. Dislalia h. Pelo i. Gagap j. Tidak ada kontak mata k. Sulit memahami komunikasi l. Sulit mempertahankan komunikasi m. SuJit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh n. Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah atau tubuh o. Sulit menyusun kalimat 18



p. Verbalisasi tidak tepat q. Sulit mengungkapkan kata-kata Disorientasi orang, ruang, waktu Defisit penglihatan r. Delusi



KONDISI KLINIS TERKAIT a. Stroke b. Cedera kepala c. Trauma wajah d. Peningkatan tekanan intrakranial e. Hipoksia kronis f. Tumor g. Miastenia gravis h. Sklerosis multipel i. Distropi muskuler j. Penyakit Alzheimer k. Kuadriplegia l. Labiopalatoskizis m. Infeksi laring n. Fraktur rahang o. Skizofrenia p. Delusi q. Paranoid r. Autisme



3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan. DEFINISI Kuantitas dan/atau kualitas hubungan sosial yang kurang atau berlebih. PENYEBAB a. Defisiensi bicara b. Hambatan perkembangan/maturasi c. Ketiadaan orang terdekat d. Perubahan neurologis (mis. kelahiran prematur, distres fetal, persalinan cepat atau persalinan lama) 19



e. Disfungsi sistem keluarga f. Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan g. Penganiayaan atau pengabaian anak h. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan i. Model peran negatif j. Impulsif k. Perilaku menentang l. Perilaku agresif m. Keengganan berpisah dengan orang terdekat GEJALA & TANDA MAYOR Subjektif a. Merasa tidak nyaman dengan situasi sosial b. Merasa sulit menerima atau mengkomunikasikan perasaan Objektif a. Kurang responsif atau tertarik pada orang lain b. Tidak berminat melakukan kontak emosi dan fisik



GEJALA & TANDA MINOR Subjektif a. Sulit mengungkapkan kasih sayang Objektif a. Gejala cemas berat b. Kontak mata kurang c. Ekspresi wajah tidak Responsive d. Tidak kooperatif dalam bermain dan berteman dengan sebaya Perilaku tidak sesuai usia



KONDISI KLINIS TERKAIT a. Retardasi mental b. Gangguan autistik c. Attention deficit/hiperactivity disorder (ADHD) d. Gangguan perilaku e. Oppositional Defiant Disorder 20



f. Gangguan Tourette g. Gangguan Kecemasan perpisahan h. Sindrom Down



4. Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya tugas perkembangan. DEFINISI Tidak mampu mempertahankan keutuhan persepsi terhadap identitas diri



PENYEBAB a. Gangguan peran sosial b. Tidak terpenuhinya tugas perkembangan c. Gangguan neurologis d. Ketidakadekuatan stimulasi sensori



GEJALA & TANDA MAYOR Subjektif a. Persepsi terhadap diri berubah b. Bingung dengan nilai-nilai budaya, tujuan hidup, jenis kelamin, dan/atau nilainilai ideal c. Perasaan yang fluktuatif terhadap diri Objektif a. Perilaku tidak konsisten b. Hubungan yang tidak efektif c. Strategi koping tidak efektif d. Penampilan peran tidak efektif



GEJALA & TANDA MINOR Subjektif (tidak tersedia) Objektif (tidak tersedia)



21



KONDISI KLINIS TERKAIT a. Gangguan autistik b. Gangguan orientasi seksual c. Periode perkembangan remaja



22



C. INTERVENSI KEPERAWATAN 1.



Risiko cidera Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative (misalnya memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons terhadap kecemasan dengan criteria hasil: 1. Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak memerlukan perilaku-perilaku mutilatif diri 2. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas Intervensi  Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang kondusif untuk mencegah perilaku merusak diri. 



Rasional: Perawat bertanggun jawab untuk menjamin keselamatan anak)



 Kaji dan tentukan penyebab perilaku – perilaku mutilatif sebagai respon terhadap kecemasan 



Rasional : pengkajian kemungkinan penyebab dapat memilih cara /alternative pemecahan yang tepat.



 Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak memukulmukul kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik – narik rambut, pemberian bantal yang sesuai untuk mencegah luka pada ekstremitas saat gerakan-gerakan histeris 



Rasional : Untuk menjaga bagian-bagian vital dari cidera



 Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu perawat 



Rasional : Untuk dapat bisa lebih menjalin hubungan saling percaya dengan pasien



 Tawarkan pada anak untuk menemani selama waktu – waktu mening-katnya kecemasan agar tidak terjadi mutilasi 



Rasional : dalam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada perilakuperilaku mutilasi diri dan memberikan rasa aman



2. Gangguan komunikasi verbal



23



Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu yang telah ditentukan dengan kriteria hasil: o



Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang lain



o



Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal



o



Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain



Intervensi o



Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-tindakan dan komunikasi anak 



Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk memahami tindakan-tindakan dan komunikasi pasien



o



Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan pola komunikasi terbentuk 



Rasional : Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat mengurangi kecemasan anak sehingga anak akan dapat mulai menjalin komunikasi dengan orang lain dengan asertif



o



Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk menguraikan kode pola komunikasi ( misalnya :” Apakah anda bermaksud untuk mengatakan bahwa…..?” ) 



Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari pesan yang diterima, menjelaskan pengertian-pengertian yang tersembunyi di dalam pesan. Hati-hati untuk tidak “berbicara atas nama pasien tanpa seinzinnya”



o



Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan ekspresiekspresi nonverbal yang benar dengan menggunakan contoh 



Rasional: Kontak mata mengekspresikan minat yang murni terhadap dan hormat kepada seseorang



3. Gangguan interaksi sosial 24



Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak mata dalam waktu yang ditentukan dengan criteria hasil: o



Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain



o



Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan perilakuperilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain



o



Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain



Intervensi o



Jalin hubungan satu – satu dengan anak untuk meningkatkan keper-cayaan 



Rasional : Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan pembentukan kepercayaan



o



Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan, selimut) untuk memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu agar anak tidak mengalami distress 



Rasional : Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu aman bila anak merasa distres



o



Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika anak berusaha untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasarnya untuk meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling percaya 



Rasional: Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling percaya



o



Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksi-interaksi, mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata, perkenalkan dengan berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman , dan pelukan 



Rasional : Pasien autisme dapat merasa terncam oleh suatu rangsangan yang gencar pada pasien yang tidak terbiasa



o



Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang berusaha keras untuk membentuk hubungan dengan orang lain dilingkungannya 



Rasional :Kehadiran seorang yang telah terbentuk hubungan saling percaya dapat memberikan rasa aman



4. Gangguan identitas diri 25



Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan bagianbagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan untuk mengenali fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang dengan kriteria hasil: o



Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan bagian-bagian dari tubuh orang lain



o



Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari lingkungannya dengan menghentikan ekolalia (mengulangi kata-kata yang di dengar) dan ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang dilihatnya)



Intervensi: o



Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak 



Rasional : Interaksi pasien staf meningkatkan pembentukan data kepercayaan



o



Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama kegiatankegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan 



Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anda terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain



o



Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian tubuhnya 



Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain



o



Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien dengan perawat. Berhati-hati dengans entuhan sampai kepercayaan anak telah terbentuk 



Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan sebagai suatu ancaman oleh pasien



o



Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dari batas-batas tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta gambar-gambar dari anak 



Rasional: Dapat memberikan gambaran tentang bentuk tubuh dan gambaran diri pada anak secara tepat.



26



BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal – hal kecil yang bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik. Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. B. SARAN Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi keperawatan dapat memahami asuhan keperawatan pada anak berkebutuhan khusus autisme dan bagi orang tua yang memiliki anak autisme.



27



DAFTAR PUSTAKA Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC. Sacharin, RM. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: Behrman, EGC.Kliegman, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta: EGC. Anonim. Http:// www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html Soetjiningsih. 1994. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana. Yupi, Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan 2. Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta. Nugraheni,SA. (2012). Menguak Belantara Autisme. Bulettin Psikologi. 20(1-2): 9-17. Http://www.journal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/download/11944/8798



28